ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
100
PATRIOT Volume 12 Nomor 2 Desember 2019
101
P-ISSN: 1979-7087
adat. Hak ulayat di Papua pada umumnnya dan di Kabupaten Manokwari pada
khususnya merupakan hak milk dari masyarakat adat atas bumi. air dan ruang
angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk keberadaan
masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 UUPA
Nomor 5 tahun 1960 yang menyatakan bahwa:
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan
hak ulayat den hak-hak serupa itu dari masyarakat hukurn adat sepanjang
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, peraturan-peraturan lain yang
lebih tinggi.
Sehubungan dengan hal ini bahwa belum diperolehnya jaminan dan
kepastian hak atas tanah adat yang dikuasai oleh perorangan atau keluarga sebagai
akibat dari tanah-tanah adat yang tidak mempunyai bukti yang dapat dipertanggung
jawabkan. Maka dalam proses pensertifikatannya sering terjadi masalah-masalah
berupa sengketa, baik dalam hal batas tanah maupun sengketa yang melibatkan
orang-orang yang mengaku memiliki tanah tersebut.
Sehubungan dengan hak milik, perlu dijabarkan tentang hak milik
masyarakat hukum adat yang tidak terbatas pada sumber daya tanah tetapi meliputi
sumber daya alam lainnya seperti kelautan, pertambangan, perairan, pertanian,
perkebunan, kehutanan dan lingkungan hidup secara keseluruhan dalam berbagai
ekosistem yang berkaitan dengan keberadaan persekutuan masyarakat hukum adat.
Lebih lanjut mengenal hak milik atas tanah adat, terdapat pandangan dalam
masyarakat adat di Biak bahwa hak. milik atas tanah adat tidak dapat diperjual
belikan. Hak tersebut hanya dapat dialihkan fungsinya kepada orang lain dan tidak
menghapuskan hak kepemiiikan atas tanah tersebut. Menurut pandangan
masyarakat adat di Biak bahwa kepemilikan atas tanah hanya dapat beralih kepada
keturunan dari mereka. Peralihan fungsi penggunaan tanah tanpa harus memiliki
tanah tersebut karena dalam pandangan masyarakat adat setempat bahwa
kepernilikan atas tanah adat mereka merupakan hak yang paling tinggi. Namun
pada kenyataannya banyak dari tanah adat yang telah beralih hak kepemilikannya
pada orang iain. Hal inilah yang memunculkan sengketa, karena ada tanah adat yang
telah dijual kepada orang lain oleh salah satu marga ataupun anggota dari marga
tersebut namun dilain pihak ada anggota lain dari marga yang sama ataupun
keturunannya yang mengaku masih memiliki tanah tersebut. Banyak dari tanah adat
yang dikuasai oleh perorangan dan marga yang dijual kepada orang lain, dan yang
biasanya yang menjual tanah adat tersebut yakni orang atau anggota masyarakat
adat yang merasa memiliki tanah adat tersebut ataupun orang yang paling dituakan
dalarn suatu marga, dan hal inilah biasanya muncul sengketa tanah adat yang
bersifat horizontal yang menyangkut sengketa mengenai kepemilikan tanah.
Berdasarkan uraian dan kenyataan di atas maka formulasi rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya sengketa tanah adat di
Kabupaten Manokwari?
2. Upaya upaya apa sajakah yang ditempuh oleh para pihak yang bersengketa
dalam penyelesaian sengketa tanah adat di kabupaten Manokwari?
102
PATRIOT Volume 12 Nomor 2 Desember 2019
A. Peradilan di Indonesia
103
P-ISSN: 1979-7087
Mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian sengketa hukum ini telah diatur
secara konkret, oleh karena itu penyelesaian kasus perkasus biasanya dilakukan dengan
pola penyelesaian yang seragam yakni melalui jalur litigasi dan ada jalur lainnya yang
berbeda prosedurnya yakni melalui jalur non litigasi.
Lazimnya penanganan sengketa diselenggarakan dengan pola yakni adanya
permohonan dari pihak yang merasa berhak atas tanah sengketa, laiu dilanjutkan
dengan penelitian olah pihak yang berwenang apakah pengaduan tersebut beralasan
atau tidak untuk ditindak lanjuti. jika ditemukan bahwa pengaduan tersebut
beralasan lalu dilanjutkan dengan pencegahan mutasi. Dalarn hal ini yakni untuk
menghentikan untuk sementara segala bentuk perubahan atas objek sengketa.
Kemudian dilanjutkan dengan musyawarah oleh para pihak. Disini para pihak
memillh menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalur pengadilan atau jalur
alternatif lainnya.
104
PATRIOT Volume 12 Nomor 2 Desember 2019
Sebagaimana diketahui dalam UUPA nomor 5 to can 1960 dalam pasal 2 ayat 2,
mengenai hak menguasal negara atas tanah telah diuraikan bahwa kewenangan-
kewenangan tersebut dart negara berupa:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan
pemetiharaan burnt, air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan
bumf, air dan ruang angkasa.
105
P-ISSN: 1979-7087
106
PATRIOT Volume 12 Nomor 2 Desember 2019
107
P-ISSN: 1979-7087
108
PATRIOT Volume 12 Nomor 2 Desember 2019
Keberadaan tanah adat di Kabupaten Manokwari merupakan hal yang sakral dan
tidak dapat dipindah tangankan kepemilikannya kepada siapa pun. Yang dapat
dialihkan dari Tanah adat yakni hanya fungsi dari tanah adat tersebut".
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Ketua Dewan Adat Kabupaten Manokwari
jelaslah sangat berbeda dengan kenyataan yang terjadi. Dalam kenyataannya banyak
tanah-tanah adat yang telah dijual oleh anggota keluarga dan masyarakat adat
setempat, yang mengaku memiliki tanah adat tersebut dan menjualnya kepada orang
lain yang biasanya merupakan warga pendatang tanpa diketahui oleh para
anggota masyarakat adat yang lain. Namun di lain pihak ada anggota masyarakat
adat yang lain yang menjual kembali tanah adat tersebut kepada warga pendatang
lainnya. Biasanya setelah dijual kepada orang lain hasil dari penjualan tersebut hanya
dipergunakan sendiri oleh anggota masyarakat adat yang menjual tanah adat tersebut
untuk keperluannya sendiri. Dan tidak jarang penjualan tanah adat dilakukan lebih
dari dua kali atas objek tanah adat yang sarna. Seperti yang dikatakan oleh salah
seorang responden di Kelurahan Sanggeng Manokwari, Bapak Darwis yang
membeli sebidang tanah adat di Distrik Manokwari Timur, namun ternyata tanah
tersebut telah dijual oleh orang yang sama kepada orang lain sebelumnya. Meskipun
pembelian tanah adat tersebut dilengkapi dengan bukti pembayaran yang sah seperti
kwitansi, namun tetap saja hal ini tidak dapat dihindari karena ketidaktahuan dari
warga alas status tanah tersebut.
Disinilah yang menjadi sumber terjadinya sengketa tanah adat sehingga
penjualan ganda atas tanah adat menjadi salah satu penyebab terjadinya
sengketa tanah.
5. Adanya tuntutan ganti rugi atas penjualan tanah oleh marga ataupun
keturunannya.
Tanah adat yang telah dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain banyak yang
telah di buatkan kepemilikan ataupun sertifikat oleh orang yang telah membeli tanah
tersebut. Namun hal tersebut tidak menjamin terhindar dari segala macam hambatan
109
P-ISSN: 1979-7087
yang muncul setelah diadakannya peralihan tersebut meskipun peralihan dengan jual
beli diadakan didepan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan akta jual beli.
Hal ini dikarenakan seringnya pengalihan tanah adat oleh suatu marga, namun
dikemudian hari muncul pengakuan dari anggota marga lainnya ataupun
keturunan dari marga tersebut yang mengaku masih memiliki tanah tersebut.
Disinilah yang memunculkan persoalan baru mengenai kepemilikan tanah
tersebut. Pada awalnya telah diadakan pengalihan tanah adat. Meskipun pemilik
tanah tersebut telah membuat sertifikat atas tanah yang telah dimilikinya, namun
tidak berarti orang tersebut akan dengan mudah menyelesaikan persoalan ini.
Karena pada umumnya masyarakat adat yang mengaku masih memiliki tanah adat
tersebut meminta tanah tersebut di kembalikan pada mereka ataupun meminta ganti
rugi atas tanah tersebut.
Dan apabila tuntutan dari masyarakat tadi tidak direalisasikan maka tanah
yang menjadi objek persoalan tadi akan mereka dikuasai kembali dengan jalan
memaksa, baik itu berupa pemagaran tanah tersebut maupun pembekuan atas
segala kegiatan yang ada di atas tanah tersebut. Tidak dapat disertifikatkannya
tanah adat yang sudah dialihkan karena adanya keberatan dari pihak tertentu.
6. Tanah adat yang telah dialihkan kepada pihak lain dengan jalan jual beli
Pada urnumnya didaftarkan ataupun disertifikatkan kepada pihak Pertanahan
setempat. Narnun jika hal ini mendapat keberatan darn pihak lain ataupun dari
masyarakat adat lainnya maka sering kali menimbulkan masalah. Hal ini tentu saja
berdampak pada objek tanah itu sendiri karena dengan adanya keberatan dari pihak
lainnya maka segaia macam kegiatan yang akan ditakukan diatas tanah tersebut akan
mengalami hambatan.
Hambatan tersebut dapat berupa pemblokiran jalan masuk menuju tanah
tersebut ataupun penutupan segala aktivitas diatas tanah tersebut. Dan selama
hambatan ini tidak diatasi maka selama itu pula tanah tersebut t idak dapat
dimanfaatkan. Biasanya hambatan ini berupa permintaan ganti rugi atas tanah yang
telah dilepaskan. Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya sengketa tanah adat
akibat dari tidak dapat disertifikatkannya tanah adat yang telah dilepaskan karena
adanya keberatan dari pihak tertentu.
7. Masalah tanaman yang tumbuh diatas tanah bisa diklaim oleh pihak lain
Selain dari persoalan tanah yang dapat diklaim lebih dari dua pihak yang
mengatasnamakan tanah tersebut sebagai tanah adat terdapat pula masalah yang
muncul dari tanaman yang tumbuh diatas tanah tersebut.
Tanah adat yang telah dimiliki oleh masyarakat adat yang mengaku memiliki
tanah tersebut pada umumnya memang memiliki segala yang ada diatas tanah
tersebut. Namun tidak jarang pula dikemudian hari muncul pengakuan dari pihak
lain yang mengaku memiliki tanaman tersebut. Hal ini seperti yang dikatakan oleh
salah seorang responden dari pihak Pertamina Manokwari bahwa ada tanah adat
yang telah dialihkan kepada pihak Pertamina melalui proses juai beli, dimintakan
ganti rugi atas tanaman yang tumbuh diatas tanah tersebut, padahal dalam
kesepakatan sebelumnya, penjuaian tanah tersebut sudah termasuk apa yang ada
di atasnya termasuk tanaman.
110
PATRIOT Volume 12 Nomor 2 Desember 2019
Setiap sengketa tanah adat selalu saja merugikan masyarakat itu sendiri. Entah itu
masyarakat adat setempat ataupun masyarakat lainnya yang telah membeli tanah adat
tersebut. Dalam setiap penyelesaian sengketa tanah adat masyarakat yang terlibat
didalamnya menyelesaikannya melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun melalui jalur
diluar pengadilan (non litigasi). Namun kadang kala sering masyakat adat setempat
sendiri menyelesaikan sengketa tanah adat mereka. Hal ini disebabkan tidak jelasnya
pemahaman-pemahaman masyarakat adat di Kabupaten Manokwari mengenai sengketa
tanah adat yang kadang kadang bertindak sebagal penyidik yang bertugas menyelesaikan
sengketa tersebut dan kadang sebagai lembaga peradilan yang berfungsi sebagai lembaga
penyelesaian sengketa tersebut dan tidak adanya koordinasi diantara para anggota Dewan
adat.
Berikut ini penulis akan menguraikan upaya yang ditempuh para pihak yang
bersengketa dalam menyelesaikan sengketa tanah adat.
1. Melalui jalur Litigasi Pengadilan
Munculnya sengketa tanah adat di Kabupaten Manokwari seringkali
penyelesaiannya melalui jalur Pengadilan. Hai ini berkaitan erat dengan keyakinan
akan pemilikan tanah yang sesungguhnya oleh pihak tersebut. Narnun pada
kenyataannya sering sengketa tanah adat yang mereka ajukan ke Pengaditan Negeri
selalu kalah disebabkan tidak adanya referensi alat bukti di persidangan sehingga
sulit untuk membuktikan jika benar-benar adanya pelepasan.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ketua Pengadilan Negeri
Manowkari, Bapak (wawancara tanggal 15 November 2017):
"Banyak dari sengketa tanah adat yang diajukan ke Pengadilan Negeri
Manokwari oleh para pihak yang rnerasa memifiki tanah adat tersebut
seringkali kafah jika diperhadapkan ke persidangan dikarenakan tidak adanya
alai bukti yang kuat untuk membuktikan bahwa tanah adat tersebut betul-
betul miiik mereka dengan alas hak yang sah".
Sehubungan dengan hal tersebut bahwa tidak adanya alas hak yang sah alas
tanah tersebut maka pihak yang merasa memiliki tanah adat tersebut seharusnya
membuatkan suatu surat yang menyatakan bahwa tanah tersebut rnerupakan tanah
adat kepunyaan mereka. Disamping itu dalam pelepasan tanah adat yang telah
dilakukan kepada pihak lain oleh pihak yang merasa memiliki tanah adat tersebut
111
P-ISSN: 1979-7087
seharusnya dibuatkan surat pemyataan bahwa tanah tersebut beserta isinya betel milik
mereka.
Berdasarkan keadaan jumlah perkara tanah dan perkara tanah adat yang masuk ke
Pengadilan Negeri Manokwari maka lebih dominan perkara tanah adat. Jika suatu
sengketa tanah adat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri maka dalam cara
mengajukan gugatan harus diperhatikan dengan seksama oleh penggugat, bahwa
gugatannya harus ditujukan kepada badan peradilan yang benarbenar berwenang
untuk mengadili persoalan tersebut karena hukum acara perdata mengenal dua
macam kewenangan yaitu:
a. Wewenang mutlak
Yakni wewenang badan Pengadilan dalarn memeriksa jenis perkara tertentu
secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh pengadilan lain, baik dalam lingkungan
peradilan yang sama maupun dalam lingkungan peradilan lain.
b. Wewenang relative
Yakni wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu
yang secara relative dapat diperiksa oleh pengadilan lain sepanjang masih
dalam lingkungan peraditan yang sama. Biasanya wewenang relative
menyangkut tempat tinggai dimana tergugat itu tinggat.
Disamping memperhatikan tentang kewenangan pengadilan, selanjutnya
diperhatikan pula mengenai isi dari gugatan itu. Isi gugatan pada pokoknya
harus memuat
a. Identitas para pihak. Yang dimaksud dengan identitas para pihak yakni ciri-ciri
pada penggugat dan tergugat, yaitu nama serta tempat tinggalnya, umur serta status
perkawinannya.
b. Fundamentum petendi atau dasar tuntutan
yakni bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau pertstiwa dan
bagian yang menguraikan tentang hukumnya. Uraian tentang kejadian merupakan
penjelasan duduknya perkara, sedang uraian tentang hukum ialah uraian tentang
adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis daripada tuntutan.
c. Petitum atau tuntutan yakni apa yang oleh penggugat diminta atau diharapkan
agar diputuskan oleh hakim.
2. Melalui jalur non litigasi (alternative)
Setiap munculnya sengketa tanah adat para pihak yang bersengketa sebaiknya
menempuh; Nur penyeiesaian sengketa lain diluar jalur pengadilan agar lebih
menghemat waktu serta tenaga dan juga tidak merugikan siapapun. Begitu pula untuk
sengketa tanah adat yang terjadi di Kabupaten Manokwari yang penyelesaiannya
melalui jalur diluar pengadilan tersebut.
Hal ini terjadi pada beberapa kasus sengketa tanah adat yang mefibatkan
pihak terkait sebagai perantara guna mempertemukan para pihak yang
bersengketa guna mencapai kesepakatan yang menguntungkan para pihak. Dan
biasanya jalur alternative yang dipakai untuk penyelesaian sengketa tanah adat
tersebut dengan jalan musyawarah diantara para pihak ataupun melalui jalur
mediasi dengan melibatkan mediator.
Penyelesaian sengketa tanah adat melalui jalur mediasi selalu melibatkan
pertanahan dengan tujuan agar diadakan pengukuran guna mengetahui asal usul
dan luas tanah tersebut. Guna menghindari munculnya sengketa dikemudian hari
112
PATRIOT Volume 12 Nomor 2 Desember 2019
menyangkut batas tanah tersebut dan mengenai siapa-siapa yang berhak atas tanah
tersebut maka pihak Pertanahan sebagai mediator mempertemukan para pihak yang
mengaku memiliki tanah tersebut dengan jalan bermusyawarah serta pula melibatkan
dewan adat setempat. Biasanya penyelesaian melalui jalur ini menghadirkan saksi dari
marga lainnya yang tidak terlibat datam sengketa tersebut.
Dan setelah ditemukan titik temu yang menguntungkan para pihak, maka
dibuatkan suatu surat pernyataan mengenai hasil dari pertemuan ini dan ditanda tangani
oteh ke empat betas marga tersebut agar dikemudian hari tidak rnuncul sengketa bare
menyangkut keberadaan tanah tersebut.
Setelah diketahui batas-batas tanah yang sesungguhnya maka setiap saat dapat
dilakukan pelepasan tanah adat tersebut kepada orang lain. Adapun mekanisme
pelepasan tanah adat yakni:
a. Lokasi tanah dibuatkan sket dasar lalu kemudian diterbitkan surat
keterangan luran atau kepaia desa yang menerangkan kepemilikan
tanah.
b. Kesepakatan pemilik tanah dan pembelinya dan dihadapkan kepada
Kepala Dsitrik setempat dengan dibuatkan berita acaranya.
c. Seteiah itu diajukan permohonan pengukuran ke BPN untuk didaftarkan
dan dibuatkan sertifikat.
Selanjutnya setelah diadakan pelepasan maka dapat dilanjutkan dengan
permohonan pensertifikatan tanah adat tersebut. Dan mekanisme pensertifikatan
tanah dapat meliputi:
a. Secara rutin
Yakni pensertifikatan tanah melalui prosedur yang biasa yakni melalui
permohonan, pemeriksaan sket, pengecekan lokasi, pengukuran,
pemeriksaan, proses SK, diterbitkan sertifikat.
b. Secara Prona Proyek Operasional Nasional Agraria
Yakni suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dibidang
pertanahan pada umumnya dan di bidang pendaftaran tanah pada
khususnya yang berupa pensertifikatan tanah secara massal dan
penyelesaian tanah yang sifatnya strategis. Prosedurnya biasanya
diajukan oleh lurah secara kolektif.
c. Secara P3HT (Peningkatan Penertiban Pemberian Hak Atas Tanah)
113
P-ISSN: 1979-7087
IV. PENUTUP
114
PATRIOT Volume 12 Nomor 2 Desember 2019
kepastian hukum atas tanah adat yang telah dilepaskan pemerintah kuamg bersikap tegas
sehingga masalah tanah adat terus saja terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Nasution S. 1992. Metode, Penelitian Naturalistik – Kualitatif. Transito, Bandung.
Soerjono Soekanto. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta
Sudikno Mertokusumo. 2006. Penemuan Hukum (Sebuah Pengantar). Liberty,
Yogyakarta.
Sumardjono Maria SW.1996. Pedoman Pembuatan Usulan Peneltian, Sebuah
Panduan Dasar. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA
Undang-Undang No 30 Tahun 1999 Tentang Penyelesaian Sengketa Alternatif
Arbitrase.
Undang-Undang No 2. Tahun 2004 tentang Peradilan Umum
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 mengenai Pendaftaran tanah
Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999
tentang Pedoman penyelesaian masalah hak ulayat masyarakat hukum
adat
115