DISUSUN OLEH :
FIKRI DWIPUTERA WIDODO
20200610381/I
HUKUM AGRARIA
ABSTRAK
Banyak tanah yang digunakan masih bermasalah sehingga menyebabkan tumpeng tindih
kepentingan satu pihak dengan pihak lainnya. Untuk itu dibentuklah Badan Pertanahan Nasional (BPN)
dengan diperkuat oleh peraturan Presiden No 10 Tahun 2006 yang disusun dengan mempertimbangkan
dari sisi aspirasi dan peran masyarakat agar kesejahteraan umum dapat terwujud. Terdapat penyelesaian
melalui jalur litigasi apabila penyelesaian melalui BPN tidak mendapat titik temu.
Kerangka Hukum
1. Undang-Undang Presiden Nomor 10 Tahun 2006
2. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA
3. Pasal 19 ayat (2) huruf c Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA.
4.
Hasil Analisis
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 tahun 1961 tersebut tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada
hakikatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu bahwa pendaftaran tanah
diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dan bahwa
sistem publikasinya adalah Sistem Negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan
menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti yang
dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2)
UUPA. Walaupun fungsi utama Sertifikat Hak Atas Tanah adalah sebagai alat bukti, tetapi sertifikat
bukan satu-satunya alat bukti Hak Atas Tanah. Hak Atas Tanah sesorang msih mungkin dibuktikan
dengan alat bukti lain. Dalam kenyataannya dengan berkembangnya jaman dan waktu dengan adanya
Sertifikat Hak Atas Tanah ini seringkali terjadi atau timbul masalah dalam hal pembuatan sertifikatnya,
yang sering disebut dengan Sengketa Tanah.
Dimana sengketa tanah ini timbul karena adanya beberapa faktor yang timbul yang mengakibatkan
timbulnya sengketa tanah. Salah satu sengketa tanah yang timbul adalah adanya sertifikat ganda. Seperti
pada kasus yang terjadi di Kabupaten Blora, tepatnya di Kantor Pertanahan Kabupaten Blora, seperti pada
kasus yang terjadi di Kabupaten Blora tepatnya di Desa Sumber,Kecamatan Kradenan Kabupaten
Blora,dimana telah terjadi satu sertifikat ganda menjadi 5 buah sertifikat.yaitu HM no.114, HM no.396,
HM 445, HM no. 1054 dan HM 1056 atas nama Sutomo. Dimana kedua belah pihak memiliki tanah pada
lokasi tanah yang sama, sehingga terjadi tumpang tindih pada kepemilikan tanah tersebut. Hal ini dapat
dilihat dari hasil gambar ukur yang telah diukur oleh pihak dari Kantor Pertanahan Kabupaten Blora. Hal
ini dapat diketahui setelah ada laporan dari kedua belah pihak yang telah menyatakan bahwa tanah
tersebut adalah tanah mereka. Yang akhirnya terjadi perselisihan antara kedua belah pihak karena mereka
merasa bahwa tanah tersebut adalah tanah milik mereka.
Dalam hal ini mempunyai tujuan mengetahui dan menganalisis. Adanya sertifikat ganda yang
merupakan alat bukti yang sah kepemilikan tanah terhadap perkara no. 10/LP/SKP/III/2014, mengapa bisa
terjadi sertifikat ganda tersebut. Implikasi yuridis yang timbul setelah adanya penyelesaian sertifikat
ganda tersebut, sehinggan di masa datang tidak lagi terjadi timbulnya sertifikat ganda. Hambatan-
hambatan dan solusinya terhadap adanya sertifikat ganda.
Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c
UUPA untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan
Hak Tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam Buku Tanah yang bersangkutan.
Selanjutnya Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sertifikat merupakan
surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis
tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. Selain definisi
sertifikat yang diberikan oleh para sarjana. Salah satunya adalah K. Wantjik Saleh yang menyatakan
bahwa sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat ukurnya setelah dijilid menjadi satu bersama-sama
dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh menteri.
Defenisi Hak Atas Tanah
Hak Atas Tanah adalah Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang- Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA. Obyek Pendaftaran
Tanah meliputi :
Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik , Hak Guna Usaha,Hak Guna Bangunan,
dan Hak Pakai.
Tanah Hak Pegelolaan
Tanah Wakaf
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
Hak Tanggungan
Tanah Negara Fungsi sertifikat Hak Atas Tanah menurut UUPA merupakan alat bukti yang kuat
bagi pemiliknya, artinya bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data
yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar.
Sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, tidak sebagai alat bukti mutlak, hal ini berkaitan dengan
publikasi yang dianut oleh Hukum Pertanahan Indonesia baik Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 maupun Penbraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yakni sistem publikasi negatif yang
mengandung unsur positif karena akan menghasilkan suratsurat tanda bukti Hak (Sertifikat) yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
Sertifikat ganda adalah kejadian dimana sebidang tanah memiliki dua (2) sertifikat tanah yang dimiliki
oleh dua orang yang berbeda. Hal ini terjadi dikarenakan sertifikat yang diterbitkan oleh BPN yang akibat
adanya kesalahan pendataan pada saat melakukan pengukuran dan pemetaan pada tanah, sehinnga
terbitlah sertifikat ganda. Sertifikat ganda atas tanah adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BPN, karena
terjadi kesalahan dalam pendataan pada saat melakukan pengukuran tanah, sehingga terbitlah sertifikat
ganda yang berdampak pada pendudukan tanah secara keseluruhan ataupun sebagian tanah milik orang
lain. Dalam pembahasan definisi mengenai sertifikat ganda sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa
yang mendasari sehingga terjadinya sertifikat ganda adalah akibat dari kesalahan pencatatan pada saat
petugas melakukan pengukuran dan perpetaan pada satu bidang tanah.
Bahwa dalam kondisi saat ini di negara kita ini sering adanya sertifikat ganda yang muncul di kantor
Pertanahan, dengan adanya sertifikat ganda ini menimbulkan adanya sengketa dalam kepemilikan tanah.
Dengan timbulnya sertifikat ganda ini penulis ingin mencari penyebab timbulnya sertifikat ganda tersebut
dengan menggunakan deskritif dan data sekunder (wawancara secara langsung) ke pemilik sertifikat
ganda tersebut. Dan pendekatan yuridis normatif sesuai dengan Undang Undang yang berlaku. Setelah
tahu penyebab timbulnya sertifikat ganda ini maka akan bisa diambil tindakan dan meneliti penyebab
timbulnya masalah tersebut, dengan menerapkan suatu sitem kendali, agar tidak timbul lagi adanya
sertifikat ganda. Dengan adanya kendali tersebut diharapkan akan ada hasil yang bisa mengendalikan
terjadinya sertifikat ganda ini. Dan bisa terhindarkan adanya sertifikat ganda ini.
Adapun yang dimaksud dengan sertifikat ganda, yaitu sebidang tanah mempunyai lebih dari satu
sertifikat, terjadi tumpang tindih seluruhnya atau sebagian. Sertifikat ganda terjadi karena sertifikat
tersebut tidak dipetakan dalam peta pendaftaran tanah atau peta situasi daerah tersebut. Apabila peta
pendaftaan tanah atau peta situasi pada setiap kantor pertanahan dibuat, dan atau gambar situasi/ surat
ukur dibuat dalam peta, maka kemungkinan terjadinya sertifikat ganda akan kecil sekali. Namun bila
terjadi sertifikat ganda, maka harus ada pembatalan dari salah satu pihak dengan memeriksa dokumen
pendukung. Hal ini bisa berlangsung lama, apabila terjadi gugatan sertifikat ke pengadilan, untuk meminta
pembatalan bagi pihak yang dirugikan.
Namun demikian, sertifikat ganda harus dilihat kasusnya, karena bisa disebabkan berbagai hal, apakah
digandakan oleh pihak luar atau karena sudah terbit diterbitkan lagi. Lahirnya sertifikat ganda, tidak lepas
dari tindakan pejabat kantor pertanahan itu sendiri, seperti membatalkan sebuah sertifikat yang lama dan
menerbitkan sertifikat yang baru untuk dan atas nama orang lain tanpa sepengetahuan pemilik yang
namanya tercantum dalam sertifikat tanah yang lama. Bahkan penerbitan sertifikat yang baru dilakukan
oleh Pejabat kantor Pertanahan tanpa prosedur hukum. Disamping itu sertifikat ganda biasa juga
disebabkan oleh tidak dilaksanakannya UUPA dan peraturan pelaksanaannya secara konsekuen dan
bertanggung jawab, disamping adanya orang yang berusaha untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Sertifikat ganda umumnya terjadi pada tanah yang masih kosong atau belum dibangun.
Untuk mencegah terjadinya sertifikat ganda tidak ada jalan lain harus mengoptimalkan administrasi
pertanahan dan pembuatan peta pendaftaran tanah. Hal ini harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
sertifikat ganda. Dengan adanya peta pendaftaran tanah dan administrasi pertanahan yang baik, kesalahan
penempatan letak dan batas dapat diketahui sedini mungkin. Terhadap sertifikat cacat hukum tersebut
harus dilakukan pemblokiran (diberi catatan pada buku tanah), dihentikan (prosesnya ditahan), dimatikan
(nomor haknya dicoret dari buku tanah), dibatalkan bila kasusnya telah selesai. Sertifikat ganda jelas
membawa akibat ketidak pastian hukum pemegang hak-hak atas tanah yang sangat tidak diharapkan
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia. Beberapa persoalan yang muncul akibat sertifikat
ganda adalah siapa yang berwenang untuk membatalkan salah satu dari 2 (dua) sertifikat. Oleh karena itu
pengadilan harus menentukan, menilai, serta memutus siapakah yang berhak memiliki tanah terperkara
berdasarkan buktibukti dan kesaksian para saksi. Apabila pengadilan telah memutus perkara pemilikan
tanah yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), pihak yang dimenangkan
harus mengajukan permohonan kepada kepala BPN/ kantor pertanahan, yang membatalkan sertifikat tanah
pihak yang dikalahkan.
Saran
Untuk mencegah terjadinya Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah di kemudian hari yang perlu di
perhatikan terlebih dahulu adalah tentang faktor-faktor penyebab munculnya sertikat ganda, dimana
faktor-faktor tersebut harus diperbaiki, misalnya dalam pendaftaran tanah, sebelum diproses atau diukur,
harus diadakan pengecekan di peta pendaftaran tanah untuk mengetahui apakah atas sebidang tanah
tersebut sudah terdaftar (bersertifikat) atau belum di Badan Pertanahan Nasional.
Sebaiknya masyarakat lebih hati-hati dan teliti jika membeli tanah. Setelah transaksi jual beli
tanah, sebaiknya diusahakan melakukan balik nama dengan mendaftarkanya ke kantor pertanahan
setempat. Kelalaian mengurus balik nama memang akan memperbesar peluang pengklaiman surat atau
sertifikat tanah di kemudian hari oleh orang lain. Upayakan menggunakan tanah yang kita miliki. Jika
tidak untuk ditinggali, maka pastikan digunakan untuk kebutuhan lain atau sekurang-kurangnya dilindungi
dalam bentuk pagar keliling.
Daftar Pustaka
Adrian Sutedi, 2012 Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta : Sinar Grafika
Rusmadi Murad,1991 Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung :Mandar Maju
Zairin Harahap,2005 Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,1985 Penelitian Hukum
Normatif- Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press
Adrian Sutedi,2010 Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika,
Jakarta Urip Santoso, 2011 Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta
Kencana
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah