KELAS / SEMESTER : HPI C / IV DOSEN PENGAMPU : SUHADI, SH., M.Hum
PENGERTIAN HUKUM AGRARIA
Hukum adalah suatu aturan atau tingkah laku yang berlaku di dalam masyarakat. Sedangkan Agraria adalah urusan pertanahan dan atau tanah pertanahan serta urusan kepemilikan atas tanah. Jadi hukum agraria adalah suatu aturan masyarakat yang mengatur masalah pertanahan. Namun, menurut UU no.5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria berdasarkan pasal 1 ayat 2 pengertian agraria mencangkup seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dengan demikian, bahwa bumi, air, dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia harus diperjuangkan oleh bangsa dan menjadi hak dari bangsa Indonesia jadi tidak semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya saja. Dalam hukum agraria mengatur beberapa hal seperti : 1. Hubungan hukum antara Negara atau orang yang berperan sebagai obyek agraria. 2. Mengatur status hukum obyek agraria. 3. Mengatur perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan dengan obyek agraria. Sumber hukum yakni dimana hukum itu bisa ditetapkan. Terdiri dari : 1. Peraturan perundang-undangan 2. Kebiasaan 3. Yurisprudensi 4. Traktat 5. Doktrin Dasar hukum agraria menurut pasal 7 UU no. 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundang- undangan. Yakni Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang terdiri atas : a. UUD 1945 b. Ketetapan MPR c. UU/ PerPu d. Penetapan Presiden e. Peraturan Daerah f. Peraturan Daerah Provinsi g. Peraturan Daerah Kab/kota Hukum Agraria diatur didalam UU no.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- pokok Agraria. Sistematika UU ini terdiri atas IV BAB. Didalam UUPA terdapat lima bagian : Bagian pertama terdapat dalam BAB I sampai BAB IV dan didalam BAB II terdapat XII bagian. I. BAB I menjelaskan dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan pokok terdapat dalam pasal 1 sampai 15. II. BAB II menjelaskan hak-hak atas tanah, air, dan ruang angkasa serta pendaftaran tanah. Dalam bab ini terdapat 12 bagian. Yaitu : Bagian I menjelaskan ketentuan-ketentuan umum (terdiri dari pasal 16-18). Bagian II menjelaskan tentangpendaftaran tanah (terdiri dari pasal 19). Bagian III menjelaskan tentang Hak Milik (terdiri dari pasal 20-27). Bagian IV menjelaskan tentang Hak Guna Usaha (terdiri dari pasal 28-34). Bagian V menjelaskan tentang Hak Guna Bangunan (terdiri dari pasal 35-40). Bagian VI menjelaskan tentang Hak Pakai (terdiri dari pasal 41-43). Bagian VII menjelaskan tentang Hak sewa untuk bangunan (terdiri dari pasal 44- 45). Bagian VIII menjelaskan tentang Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan (terdiri dari pasal 46). Bagian IX menjelaskan tentang Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan (terdiri dari pasal 47). Bagian X menjelaskan tentang Hak guna ruang angkasa (terdiri dari pasal 48). Bagian XI menjelaskan Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan social (terdiri dari pasal 49). Bagian XII menjelaskan ketentuan-ketentuan lain (terdiri dari pasal 50-51). III. BAB III menjelaskan ketentuan pidana terdapat dalam pasal 52. IV. BAB IV menjelaskan ketentuan-ketentuan peralihan terdapat dalam pasal 53-58. Bagian kedua menjelaskan ketentuan-ketentuan konversi terdapat dalam pasal I-IX. Bagian ketiga menjelaskan perubahan susunan pemerintah desa untuk menyelenggarakan perombakan hukum agraria menurut UU ini. Bagian keempat menjelaskan : a. Hak-hak dan wewenang atas bumi dan air. b. Hal-hal yang bersangkutan dengan ketentuan-ketentuan dalam huruf A diatas diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Bagian kelima menjelaskan UU ini dapat disebut UUPA dan mulai berlaku pada tanggal yang diundangkan. Tujuan dibuat UUPA ini untuk memudahkan memahami suatu perundang-undangan.
SEJARAH HUKUM AGRARIA
Pada zaman romawi kuno, hukum agraria dipahami sebagai seperangkat kaidah hukum yang mengatur pembagian tanah Negara.selama masih menjadi tanah Negara, tanah tersebut ditempati oleh penyewa dan membayar sewa kepada Negara. Hukum agraria merupakan hasil dari upaya kelanjutan dari kaum miskin untuk mendapatkan beberapa bagian dari tanah Negara. Ketika tanah itu ditempati tanpa sewa maka aspek hukumnya tidak lagi ketat. Hukum agraria dengan mudah dilanggar bahkan diam-diam diabaikan. Pada tahun 486 M, Spurius Cassius Viscellinus mencoba mengeluarkan UU yang menetapkan sejumlah lahan baru di Gaul,Prancis kepada orang miskin Roma. Namun pengesahan UU ini dicegah oleh orang Roma sendiri karena UU ini dikenal membatasi secara ketat jumlah tanah yang dipegang oleh setiap warga Negara dan sejumlah domba dan sapi yang digembalakan. Lalu, pada tahun 133 SM terdapat upaya serius yang diampu oleh Tiberius Gracchus Sempronius yaitu memperbaiki situasi yang semakin sulit yaitu merancang UU Sempronian. Namun senat melemahkan posisi komisi membuat UU tersebut tidak efektif. Yang mengakibatkan puncak keruntuhan upaya demokratis yang berakibat pada hukum agraria menjadi dekrit Domitianus. Konsekuensinya kaum miskin semakin bergantung pada orang kaya. Dengan begitu semakin besar ketergantungan pada Feodalisme atau biasa disebut pengendali dari struktur pendelegasi sosiopolitik yang dijalankan kalangan bangsawan. Secara historis, ketentuan hukum araria pada masa colonial mulai dijalankan sejak berdirinya VOC hingga masa penjajahan Jepang. Pada masa ini terdapat beberapa kebijakan seperti : 1. Ketentuan bahwa pajak hasil atas tanah pertanian harus diserahkan kepada kompeni. 2. Ketentuan diputuskan oleh kompeni dengan para raja tentang kewajiban menyerahkan seluruh hasil panen. 3. Kebijakan mengenai kerja rodi yang dibebankan kepada rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian. Melalui perkembangan zaman hukum agraria semakin berkembang dan mengalami pembaharuan hingga saat ini. Setelah kekuasaan VOC berakhir lalu terjadilah perubahan struktur penguasaan dan pemilikan tanah dengan penjualan tanah, hingga menimbulkan tanah partikelir sebagai akibat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda melalui Gubernur Herman Willem Dandles. Selanjutnya pada zaman Hindia Belanda, hukum agraria dibentuk berdasarkan tujuan- tujuan dari pemerintah Belanda dengan tujuan untuk mengembangkan penanaman modal asing dibidang perkebunan atau pertanahan. Untuk mencapai tujuan ini pemerintah Hindia Belanda telah menciptakan pasal 51 dari Indische Staatregeling dengan 8 ayat. Ke-8 ayat ini lalu dituangkan kedalam UU dengan nama “Agrarche Wet”. Kemudian dikeluarkan keputusan raja dengan nama “Agrarisch Besluit” yang dikeluarkan tahun 1870. Agrarisch Besluit ini dalam pasal 1 memuat suatu asas yang sangat penting yaitu asas “Domein Verklaring” atau bisa disebut asas domein, yaitu asas “bahwa semua tanah yang tidak bisa dibuktikan pemiliknya adalah domein Negara atau tanah milik Negara”. Maka tanah Hindia Belanda dibagi menjadi dua jenis yaitu tanah Negara bebas (tanah yang diatasnya tidak ada hak penduduk bumi putera) dan tanah Negara tidak bebas (tanah yang diatasnya ada hak penduduk maupun desa). Untuk mengetahui bahwa hak rakyat Indonesia atas tanahnya berdasarkan hukum adat, sedangkan dalam hukum adat tidak ada ketentuan hukum yang sama dengan pasal 570 BW maka sekaligus semua tanah dari rakyat Indonesia termasuk menjadi tanah Negara (domein Negara). Selain AW, KUHPerdata yang berlaku di Indonesia merupakan KUHPerdata yang berlaku di Belanda dengan beberapa perubahan diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi. Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945 UU Agraria diatas segala peraturan organiknya dan sejak lahirnya UUPA maka aturan UUPA yang ada di BW tidak berlaku. Ini berarti bahwa dalam bidang hukum agraria atau bidang hukum pertanahan telah mencapai keseragaman hukum.
ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA
Dalam UUPA terdapat 11 asas dari hukum agraria nasional. Sebelas asas itu terdiri dari : a. Asas Kenasionalan Asas ini ditemukan dalam pasal 1 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUPA. Yaitu : 1. Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan Tanah Air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. 2. Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. 3. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, dan ruang angkasa termasuk dalam ayat 2 pasal ini adalah hubungan yang bersifat pribadi. Maksud dari asas ini yaitu, seluruh tanah yang berada di wilayah Republik Indonesia ini merupakan tanah milik rakyat Indonesia. Tanah bangsa Indonesia ini merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah amanah yang diberikan kepada bangsa Indonesia yang harus dijaga dan digunakan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi,air, dan ruang angkasa bersifat abadi. Menandakan bahwa bangsa Indonesia selama masih hidup atau masih berada dibumi dan pastinya berhubungan dengan air dan ruang angkasa maka tidak ada suatu kekuasaanpun yang dapat memutuskan hubungan tersebut. b. Asas dasar dikuasai Negara Asas ini ditemukan dalam pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu : “Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Hal ini bertentangan dengan pasal 33 ayat 3 karena dalam arti dikuasai bukan berarti dimiliki. Karena jika Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yaitu Negara dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya. Seperti, hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, atau dikelola kepada suatu badan penguasa (departemen, jawatan, atau derah swantantra) untuk digunakan pelaksanaan tugasnya masing-masing. c. Asas pengakuan Hak Ulayat Asas ini ditemukan didalam pasal 3 UUPA, yaitu : “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan pasal 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan UU dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.” Maksudnya UUPA menetapkan bahwa pelaksanaan hak ulayat harus seuai dengan kepentingan nasional dan Negara, berdasarkan atas persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan UU dan peraturan yang lebih tinggi. Kepentingan masyarakat hukum harus tunduk pada kepentingan nasional dan Negara. d. Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi social Asas ini ditemukan didalam pasal 6 UUPA, yaitu : “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi social.” Maksudnya penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya, sehingga dapat bermanfaat pula bagi kesejahteraan masyarakat dan Negara. Tanah harus dipelihara sebaik-baiknya dan dicegah kerusakannya. Dan yang merawat tidaklah hanya perseorangan atau pemegang haknya atas tanah, tetapi ditujukan pula kepada setiap orang, badan hukum, atau instansi yang memiliki hubungan hukum dengan tanah itu. e. Asas tanah untuk kepentingan WNI Artinya hanya warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik atas tanah. Asas ini ditemukan didalam pasal 9 ayat (1) UUPA, yaitu : “Hanya warga Negara Indonesia mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan pasal 2.” Asas ini juga ditemukan dalam pasal 21 ayat (1) UUPA, yaitu : “Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.” Maksud dari kedua pasal ini ialah bahwa hanya WNI lah yang menduduki subyek hak milik. Orang yang berkewaranegaraan ganda artinya berkewarganegaraan Indonesia disamping itu juga berkewarganegaraan sebagai WNA maka tidak mempunyai hak milik atas tanah melainkan hanya dapat menggunakan hak pakai dan hak sewa bangunan dengan jangka waktu yang sudah ditentukan. f. Asas persamaan bagi setiap WNI (Unifikasi) Asas ini ditemukan didalam pasal 9 ayat (2) UUPA, yaitu : “Tiap-tiap WNI, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.” Dengan demikian tidak ada kemungkinan untuk membedakan memperoleh hak atas tanah baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki status sebagai warga Negara Indonesia, suku, maupun agama. g. Asas tanah pertanian Asas tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya dan mencegah cara apapun yang bersifat pemerasan. Asas ini ditemukan didalam pasal 10 ayat (1) UUPA, yaitu : “Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuai hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.” Maksudnya setiap pemilik tanah pertanian harus diusahakan sendiri dan tanah pertanian tidak boleh ditelantarkan oleh pemiliknya atau tanah tersebut tidak digunakan sesuai dengan tujuan, sifat, dan keadaannya. Sebab tanah yang ditelantarkan merupakan salah satu sebab terhapusnya hak atas tanah dan mengakibatkan hak atas tanah tersebut kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. h. Asas perencanaan tata guna tanah Asas ini ditemukan didalam pasal 2 ayat (2) huruf a UUPA, yaitu : “Hak menguasai Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini member wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa.” Maksudnya dalam mencapai cita-cita bangsa dan Negara dalam bidang agraria, perlu adanya rencana guna menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, dan persedian bumi,air, dan ruang angkasa untuk kehidupan bangsa dan Negara. Dengan adanya rencana maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara beraturan dan dapat bermanfaat bagi bangsa dan Negara. i. Asas kesatuan hukum Asas ini ditemukan didalam pasal 5 UUPA, yaitu : “Hukum Agraria yang masih berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam UU ini dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.” Maksudnya kesatuan hukum dalam hukum agraria yakni diwujudkan dengan menjadikan hukum adat sebagai dasar pembentukan hukum tanah nasional karena rakyat Indonesia sebagian besar masih menggunakan hukum adat j. Asas jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum Asas ini ditemukan didalam pasal 19 ayat (1) UUPA, yaitu : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.” Ditemukan juga dalam pasal 18 UUPA, yaitu : “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan member ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan UU.” Maksudnya dengan meletakkan dasar-dasar hukum untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluarah rakyat Indonesia dengan melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang diperintahakan oleh UUPA. k. Asas pemisahan horizontal Asas ini ditemukan didalam pasal 44 ayat (1) UUPA, yaitu : “Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya, sejumlah uang sebagai uang sewa.” Maksudnya dalam hak sewa untuk bangunan ada pemisah horizontal antara pemilik tanah dengan pemilik bangunan.
HAK-HAK DALAM HUKUM AGRARIA
Hak-hak dalam Hukum Agraria diatur dalam UU no.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria terdapat didalam BAB II pasal 16 ayat (1) dan (2) yang berbunyi : (1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah : 1. Hak milik 2. Hak guna usaha 3. Hak guna bangunan 4. Hak pakai 5. Hak sewa 6. Hak membuka tanah 7. Hak memungut hasil hutan 8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan UU serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53. (2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) ialah : 1. Hak guna air 2. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan 3. Hak guna ruang angkasa 1. Hak milik Hak milik adalah hak yang bersifat turun temurun, terkuat, dan terpenuhi. Maksudnya hak milik tidak hanya digunakan oleh pemilik selama masa hidupnya akan tetapi dapat digunakan juga oleh ahli warisnya jika pemilik meninggal dunia. Hak milik tidak memiliki batasan. Yang berhak mendapatkan hak milik atas tanah yaitu WNI baik perempuan maupun laki-laki dan badan hukum tertentu yang mempunyai hak milik atas tanah tersebut. 2. Hak guna usaha Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara untuk guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan. Hak guna usaha memiliki batasan terhadap peggunaan yaitu pada usaha pertanian, perikanan, dan peternakan dan batas waktu yang ditentukan. Hak guna usaha untuk perseorangan minimal 5 Ha dan maksimal 25 Ha, sedangkan untuk perusahaan atau badan hukum maksimal 5 Ha dan 25 Ha atau lebih. Guna mendapatkan permohonan terhadap perpanjangan hak guna usaha dapat diajukan paling lama 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna usaha tersebut. 3. Hak guna bangunan Hak guna bangunan adalah hak yang dipakai untuk mendirikan suatu bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Yang dapat memiliki hak guna usaha adalah WNI dan badan hukum yang berkedudukan di Indonesia. 4. Hak pakai Hak pakai adalah hak yang digunakan untuk mengambil hasil dari tanah yang dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memiliki perjanjian dengan pemilik tanah tanpa melakukan perjanjian sewa menyewa namun tidak bertentangan dengan ketentuan UU. Hak pakai dapat digunakan selama jangka waktu yang ditentukan atau selama tanah tersebut digunakan untuk keperluan-keperluan tertentu. Yang dapat memiliki hak pakai adalah WNI, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 5. Hak sewa Hak sewa adalah hak yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum untuk mendirikan suatu bangunan diatas tanah milik orang lain dengan membayar uang sewa dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Pembayaran sewa dapat dilakukan dengan 1kali atau tiap waktu tertentu. Yang mempunyai hak atas hak sewa adalah WNI, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 6. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan sebenarnya bukan hak atas tanah yang sesuai dengan arti yang sesungguhnya maksudnya hak ini bukan termasuk seperti hak-hak yang dijelaskan seperti sebelumnya yang dapat digunakan oleh perseorangan atau badan hukum. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan merupakan hak perwujudan dari hak ulayat atau kewenangan dari hukum adat yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas lingkungannya. 7. Hak-hak lain Selain hak-hak yang sudah dijelaskan masih terdapat hak-hak atas tanah yang bersifat sementara antara lain hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah. Hak-hak tersebut bersifat sementara karena hak-hak tersebut tidak termasuk kedalam asas-asa hukum tanah nasional. Hak gadai, hak usaha bagi hasil, dan hak sewa tanah dianggap dapat membuka peluang pemerasan sedangkan hak menumpang juga dianggap bertetangan dengan nilai-nilai hukum agraria karena mengandung unsur feodal (kekuasaan yang dijalankan oleh kalangan bangsawan). 8. Hak guna air pemeliharaan dan penangkapan ikan Hak guna air adalah hak untuk memperoleh air untuk keperluan tertentu serta penggunaan air untuk pemeliharaan dan penangkapan ikan sesuai dengan peraturan pemerintah. 9. Hak guna ruang angkasa Hak guna ruang angkasa dipergunakan untuk tenaga dan unsure-unsur dalam ruang angkasa guna mengembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang berada di wilayah Indonesia.