HUKUM AGRARIA
1011420159
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
A. Latar Belakang
Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu
memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk matipun
manusia masih memerlukan tanah.
Persoalan pertanahan di berbagai daerah tak pernah kunjung selesai. Selain adanya
mafia pertanahan, juga dari aspek regulasi terdapat irisan satu aturan dengan lainnya.
Pemerintah diharapkan mampu mengambil kebijakan yang dapat menyelesaikan
berbagai persoalan pertahanan di berbagai daerah pelosok nusantara.
Negara negara di wilayah Asia Pacific dalam dua decade belakangan ini telah
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Untuk terus meningkatkan
pertumbuhan ekonomi , pemerintah Indonesia telah menggalakan segala usaha,
diantaranya membuka daerah daerah industry baru, mempermudah perizinan PMA,
menggalakan ekspor non migas serta meningkatkan industri pariwisata yang cukup
potensial di Bumi Pertiwi. Pulau Batam sebagai pulau terdekat dengan Singapore
( 20 Km )yang merupakan simpul jasa Asia Pacific.
Dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M-04.IZ.01.10 Tahun 2003 tentang Visa Kunjungan Saat Kedatangan (Visa
on Arrival) Pasal 2 ayat (2) b, pelabuhan pelabuhan laut di Batam sebagai tempat
pemeriksaan imigrasi adalah Sekupang, Batu Ampar, Nongsa dan Marina Teluk
Senimba. Dengan banyaknya daya tarik ini, orang asing banyak yang ingin memiliki
property di Batam, baik untuk memiliki tanah maupun bangunan. Namun tidak
semua orang asing yang mempunyai uang dapat memiliki tanah/bangunan di
Indonesia atau di Batam. Peraturan perundangan undangan yang sudah ada di
Indonesia yang mengatur bidang pertanahan adalah Undang Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA) yang bertujuan :
1. Meletakkan dasar dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang merupakan
alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi Negara dan
rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka terwujudnya masyarakat adil dan makmur;
3. Meletakkan dasar dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak hak atas
Dalam rangka menjamin kepastian dan perlindungan hukum terhadap penguasaan tanah di
Indonesia termasuk tanah tanah adat, Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 secara garis
besar mengatur:
2. Hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai perseorangan, kelompok dan badan hukum
yang sah;
3. Hubungan hubungan hukum antara orang orang dan perbuatan perbuatan hukum yang
Hak atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang hak atas tanahnya untuk
mempergunakan tanah yang dihaki, hal ini merupakan kewenangan yang bersifat umum,
artinya merupakan isi setiap jenis hak atas tanah. Akan tetapi kewenangan ini ada
pembatasannya. Selain itu pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan maupun Hak Pakai
berwenang mengalihkan hak atas tanahnya kepada pihak lain (baik dengan cara jual-beli,
tukar menukar, hibah, hibah wasiat), dan dapat beralih karena hukum kepada ahli warisnya.
Peraturan peraturan hak atas tanah tersebut diatas bertumpu pada Pasal Pasal UUPA yang
merupakan pelaksanaan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945, yang
menyatakan bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat dan digunakan untuk mencapai sebesar besarnya kemakmuran rakyat dalam
arti kebahagian, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum
Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Menjelaskan penyelesaian sengketa tanah antar negara Indonesian dengan
Negara lain.
2. Menjelaskan perbandingan hukum tanah dengan Negara lain
BAB II
PEMBAHASAN
c. Jasa-jasa baik
Jasa-jasa baik merupakan cara penyelesaian sengketa melelui atau
dengan bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para
pihak menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Jadi fungsi
utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak
sedemikian
rupa sehingga para pihak mau duduk bersama, dan bernegosiasi.
Beberapa negara memiliki sistem pendaftaran tanah yang sangat rinci dan terorganisir
dengan baik, seperti Torrens system, yang memungkinkan pemilik tanah tercatat dengan
jelas.
Di negara lain, sistem pendaftaran tanah mungkin kurang terstruktur atau berbasis pada
catatan tanah tradisional.
Beberapa negara mungkin menerapkan sistem kepemilikan tanah penuh atau dominan,
di mana pemilik tanah memiliki kontrol yang luas atas penggunaan dan pengembangan
tanah.
Di negara lain, sistem kepemilikan tanah mungkin lebih terbatas, dengan hak penggunaan
tanah yang dapat dibatasi atau diberikan oleh pemerintah.
Hukum Agraria:
Negara-negara dengan sektor pertanian yang besar mungkin memiliki regulasi agraria
yang khusus, seperti batasan kepemilikan tanah untuk mencegah akumulasi besar-besaran
oleh individu atau perusahaan.
Perlindungan terhadap hak pihak ketiga (orang atau entitas yang bukan pemilik tanah
tetapi memiliki kepentingan di dalamnya, seperti hipotek atau sewa) dapat bervariasi.
Beberapa negara memiliki sistem yang kuat untuk melindungi hak pihak ketiga,
sementara negara lain mungkin memiliki peraturan yang lebih lemah.
Cara negara-negara mengatur penggunaan lahan, seperti zonasi untuk tujuan komersial,
perumahan, atau pertanian, dapat sangat bervariasi.
Prosedur pembelian dan penjualan tanah, termasuk persyaratan kontrak dan notaris, dapat
berbeda secara signifikan antar negara.
o Hukum tanah dapat memuat berbagai pembebanan dan beban, seperti hak-hak
servitut, easement, atau hak-hak penggunaan khusus tertentu.
Setiap negara memiliki keunikan dan konteks hukumnya sendiri, sehingga perbandingan hukum
tanah antar negara harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut. Selain itu, perubahan hukum
dapat terjadi, dan informasi ini dapat menjadi usang seiring waktu. Oleh karena itu, selalu
disarankan untuk merujuk pada sumber hukum yang resmi dan terkini untuk informasi yang
akurat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan