Anda di halaman 1dari 16

PENYELESAIAN MONOPOLI ATAS TANAH BERSERTIFIKAT GANDA

Disusun Oleh :
Bagus Ade Prasetyo
20200610041 / G
HUKUM AGRARIA
ABSTRAK

Banyak tanah yang digunakan masih bermasalah sehingga menyebabkan tumpeng


tindih kepentingan satu pihak dengan pihak lainnya. Untuk itu dibentuklah Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dengan diperkuat oleh peraturan Presiden No 10 Tahun 2006 yang disusun
dengan mempertimbangkan dari sisi aspirasi dan peran masyarakat agar kesejahteraan umum
dapat terwujud. Terdapat penyelesaian melalui jalur litigasi apabila penyelesaian melalui BPN
tidak mendapat titik temu.

Kata kunci: Tanah, Sengketa, Sertifikat Ganda


Latar Belakang
Tanah merupakan unsur penting bagi manusia dalam menjalani kehidupan dan bertahan
hidup, bagi bangsa Indonesia yang merupakan negara agraris atau kepulauan, tanah jelas
memiliki peran penting bagi kehidupan setiap orangnya. Bagi negara dan pembangunan, tanah
menjadi modal dasar bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara dan untuk mewujudkan
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena dengan kedudukannya yang demikian itulah
pemilikan, pemanfaatan, maupun penggunaan tanah memperoleh jaminan perlindungan hukum
dari pemerintah. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara hukum yang
berorientasi kepada kesejahteraan umum sebagaimana yang tertulis dalam UUD 1945, maka
tidak akan terlepas dari sengketa hukum atas tanah yang merupakan permasalahan mendasar
dalam masyarakat khususnya di bidang pertanahan. Warga selalu ingin mempertahankan apa
yang menjadi hakhaknya, sedangkan di satu sisi pemerintah juga harus menyelenggarakan
kesejahteraan umum bagi seluruh warga masyarakat Indonesia. Dibutuhkan perlindungan
hukum terhadap penyelenggaraan kepentingan masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan apabila
terdapat suatu kaidah atau peraturan yang dipatuhi oleh masyarakat.

Hak atas tanah merupakan hak dasar sangat berarti bagi masyarakat untuk harkat dan
kebebasan diri seseorang. Di sisi lain, adalah kewajiban negara memberikan jaminan kepastian
hukum terhadap hak atas tanah itu walaupun hak tersebut tetap dibatasi oleh kepentingan orang
lain, masyarakat, dan terlebih lagi negara. Sebutan konflik dan sengketa sudah menjadi
pembicaraan umum dalam pergaulan hidup manusia. Terdapat berbagai makna mengenai
konflik dan sengketa yang dikemukakan oleh para pakar. Dalam istilah konflik dan sengketa
terkandung pengertian adanya perbedaan kepentingan antara dua pihak atau lebih, tetapi antara
konflik dan sengketa, keduanya dapat dibedakan. Konflik merupakan “pertentangan antara
para pihak untuk menyelesaikan masalah yang jika tidak diselesaikan dapat mengganggu
hubungan pihak-pihak yang terlibat. Dalam suatu konflik terdapat situasi dimana dua (2) pihak
atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan. Sebuah konflik dapat berkembang menjadi
sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan menyatakan rasa tidak puas baik secara
langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian, atau kepada pihak lain.

Dengan demikian di dalam setiap konflik ada potensi untuk berkembang untuk menjadi
sengketa. Coser mengemukakan bahwa “conflicts involve struggles between two ormorepeople
over values, or competition for status, power, or scarce resources”. Jika konflik sudah nyata,
maka hal itu disebut sengketa.
Penerapan makna sengketa pada bidang pertanahan, melahirkan istilah sengketa
pertanahan. Sengketa pertanahan atau land dispute dapat dirumuskan sebagai “perselisihan
yang menjadikan tanah sebagai objek persengketaan”. Ditinjau dari sudut pandang pendekatan
konflik, istilah sengketa tanah disebut sebagai manifest conflict and emerging conflicts.
Selanjutnya yang dimaksud dengan kasus pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara
pertanahan untuk mendapat penanganan yang sesuai dengan ketentuan atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Persoalan sengketa tanah selalu ada dan selalu menarik
untuk dibahas bagaimana penyelesaiannya. Dalam kenyataan sehari-hari, sengketa tanah selalu
muncul dan dialami oleh seluruh lapisan masyarakat. Sengketa tanah menjadi isu yang selalu
muncul, seiring dengan bertambahnya penduduk, berkembangnya pembangunan, serta
semakin luas akses bagi berbagai pihak dalam memperoleh tanah sebagai dasar untuk
berkepentingan. Dapat dikatakan persoalan sengketa tanah selalu bermunculan, bahkan
cenderung meningkat setiap tahunnya berkaitan dengan kompleksitas masalahnya maupun
kuantitasnya seiring dengan berkembangnya bidang sosial, ekonomi, dan teknologi.

Pada awalnya, disaat masyarakat belum berkembang seperti sekarang ini, sengketa
masih dapat diselesaikan oleh warga bersama tokoh yang disegani sekaligus berpengaruh
dalam komunitas masyarakat tersebut. Saat masyarakat sudah berkembang seperti sekarang,
permasalahan sengketa pertanahan tersebut akan menjadi permasalahan yang bersifat krusial
dan berkembang meluas permasalahannya apabila sengketa pertanahan tersebut belum
menemui titik terang. Mengatasi masalah pertanahan tersebut, pemerintah mengeluarkan
peraturan perundang-undangan dalam bidang pertanahan yaitu Undang-undang No. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau yang biasa disebut dengan UUPA.
UUPA dengan seperangkat peraturan mengenai tanah, bertujuan agar jaminan kepastian
hukum terhadap hak-hak atas tanah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dapat diwujudkan. Munculnya sengketa hukum berawal dari keberatan terkait tuntutan suatu
hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupunkepemilikannya dengan suatu
harapan mendapatkan penyelesaian administrasi sesuaidengan ketentuan yang berlaku. Dengan
diberlakukannya UUPA ini merupakan suatu terobosan dalam menjamin keadilan dan
kepastian hukum, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat Negara Kesatuan Republik
Indonesia berkaitan dengan aturan pertanahan yang berlaku. Perkembangan situasi pertanahan
di Indonesia saat ini dapat dikatakan merupakan hal krusial dalam kehidupan manusia sebagai
masyarakat Indonesia, seperti dalam merencanakan bangunan, menyiapkan usaha, tempat
untuk mata pencaharian, dan lain sebagainya yang mengharuskan individu ikut terlibat di
dalamnya, sehingga fungsi dari kepemilikan tanah oleh individu dengan adanya aturan hukum
yang melindungi, dapat dikatakan sah secara hukum. Dibalik itu semua, kebutuhan akan tanah
kian meningkat setiap saat, dimana antara manusia dengan tanah yang tersedia tidak seimbang
dikarenakan jumlah penduduk meningkat tetapi ketersediaan tanah masih terbatas. Sehingga
hal ini yang menyebabkan adanya kepentingan-kepentingan individu yang dapat mengarah
kepada persoalan sengketa. Permasalahan tanah merupakan masalah yang menyangkut hak
rakyat yang paling dasar. Semakin kompleks kepentingan manusia dalam sebuah peradaban
akan berbanding lurus dengan semakin tingginya potensi sengketa yang terjadi antar individu
maupun antar kelompok dalam populasi tertentu. Timbulnya sengketa sulit untuk dihindari.
Pertentangan, perselisihan, dan perdebatan argumentatif merupakan salah satu upaya yang
dilakukan manusia untuk mempertahankan pengakuan dalam proses pencapaian suatu
kepentingan. Perselisihan terjadi karena adanya kepentingan yang saling berbenturan, kondisi
ini dapat menimbulkan masalah serius terhadap pola hubungan antara manusia dengan tanah,
dan hubungan antara manusia yang berobyek tanah. Tindak lanjut dari sengketa tanah yang
timbul dalam masyarakat tentu memiliki upaya yang dapat diselesaikan melalui suatu wadah
seperti lembaga Negara yang turut dilengkapi dengan berbagai peraturan perundang-undangan
sebagai pedoman pelaksanaanya. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan serta lembaga
negara yang secara khusus mengatur sekaligus berwenang dalam bidang pertanahan maupun
menangani masalah pertanahan. Dibentuklah Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang
dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006, disusun dengan
memperhatikan sisi aspirasi serta peran masyarakat agar dapat mewujudkan kesejahteraan
secara umum.8 Karena itu BPN berperan dalam membantu dan melayani masyarakat dalam
mendapatkan haknya dalam bidang pertanahan sesuai dengan kaidah dan peraturan yang
berlaku, sekaligus membantu masyarakat untuk dapat menemukan jalan keluar apabila terdapat
sengketa antar masyarakat dengan pihak masyarakat lainnya yang berkaitan dengan bidang
pertanahan.

Adapun sertifikat ganda yaitu sebidang tanah yang memiliki lebih dari satu sertifikat
dengan objek yang sama. Sebidang tanah bersertifikat ganda dapat membawa akibat
ketidakpastian hukum bagi pihak-pihak pemegang hak atas tanah yang tentunya sangat tidak
diharapkan dalam pendaftaran tanah di Indonesia. Kasus sertifikat ganda masih kerap terjadi
di beberapa wilayah di Indonesia yang mengakibatkan para pemegang sertifikat tanah saling
menuding satu sama lain bahwa sertifikat yang mereka miliki benar adanya terlepas dari
kenyataan bahwa salah satu diantara sertifikat ganda tersebut adalah palsu dimana objek yang
tertera pada sertifikat bukanlah yang sebenarnya, sehingga untuk mendapatkan kepastian
hukum mengenai sertifikat hak atas tanah, salah satu diantara pemegang sertifikat ganda
tersebut melakukan pengaduan kepada Badan Pertanahan Nasional sebagai lembaga yang
berwenang dalam bidang pertanahan. Jika proses pembuktian melalui Badan Pertanahan
Nasional tidak menemui titik terang maka wewenang pembuktian sertifkat ganda hak atastanah
dilanjutkan kepada ranah Pengadilan yang dianggap memiliki kompetensi dalam memberikan
kepastian hukum terhadap pemegang hak tersebut dan membatalkan salah satu diantara
sertifikat sehingga hanya satu sertifikat yang sah memiliki objek dan yang lain bukan
merupakan objek yang tertera dalam sertifikat tersebut.

Permasalahan

1. Bagaimana ketentuan hukum surat kepemilikan hak atas tanah ?


2. Bagaimana proses pembuktian hak atas tanah yang terjadi karena sertifikat ganda ?

Kerangka Hukum

1. Undang-Undang Presiden Nomor 10 Tahun 2006


2. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA
3. Pasal 19 ayat (2) huruf c Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2)
UUPA.
Hasil dan Analisis

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang menyempurnakan Peraturan


Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tersebut tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang
digunakan, yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria,
yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum dibidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah Sistem Negatif, tetapi yang
mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c,
Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA. Walaupun fungsi utama
Sertifikat Hak Atas Tanah adalah sebagai alat bukti, tetapi sertifikat bukan satu-satunya alat
bukti Hak Atas Tanah. Hak Atas Tanah sesorang msih mungkin dibuktikan dengan alat bukti
lain. Dalam kenyataannya dengan berkembangnya jaman dan waktu dengan adanya Sertifikat
Hak Atas Tanah ini seringkali terjadi atau timbul masalah dalam hal pembuatan sertifikatnya,
yang sering disebut dengan Sengketa Tanah.

Dimana sengketa tanah ini timbul karena adanya beberapa faktor yang timbul yang
mengakibatkan timbulnya sengketa tanah. Salah satu sengketa tanah yang timbul adalah
adanya sertifikat ganda. Seperti pada kasus yang terjadi di Kabupaten Blora, tepatnya di Kantor
Pertanahan Kabupaten Blora, seperti pada kasus yang terjadi di Kabupaten Blora tepatnya di
Desa Sumber,Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora,dimana telah terjadi satu sertifikat ganda
menjadi 5 buah sertifikat.yaitu HM no.114, HM no.396, HM 445, HM no. 1054 dan HM 1056
atas nama Sutomo. Dimana kedua belah pihak memiliki tanah pada lokasi tanah yang sama,
sehingga terjadi tumpang tindih pada kepemilikan tanah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil
gambar ukur yang telah diukur oleh pihak dari Kantor Pertanahan Kabupaten Blora. Hal ini
dapat diketahui setelah ada laporan dari kedua belah pihak yang telah menyatakan bahwa tanah
tersebut adalah tanah mereka. Yang akhirnya terjadi perselisihan antara kedua belah pihak
karena mereka merasa bahwa tanah tersebut adalah tanah milik mereka.

Dalam hal ini mempunyai tujuan mengetahui dan menganalisis. Adanya sertifikat
ganda yang merupakan alat bukti yang sah kepemilikan tanah terhadap perkara no.
10/LP/SKP/III/2014, mengapa bisa terjadi sertifikat ganda tersebut. Implikasi yuridis yang
timbul setelah adanya penyelesaian sertifikat ganda tersebut, sehinggan di masa datang tidak
lagi terjadi timbulnya sertifikat ganda. Hambatan-hambatan dan solusinya terhadap adanya
sertifikat ganda.
Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)
huruf c UUPA untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun, dan Hak Tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam Buku Tanah
yang bersangkutan.

Pasal 19 disebutkan yang dimaksud Hak Atas Tanah meliputi :

1. Hak Milik (HM)

2. Hak Guna Bangunan (HGB)

3. Hak Guna Usaha HGU)

4. Hak Pakai (HP)

Selanjutnya Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sertifikat
merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data
fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah
yang bersangkutan. Selain definisi sertifikat yang diberikan oleh para sarjana. Salah satunya
adalah K. Wantjik Saleh yang menyatakan bahwa sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat
ukurnya setelah dijilid menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya
ditetapkan oleh menteri.

Definisi Hak Atas Tanah

Hak Atas Tanah adalah Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang- Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA.
Obyek Pendaftaran Tanah meliputi :

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik , Hak Guna Usaha,Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai.

b. Tanah Hak Pegelolaan

c. Tanah Wakaf

d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

e. Hak Tanggungan
f. Tanah Negara Fungsi sertifikat Hak Atas Tanah menurut UUPA merupakan alat bukti yang
kuat bagi pemiliknya, artinya bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan
data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar.

Sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, tidak sebagai alat bukti mutlak, hal ini berkaitan
dengan publikasi yang dianut oleh Hukum Pertanahan Indonesia baik Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 maupun Penbraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yakni sistem
publikasi negatif yang mengandung unsur positif karena akan menghasilkan suratsurat tanda
bukti Hak (Sertifikat) yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Sertifikat ganda adalah kejadian dimana sebidang tanah memiliki dua (2) sertifikat
tanah yang dimiliki oleh dua orang yang berbeda. Hal ini terjadi dikarenakan sertifikat yang
diterbitkan oleh BPN yang akibat adanya kesalahan pendataan pada saat melakukan
pengukuran dan pemetaan pada tanah, sehinnga terbitlah sertifikat ganda. Sertifikat ganda atas
tanah adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BPN, karena terjadi kesalahan dalam pendataan
pada saat melakukan pengukuran tanah, sehingga terbitlah sertifikat ganda yang berdampak
pada pendudukan tanah secara keseluruhan ataupun sebagian tanah milik orang lain. Dalam
pembahasan definisi mengenai sertifikat ganda sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa yang
mendasari sehingga terjadinya sertifikat ganda adalah akibat dari kesalahan pencatatan pada
saat petugas melakukan pengukuran dan perpetaan pada satu bidang tanah.

Bahwa dalam kondisi saat ini di negara kita ini sering adanya sertifikat ganda yang
muncul di kantor Pertanahan, dengan adanya sertifikat ganda ini menimbulkan adanya
sengketa dalam kepemilikan tanah. Dengan timbulnya sertifikat ganda ini penulis ingin
mencari penyebab timbulnya sertifikat ganda tersebut dengan menggunakan deskritif dan data
sekunder (wawancara secara langsung) ke pemilik sertifikat ganda tersebut. Dan pendekatan
yuridis normatif sesuai dengan Undang Undang yang berlaku. Setelah tahu penyebab
timbulnya sertifikat ganda ini maka akan bisa diambil tindakan dan meneliti penyebab
timbulnya masalah tersebut, dengan menerapkan suatu sitem kendali, agar tidak timbul lagi
adanya sertifikat ganda. Dengan adanya kendali tersebut diharapkan akan ada hasil yang bisa
mengendalikan terjadinya sertifikat ganda ini. Dan bisa terhindarkan adanya sertifikat ganda
ini.
Adapun yang dimaksud dengan sertifikat ganda, yaitu sebidang tanah mempunyai lebih
dari satu sertifikat, terjadi tumpang tindih seluruhnya atau sebagian. Sertifikat ganda terjadi
karena sertifikat tersebut tidak dipetakan dalam peta pendaftaran tanah atau peta situasi daerah
tersebut. Apabila peta pendaftaan tanah atau peta situasi pada setiap kantor pertanahan dibuat,
dan atau gambar situasi/ surat ukur dibuat dalam peta, maka kemungkinan terjadinya sertifikat
ganda akan kecil sekali. Namun bila terjadi sertifikat ganda, maka harus ada pembatalan dari
salah satu pihak dengan memeriksa dokumen pendukung. Hal ini bisa berlangsung lama,
apabila terjadi gugatan sertifikat ke pengadilan, untuk meminta pembatalan bagi pihak yang
dirugikan.

Namun demikian, sertifikat ganda harus dilihat kasusnya, karena bisa disebabkan
berbagai hal, apakah digandakan oleh pihak luar atau karena sudah terbit diterbitkan lagi.
Lahirnya sertifikat ganda, tidak lepas dari tindakan pejabat kantor pertanahan itu sendiri,
seperti membatalkan sebuah sertifikat yang lama dan menerbitkan sertifikat yang baru untuk
dan atas nama orang lain tanpa sepengetahuan pemilik yang namanya tercantum dalam
sertifikat tanah yang lama. Bahkan penerbitan sertifikat yang baru dilakukan oleh Pejabat
kantor Pertanahan tanpa prosedur hukum. Disamping itu sertifikat ganda biasa juga disebabkan
oleh tidak dilaksanakannya UUPA dan peraturan pelaksanaannya secara konsekuen dan
bertanggung jawab, disamping adanya orang yang berusaha untuk memperoleh keuntungan
pribadi. Sertifikat ganda umumnya terjadi pada tanah yang masih kosong atau belum dibangun.

Untuk mencegah terjadinya sertifikat ganda tidak ada jalan lain harus mengoptimalkan
administrasi pertanahan dan pembuatan peta pendaftaran tanah. Hal ini harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya sertifikat ganda. Dengan adanya peta pendaftaran tanah dan administrasi
pertanahan yang baik, kesalahan penempatan letak dan batas dapat diketahui sedini mungkin.
Terhadap sertifikat cacat hukum tersebut harus dilakukan pemblokiran (diberi catatan pada
buku tanah), dihentikan (prosesnya ditahan), dimatikan (nomor haknya dicoret dari buku
tanah), dibatalkan bila kasusnya telah selesai. Sertifikat ganda jelas membawa akibat ketidak
pastian hukum pemegang hak-hak atas tanah yang sangat tidak diharapkan dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah di Indonesia. Beberapa persoalan yang muncul akibat sertifikat ganda adalah
siapa yang berwenang untuk membatalkan salah satu dari 2 (dua) sertifikat. Oleh karena itu
pengadilan harus menentukan, menilai, serta memutus siapakah yang berhak memiliki tanah
terperkara berdasarkan buktibukti dan kesaksian para saksi. Apabila pengadilan telah memutus
perkara pemilikan tanah yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde),
pihak yang dimenangkan harus mengajukan permohonan kepada kepala BPN/ kantor
pertanahan, yang membatalkan sertifikat tanah pihak yang dikalahkan.

Faktor-Faktor Yang Dapat Menyebabkan Timbulnya sertifikat Ganda Hak Atas Tanah

1. Kesalahan dari pemilik tanah itu sendiri yang tidak memperhatikan tanah miliknya dan
tidak memanfaatkanya dengan baik sehingga di ambil alih oleh orang lain dan
kemudian di manfaatkan karna merasa bahwa tanah tersebut tidak bertuan atau tidak
ada pemiliknya. Karna merasa sudah lama menguasai tanah itu, orang tersebut
kemudian mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya dan menerbitkan sertifikat
di atas tanah tersebut tanpa mengetahui bahwa diatas tanah itu sudah ada sertifikatnya,
atau Sewaktu dilakukan pengukuran atau penelitian dilapangan, pemohon dengan
sengaja atau tidak sengaja menunjukkan letak tanah dan batas tanah yang salah, serta
Adanya kesengajaan dari pemilik tanah untuk mendaftarkan kembali sertifikat yang
sebenarnya sudah ada dengan memanfaatkan kelemahan lembaga Badan Pertanahan
Nasional karena merasa pembuatan sertifikat baru lebih mudah dan lebih murah
daripada melakukan peralihan hak atas tanah.
2. Selanjutnya dari Badan pertanahan Nasional karena tidak adanya basis data mengenai
bidang-bidang tanah baik yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.
Seharusnya tanah-tanah yang didaftarkan pada Kantor Pertanahan dilakukan pencatatan
dan pencoretan pada peta-peta pendaftaran, sehingga apabila tanah tersebut didaftarkan
lagi maka dapat diketahui tanah tersebut sudah bersertifikat atau belum. Jadi, data yang
ada belum sistematis meskipun sekarang sudah ada perbaikan tapi masih banyak
sertifikat-sertifikat lama tidak terimpentarisir sehingga memungkinkan munculnya
sertifikat ganda karna disini badan pertanahankan tinggal terima permohonan. Atau
karena ketidak telitian Pejabat Kantor Pertanahan dalam menerbitkan sertifikat tanah,
disamping masih adanya orang yang berbuat untuk memperoleh keuntungan pribadi
sehingga bertindak menyeleweng dalam artian tidak melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya.
3. Kemudian faktor pemerintah setempat, kelurahan atau desa yang tidak mempunyai data
mengenai tanah-tanah yang sudah disertifikatkan dan sudah ada penguasaannya atau
data yang tidak valid. Jika ada orang yang bermohon untuk membuat surat penguasaan
tanah yang kemudian diterbitkan, terus tiba-tiba karena ada orang yang niatnya tidak
bagus yang datang mengaku memiliki tanah tersebut dan ingin membuat surat
penguasaan tanah. Oleh pemerintah setempat dibuatkan dan terkadang mereka tidak
melakukan pengukuran, tidak melakukan pengecekan lokasi apakah tanah tersebut
benar tanahnya atau tanah tersebut belum terdaftar atas nama orang lain. Atau Untuk
wilayah bersangkutan belum tersedia peta pendaftaran tanahnya sehingga lebih
memudahkan bagi seseorang yang memiliki niat tidak baik untuk menggandakan
sertifikatnya. Selanjutnya adanya surat bukti atau pengaduan hak yang ternyata terbukti
mengandung ketidakbenaran, kepalsuan, atau tidak berlaku lagi.

Akibat Hukum Dengan Adanya Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah

Akibat hukum dengan adanya sertifikat ganda yaitu tidak memberikan kepastian
hukum, karena tujuan seseorang melakukan pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh
sertifikat sebagai alat pembuktian yang sempurna. Tetapi dengan timbulnya sertifikat ganda
maka menimbulkan ketidak pastian hukum dalam hal pendaftaran tanah.Dikatakan tidak
memberikan kepastian hukum karena tidak ada dua status hukum berada pada satu tanah.
Dengan adanya sertifikat ganda dapat menyebabkan ketidak percayaan masyarakan terhadap
kepastian hukum hak atas tanah dalam hal ini ketidak percayaan terhadap sertifikat. Karena
seharusnya sertifikat hak atas tanah merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah yang
kuat, akan tetapi bagaimana mungkin dapat dikatakan kuat apabila ada dua sertifikat yang
objek tanahnya sama, manakah yang dianggap kuat yang dapat menjamin kepastian hukum hak
atas tanah Dampak selanjutnya yaitu kerugian artinya seseorang mengharapkan untuk
mendapatkan status hukum atas tanah miliknya tapi karena adanya sertifikat ganda dan
kemudian dinyatakan kalah dalam persidangan dengan konsekuensi berupa sertifikat
dinyatakan batal, otomatis orang tersebut mengalami kerugian karena biar bagaimana dalam
proses pendaftaran tanah mengeluarkan biaya-biaya apalagi kalau tanah tersebut luas dan yang
paling mungkin diatas tanah tersebut akan dibangun usaha atau tempat mencari nafkah. Belum
lagi biaya perkara yang harus dibayar Tergugat sebagai pihak yang kalah dalam persidangan.
Disamping itu, dikatakan menimbulkan kerugian karena tanah yang berperkara akan sangat
sulit untuk dijual dan kalaupun bisa harga jual tanah tersebut akan rendah, apa lagi mengingat
dalam kasus tersebut sebelumnya Penggugat berniat menjual tanah tersebut tetapi dari hasil
pengukuran ulang lokasi, Penggugat merasa kaget ternyata berdasarkan berita acara diketahui
jika diatas tanah hak milik Penggugat tersebut terdapat sertifikat-sertifikat orang lain. Jadi
dengan adanya sertifikat ganda tersebut Penggugat merasa dirugikan karena tidak bisa
melakukan jual beli atau mengalihkan tanah tersebut karena status tanah tersebut yang sedang
dalam perkara.
Akibat selanjutnya yaitu Pencabutan Sertifikat, yang dimana dalam Putusan Nomor:
35/G.TUN/2005/P.TUN.Mks mengadili bahwa :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan batal Sertifikat Hak Milik Nomor 13/1971, Sertifikat Hak Milik Nomor
14/1971, Sertifikat Hak Milik Nomor 15/Daya, Sertifikat Hak Milik Nomor 16/Daya, Sertifikat
Hak Milik Nomor 17/Daya, Sertifikat Hak Milik Nomor 18/Paccerakkang, Sertifikat Hak Milik
Nomor 19/Daya beserta pecahannya masing-masing;

3. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Sertifikat Hak Milik sesuai


disebutkan diatas.

Jadi, dengan adannya Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap
(inkracht van gewijsde) tersebut maka Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini Tergugat
sebagai Badan yang bertanggung jawab terhadap penerbitan sertifikat ganga akibat kesalahan
atau kelalaian yang dilakukannya harus mencabut atau membatalkan sertifikat yang dinyatakan
batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.
Kesimpulan

Ada banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan tejadinya sertifikat ganda tapi
kebanyakan yang sering menyebabkan terjadinya sertifikat ganda adalah : Kesalahan dari
pemilik tanah itu sendiri yang tidak memperhatikan tanah miliknya dan tidak memanfaatkanya
dengan baik sehingga di ambil alih oleh orang lain, Sewaktu dilakukan pengukuran atau
penelitian dilapangan, pemohon dengan sengaja atau tidak sengaja menunjukkan letak tanah
dan batas tanah yang salah, serta Adanya kesengajaan dari pemilik tanah untuk mendaftarkan
kembali sertifikat yang sebenarnya sudah ada dengan memanfaatkan kelemahan lembaga
Badan Pertanahan Nasional. Selanjutnya dari Badan pertanahan Nasional karena tidak adanya
basis data mengenai bidang-bidang tanah baik yang sudah terdaftar maupun yang belum
terdaftar. Atau karena ketidak telitian Pejabat Kantor Pertanahan dalam menerbitkan sertifikat
tanah, disamping masih adanya orang yang berbuat untuk memperoleh keuntungan pribadi
sehingga bertindak menyeleweng dalam artian tidak melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Kemudian faktor pemerintah setempat, kelurahan atau desa yang tidak mempunyai
data mengenai tanahtanah yang sudah disertifikatkan dan sudah ada penguasaannya atau data
yang tidak valid, Untuk wilayah bersangkutan belum tersedia peta pendaftaran tanahnya
sehingga lebih memudahkan bagi seseorang yang memiliki niat tidak baik untuk
menggandakan sertifikatnya, Atau adanya surat bukti atau pengaduan hak yang ternyata
terbukti mengandung ketidakbenaran, kepalsuan, atau tidak berlaku lagi.

Bentuk penyelesaian terhadap Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah dapat dilakukan secara
langsung oleh pihak dengan musyawarah atau mediasi yang dilakukan diluar pengadilan
dengan atau tanpa mediator. Apabila penyelesaian juga tidak tercapai maka dipersilahkan
mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Dimana aspek yang
mempengaruhi hakim menentukan pilihan tindakan dalam penyelesaian suatu sengketa
sertifikat ganda yaitu dari segi Pembuktiannya, karena fakta dan peristiwa sebagai duduk
perkara akan dapat diketahui hakim dari alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak yang
bersengketa. Kalau pembuktian pihak Penggugat bagus gugatannya akan dikabulkan, dimana
suatu gugatan dikabulkan adakalanya pengabulan seluruhnya atau menolak sebagian lainnya.
Isi putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak penggugat itu, berarti tidak
membenarkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang dikeluarkan oleh Badan
Pertanahan Nasional (Tergugat) atau tidak membenarkan sikap tidak berbuat apa-apa yang
dilakukan oleh tergugat padahal itu sudah merupakan kewajibannya. Maka dalam putusan
gugatan dikabulkan tersebut ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan
Pertanahan Nasional (Tergugat) berupa pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan serta menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru. Namun jika eksepsi
Tergugat di terima putusannya adalah gugatan tidak dapat di terima, gugatan ditolak jika
Majelis Hakim telah memeriksa pokok perkara dan menyatakan gugatan Penggugat ditolak.

Akibat Hukum dengan adanya Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah adalah : Menimbulkan
Ketidakpastian hukum karena terdapat lebih dari satu status hukum dalam satu bidang tanah,
Kerugian kedua belah pihak yang bersengketa terutama bagi pihak yang dinyatakan kalah
dalam persidangan dan Pembatalan atau pencabutan sertifikat berdasarkan Putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Saran

Untuk mencegah terjadinya Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah di kemudian hari yang
perlu di perhatikan terlebih dahulu adalah tentang faktor-faktor penyebab munculnya sertikat
ganda, dimana faktor-faktor tersebut harus diperbaiki, misalnya dalam pendaftaran tanah,
sebelum diproses atau diukur, harus diadakan pengecekan di peta pendaftaran tanah untuk
mengetahui apakah atas sebidang tanah tersebut sudah terdaftar (bersertifikat) atau belum di
Badan Pertanahan Nasional.

Sebaiknya masyarakat lebih hati-hati dan teliti jika membeli tanah. Setelah transaksi
jual beli tanah, sebaiknya diusahakan melakukan balik nama dengan mendaftarkanya ke kantor
pertanahan setempat. Kelalaian mengurus balik nama memang akan memperbesar peluang
pengklaiman surat atau sertifikat tanah di kemudian hari oleh orang lain. Upayakan
menggunakan tanah yang kita miliki. Jika tidak untuk ditinggali, maka pastikan digunakan
untuk kebutuhan lain atau sekurang-kurangnya dilindungi dalam bentuk pagar keliling.
Daftar Pustaka

Adrian Sutedi, 2012 Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta : Sinar Grafika

Muchsan, 1992 Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata
Usaha Negara Di Indonesia, Yogyakarta : Liberty

Hamzah. 1991 Hukum Pertanahan Di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta Poerwadarminta,1982


Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka A Partanto dan Al Barry, 1994
Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arloka. Poerwadarminta, 1982 Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta : BalaiPustaka,. Jimmy joses Sembiring, 2010 “ Panduan mengurus
Sertifikat Tanah”, Jakarta : Visimedia

Rusmadi Murad,1991 Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung :Mandar Maju

Zairin Harahap,2005 Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,1985 Penelitian Hukum Normatif-
Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press

Adrian Sutedi,2010 Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta
Urip Santoso, 2011 Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta Kencana

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Anda mungkin juga menyukai