Oleh
Sumarto, SH, M.Eng.
I. PENDAHULUAN
Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di
muka bumi. Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai meninggal
dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan.
Secara kosmologis, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat bekerja dan
hidup , tempat dari mana mereka berasal dan akan kemana pula mereka pergi.
Dalam hal ini tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural politik dan
ekologis.
Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor yang
paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban. Tanah tidak hanya
mempunyai nilai ekonomis tinggi, tetapi juga nilai filosofis, politik, sosial, dan
kultural. Tidak mengherankan jika tanah menjadi harta istimewa yang tidak henti-
hentinya memicu berbagai masalah sosial yang kompleks dan rumit.
Menyadari nilai dan arti penting tanah, para pendiri Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) merumuskan tentang tanah dan sumber daya alam
secara ringkas tetapi sangat filosofis substansial di dalam Konstitusi, Pasal 33 Ayat
(3) Undang-undang Dasar 1945, sebagai berikut :
”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Sebagai sumber agraria yang paling penting, tanah merupakan sumber
produksi yang sangat dibutuhkan sehingga ada banyak kepentingan yang
membutuhkannya. Perkembangan penduduk dan kebutuhan yang menyertainya
semakin tidak sebanding dengan luasan tanah yang tidak pernah bertambah. Karena
itulah, tanah dan segala sumber daya alam yang terkandung di dalamnya selalu
menjadi ”ajang perebutan” berbagai kepentingan yang senantiasa menyertai
kehidupan manusia. Tidak heran jika sejak zaman dahulu tanah selalu menjadi
obyek yang diperebutkan sehingga memunculkan adanya sengketa dan konflik yang
berkaitan dengan tanah dan sumber daya yang dikandungnya. Disamping itu
Adanya ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah serta ketimpangan terhadap sumber-sumber produksi lainnya
menyebabkan terjadinya konflik pertanahan.
Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik
serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada
dimana-mana. Sengketa dan donflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang
sifatnya kompleks dan multi dimensi. Oleh karena itu usaha pencegahan,
penanganan dan penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik
hukum maupun non hukum. Seringkali penanganan dan penyelesaian terhadap
sengketa dan konflik pertanahan dihadapkan pada dilema-dilema antara berbagai
kepentingan yang sama-sama penting. Mencari keseimbangan atau win-win solution
atas konflik yang sudah terjadi jelas membutuhkan upaya yang tidak mudah. Karena
itu dibutuhkan pemahaman mengenai akar konflik, faktor pendukung dan faktor
pencetusnya sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya. Dengan usaha-
usaha penyelesaian akar masalah, diharapkan sengketa dan konflik pertanahan
dapat ditekan semaksimal mungkin, sekaligus menciptakan suasana kondusif dan
terwujudnya kepastian hukum dan keadilan agraria yang mensejahterakan.
IV. PENUTUP.
Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti sebagai tanda
eksistensi, kebebasan, dan harkat diri seseorang. Di sisi lain, negara wajib
memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah itu walaupun hak
itu tidak bersifat mutlak karena dibatasi oleh kepentingan orang lain,
masyarakat dan negara. Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan tanah
muncul dan dialami oleh seluruh lapisan masyarakat. konflik pertanahan
merupakan isu yang selalu muncul dan selalu aktual dari masa ke masa, seiring
dengan bertambahnya penduduk, perkembangan pembangunan, dan semakin
meluasnya akses berbagai pihak untuk memperoleh tanah sebagai modal dasar
dalam berbagai kepentingan.
Dapat dikatakan konflik di bidang pertanahan tidak pernah surut,
bahkan mempunyai kecenderungan untuk meningkat di dalam kompleksitas
permasalahan maupun kuantitasnya seiring dinamika di bidang ekonomi, sosial
dan politik. Salah satu alternatif penyelesaian konflik (tanah) adalah melalui
upaya mediasi. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternatif menawarkan
cara penyelesaian sengketa yang khas. Karena prosesnya relatif sederhana,
maka waktunya singkat dan biaya dapat ditekan. Sebagai suatu cara
penyelesaian sengketa alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni waktunya
singkat, terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan cara intervensi
yang melibatkan peras serta para pihak secara aktif. Keberhasilan mediasi
ditentukan itikad baik kedua belah pihak untuk bersama-sama menemukan
jalan keluar yang disepakati.
Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan
kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut
kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian, solusi
yang dihasilkan mengarah kepada win-win solution. Pilihan penyelesaian
sengketa melalui mediasi mempunyai kelebihan dari segi biaya, waktu, dan
pikiran bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan, di samping
itu kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala
administratif yang melingkupinya membuat lembaga pengadilan merupakan
pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa. Dalam kerangka penyelesaian
konflik pertanahan, Badan Pertanahan Nasional RI dengan Peraturan Kepala
BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan
Kasus Pertanahan merupakan lembaga ADR penyelesaian konflik pertanahan
yang dipandang mampu menghasilkan solusi yang mengarah pada win-win
solution.
Diluar dari pentingnya penanganan dan penyelesaian konflik
pertanahan yang harus segera dilaksanakan, yang tidak kalah penting adalah
bagaimana untuk mencegah agar tidak terjadi konflik paling tidak mampu
meminimalisir terjadinya konflik pertanahan. Sebagaimana yang diatur dalam
Perka BPN RI Nomor 3 Tahun 2012, upaya untuk mencegah terjadinya konflik
pertanahan antara lain dengan : (1) penertiban administrasi pertanahan,
(2)tindakan proaktif untuk mencegah dan menangani potensi konflik, (3)
penyuluhan hukum dan/atau sosialisasi program pertanahan, dan (4)
pembinaan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
V. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1960, Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria.
Anonim, 2011, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan.
Abdurrahman, H., 2009, Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
Asmara, Galang, Dkk, 2010, Penyelesaian Konflik Pertanahan Berbasis Nilai-
nilai Kearifan Lokal di Nusa Tenggara Barat , Mimbar Hukum Volume 22
Nomor 1, Fakultas Hukum Universitas Mataram, Mataram.
Chomzah, Ali Achmad, 2002, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta.
Limbong, Bernhard, 2012, Konflik Pertanahan, Margaretha Pustaka, Jakarta.
Marzuki, Suparman, 2008, Konflik Tanah di Indonesia, Pusat Studi Hak Asasi
Manusia, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Mudjiono, 2007, Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan Di Indonesia
Melalui Revitalisasi Fungsi Badan Peradilan, Jurnal Hukum No.3 Vo. 14
Juli 2007, Yogyakarta.
Sarjita., 2009, Paradigma Moral Penyelesaian Konflik dan Sengketa Pertanahan ,
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Yogyakarta.
Sumarjono, Maria SW., Ismail, Nurhasan., Isharyanto., 2008, Mediasi Sengketa
Tanah Potensi penerapan Alternatif Penyelesain Sengketa (ADR) Di
Bidang Pertanahan, Kompas, Jakarta.
Sumarjono, Maria SW., 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan
Budaya, Kompas, Jakarta.
Sumarto, 2010, Identifikasi Permasalahan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(ADR) Di Bidang Pertanahan Di Kabupaten Kendal , Paper Hukum
Agraria, Magister Teknik Geomatika Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta