Anda di halaman 1dari 9

ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA

A.   Pengertian Hukum Agraria

       Hukum agraria adalah keseluruhan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang
mengatur agrarian.

Menurut  Black Law’s Dictionary,  hukum agraria adalah hukum yang mengatur


kepemilikan, penggunaan, dan distribusi tanah pedesaan.

Yang dimaksud dengan agrarian adalah bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya, bahkan sampai batas-batas tertentu termasuk juga ruang angkasa.

       Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre
berarti tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan, perladangan,
pertanian.

       Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian
dalam arti luas  yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai
permukan atau kulit bumi saja atau pertanian

       Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu
juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

       Seluruh bumi, air, ruang angkasa dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai Negara, oleh karenanya Negara berwenang untuk:

1.    mengatur, menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, dan pemeliharaan


terhadapnya.

2.    menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang
angkasa.

3.    menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

B.   Sejarah Hukum Agraria


Sebelum UUPA berlaku (sebelum tanggal 24 September 1960, hukum agrarian di
Indonesia bersifat dualistis, karena hukum agrarian pada waktu itu bersumber pada
hukum adat dan hukum perdata barat.

·         Dari segi berlakunya, Hukum Agraria di Indonesia dikelompokkan menjadi dua, yaitu
pertama, Hukum Agraria Kolonial yang berlaku sebelum Indonesia merdeka, dan terus
berlaku hingga akhirnya disahkannya UUPA tahun 1960. Dan yang kedua adalah
Hukum Agraria Nasional setelah disahkannya UUPA tahun 1960.

Beberapa ketentuan hukum agraria pada masa kolonial beserta ciri dan sifatnya
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.    Sebelum tahun 1870

       a. Pada masa VOC (Vernigde Oost Indische Compagnie)

VOC didirkan pada tahun 1602 – 1799 sebagai badan perdagangansebagai upaya guna
menghindari persaingan antara pedagang Belanda kala itu.VOC tidak mengubah
struktur penguasaan dan pemilikan tanah, kecuali pajak hasil dan kerja rodi. Beberapa
kebijaksanaan politik pertanian yang sangat menindasrakyat Indonesia yang ditetapkan
oleh VOC, antara lain :

1. Contingenten, yaitu pajak hasil atas tanah pertanian harus diserahkan kepada
penguasa kolonial (kompeni). Petani harus menyerahkan sebagian dari hasil
pertaniannya kepada kompeni tanpa dibayar sepeser pun.
2. Verplichte leveranten, yaitu suatu bentuk ketentuan yang diputuskan oleh kompeni
dengan para raja tentang kewajiban meyerahkan seluruh hasil panen dengan
pembayaran yang harganya juga sudah ditetapkan secara sepihak. Dengan ketentuan
ini, rakyat tani benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak berkuasa atas apa
yang mereka hasilkan.
3. Roerendiensten, yaitu keijaksanaan ini dikenal dengan kerja rodi, yang dibebankan
kepada rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian.

b. Masa Pemerintahan Gubernur Herman Willem Daendles (1800-1811)


Awal dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan tanah dengan penjualan tanah,
hingga menimbulkan tanah partikelir Tanah partikelir adalahtanaheigendomyang
mempunyai sifat dan corak istimewa.Yang membedakandengan tanaheigendomlainnya
ialah adanya hak-hak pada pamiliknya yang bersifat kenegaraan yang
disebutlandheerlijke rechtenatau hak pertuanan. Hak pertuanan, misalnya:

1. Hak untuk mengangkat atau mengesahkan kepemilikan sertamemberhentikan kepala


kepala kampung/desa.

2. Hak untuk menuntut kerja paksa (rodi) atau memungut uang pengganti kerja paksa
dari penduduk;
3. Hak untuk mengadakan pungutan-pungutan, baik yang berupa uangmaupun hasil
pertanian dari penduduk;

4. Hak untuk mendirikan pasar-pasar;

5. Hak untuk memungut biaya pemakaian jalan dan penyebrangan;

6. Hak untuk mengharuskan penduduk tiga hari sekali memotong rumput untuk
keperluan tuan tanah, sehari dalam seminggu untuk menjaga rumah atau gudang-
gudangnya dan sebagainya.

Pada tanggal 24 September 1960 diundangkanlah Undang-undang No. 5 tahun 1960


melalui lembaga Negara 1960 No. 104, yaitu undang-undang yang mengatur tentang
agrarian, yang diberi nama Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Dengan diberlakukannya UUPA sejak 24 September 1960 maka ada beberapa


peraturan tertuli9s yang mengatur tentang agrarian yang dinyatakan tidak berlaku lagi
(dicabut).  Peraturan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1.    KUH Perdata, khususnya yang mengatur tentang hak eigendom, hak perpacht, hak
postal dan hak lainnya (Buku II KUH Perdata).

2.    Agrarische Wet Staatsbald 1870 No. 55 sebagaimana yang termuat dalam pasal 51 IS.

3.    Domein Verklaring, tersebut dalam keputusan agrarian (Agrarisch Besluit), Staatsblad


1870 No. 118.

4.    Algemene Domein Verklaring, tersebut dalam Staatsblad 1875 No. 119 a.

5.    Domein Verklaring untuk Sumatra, tersebut dalam pasal 1 Staatsblad 1874 No. 94 f dan
lain-lain.

Hukum agrarian baru disusun dengan dasar hukum adat sehingga hukum agrarian adat
mempunyai peran penting dalam sejarah lahirnya UUPA.

Dapat dikatakan bahwa hukum agrarian yang mengatur bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah hukum adat sejauh tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara (Pasal 5 UUPA).

Tujuan hukum agrarian adalah:

a.    Meletakkan dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang merupakan sarana
untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi rakyat dan Negara,
terutama rakyat tani dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur.

b.    meletakkan dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum pertanahan.

c.    meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah
bagi rakyat seluruhnya.
C.   Asas-Asas Hukum Agraria

       1.    Asas Kesatuan

              Bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat
Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.

       2.    Asas kepentingan Nasional

              Asas ini tampak dari ketentuan pasal 2 ayat (1) dan (3) UUPA, yang pada pokoknya
menentukan bahwa seluruh wilayah Indonesia dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai Negara demi kemakmuran rakyat Indonesia seluruhnya.

              Bahwa kepentingan nasional mendapat perhatian utama dari Negara.

       3.    Asas Nasionalisme

              Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang
mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi
dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta
sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.

       4.    Asas Manfaat

              Bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak atas tanah pertanian pada
asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dengan
mencegah cara-cara pemerasan.

       5.    Asas dikuasai Negara

              Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA).

       6.    Asas hukum adat yang disaneer

Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum
adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya

       7.    Asas gotong royong

              Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan
bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam
bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain
menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA)
       8.    Asas Unifikasi

              Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti
hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.

       9.    Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)

              Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-
benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

D.   Hak-hak Atas Tanah dalam UUPA

       1.    Hak Milik

              Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuhi yang dapat dimiliki oleh
orang dengan tanpa melupakan bahwa setiap hak itu mempunyai fungsi social (Pasal 20
UUPA).

              Turun temurun artinya bahwa pemegang hak milik dapat mewariskannya kepada
generasi penerusnya atau kepada orang yang dikehendakinya.

              Terkuat, artinya bahwa hak milik adalah paling kuat dibandingkan dengan hak-hak
lainnya, seperti Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan.

              Terpenuhi, artinya bahwa pemegang Hak Milik itu dapat berbuat apa saja terhadap
haknya asal tidak merugikan diri sendiri maupun merugikan orang lain.

              Hak milik dapat diperoleh dengan berbagai cara, yaitu sebagai berikut:

              a.    Dengan peralihan hak, misalnya dengan jual beli, pewarisan dan penghibahan.

              b.    Dengan ketentuan menurut hukum adat. Hak milik yang diperoleh dengan cara ini
dapat hak milik yang ada kaitannya dengan hak-hak ulayat yang membuka hutan pada
wilayah masyarakat tertentu dapat memperoleh hak setelah lama-kelamaan statusnya
menjadi Hak Milik orang yang membuka hutan itu.

              c.    Dengan penetapan pemerintah.  Seseorang atau badan hukum yang mengajukan


permohonan hak milik kepada pemerintah, jika permohonan itu dikabulkan maka atas
dasar penetapan pemerintah, orang atau badan hukum itu memperoleh hak milik.

              d.    Dengan ketentuan undang-undang artinya bahwa undang-undang menetukkan tentang


konversi hak atas tanah tertentu menjadi hak milik.

       2.    Hak Guna Usaha

              Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara (tanah Negara) dalam waktu tertentu, paling lama 25 tahun sampai 35 tahun
menurut jenis usahanya yang masih dapat diperpanjang lagi selama 25 tahun apabila
diperlukan.
       3.    Hak Guna Bangunan

              Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas
tanah bukan milik sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan apabila perlu
dapat diperpanjang 20 tahun lagi (Pasal 35 ayat (1) dan (2) UUPA).

              Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan dapat dihapus karena :

              a.    jangka waktunya berakhir;

              b.    dihentikan sebelum waktunya karena sudah tidak memenuhi syarat-syarat yang harus
dipenuhi.

              c.    dicabut oleh pemerintah untuk kepentingan umum

              d.    dilepaskan oleh pemegang hak yang bersangkutan sebelum habis jangka waktunya.

              e.    tanahnya ditelantarkan atau.

              f.     tanahnya musnah.

       4.    Hak Pakai

              Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
atau kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang (Pasal 41 UUPA).

       5.    Hak Sewa

              Hak sewa adalah hak seseorang atau suatu badan hukum untuk menggunakan hak
milik orang lian untuk keperluan bangunan dengan membayar sejumlah uang tertentu
sebagai uang sewa kepada pemilik tanah yang bersangkutan (Pasal 44 UUPA).

Hak sewa mempunyai sifat khusus,yaitu:

              a.    adanya kewajiban penyewa untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada


pemiliknya.

              b.    bersifat sementara

                     Hak Pakai dan Hak Sewa, jika tanahnya adalah tanah Negara biasanya berjangka
waktu 10 tahun.

              Hak Pakai dan Hak Sewa dapat dimiliki oleh:

              a.    Warga Negara Indonesia

              b.    orang asing yang berkedudukan di Indonesia.


              c.    badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.

              d.    badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia (Pasal 42 dan 45 UUPA).

       6.    Hak Membuka Tanah

              Hak membuka tanah adalah hak yang berhubungan dengan hak ulayat yaitu hak yang
dimiliki oleh warga atau anggota masyarakat hukum adat tertentu untuk membuka tanah
dalam wilayah masyarakat hukum adat tersebut.

       7.    Hak Memungut Hasil Hutan

              Hak memungut hasil hutan adalah hak yang dimiliki oleh warga atau anggota
masyarakat hukum tertentu untuk memungut hasil hutan yang termasuk wilayah
masyarakat hukum tersebut.

E.    Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh


pemerintah secara terus menerus , berkesinambungan dan teratur meliputi
pengumpulan , pengolahan, pembukuan dan pengujian serta pemeliharaan data fisik
dan yuridis dalam bentuk peta  dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan
satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang
tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak
tertentu yang membebaninya.

 Data fisik adalah keterangan atas letak, batas, luas, dan keterangan atas
bangunan.
 Persil adalah nomor pokok wajib pajak.
 Korsil adalah klasifikasi atas tanah.
 Data yuridis adalah keterangan atas status hokum bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban lain
yang membebaninya
Dasar hukum pendaftaran tanah :

UUPA pasal 19, 23, 32, dan pasal 38.

PP No 10/1997 tentang pendaftaran tanah dan dig anti dengan PP No 24/1997

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 PP 24/1997 yaitu
memberikan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah meliputi :

 Kepastian hokum atas obyek atas atas tanahnya yitu letak, batas dan luas.
 Kepastian hokum atas subyek haknya yaitu siapa yang menjadi pemiliknya
(perorangan dan badan hukum)
 Kepastian hokum atas jenis hak atas tanahnya (hak milik, HGU, HGB)
Tujuan pendaftaran tanah (pasal 3 PP 24 Tahun 1997)

 Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang


hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak
yang bersangkutan.
 Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun yang mudah terdaftar.
 Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

 Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama
untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama
dan tanah bersama.
 Satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya
digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana
penghubung ke jalan umum.
 Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah
untuk pemakaian bersama dalam satuan-satuan rumah susun.
 Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun,
tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.
 Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama
secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan
batasnya dalam persyaratan izin
·         Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan
umum menurut syariah.

·         Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

·         Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

·         Tujuan wakaf (pasal 4 UU No. 41/2004) yaitu memanfaatkan harta benda wakaf sesuai
dengan fungsinya
·         Fungsi wakaf (pasal 5) yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Anda mungkin juga menyukai