Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN Akhir

LARAP Bendungan Bagong

BAB 6. JADWAL PELAKSANAAN PEMBEBASAN


TANAH DAN RESETTLEMENT

6.1. Kajian Aspek Hukum


Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam
kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana. Sengketa dan konflik
pertanahan adalah bentuk permasalahan yang sifatnya kompleks dan multi dimensi. Oleh karena itu
usaha pencegahan, penanganan dan penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik
hukum maupun non hukum.
Seringkali penanganan dan penyelesaian terhadap sengketa dan konflik pertanahan dihadapkan
pada dilema-dilema antara berbagai kepentingan yang sama-sama penting. Mencari keseimbangan
atau win-win solution atas konflik yang sudah terjadi jelas membutuhkan upaya yang tidak mudah.
Karena itu dibutuhkan pemahaman mengenai akar konflik, faktor pendukung dan faktor
pencetusnya sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya. Dengan usaha-usaha penyelesaian
akar masalah, diharapkan sengketa dan konflik pertanahan dapat ditekan semaksimal mungkin,
sekaligus menciptakan suasana kondusif dan terwujudnya kepastian hukum dan keadilan agraria
yang mensejahterakan
Peraturan perundangan yang digunakan dalam kajian ini adalah peraturan peundangan pengadaan
tanah bagi kepentingan umum antara lain :
1) Undang Undang RI No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi kepentingan Umum
2) Peraturan Presiden RI No 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi
kepentingan Umum
3) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 72 tahun 2012 Tentang Biaya operasional dan
biaya pendukung penyelenggaraan pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum yang bersumber dari Anggaran pendapatan dan belanja daerah
4) Peraturan Kepala BPN No 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis pelaksanaan Pengadaan
Tanah
5) Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan
6) Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.32/Menhut-II/2010 Tentang Tukar menukar
kawasan hutan
7) Peraturan Pemerintah RI nomor 10 tahun 2010 Tentang perubahan peruntukan dan fungsi
Kawasan hutan
8) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2009 Tentang Pedoman rekayasa
sosial pembangunan bendungan

1.1.1 Konflik Pertanahan


1.1.1.1 Pengertian
Konflik pertanahan dapat diartikan sebagai konflik yang lahir sebagai akibat adanya hubungan
antar orang atau kelompok yang terkait dengan masalah bumi dan segala kekayaan alam yang
terdapat di atas permukaan maupun di dalam perut bumi.
Istilah sengketa dan konflik pertanahan sering kali dipakai sebagai suatu padanan kata yang
dianggap mempunyai makna yang sama. Akan tetapi sesungguhnya kedua istilah itu memiliki

106
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

karakteristik yang berbeda. Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Badan Pertanahan Nasional RI
memberi batasan mengenai sengketa, konflik maupun perkara pertanahan. Pasal 1 Peraturan
Kepala BPN tersebut menyatakan bahwa kasus pertanahan adalah sengketa, konflik dan perkara
pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk
mendapatkan penanganan, penyelesaian sesuai peraturan perundangundangan dan/atau kebijakan
pertanahan nasional.
a. Sengketa Pertanahan.

Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan


hukum atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Penekanan yang tidak
berdampak luas inilah yang membedakan definisi sengketa pertanahan dengan definisi
konflik pertanahan. Sengketa tanah dapat berupa sengketa administratif, sengketa perdata,
sengketa pidana terkait dengan pemilikan, transaksi, pendaftaran, penjaminan,
pemanfaatan, penguasaan dan sengketa hak ulayat.
b. Konflik Pertanahan.

Konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang perseorangan,


kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang mempunyai
kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio politis.
c. Perkara Pertanahan.

Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan


oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan
penanganan perselisihannya di BPN RI

1.1.1.2 Akar Konflik Pertanahan


Akar konflik pertanahan merupakan faktor mendasar yang menyebabkan timbulnya konflik
pertanahan. Akar konflik pertanahan penting untuk diidentifikasi serta diinventarisasi guna mencari
jalan keluar atau bentuk penyelesaian yang akan dilakukan. Akar permasalahan konflik pertanahan
dalam garis besarnya dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut :
(1) konflik kepentingan, yaitu adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan
kepentingan substantif, kepentingan prosedural, maupun kepentingan psikologis,

(2) konflik struktural, yang disebabkan pola perilaku destruktif, kontrol perilaku sumberdaya
yang tidak seimbang,

(3) konflik nilai, karena perbedaan kriteria yang dipergunakan mengevaluasi gagasan/
perilaku, perbedaan gaya hidup, idiologi atau agama/kepercayaan,

(4) konflik hubungan, yang disebabkan karena emosi yang berlebihan, persepsi yang keliru,
komunikasi yang buruk/salah, pengulangan perilaku yang negatif,

(5) konflik data, yang disebabkan karena informasi yang tidak lengkap, informasi yang keliru,
pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang relevan, interpretasi data yang berbea, dan
perbedaan prosedur penilaian.

Penyebab umum timbulnya konflik pertanahan dapat dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu faktor
hukum dan faktor non hukum.

107
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

a. Faktor Hukum

Beberapa faktor hukum yang menjadi akar dari konflik pertanahan :


1) Tumpang Tindih Peraturan.

UUPA sebagai induk dari peraturan di bidang sumber daya agraria lainnya, dalam
perjalanannya dibuat beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
sumber daya agraria tetapi tidak menempatkan UUPA sebagai undang-undang
induknya, bahkan justru menempatkan UUPA sejajar dengan undang-undang agraria.
UUPA yang mulanya merupakan payung hukum bag kebijakan pertanahan di
Indonesia menjadi tidak berfungsi dan secara substansial bertentangan dengan
diterbitkannya berbagai peraturan perundangan sektoral seperti UU Kehutanan, UU
Pokok Pertambangan, UU Transmigrasi dan lain-lain.
2) Tumpang tindih peradilan.

Pada saat ini terdapat tiga lembaga peradilan yang dapat menangani suatu konflik
pertanahan yaitu peradilan perdata, peradilan pidana dan peradilan tata usaha negara
(TUN). Dalam bentuk konflik tertentu, salah satu pihak yang menang secara perdata
belum tentu menang secara pidana (dalam hal konflik disertai tindak pidana).
b. Faktor Non Hukum
1) Tumpang tindih penggunaan tanah.

Sejalan dengan waktu, pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan jumlah


penduduk bertambah, sedangkan produksi pangan tetap atau mungkin berkurang
karena banyak tanah pertanian yang beralih fungsi. Tidak dapat dihindarkan bahwa
dalam sebidang tanah yang sama dapat timbul kepentingan yang berbeda.
2) Nilai ekonomis tanah tinggi.
3) Kesadaran masyarakat meningkat

Adanya perkembangan global serta peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi berpengaruh pada peningkatan kesadaran masyarakat. Pola pikir masyarakat
terhadap masyarakatpun ikut berubah.
Terkait tanah sebagai aset pembangunan, maka muncul perubahan pola pikir
masyarakat terhadap penguasaan tanah, yaitu tidak lagi menempatkan tanah sebagai
sumber produksi akan tetapi menjadikan tanah sebagai sarana untuk investasi atau
komoditas ekonomi.
4) Tanah tetap, penduduk bertambah.

Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat baik melalui kelahiran maupun migrasi
serta urbanisasi, serta jumlah lahan yang tetap, menjadikan tanah sebagai komoditas
ekonomi yang nilainya sangat tinggi, sehingga setiap jengkal tanah dipertahankan
sekuatnya.
5) Kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor


yang saling berkaitan. Terbatasnya akses terhadap tanah merupakan salah satu faktor
penyebab kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumber daya produktif yang
dapat diakses masyarakat miskin.

108
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

1.1.1.3 Tipologi Konflik Pertanahan


Tipologi konflik pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan atau perkara pertanahan yang
disampaikan atau diadukan dan ditangani. Tipologi konflik pertanahan yang ditangani Badan
Pertanahan Nasional RI dikelompokkan menjadi 8 (delapan), terdiri dari masalah yang berkaitan
dengan :
1) Penguasaan dan Pemilikan Tanah, yaitu :

Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas
tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah
dilekati hak oleh pihak tertentu;
2) Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, yaitu :

Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai proses penetapan hak dan
pendaftaran tanah yang merugikan pihak lain sehingga menimbuikan anggapan tidak
sahnya penetapan atau perijinan di bidang pertanahan;
3) Batas atau letak bidang tanah, yaitu :

Perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang
diakui satu pihak yang teiah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas;
4) Pengadaan Tanah, yaitu :

Perbedaan pendapat, kepentingan, persepsi atau nilai mengenai status hak tanah yang
perolehannya berasal proses pengadaan tanah, atau mengenai keabsahan proses,
pelaksanaan pelepasan atau pengadaan tanah dan ganti rugi;
5) Tanah obyek Landreform, yaitu

Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai prosedur penegasan, status
penguasaan dan pemilikan, proses penetapan ganti rugi, penentuan subyek obyek dan
pembagian tanah obyek Landreform;
6) Tuntutan Ganti Rugi Tanah Partikelir, yaitu :

Perbedaan persepsi, pendapat, kepentingan atau nilai mengenai Keputusan tentang


kesediaan pemerintah untuk memberikan ganti kerugian atas tanah partikelir yang
dilikwidasi;
7) Tanah Ulayat, yaitu :

Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status ulayat dan
masyarakat hukum adat di atas areal tertentu baik yang telah diterbitkan hak atas tanah
maupun yang belum, akan tetapi dikuasai oleh pihak lain;
8) Pelaksanaan Putusan Pengadilan, yaitu :

Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan badan peradilan
yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur
penerbitan hak atas tanah tertentu.

109
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

1.1.2 Penyelesaian Konflik Pertanahan


Berbagai penyelesaian konflik pertanahan cukup banyak ditawarkan baik yang bersifat litigasi
maupun non litigasi, tetapi dalam banyak hal hasilnya terasa kurang memuaskan. Bahkan
penyelesaian melalui pengadilanpun terkadang dirasakan oleh masyarakat tidak memuaskan. Tidak
sedikit mereka yang telah menduduki tanah selama bertahun-tahun ditolak gugatannya untuk
mempertahankan hak atau mendapatkan hak karena adanya pihak lain yang menguasai tanah yang
bersangkutan. Atau sebaliknya gugatan seseorang terhadap penguasaan tanah tertentu dikabulkan
pengadilan walaupun bagi pihak yang menguasai tanah tidak cukup kuat atau gugatan kurang
beralasan.
Di Indonesia, konflik pertanahan yang ada diselesaikan melalui Pengadilan Umum dan Pengadilan
Tata Usaha Negara. Namun dari sekian banyaknya kasus yang masuk ke badan peradilan tersebut,
banyak yang diselesaikan dengan hasil yang kurang memuaskan, sehingga berkembanglah
pandangan di masyarakat bahwa badan peradilan tidak optimal dalam menyelesaikan sengketa
pertanahan. Akibatnya, rasa keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan masyarakat tersebut
tidak terpenuhi, bahkan yang ada hanyalah persoalan baru yang dampaknya justru memperburuk
kondisi yang ada.
Pola-pola penyelesaian konflik pertanahan di luar pengadilan yang dilakukan adalah : negosiasi,
musyawarah mufakat dan mediasi. Negosiasi dilakukan dengan jalan dimana para pihak yang
berkonflik duduk bersama untuk mencari jalan terbaik dalam penyelesaian konflik dengan prinsip
bahwa penyelesaian itu tidak ada pihak yang dirugikan (win-win solution), kedua pihak tidak ada
yang merasa dirugikan. Musyawarah mufakat adalah lengkah lebih lanjut dari negosiasi. Jika dalam
negosiasi tidak terdapat kesepakatan yang saling menguntungkan, maka langkah lebih lanjut adalah
melakukan musyawarah mufakat dengan melibatkan pihak lain selaku penengah. Hasil
musyawarah tersebut selanjutnya dibuatkan surat kesepakatan bersama yang ditanda tangani oleh
para pihak dan para saksi.
Mediasi merupakan pengendalian konflik pertanahan yang dilakukan dengan cara membuat
konsensus diantara dua pihak yang berkonflik untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan
netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik. Penyelesaian secara mediasi baik yang bersifat
tradisional ataupun melalui berbagai Lembaga Alternative Dispute Resolution (ADR) mempunyai
kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan yang tidak menarik dilihat dari
segi waktu, biaya dan pikiran/tenaga.
Disamping itu kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala
administrasi yang meliputinya membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian
sengketa.
Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil
akhir perundingan yang dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan
demikian solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win solution. Upaya untuk win-win solution
itu ditentukan oleh beberapa faktor :
1) Proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat diterima oleh
pihak-pihak yang memberikan hasil yang saling menguntungkan, dengan catatan bahwa
pendekatan itu harus menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber konflik dan
bukan pada posisi atau kedudukan para pihak.
2) Kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau musyawarah. Perbedaan
kemampuan tawar menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak yang satu
terhadap yang lain.

110
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Dengan berjalannya waktu, penyelesaian konflik pertanahan melalui ADR secara implisit dimuat
dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dalam struktur organisasi BPN dibentuk satu kedeputian, yaitu Kedeputian Bidang Pengkajian dan
Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. BPN telah pula menerbitkan Keputusan Kepala
BPN No. 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah
Pertanahan yang telah diganti dengan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Dalam menjalankan tugasnya
menyelesaikan konflik pertanahan, BPN melakukan upaya antara lain melalui mediasi.
Pembentukan kedeputian tersebut menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa penyelesaian berbagai
konflik pertanahan itu sudah merupakan hal yang sangat mendesak sehingga diupayakan
membentuk kedeputian untuk menanganinya. Kedua, terdapat keyakinan bahwa tidak semua
konflik pertanahan harus diselesaikan melalui pengadilan. Kedeputian Bidang Pengkajian dan
Penanganan
Sengketa dan Konflik Pertanahan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di
bidang pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik pertanahan. Dalam
melaksanakan tugasnya Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik
Pertanahan berpedoman pada peraturan prundang-undangan yang berlaku, terutama Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan.
1.1.2.1 Mekanisme Penanganan dan Penyelesaian Konflik oleh BPN
Penanganan dan penyelesaian terhadap konflik pertanahan oleh BPN RI didasarkan pada Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan, yang meliputi mekanisme pelayanan pengaduan dan informasi,
pengkajian, penanganan, dan penyelesaian konflik pertanahan, serta bantuan hukum dan
perlindungan hukum.
1) Mekanisme Pengaduan
a) Pelayanan pengaduan sengketa dan konflik pertanahan dilaksanakan dan dikoordinir
oleh Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan
(Deputi V) di BPN RI, di Kantor Wilayah BPN Provinsi dilakukan oleh Kepala
Bidang PPSKP dikoordinasi oleh Kakanwil, dan di Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota dilakukan oleh Kepala Seksi SKP dikoordinasi oleh Kepala Kantor;
b) Pengaduan sengketa dan konflik pertanahan dapat diajukan secara lisan atau tertulis
dan dapat disampaikan secara langsung ke Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah BPN,
dan Kantor BPN RI, atau melalui www.bpn.go.id. Khusus melalui www.bpn.go.id
harus ditindaklanjuti dengan pembuatan permohonan secara tertulis;
c) Pengaduan paling sedikit memuat identitas pengadu, obyek yang diperselisihkan,
posisikasus (legal standing) dan maksud pengaduan, serta dilampiri foto copy identitas
pengadu dan data dukung yang terkait dengan pengaduan;
d) Surat pengaduan yang telah diterima diteruskan ke satuan organisasi yang tugas dan
fungsinya menangani sengketa dan konflik pertanahan. Surat pengaduan yang diterima
dicatat dalam register dan diditribusikan kepada pelaksana dan/atau tim pengolah
untuk mendapatkan penanganan.

2) Pengkajian Konflik Pertanahan.

Pengkajian konflik dilakukan dengan melakukan pengkajian akar dan riwayat koflik untuk
mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi dampak dari terjadinya konflik.
Pengkajian konflik pertanahan dilakukan dengan cara meneliti dan menganalisis data
konflik yang terjadi. Hasil dari penelitian dan analisa data dipergunakan untuk menentukan
dan merumuskan pokok permasalahan atas terjadinya konflik. Terhadap pokok

111
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

permasalahan konflik dilakukan telaahan hukum berdasarkan data yuridis, data fisik
dan/atau data pendukung lainnya, yang hasilnya kemudian dilakukan kajian penerapan
hukum yang selanjutnya menghasilkan rekomendasi penanganan konflik.
3) Penanganan Konflik Pertanahan.

Penanganan konflik pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas


penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta untuk memastikan tidak
terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih
penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah, sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah yang
diperselisihkan. Penanganan konflik pertanahan dilaksanakan secara komprehensif melalui
kajian akar permasalahan, pencegahan dampak konflik, dan penyelesaian konflik.
Penanganan sengketa dan konflik pertanahan dilakukan dengan :
a) Penelitian/pengolahan data pengaduan; yang meliputi : penelitian kelengkapan dan
keabsahan data, pencocokan data yuridis dan data fisik serta data dukung lainnya,
kajian kronologi sengketa dan konflik, dan analisis aspek yuridis, fisik dan
administrasi.
b) Penelitian lapangan; meliputi penelitian keabsahan atau kesesuaian data dengan
sumbernya, pencarian keterangan dari saksi-saksi terkait, peninjauan fisik tanah obyek
yang disengketakan, penelitian batas tanah, gambar situasi, peta bidang, Surat Ukur,
dan kegiatan lain yang diperlukan.
c) Penyelenggaraan Gelar Kasus; tujuannya antara lain untuk memetapkan rencana
penyelesaian, memilih alternatif penyelesaian dan menetapka upaya hukum. Jenis
gelar kasus terdiri dari :
 Gelar Internal, adalah gelar yang pesertanya dari Kantor Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan Pertanahan


Nasional dan/atau Kantor Pertanahan. Gelar Internal bertujuan : menghimpun
masukan pendapat para petugas/ pejabat; mengidentifikasi sengketa dan konflik
yang diperselisihkan; dan menyusun rencana penyelesaian.

 Gelar Eksternal, adalah gelar yang pesertanya dari Kantor Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan Pertanahan


Nasional dan/atau Kantor Pertanahan yang diikuti peserta dari unsur/instansi
lainnya. Gelar Eksternal bertujuan : melengkapi keterangan dan pendapat dari
internal dan eksternal Kantor BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional dan/atau Kantor Pertanahan agar pembahasan lebih komprehensif;
mempertajam analisis kasus pertanahan; dan memilih alternatif penyelesaian

 Gelar Mediasi, adalah gelar yang menghadirkan para pihak yang berselisih untuk
memfasilitasi penyelesaian kasus pertanahan melalui musyawarah. Gelar Mediasi
bertujuan : menampung informasi/pendapat dari semua pihak yang berselisih, dan
pendapat dari unsur lain yang perlu dipertimbangkan; menjelaskan posisi hukum
para pihak baik kelemahan/kekuatannya; memfasilitasi penyelesaian kasus
pertanahan melalui musyawarah; dan pemilihan penyelesaian kasus pertanahan.
 Gelar Istimewa, adalah gelar yang dilaksanakan oleh Tim

Penyelesaian Kasus Pertanahan yang dibentuk oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia atau Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik
Pertanahan. Gelar Istimewa bertujuan : menyelesaikan kasus pertanahan yang sangat
kompleks; menyelesaikan perbedaan keputusan mengenai penanganan kasus pertanahan

112
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

antara pejabat BPN RI atau pejabat instansi lainnya; mengkoreksi keputusan Pejabat BPN
RI yang bermasalah; dan menetapkan upaya hukum.

 Penyusunan Risalah Pengolahan Data (RPD); merupakan dokumen resmi BPN


RI yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan dokumen penanganan dan
penyelesaian kasus pertanahan, yang merupakan rangkuman hasil penanganan
kasus/sengketa dan konflik pertanahan. Risalah Pengolahan Data disusun
berdasarkan komitmen terhadap kebenaran, kejujuran dan prosedur, sehingga
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
 Penyiapan Berita Acara/Surat/Keputusan;
 Monitoring dan evaluasi terhadap hasil penanganan sengketa.
4) Penyelesaian Konflik Pertanahan.

Dalam rangka membangun kepercayaan publik (trust building), salah satu yang dilakukan
oleh BPN adalah melakukan percepatan penanganan dan penyelesaian kasus-kasus
pertanahan sebagaimana diamanatkan dalam Tap MPR IX/MPR/2001 yang juga
merupakan bagian dari 11 Agenda Prioritas BPN RI dengan berlandaskan 4 (empat) prinsip
kebijakan pertanahan.
Peyelesaian konflik pertanahan berdasarkan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan terdiri dari:
a) Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan untuk melaksanakan putusan
pengadilan; BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya,
yaitu :

 Terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan;


 Terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;
 Terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain;
 Alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

b) Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan; dapat berupa


perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi :

 Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;


 Pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya;
 Penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat
cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.

Dalam melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertenahan, BPN
RI menetapkan beberapa keriteria terhadap kasus pertanahan yang dinyatakan selesai
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011,
yaitu :

 Kriteria Satu (K-1) berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus


Pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa;
 Kriteria Dua (K-2) berupa Penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas
tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah, atau
perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan;
 Kriteria Tiga (K-3) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang
ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan
yang lain yang disetujui oleh para pihak;

113
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

 Kriteria Empat (K-4) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan


yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan akan melalui proses
perkara di pengadilan, karena tidak adanya kesepakatan untuk berdamai;
 Kriteria Lima (K-5) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian KasusPertanahan yang
menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan
termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain.

5) Bantuan Hukum dan Perlindungan Hukum.

Bantuan hukum dilaksanakan untuk kepentingan BPN RI atau aparatur BPN RI yang masih
aktif atau sudah purna tugas yang menghadapi masalah hukum. Bantuan hukum meliputi
pendampingan hukum dalam proses peradilan pidana, perdata atau tata usaha negara,
pengkajian masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan BPN dan pengkajian
masalah hukum akibat tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai BPN.

1.1.2.2 Strategi penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan.


Agar penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan dapat diwujudkan dan agenda kebijakan
BPN RI dapat dilaksanakan untuk mencapai sasaran strategis yang diinginkan, maka dirumuskan
strategi sebagai berikut :

 Memantapkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kedeputian Bidang Pengkajian dan
Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dengan membangun standar mekanisme dan
prosedur operasional pengkajian dan penanganan sengketa pertanahan;
 Mengintensifkan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan melalui mediasi
dengan mendasarkan pada kajian akar permasalahan;
 Membangun sistem basis data dan sistem informasi kasus pertanahan yang valid guna
mendukung percepatan penanganan dan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara
pertanahan secara sistematis;
 Memprakarsai terwujudnya konsep strategis penyelesaian sengketa, konflik dan perkara
pertanahan dengan melibatkan pakar, akademisi serta Pengamat Agraria;
 Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia di lingkungan
Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.

1.1.2.3 Prinsip Win-win Solution.


Badan Pertanahan Nasional RI sebagai lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pertanahan berkewajiban untuk menyelesaikan konflik pertanahan yang ada di Indonesia. Badan
Pertanahan Nasional dalam menyelesaikan setiap konflik pertanahan di Indonesia berpedoman
pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dengan mengedepankan prinsip win-win solution.
Win-win Solutian adalah situasi di mana kedua belah pihak yang berselisih (berkonflik) sama-sama
merasa diuntungkan dalam suatu transaksi atau kesepakatan dan tidak ada pihak yang merasa
dikalahkan. BPN sebagai mediator dan mencari jalan tengah yang mengakomodasi keadilan para
pihak yang bersengketa.
Dalam semangat win-win solution, penyelesaian sengketa tidak semata-mata didasarkan pada siapa
yang memiliki sertifikat. Dalam banyak kasus, misalnya, seringkali penyelesaian sengketa
mengabaikan eksistensi masyarakat lokal yang bertahun-tahun, dari generasi ke generasi telah
menempati satu wilayah dan mengolah tanah di wilayah tersebut. Masyarakat kalah oleh investor
yang baru datang dan memiliki sertifikat atas tanah di wilayah itu.

114
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Dalam konsep win-win solution, seandainya investor memiliki sertifikat hak milik, mereka tidak
bisa langsung menang atas rakyat karena rakyat dilindungi oleh Pasal 33 UUD 1945, meskipun
rakyat tersebut tidak memiliki sertifikat. Pasal 33 UUD 1945 menyiratkan bahwa rakyat memiliki
hak atas tanah dan kekayaan alam di dalamnya. Konsep win-win solution adalah cara yang
membuat derajat rakyat semakin tinggi karena rakyat dalam cara itu tidak dapat serta merta
dikalahkan. Dengan konsep ini, rakyat harus mendayagunakan kemampuannya. BPN dalam hal ini
hanya hanya mediator yang dituntut untuk independen, dan tidak berpihak pada kedua belah pihak.
Namun penyelesaian konflik pertanahan dalam konsep win-win solution tergantung pada para
pihak yang berkonflik. Win-win solution adalah upaya untuk mempermudah akomodasi dari
beragam kepentingan yang bersengketa agar tidak jatuh konflik yang memakan korban dan
merugikan kedua belah pihak.

1.1.3 Rekomendasi Penyelesaian Konflik


Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti sebagai tanda eksistensi, kebebasan, dan harkat diri
seseorang. Di sisi lain, negara wajib memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah itu
walaupun hak itu tidak bersifat mutlak karena dibatasi oleh kepentingan orang lain, masyarakat dan
negara.
Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan tanah muncul dan dialami oleh seluruh lapisan
masyarakat. konflik pertanahan merupakan isu yang selalu muncul dan selalu aktual dari masa ke
masa, seiring dengan bertambahnya penduduk, perkembangan pembangunan, dan semakin
meluasnya akses berbagai pihak untuk memperoleh tanah sebagai modal dasar dalam berbagai
kepentingan.
Dapat dikatakan konflik di bidang pertanahan tidak pernah surut, bahkan mempunyai
kecenderungan untuk meningkat di dalam kompleksitas permasalahan maupun kuantitasnya seiring
dinamika di bidang ekonomi, sosial dan politik. Salah satu alternatif penyelesaian konflik (tanah)
adalah melalui upaya mediasi.
Mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternatif menawarkan cara penyelesaian sengketa yang
khas. Karena prosesnya relatif sederhana, maka waktunya singkat dan biaya dapat ditekan. Sebagai
suatu cara penyelesaian sengketa alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni waktunya singkat,
terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan cara intervensi yang melibatkan peras serta
para pihak secara aktif. Keberhasilan mediasi ditentukan itikad baik kedua belah pihak untuk
bersama-sama menemukan jalan keluar yang disepakati.
Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil
akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan
demikian, solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win solution.
Pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi mempunyai kelebihan dari segi biaya, waktu, dan
pikiran bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan, di samping itu kurangnya
kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya
membuat lembaga pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa.
Dalam kerangka penyelesaian konflik pertanahan, Badan Pertanahan Nasional RI dengan Peraturan
Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan merupakan lembaga ADR penyelesaian konflik pertanahan yang dipandang mampu
menghasilkan solusi yang mengarah pada win-win solution.
Diluar dari pentingnya penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan yang harus segera
dilaksanakan, yang tidak kalah penting adalah bagaimana untuk mencegah agar tidak terjadi

115
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

konflik paling tidak mampu meminimalisir terjadinya konflik pertanahan. Sebagaimana yang diatur
dalam Perka BPN RI Nomor 3 Tahun 2011, upaya untuk mencegah terjadinya konflik pertanahan
antara lain dengan :

 Penertiban administrasi pertanahan,


 Tindakan proaktif untuk mencegah dan menangani potensi konflik,
 Penyuluhan hukum dan/atau sosialisasi program pertanahan, dan
 Pembinaan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat

6.2. Program Persiapan Rencana Lokasi dan Relokasi


Penduduk
1.2.1 Inventarisasi dan Penyelesaian Permasalahan
Permasalahan yang timbul pada kegiatan pelaksanaan pembebasan lahan dan relokasi penduduk di
daerah rencana genangan dan sekitarnya DI. Sibanteng, perlu di inventarisir dalam rangka
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan permasalahan yang mungkin terjadi, sekaligus sebagai
bahan dalam menyusun strategi penyelesaian masalahnya.
Inventarisir permasalahan ini bertitik tolak dari langkah langkah atau proses pelaksanaan LARAP,
yang dimulai dari identifikasi dampak proyek kegiatan sampai pada relokasi orang yang terkena
dampaknya. Adapun permasalahan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Pada saat melakukan identifikasi penduduk/orang yang terkena dampak (OTD), maka
masalah yang timbul berkaitan dengan akurasi data kependudukan termasuk hak
kepemilikannya, diantaranya:

a. Data ril jumlah kepala keluarga (jumlah KK) yang tidak akurat, ada perbedaan data
yang disurvey tim survey yang didampingi penduduk, dengan data tambahan dan data
susulan yang diajukan pemerintah desa atau dusun setempat.
b. Data ril kepala keluarga (KK) tidak semuanya memiliki bukti sebagai penduduk
setempat (memiliki KTP), karena pada saat krisis politik banyak warga yang
meninggalkan tempat tinggalnya, kemudian pulang kembali.
c. Data kepemilikan lahan bermasalah karena tidak semuanya memiliki tanda bukti
kepemilikan lahan secara legal (sertifikat). Data yang ada hanya berdasarkan daftar
pemilikan lahan secara masal yang ditandatangani oleh kepala gampong atau dusun.
d. Luas lahan yang dinyatakan sebagai pemilik warga, disusun seperti penyusunan hasil
pengkaplingan baru dengan luas lahan relative sama, tetapi ada juga kelompok pemilik
lahan luas dan pemilik lahan kecil, seperti hasil pengkaplingan.

2) Aspek sosial-ekonomi dan budaya, berkaitan dengan peta kekuatan sosial dalam
pengambilan keputusan, penentuan harga jual lahan dan pola kehidupan masyarakat dalam
matapencaharian. Permasalahan tersebut berkaitan dengan :

a. Harapan OTD terlalu besar dalam hal uang konpensasi (ganti rugi) dan penyediaan
sarana dan prasarana, sehingga apabila tidak terwujud berpeluang banyak hambatan.
b. Aspirasi warga masyarakat (OTD) ada kemungkinan tidak murni , karena ada
kekuatan pengaruh tokoh masyarakat. Sehingga keputusan apapun dalam berbagai
biding merupakan keputusan tokoh elit masyarakat.
c. Ada kemungkinan terjadi manipulasi informasi dalam berbagai hal
d. Permasalahan ekonomi OTD berkaitan dengan mata pencaharian, akan terjadi stagnasi
pada saat adaptasi di tempat pemukiman baru, karena pola hidup semula belum tentu
sesuai dengan pola hidup baru. Sehingga perlu penanganan khusus

116
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

e. Akan terjadi kekosongan berbagai pola aktivitas kegiatan rutin, karena harus
konsolidasi dalam menyusun pola aktivitas kehidupan baru, sehubungan OTD
terserabut dari akar budaya semula

3) Permasalahan berkaitan dengan penempatan pemukiman baru secara obyektif tidak


selamanya sesuai dengan rencana, karena berkaitan dengan perbedaan keinginan dan
kepentingan, serta harapan yang berorientasi pada penempatan pemukiman yang sesuai
persis dengan daerah semula atau lebih baik dari daerah semula, yang secara logis tidak
mungkin terpenuhi seratus persen. Permasalahan tersebut meliputi :

a. Kemungkinan adanya variasi aspirasi mengenai lokasi tempat pemukiman baru, yang
menyebabkan lokasi lahan yang disediakan sudah disiapkan sedikit peminatnya
b. Mengalami kekosongan penghidupan dan pola kehidupan, akibat kehilangan lahan dan
kehilangan tempat tinggal serta kehilangan rutin produksi lahan.
c. Keluarga mengalami kesepian ada gangguan secara psikologis akibat kehilangan
tempat tinggal dan tempat berteduh.
d. Mengalami stagnasi dalam pola aktivitas produkutif akibat hilangnya akses ke tempat
sumber produktif kepemilikannya.
e. Permasalahan kehilangan pelayanan/kepuasan masyarakat, karena kelembagaan
masyarakat yang terkait bidang sosial, ekonomi, keagamaan (peribadatan), seni,
kesehatan, olahraga dan lainnya.

4) Permasalahan pengangguran, akibat lemahnya keahlian yang dimiliki, berubahnya


kesempatan kerja serta berubahnya akses terhadap pasar baru hasil produksi.

5) Permasalahan ketersediaan pangan, akibat kehilangan beberapa waktu yang cukup lama
dalam mengembalikan rutinitas dan kebiasaan menghasilkan produksi pertanian,
pemasaran, serta kemungkinan berkurangnya kapasitas produksi.

6) Permasalahan kemungkinan keadaan tidak sehat atau tidak normal lingkungan akibat
terhentinya pemeliharaan kesehatan di tempat lama atau belum siapnya penanganan
kesehatan di lingkungan baru

7) Terpinggirkannya peluang mendapatkan matapencaharian baik sementara atau selamanya,


sebab kemungkinan perubahan profesi secara individual sangat sulit dan kecil jumlahnya

8) Dampak dari ketidakmampuan sosial secara nyata dapat menimbulkan hambatan


psikologis sebagai implikasi dari relokasi dan tidak berdampak pada distribusi keuntungan
atau kenyamanan

9) Ada kemungkinan akan timbul kecemburuan sosial atau konflik antara kelompok yang
mampu mendapatkan akses pada sumberdaya dengan kelompok yang tidak mendapatkan
akses pada sumberdaya di lingkungan baru

1.2.2 Analisis Permasalahan LARAP Berdasarkan Urgensi Masyarakat


Permasalahan LARAP berdasarkan urgensi masyarakat, dapat dimaknai sebagai kesenjangan antara
harapan dan aspirasi OTD dengan kemungkinan kenyataan obyektif dalam proses pemindahan dan
pemukiman.
Aspirasi masyarakat secara spesifik daerah telah terekam dengan berbagai keinginan, yang penting
bagi tindak lanjut relokasi atau pemindahan penduduk yang berkaitan rencana pemindahan dan
penempatan penduduk. Untuk menganalisis permasalahan tersebut terlebih dahulu akan
diinventarisir aspirasi yang pernah ditemukan pada pada saat kajian di lapangan.

117
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

1.2.3 Program Persiapan Rencana Lokasi dan Pembinaan Usaha Masyarakat


Program persiapan rencana lokasi dan pembinaan usaha masyarakat merupakan program dari
LARAP, merupakan model pengurangan kemiskinan dan rekonstruksi komunitas . Dasar konsep
dari program persiapan rencana relokasi ini adalah mengurangi sekecil mungkin resiko yang timbul
serta berupaya melindungi dan mengembangkan kehidupannya OTD yang lebih baik. Program ini
berkaitan dengan aspek aspek berikut :
1) Ketiadaan dukungan Pemindahan Penduduk dalam hal

a. Perolehan lahan dan asset asset tetap


b. Perubahan tataguna lahan dan
c. Membatasi beban lahan akibat proyek

2) Dampak proyek terhadap masyarakat berkaitan dengan pribadi OTD yang berubah akaibat
proyek, sehingga kegiatan usaha terganggu atau bahkan terhenti samasekali akibat akses
dan sumber kegiatan ekonominya terhenti. Hal tersebut perlu program pemberdayaan
pembinaan usaha masyarakat

Banyak kisi kisi yang perlu dipersiapkan untuk rencana relokasi, diantaranya :
a. Persiapan administrasi kependudukan
b. Persiapan tempat pemukiman baru yang memenuhi standard dan persyaratan baik lahan
maupun rumah yang sehat aman dan bebas bencana , sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan dengan kelengkapan perumahan, infrastruktur dan fasilitas public, pendapatan,
pekerjaan, fasilitas kelembagaan, fasilitas kesehatan, usaha kecil, akses fasilitas sosial
c. Kesiapan dalam rekonstruksi pembangunan perumahan, sumber alam, perbaikan
pendapatan, pendidikan dan fasilitas ibadah serta pemerintahan yang legal formal.
d. Kesiapan kepala keluarga dan keluarga yang akan pindah secara fisik, mental dan
sosiologis untuk menempati tempat dan kondisi lingkungan baru
e. Kesiapan alat tranportasi pemindahan penduduk,yang aman nyaman sesuai dengan
keinginan OTD.
f. Kesiapan perbekalan untuk masa tenggang waktu menunggu kesiapan kegiatan produktif
(paling sedikit untuk 3 bulan), sebagai upaya adaftasi dengan lingkungan baru baik secara
fisik maupun sosial.
g. Kesiapan lembaga penunjang untuk keperluan dengan tempat tinggal, lahan, sumberdaya
alam, hilang pekerjaan, keterbatasan mobilitas, sarana pendidikan, kehilangan aktivitas
sosial dan keagamaan, resiko ketidakwajaran, resiko keamanan pangan, makna komunitas,
pemindahan penduduk

Pemindahan OTD tidak hanya sekedar pemindahan orang, tetapi terkait dengan segala kelengkapan
infrastruktur dan suprastrukturnya. Oleh karena itu ada bebebrapa ketentuan yang relative baku
untuk suatu kegiatan pemindahan penduduk, yang terkena proyek pembangunan. Ketentuan
tersebut dapat merupakan prinsif, standar atau sampai pada standar operasional prosedur, agar
dalam pemukiman tersebut tidak menimbulkan ketegangan atau konflik.
Adapun prinsip pemindahan OTD adalah meliputi :
a. Menghindari beban kekurangan atau masalah yang mungkin terjadi
b. Penyediaan matapencaharian pengganti pada lingkungan baru
c. Menempatkan penduduk tanpa kehilangan sumber daya kehidupan sosial ekonomi dan
agama
d. Dikembangkan peluang sumber pangan
e. Diberdayakannya kelembagaan sosial ekonomi dan budaya

118
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

f. Tujuan pemindahan secara formal ditetapkan


g. Identifikasi berbagai aspek mengenai pemindahan

Pada prinsip tersebut sudah mencakup aspek hidup dan kehidupannya, sehingga pemukiman
kembali tidak hanya memindahkan kekurangan atau kemiskinan, tetapi memindahkan dengan
meningkatkan kesejahteraannya secara sosial, ekonomi dan spiritual.
Relokasi OTD tidak hanya sekedar memindahkan orang dan keluarganya, tetapi juga memindahkan
penghidupannya. Oleh karena itu setelah berada di tempat baru perlu ada pembinaan usaha
masyarakat, yang berkelanjutan, agar dapat bertahan hidup di tempat yang baru. Untuk pembinaan
usaha masyarakat perlu tindakan pemindahan sesuai standar atau patokan yaitu :
a. Standar hidup layak
b. Penetapan pemindahan yang jelas dan prosedural
c. Tersedia peluang kerja dan bisnis

Pembinaan tenaga kerja terhadap warga OTD perlu dilakukan, karena kepndahan mereka secara
langsung akan menutup peluang kerjanya di masa dating. Untuk mempertahankan kelanjutan usaha
atau pemberdayaan OTD diperlukan kebijakan yang komprehensif yang akan menyangkaut
berbagai instrument pemindahan penduduk. Tiga kunci kebijakan untuk pembinaan tenaga kerja,
yang tepat adalah :
a. Adanya konpensasi yang jelas, tegas dan benar
b. Melakukan relokasi secara penuh kepada OTD
c. Memberikan bantuan rehabilitasi dalam berbagai aspek kehidupan

Usaha pembinaan usaha dilakukan dengan berbagai cara, tetapi yang prinsif untuk dilaksanakan
adalah meliputi hal berikut :
a. Meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan
b. Memberikan prioritas rekrut peserta penduduk lokal
c. Menyediakan pelatihan untuk mengembangkan atau menciptakan pekerjaan baru
d. Memberikan kemudahan akses ke sumberdaya ekonomi
e. Memberikan bantuan permodalan

6.3. Tata Cara Pembebasan Lahan dan Ganti Rugi


1.3.1 Acuan Normatif
Merujuk pada Peraturan Presiden no 71 Tahun 2012 disebutkan pada pasal BAB IV Pelaksanaan
Pengadaan Tanah yang menjelaskan tentang pelaksanaan pembebasan lahan dilakukan oleh BPN
(Peraturan BPN No 5 Tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah)
1) Berdasarkan Penetapan Lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum mengajukan
pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.

2) Pengajuan pelaksanaan dilengkapi dengan :

a. Keputusan Penetapan Lokasi;


b. Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah; dan
c. Data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah.

3) Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dapat membentuk Satuan Tugas yang membidangi
inventarisasi dan identiflkasi :

119
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

a. Data fisik penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; dan


b. Data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah dengan mempertimbangkan
skala, jenis, dan kondisi geografis dan lokasi pembangunan untuk Kepentingan
Umum.

4) Penilai bertugas melakukan penilaian besarnya Ganti Kerugian bidang per bidang tanah,
meliputi:

a. tanah;
b. ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. bangunan;
d. tanaman;
e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan atau
f. kerugian lain yang dapat dinilai.

5) Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk:

a. uang;
b. tanah pengganti;
c. permukiman kembali;
d. kepemilikan saham; atau
e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

6) Bentuk Ganti Kerugian baik terdiri sendiri maupun gabungan dan heberapa bentuk Ganti
Kerugian, diberikan scsuai dengan nilai Ganti Kerugian yang nominalnya sama dengan
nilai yang ditetapkan oleh Penilai.

7) Pendokumentasian Peta Bidang, Daftar Nominatif dan Data Administrasi Pengadaan Tanah

(1) Pelaksana Pengadaan Tanah melakukan pengumpulan, pengelompokan, pengolahan


dan penyimpanan data Pengadaan Tanah yang meliputi:
 peta bidang tanah;
 daftar nominatif; dan
 data administrasL
(2) Data Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
 dokumen perencanaan Pengadaan Tanah;
 surat pemberitahuan rencana pembangunan;
 data awal Subyek dan Objek;
 undangan dan daftar hadir Konsultasi Publik;
 berita acara kesepakatan Konsultasi Publik;
 surat keberatan;
 rekomendasi Tim Kajian;
 surat gubernur (hasil rekomendasi);
 surat keputusan Penetapan Lokasi pembangunan;
 pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan;
 surat pengajuan Peiaksanaan Pengadaan Tanah;
 berita acara inventarisasi dan identifikasi;
 peta bidang Objek Pengadaan Tanah dan daftar nominatif;
 pengumuman daftar nominatil;
 Berita Acara Perbaikan dan Veriflkasi;
 daftar nominatif yang sudah disahkan;
 dokumen Pengadaan Penilai;
 dokumen hasil penilaian Pengadaan Tanah;
 berita aeara penyerahan hasil penilaian;

120
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

 undangan dan daftar hadir musyawarah pe:netapan Oanti Kerugian;


 berita acara kesepakatan musyawarah penetapan Oanti Kerugian;
 putusan pengadilan negeri/ Mahkamah Agung;
 berita acara pemberian Oanti Kerugian dan Pelepasan halt;
 alat bukti penguasaan dan pemilikan Objek Pengadaan Tanah;
 surat permohonan penitipan Ganti Kerugian;
 penetapan pengadilan negeri penitipan Ganti Kerugian;
 berita acara penitipan Gantl Kerugian;
 berita aeara penyerahan hasil Pengadaan Tanah; dan
 dokumentasi dan rekaman.
(3) Data Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan,
didokumentasikan dan diarsipkan oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat.
(4) Data Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dapat disimpan dalam
bentuk data elektronik.

1.3.2 Faktor Internal dan Eksternal Resiko Pembebasan Tanah


Beberapa faktor resiko pembebasan tanah yang mempengaruhi kinerja pelaksanaan LARAP pada
DI. Sibanteng yang perlu disusun skenario penyelesaiannya adalah adanya faktor innternal dan
eksternal sebagai berikut :
1) Faktor internal

Input ini berkaitan dengan faktor faktor dri dalam yang bisa dikendalikan oleh pihak yang
memerlukan tanah (Pemda setempat), namun bisa menjadi faktor penghambat dalam proses
pembebasan tanah dengan rincian sbb :

Tabel 6.1. Faktor Internal Pembebasan Tanah DI. Sibanteng

Indikator Peristiwa Resiko Rekomendasi


1. Dana 1.1. Kemampuan pendanaan Biaya pembebasan Tanah untuk
(APBD/APBN) tidak mencukupi pembangunan DI. Sibantengh
memelukan biaya besar sehingga
perlu dijadwalkan secara matang dan
harga penggantian yang layak agar
tidak menimbulkan dampak.
Pembiayaan perlu disepakati apakah
dana APBN termasuk dalam biaya
pembebasan tanah.
1.2. Tidak adanya alokasi penambahan Kemungkinan terjadi fluktuasi harga
dana (baik akibat kurs/bunga tanah menyebabkan kekerungan
bank/kenaikan harga tanah) yang berdampak luas
1.3. Keterlambatan pembayaran Uang Faktor kinerja dan kesiapan
Ganti Kerugian (UGK) sering terjadi pengucuran dana yang sering terjadi
keterlambatan
1.4. Proses pengedropan dana UGK tidak Adanya proses birokrasi yang tidak
berjalan lancar lancar akibat peraturan baru
diterapkan.
1.5. Kurangnya penyediaan aliran kas yang Kesiapan Kas Daerah yang belum
cukup mampu mengatasi pengadaan tanah
untuk kepentingan umum.

121
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Indikator Peristiwa Resiko Rekomendasi


2. Data Tanah 2.1. Dokumentasi tanah banyak yang tidak Data lapangan hasil dokumentasi
lengkap banyak yang tidak memenuhi
2.2. Data fisik tanah tidak lengkap persyaratan sehingga perlu diteliti
2.3. Data kepemilikan tanah tidak lengkap ulang keabsahannya.
2.4. Inventarisasi tanah dan bangunan Adanya sekelompok masayarakat
berjalan lama yang belum menyetujui sehingga
perlu dilanjutkan dengan
musyawarah.
2.5. Pembuatan peta & daftar nominative Perlu adanya klarifikasi kepemilikan
berjalan lama dengan surat kepemilikan yang ada.
2.6. Pembuatan daftar pembayaran & Pihak BPN perlu menyiapkan
kesiapan pembuatan surat pelepasan formulir sesuai prosedur tata cara
hak oleh instansi yang memerlukan pembayaran
tanah berjalan lama
2.7 Verikfikasi kelengkapan berkas Dilaksanakan secara rinci
pembeasan tanah sebelum dilakukan
pembayaran UGK
2.8. Sistem pengarsipan data pembebasan Formulir baku harus disiapkan
tanah tidak jelas
2.9. Pendataan persyaratan administrasi Penerapan aturan baru dari beberapa
sebelum dibayar berjalan lama peraturan perlu dilakukan training
bagi P2T
2.10. Adanya data kepemilikan tanah yang Klarifikasi surat surat kepemilikan
tidak sesuai
3. Sumber 3.1. P2T kurang berpengalaman dalam Perlu dilakukan pelatihan
Daya kasus pembebasan tanah
Manusia
(SDM)
3.2. P2T kurang memahami peraturan
prosedural pembebasan tanah
3.3. P2T kurang teliti dalam memeriksa
status kepemilikan
3.4. Anggota P2T yang terdiri dari pejabat Disarankan pejabat tersebut tidak
struktural tidak memiliki waktu yang mempunyai jabatan rangkap
cukup untuk kegiatan pembebasan
tanah
3.5. Pemalsuan dokumen kepemilikan oleh Perlu diklarifikasi keabsahan surat
oknum yang tidak bertanggung jawab kepemilikan
3.6. P2T belum berpengalaman melakukan Perlu dilakukan pelatihan
pembebasan tanah menerapkan peraturan baru.
3.7. Berkas pembebasan lahan (kuitansi & Sistem birokrasi yang perlu dibenahi
SPH) belum ditandatangi oleh pihat
yang terkait
3.8. Tingkat kehadiran P2T di lapangan Disarankan P2T merupakan
pada saat pembayara uang ganti keanggotaan khusus
kerugian cukup minim
3.9. Petugas tidak tegas di lapangan Disarankan petugas yang ditunjuk
memahami masyarakat setempat
dalam interaksi sosial
4. Koordinasi 4.1. Kordinasi Anggota P2T Dilapangan Anggota P2T disarankan tidk

122
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Indikator Peristiwa Resiko Rekomendasi


Kurang Mendukung merangkap jabatan
4.2. Kurangnya penyuluhan/sosialisasi Sosialisasi dilakukan sesuai
pelaksanaan pembebasan tanah warga prosedur
4.3. Pelaksanaan musyawarah warga tidak Diperlukan tokoh masyarakat yang
berjalan lancar dapat menjembatani
4.4. Pelepasan hak atas tanah yang Perlu disiapkan alur kerja dan waktu
disaksikan P2T berjalan lama pelaksanaan yang jelas
4.5. Kurangnya pengamanan lokasi tanah Perlu ditindaklanjuti oleh BPN
yang sudah dibebaskan
4.6. Lamanya proses pengambilan Disarankan ketetapan harga tanah
keputusan akibat kenaikan harga tanah disepakti dari awal
diatas SK Panitia
4.7. Alokasi waktu pelaksanaan Disarankan mengikuti Juknis BPN
pembebasan tanah yang sulit diprediksi terkait jadwal yang ada.
4.8. Keterlambatan proses pembayaran Disarankan mengikuti Juknis BPN
terkait jadwal yang ada.
4.9. Terlambatnya SPJ biaya pembebasan Disarankan mengikuti Juknis BPN
tanah terkait jadwal yang ada.
5. Pemilik 5.1. Kurangnya kerja sama warga (untuk Pemahaman oleh P2T perlu
Tanah melepas hak atas tanahnya) dilakukan secara rutin khususnya
warga Kec
5.2. Kurangnya tingkat kepedulian warga Penyuluhan mengenai maksud dan
tujuan dengan tayangan audio visual
bila diperlukan
5.3. Pemilik tanah menuntut nilai UGK Diperlukan kesepakatan bersama
lebih tinggi dari yang ditetapkan oleh dengan secara rutin pertemuan
Bupati/Walikota warga.
5.4. Nilai ganti rugi untuk bangunan sering Disarankan Pemda dapat
diangap oleh pemilik tanah terlalu memberikan konpensasi
kecil, sehingga pemilik tanah kesulitan
untuk membangun rumahnya.
5.5. Pemilik tanah sering menuntut Perlu dilakukan penyuluhan
pembebasan tanah sisa walau tanah
tersebut masih layak untuk dibangun/
dimanfaatkan
5.6 Masih terjadi jual beli tanah yang Perlu diklarifikasi terhadap bukti
dilakukan oleh para spekulan kepemilikan
mengakibatkan kenaikan harga tanah
5.7. Adanya klaim terhadap kepemilikan Perlu diklarifikasi terhadap bukti
tanah kepemilikan
5.8. Pemilik tanah sulit dihubungi dan tidak Perlu diklarifikasi terhadap bukti
jelas keberadaanya. kepemilikan
5.9. Kurangnya tingkat pemahaman pemilik Perlu dilakukan sosialisasi
tanah terhadap prosedur pembayaran
UGK
5.10. Adanya klaim atas pendataan tanah Perlu diklarifikasi terhadap bukti
kepemilikan
5.11. Lambatnya proses penandatanganan Perlu disiapkan bagan alur kegiatan
berkas pembebasan tanah LARAP
5.12. Adanya biaya tambahan untuk Perlu dilakukan sosialisasi

123
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Indikator Peristiwa Resiko Rekomendasi


pembebasan tanah melalui pihak kedua
5.13. Keengganan pemilik tanah dibebaskan Perlu dilakukan sosialisasi

2) Faktor Eksternal

Input ini berkaitan dengan faktor faktor dari luar yang tidak bisa dikendalikan oleh pihak
yang memerlukan tanah (Pemda Setempat) sehingga mempunyai peranan/pengaruh
terhadap kinerja waktu dalam proses pelaksanaan pembebasan tanah dengan rincian :

Tabel 6.2. Faktor Eksternal Pembebasan Tanah DI. Sibanteng


Indikator Persitiwa Resiko Rekomendasi
1. Peraturan 1.1. Proses surat permohonan penetapan Diperlukan kesiapan team P2T
lokasi pembangunan (SP2LP) dari yang memahami tugasnya
instansi yang memerlukan tanah tidak
berjalan lancar
1.2. Mekanisme proses penunjukkan Team Diperlukan adanya
penilai harga (Appraisal) kurang keterbukaan
berjalan lancar/tidak sesuai prosedur
1.3. Mekanisme konsinyasi tidak berjalan Diperlukan adanya
lancar / sesuai prosedur keterbukaan
1.4. Lamanya penerbitan SK mengenai Alur kegiatan LARAP perlu
bentuk & besar harga ganti kerugian disisapkan dari awal
1.5. Lamanya SK persetujuan (lokasi Alur kegiatan LARAP perlu
gubernur) disisapkan dari awal
1.6. Lamanya SK penetapan daftar Alur kegiatan LARAP perlu
kepemilikan disisapkan dari awal
1.7. Adanya kebijakan baru dari Perlu dilakukan sosialisasi
Pemerintah yang mempengaruhi
proses pembebasan tanah
1.8. Adanya perubahan kebijaksanaan Perlu dilakukan sosialisasi
sosial politik Pemerintah
2. Keuangan 2.1. Adanya fluktuasi nilai tukar rupiah Perlu dilakukan sosialisasi
sehingga mempengaruhi tanah
2.2. Adanya inflasi nilai mata uang Perlu dilakukan sosialisasi
sehingga mempengaruhi harga tanah
2.3. Biaya operasional proyek (BOP) P2T Perlu dilakukan sosialisasi
sesuai dengan KepMen dianggap
terlalu kecil
2.4. Proses pemberian Uang Ganti Alur kegiatan LARAP perlu
Kerugian (UGK) kurang berjalan disisapkan dari awal
lancar
3. Harga 3.1 Adanya kenaikan harga tanah Perlu dilakukan sosialisasi
3.2 Terdapat masalah dalam kesepakatan Perlu dilakukan sosialisasi
harga antara warga dan P2T
3.3 Tidak lengkapnya dokumentasi BA Perlu klarifikasi
musyawarah kesepakatan harga
3.4 Tingkat kesulitan memprediksi Mengikuti Juknis & KepMen
besarnya nilai pembebasan tanah yang ada
4. Status Tanah 4.1 Adanya masalah dalam penentuan Perlu dilakukan sosialisasi

124
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Indikator Persitiwa Resiko Rekomendasi


tanah sisa
4.2 Lamanya proses sertifikasi tanah Alur kegiatan LARAP perlu
disisapkan dari awal
4.3 Data status kepemilikan tanah tidak Perlu klarifikasi
lengkap
5. Lingkungan 5.1 Terjadinya banjir yang menghambat Perlu disiapkan Team BNPB
proses pembebasan tanah Daerah untuk mengatasai hal
5.2 Adanya gempa bumi yang yang mungkin terjadi
mempengaruhi proses pembebasan
tanah
5.3 Terjadi longsor akibat mobilisasi alat
berat di wilayah sekitar sehingga
menghambat proses pembebasan tanah
6. Faktor 6.1 Harga tanah yang memiliki Perlu klarifikasi
Georafis kemudahan aksesibilitas terhadap jalur
trasnportasi memiliki nilai lebih tinggi
6.2 Harga tanah yang dekat dengan Perlu klarifikasi
Central Business Distick memiliki
nilai yang lebih tinggi

6.4. Skenario Penyelesaian Masalah LARAP


Pemukiman kembali dapat mengakibatkan penderitaan dalam jangka panjang,
kemiskinan dan kerusakan lingkungan kecuali dilakukan dengan prinsip-prinsip
dasar yang baik sebagai berikut ini :

1.4.1 Konsultasi dan Diskusi yang Perlu Dilaksanakan


Konsultasi akan dilanjutkan dengan pengumuman LARAP ke publik, dan akan didiskusikan dalam
pertemuan publik.

 Gambaran umum LARAP akan disampaikan dalam bentuk papan iklan (billboard) yang
sejalan dengan koridor proyek.
 Bersama-sama dengan pegawai desa, PemDa akan melakukan sesi diseminasi informasi di
setiap desa dengan melibatkan masyarakat lokal/pedagang dan mendorong partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaannya
 Perhatian khusus akan diberikan dalam pembahasan dengan Kelompok Rentan untuk
menyakinkan bahwa mereka mendapatkan perhatian utama.

Para stakeholder biasanya berperan penting dalam kelanjutan program. Dengan pertimbangan ini,
mereka juga akan diberi informasi untuk memperoleh kepentingan mereka. Aktivitas ini akan
dilaksanakan oleh Pemda dengan bantuan konsultan dan kontraktor. Para stakeholder yang
dilibatkan dalam konsultasi tersebut selain WTP (Warga Terkena Proyek) itu sendiri, adalah:

 Pemerintahan Desa
 Pemerintahan Kecamatan
 Pemerintahan Kabupaten
o Dinas Pertanian
o Dinas Kehutanan
 WTP/OTD sepanjang daerag genangan
 Kelompok Perempuan (PKK dan Posyandu)

125
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

 Tokoh masyarakat
 LSM lokal

Untuk memastikan bahwa pelaksanaan kompensasi dan relokasi bisa dilaksanakan secara efektif
dan lancar, perlu suatu strategi konsultasi dan diskusi yang tepat untuk dilaksanakan. Fokus, skala
waktu, serta strategi konsultasi dan diskusi meliputi beberapa aspek sebagai berikut:
1) Konsultasi dan diskusi aset yang hilang;

Dua hal yang dibahas dalam konsultasi dan diskusi adalah:


a. Informasi hasil inventarisasi oleh P2T atas lahan dan aset yang terkait dengan lahan.
Informasi ini seharusnya dipublikasikan baik di tingkat desa ataupun kecamatan.
b. Pengaduan dari WTP. Berdasarkan hasil inventarisasi, WTP dapat menyetujui
dan/atau menyatakan keberatan terhadap isi pengumuman tersebut. Dalam 14 hari,
WTP mempunyai kesempatan untuk membuat berbagai keberatan/ keluhan kepada
Tim Penanganan Pengaduan. Berdasarkan keluhan ini, P2T akan mengklarifikasi inti
keluhan termasuk berbagai hal termasuk keberatan atas lahan dan aset terkena proyek.

2) Konsultasi dan diskusi atas kompensasi aset;

Ada tiga hal terkait kompensasi aset, yaitu:


a. Tujuan konsultasi dan diskusi adalah mendapatkan informasi tentang harga lahan yang
diinginkan WTP dan harga menurut penilai independen.
b. Diskusi yang mengantarkan pada penentuan harga lahan dan kompensasi aset.
Aktivitas ini adalah untuk negosiasi harga kompensasi lahan berdasarkan harga penilai
independen, yang diinginkan WTP dan disetujui Pemda.
c. Sosialisasi tentang waktu dan mekanisme pembayaran kompensasi. Aktivitas ini akan
dilaksanakan hanya setelah keputusan harga dibuat oleh P2T.
d. Sosialisasi dan diskusi tentang kebijakan penanganan keluhan/pengaduan dari WTP,
khususnya WTP di jalur genangan

3) Konsultasi dan diskusi atas perbaikan pendapatan.

Terdapat dua aktivitas untuk konsultasi dan diskusi ini, yaitu


a. Menyediakan informasi untuk WTP tentang rencana pengembangan lokasi
pemukiman kembali yang diinginkan WTP (Di sekitar area proyek).
b. Memberikan bantuan kepada WTP yang ingin pindah sendiri berupa pengembangan
ekonomi skala kecil.

4) Konsultasi dan diskusi tentang perbaikan pendapatan.

Konsultasi dan diskusi untuk perbaikan pendapatan meliputi satu topik tunggal yaitu
informasi tentang program perbaikan pendapatan setelah pembebasan tanah (kompensasi).
Tujuan konsultasi dan diskusi adalah mengidentifikasi dan menentukan jenis perbaikan
pendapatan yang harus dilakukan termasuk pelatihan.

126
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Tabel 6.3. Strategi Konsultasi dan Diskusi


Strategi
Bahan konsultasi Peserta yang Terlibat Lokasi Waktu
konsultasi
Aset yang hilang
Pengumuman hasil inventarisasi lahan dan aset P2T, Badan Pertanahan Nasional, Kantor Desa, Kantor Kantor Desa dan Setelah P2T Diseminasi
oleh P2T Kecamatan; BBWS, WTP kecamatan menyelesaikan melalui papan
inventarisasi pengumuman, dan
media cetak
lainnya serta
media elektronik
Keberatan WTP terhadap ukuran lahan, P2T, Tim Penanganan Pengaduan, Pamong Desa, Pegawai Kantor proyek Satu bulan setelah Mekanisme
bangunan, jumlah tanaman, dan status Kecamatan, Pegawai Kabupaten; Dinas Pertanian pengumuman penanganan
kepemilikan Kabupaten, WTP, LSM Lokal dan BBWS. inventarisasi pengaduan
Ganti Rugi
Mendapatkan harga tanah yang dikehendaki P2T, BBWS, Pamong Desa, Pegawai Kabupaten, Pegawai Kantor Desa setelah Memperoleh
WTP dan harga pasar terbaru dan harga dari Kecamatan; LSM Lokal. pengumuman harga lahan sesuai
Lembaga Penilai Independen inventarisasi dengan keinginan
WTP melalui
FGD
Negosiasi (Musyawarah) untuk kesepakatan P2T, Tim Penanganan Pengaduan, Pamong Desa, Pegawai Kantor Desa Sebelum harga Negosiasi harga
harga tanah Kecamatan; Pegawai Kabupaten; Dinas Pertanian lahan ditetapkan lahan antara PLN
Kabupaten; WTP, LSM lokal P2T dan WTP melalui
P2T sebagai
mediator
Diseminasi tentang harga pembebasan tanah, P2T, Pamong Desa, Pegawai Kecamatan; Pegawai Kantor Desa Setelah P2T Diseminasi ke
waktu dan mekanisme pembayarannya Kabupaten, Dinas Pertanian Kabupaten, Dinas pekerjaan memutuskan WTP
Umum Kabupaten; BBWS; Bank, WTP, POLRI dan LSM harga ganti rugi
lokal. lahan dan
pemerintah lokal
memutuskan
harga bangunan
dan tanaman
Perbaikan pendapatan
Seleksi dan pelaksanaan perbaikan pendapatan Tim Pemukiman Kembali, Satgas khusus pemerintah lokal, Di lokasi relokasi Setelah relokasi FGD untuk
serta pelatihan untuk WTP setelah pemukiman Konsultan pelatihan, PLN, WTP. atau lokasi lain perbaikan
kembali (termasuk asuransi kesehatan WTP pendapatan dan

127
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Strategi
Bahan konsultasi Peserta yang Terlibat Lokasi Waktu
konsultasi
yang berada di jalur Genangan pelatihan

128
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

6.5. Analisa Biaya Penggantian Tanah


1.5.1 Estimasi / Asumsi Biaya Penggantian Tanah
Merujuk pada peraturan perundangan yang ada disebutkan bahwa Biaya Penggantian Tanah
berdasarkan Penilaian oleh Tim Penilai yang ditetapkan oleh Tim Panitia Pengadaan Tanah
dibawah Badan Pertanahan Nasonal (BPN). Beberapa asumsi yang diusulkan adalah sebagai
berikut :

Tabel 6.4. Asumsi Perhitungan Perkiraan Biaya


No Uraian Asumsi Perhitungan Perkiraan Biaya
A KEHILANGAN
1 Lahan Pertanian Perkiraan harga pasar lahan. Tim indipenden akan
2 Pekarangan melakukan survey dan menentukan harga dasar
lahan. Negosiasi antara pemilik lahan dan Pemda
3 Lahan Hutan Luas lahan terkena proyek akan didasarkan pada
Keputusan Menteri. Harga substitusi akan ditentukan
berdasarkan prosedur di atas. Biaya pemindahan
adalah dua kali dari harga lahan, biaya revegetasi di
lokasi baru dan biaya pemetaan lahan. Harga lahan di
lokasi baru dan lokasi lama akan ditentukan oleh Tim
Penilai Indipenden.
4 Tanaman/Pohon Harga dasar mengikuti Peraturan Bupatitentang
4.1 Tanaman tahunan kompensasi pertanian.
a). Pohon (Kayu) Tanaman didominasi Kelapa Sawit.
b). Pohon (Non kayu)
4.2 Bukan tanaman tahunan Harga dasar mengikuti Peraturan Bupati tentang
kompensasi pertanian
5 Rumah/bangunan Perkiraan harga pasar untuk membangun rumah.
Harga dasar akan mengikuti Peraturan Bupati
6 Penghuni liar Tunjangan relokasi
7 Bisnis Kompensasi per bisnis
8 Kehilangan pekerjaan (Petani bagi Berdasarkan upah minimum regional di Kabupaten
hasil, buruh & penghuni liar)
9 Infrasutruktur fasilitas umum dan
sosial
a). Mesjid Tidak ada
c). Sekolah Tidak ada
d). Kuburan Tidak ada
B REHABILITATION, KOMPENSASI DAN MANAGEMENT
1 Kelompok rentan Tunjangan untuk transaportasi per WTP
2 Tunjangan relokasi Tunjangan untuk transportasi per Keluarga atau WTP
3 Pengembangan dan konstruksi N/A
lokasi relokasi
4 Komunikasi, Pemantauan & Biaya pemantauan oleh konsultan
Evaluasi
5 Bantuan
a) Peningkatan kapasitas Biaya operasional rata-rata untuk peningkatan
kapasitas dan lain-lain
b) Paket memulai bisnis mikro Biaya rata-rata untuk paket bisnis mikro
c) Tunjangan transisi bisnis Biaya rata-rata untuk minimal dua bulan untuk
keluarga

129
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

No Uraian Asumsi Perhitungan Perkiraan Biaya


6 Panitia Pengadaan Tanah Biaya operasional dan honor untuk Panitia
Pengadaan Tanah
7 Tim Pelaksana Pemukiman Biaya operasional dan honor untuk Tim Pelaksana
Kembali Pemukiman Kembali
8 Tim Perumus Kebijakan Biaya operasional dan honor untuk Tim Perumus
Pemukiman Kembali Kebijakan Pemukiman Kembali
9 Peningkatan kapasitas Biaya operasional dan honor untuk Insitutsi
Peningkatan Kapasitas atau LSM
Biaya tak terduga perubahan fisik Persentase kehilangan dasar
Biaya tak terduga perubahan Persentase kehilangan dasar
harga
Total

1.5.2 Analisis Komponen dalam Alternatif Perhitungan Ganti Rugi


Metode penilaian yang digunakan oleh appraisal untuk menentukan nilai pasar Tanah
biasanya menggunakan metode Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach). Dalam hal ini
penilaian Tanah didasarkan pada perbandingan secara langsung obyek yang dinilai dengan data
transaksi pembanding yang telah dianalisa, dengan menggunakan faktor-faktor penyesuaian
(adjustment).
Koreksi penyesuaian, mencakup perbandingan :

 Faktor Lokasi, yang mencakup kestrategisan, jauh dekatnya lokasi dengan fasilitas
umum.
 Faktor Kegunaan, adalah pengaruh dari nilai kegunaan yang maksimal bisa
diperoleh yang disesuaikan dengan zoning/peruntukannya.
 Faktor Fisik, adalah mencakup sifat-sifat fisik antara lain ukuran, bentuk tanah, topografi,
kondisi tanah, dan lain-lain.
 Faktor Sarana, menyangkut adanya sarana yang dimiliki misalnya jalan masuk, PDAM,
PLN, Telkom, angkutan umum, dan lain-lain.
 Faktor Waktu, adalah berhubungan dengan kapan terjadinya penjualan/ transaksi atau
masih dalam bentuk penawaran.

Adapun Faktor Nilai Nyata juga ditambahkan sebagai nilai tanah sebagai faktor- faktor
penggantian kerugian yang bersifat fisik dan/ atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada
yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/ atau benda-benda lain yang berkaitan dengan
tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial
ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah. Faktor-faktor tersebut dapat diasumsikan, sebagai
berikut:
a. Biaya pengukuran lahan di lokasi baru
b. Biaya BPATB
c. Biaya Administrasi Penerbitan Surat Kepemilikan Tanah lokasi baru
d. Inflasi atas perubahan harga dari saat dibebaskan hingga perolehan lahan baru Meskipun
metode penilaian dan faktor yang diperhitungkan oleh tim appraisal tersebut oleh berbagai
pihak dipandang sudah memadai, dalam kenyataannya masih sering mendapat berbagai
hambatan.

Oleh karena itu, berdasarkan temuan lapangan, ada beberapa faktor yang menurut
informan penting dipertimbangkan dalam perhitungan nilai tanah sebagai dasar pemberian ganti

130
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

rugi bagi tanah yang dibebaskan dengan mengacu pada alternatif dasar perhitungan
pengadaan tanah hasil temuan lapangan di atas, maka secara konseptual dapat memberi
kontribusi terhadap dasar perhitungan yang ada selama ini. Jika kita mengikuti dasar
perhitungan yang ada saat ini, nilai tanah cenderung hanya mempertimbangkan enam faktor
yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rumus Umum Nilai Tanah
Nilai Tanah = ∑ ( F1 + F2 + F3 + F4 + F5 +F6)
Keterangan :
F1 : Faktor Lokasi (kestrategisan, jauh dekatnya lokasi dengan fasilitas umum
F2 : Faktor Kegunaan (pengaruh dari nilai kegunaan yang maksimal bisa diperoleh yang
disesuaikan dengan zoning/peruntukannya)
F3 : Faktor Fisik (mencakup sifat-sifat fisik antara lain ukuran, bentuk tanah, topografi,
kondisi tanah, dan lain-lain)
F4 : Faktor Sarana (menyangkut adanya sarana yang dimiliki misalnya jalan masuk, PDAM,
PLN, Telkom, angkutan umum, dan lain-lain)
F5 : Faktor Waktu (berhubungan dengan kapan terjadinya penjualan/transaksi atau masih
dalam bentuk penawaran)
F6 : Faktor Nilai Nyata ( biaya pengukuran lahan di lokasi baru; BPATB; Biaya
Administrasi Penerbitan Surat Kepemilikan Tanah lokasi baru & biaya Inflasi atas
perubahan harga dari saat dibebaskan hingga perolehan lahan baru)
Apabila rumusan umum nilai tanah di atas dikombinasikan dengan tiga faktor berdasarkan temuan
lapangan, maka dapat direformulasikan model perhitungan nilai ganti rugi tanah dalam rangka
mengadaptasi nilai-nilai sosial terhadap tanah yang ada dalam masyarakat, mengurangi resistensi,
serta dapat akselerasi proses pengadaan tanah dengan rumusan sebagai berikut:
Rumus Alternatif Nilai Tanah
Nilai Tanah = Σ ( F1 + F2 + F3 + F4 + F5 +F6 + F7+F8+F9)
Keterangan :
F1 : Faktor Lokasi (kestrategisan, jauh dekatnya lokasi dengan fasilitas umum
F2 : Faktor Kegunaan (pengaruh dari nilai kegunaan yang maksimal bisa diperoleh yang
disesuaikan dengan zoning/peruntukannya)
F3 : Faktor Fisik (mencakup sifat-sifat fisik antara lain ukuran, bentuk tanah, topografi,
kondisi tanah, dan lain-lain)
F4 : Faktor Sarana (menyangkut adanya sarana yang dimiliki misalnya jalan masuk, PDAM,
PLN, Telkom, angkutan umum, dan lain-lain)
F5 : Faktor Waktu (berhubungan dengan kapan terjadinya penjualan/transaksi atau masih
dalam bentuk penawaran)
F6 : Faktor Nilai Nyata (biaya pengukuran lahan di lokasi baru; BPATB; Biaya Administrasi
Penerbitan Surat Kepemilikan Tanah lokasi baru & biaya Inflasi atas perubahan harga
dari saat dibebaskan hingga perolehan lahan baru)
F7 : Faktor Religius Magis
F8 : Faktor Cara Memperoleh Tana
F9 : Faktor Durasi memiliki tanah

131
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Tabel 6.5. Deskripsi Aset dan Kategori Warga Terkena Proyek


Aset Kategori WTP * Jenis Ganti rugi Deskripsi
1. Tanah 1. Memiliki tanah dengan Tunai/Non Tunai Tunai
surat kepemilikan. a. Uang tunai untuk ganti rugi tanah akan ditentukan oleh P2T yang diusulkan oleh
Lembaga Penilai Indipenden setelah berkonsultasi dengan pemilik lahan
b. Bantuan biaya transisi diberikan sekali kepada keluarga yang terkena proyek
c. Bantuan biaya administrasi dan pajak
Non Tunai
a. Peningkatan kapasitas dalam bentuk bantuan peningkatan keterampilan diberikan satu
kali kepada keluarga terkena proyek dan/atau
b. Bantuan untuk meningkatkan modal dalam bentuk Paket Usaha Mikro diberikan satu kali
kepada keluarga yang harus pindah yang dapat memilih satu diantara paket-paket yang
diusulkan.
2. Memiliki tanah tanpa Tunai/Non Tunai Tunai
surat kepemilikan. a. Uang tunai untuk ganti rugi tanah akan ditentukan oleh P2T yang diusulkan oleh
Lembaga Penilai Indipenden setelah berkonsultasi dengan pemilik lahan
b. Bantuan biaya transisi diberikan sekali kepada keluarga yang terkena proyek
c. Bantuan biaya administrasi dan pajak
Non Tunai
a. Peningkatan kapasitas dalam bentuk bantuan peningkatan keterampilan diberikan satu
kali kepada keluarga terkena proyek dan/atau
b. Bantuan untuk meningkatkan modal dalam bentuk Paket Usaha Mikro diberikan satu
kali kepada keluarga yang harus pindah yang dapat memilih satu diantara paket-paket
yang diusulkan.
3. Petani bagi hasil, Hanya ganti rugi Non Tunai
penghuni liar & perambah Non Tunai Peningkatan kapasitas dalam bentuk bantuan peningkatan keterampilan yang diberikan satu
yang mengolah lahan / kali kepada keluarga terkena proyek.
Berada di lahan terkena
dampak
4. Penyewa Hanya ganti rugi Tunai:
Non Tunai Bantuan tunjangan transisi yang diberikan satu kali kepada keluarga terkena proyek;
Non tunai
Peningkatan kapasitas dalam bentuk bantuan peningkatan keterampilan yang diberikan satu
kali kepada keluarga terkena proyek
Bangunan / Rumah 5. Pemilik rumah Tunai/Non Tunai Tunai:
a. Ganti rugi bangunan berdasarkan peraturan pemerintah

132
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Aset Kategori WTP * Jenis Ganti rugi Deskripsi


b. Keluarga yang ingin pindah sendiri menerima ganti rugi tunai
c. Keluarga yang ingin dipindahkan oleh proyek/Pemda, menerima bangunan/rumah (non
tunai)
d. Bantuan biaya transisi yang diberikan satu kali kepada keluarga terkena proyek
e. Bantuan biaya administrasi dan pajak
f. Bantuan tunjangan pindah
g. Non Tunai
h. Peningkatan kapasitas dalam bentuk bantuan peningkatan keterampilan diberikan
satu kali kepada keluarga terkena proyek dan/atau
i. Bantuan untuk meningkatkan modal dalam bentuk Paket Usaha Mikro diberikan satu
kali kepada keluarga yang harus pindah yang dapat memilih satu diantara paket-paket
yang disediakan.
6. Penyewa Tunai/Non Tunai Tunai: Bantuan tunjangan pindah dan
Non tunai: Peningkatan kapasitas dalam bentuk bantuan untuk meningkatkan keterampilan
yang diberikan satu kali kepada keluarga terkena proyek.
3. Tanaman 7. Pemilik tanaman, Tunai untuk ganti Tunai:
rugi tanaman a. Ganti rugi tunai untuk tanaman Tahunan berdasarkan standar Pemda, dan
b. Pada kasus kehilangan produksi dari tanaman yang belum dipanen, pemilik tanaman
akan diberi ganti rugi sebesar satu kali nilai panen
4. Fasilitas Perlindungan, o Fasilitas umum yang terpengaruh oleh dampak proyek akan diperbaiki atau
Umum relokasi, dipindahkan dengan konsultasi kepada masyarakat yang dipindahkan.
/infrastruktur rehabilitasi
(Sekolah, masjid,
sumber air, jalan,
jembatan, sistem
pembuangan air)
5. Lahan hutan 8. Dinas Kehutanan Substitusi lahan Ganti rugi lahan akan diberikan dua kali luas area lahan terkena proyek
dan biaya Biaya revegetasi untuk lahan hutan baru akan diberikan dalam bentuk proyek
Re-vegetasi.
Merujuk deskripsi WTP Rentan Merujuk deskripsi Tunai dan Non Tunai: kategori kehilangan aset butir 1,2 dan 3
di atas (butir 1,2 di atas (butir 1,2 Bantuan tambahan dari proyek:
dan 3) dan 3) a. Bantuan layanan memperoleh sertifikat
b. Bantuan layanan pindah ke lokasi pemukiman baru
Warga sangat terpengaruh Merujuk deskripsi Tunai dan non tunai: kategori kehilangan aset butir 1,2 dan 3
proyek di atas (item 1,2 Bantuan tambahan dari proyek:
dan 3) a. Bantuan layanan memperoleh sertifikat

133
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Tabel 6.6. Matriks Perbandingan Sistem Penilaian Tanah


N Lokasi
Uraian
o Kecamatan Kecamatan Titue Kecamatan
1 Sumber Dana APBD & APBN APBD & APBN APBD & APBN
2 Mekanisme Pengadaan Tanah UU No 2 / 2012 UU No 2 / 2012 UU No 2 / 2012
Perpres 71 / 2012 Perpres 71 / 2012 Perpres 71 / 2012
Permen Dalam Negeri No 72 / 2012 Permen Dalam Negeri No 72 / 2012 Permen Dalam Negeri No 72 / 2012
Peraturan BPN No 5 tahun 2012 Peraturan BPN No 5 tahun 2012 Peraturan BPN No 5 tahun 2012
3 Tahun Pelaksanaan Penilaian TA 2012 TA 2012 TA 2012
4 Sistem Ganti Rugi berupa : o Uang, o Uang, o Belum Bersedia
o Tanah Pengganti, o Tanah Pengganti, o Belum Bersedia
o Pemukiman Kembali, o Pemukiman Kembali o Belum Bersedia
5 Penggantian Aset berupa o Tanah atau lahan o Tanah atau lahan o Tanah atau lahan
o Ruang atas tanah & bawah tanah, o Ruang atas tanah & bawah tanah, o Ruang atas tanah & bawah tanah,
o Bangunan o Bangunan o Bangunan
o Benda yang berkaitan dengan tanah o Benda yang berkaitan dengan tanah o Benda yang berkaitan dengan tanah
o Kerugian lain yang dapat dinilai o Kerugian lain yang dapat dinilai o Kerugian lain yang dapat dinilai
6 Metode Penilaian Aset o Metode Penilaian dengan o Metode Penilaian dengan membanding- o Metode Penilaian dengan membanding-
membanding-kan nilai NJOP, Nilai kan nilai NJOP, Nilai Pasaran dan Nilai kan nilai NJOP, Nilai Pasaran dan Nilai
Pasaran dan Nilai Transaksi untuk Transaksi untuk memperoleh nilai Transaksi untuk memperoleh nilai

134
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

N Lokasi
Uraian
o Kecamatan Kecamatan Titue Kecamatan
memperoleh nilai Taksiran Taksiran Taksiran
o Besaran Nilai Taksiran Team o Besaran Nilai Taksiran Team Diperoleh o Besaran Nilai Taksiran Team Diperoleh
Diperoleh dari Nilai Rata Rata dari Nilai Rata Rata Penjumlahan Nilai dari Nilai Rata Rata Penjumlahan Nilai
Penjumlahan Nilai NJOP & Nilai NJOP & Nilai Pasaran dengan NJOP & Nilai Pasaran dengan
Pasaran dengan mempertimbangkan mempertimbangkan Nilai Transaksi mempertimbangkan Nilai Transaksi
Nilai Transaksi (Range Terendah & (Range Terendah & Tertinggi) (Range Terendah & Tertinggi)
Tertinggi)
7 Sistem Penilaian Penilaian berdasarkan Bidang Tanah Penilaian berdasarkan Bidang Tanah Penilaian berdasarkan Bidang Tanah
8 Pihak Yang melakukan Team Jasa Penilai atau Penilai Publik Team Jasa Penilai atau Penilai Publik yang Team Jasa Penilai atau Penilai Publik yang
Penilaian yang ditetapkan oleh Ketua Pelaksana ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan ditetapkan oleh Ketua Pelaksana
Pengadaan Tanah Tanah Pengadaan Tanah

135
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

6.6. Rencana Biaya Pembebasan


1.6.1 Pembiayaan Relokasi Penduduk
Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud dalam UU No 2 Tahun 2012 pasal 10, yang selanjutnya dimiliki atau akan
dimiliki oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, meliputi :
1) Pertahanan dan keamanan nasional;
2) Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas
3) Operasi kereta api;
4) Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan
5) Sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
6) Pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
7) Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
8) Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
9) Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah;
10) Tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
11) Rumah sakit pemerintah/pemerintah daerah;
12) Fasilitas keselamatan umum;
13) Tempat pemakaman umum pemerintah/pemerintah daerah;
14) Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
15) Cagar alam dan cagar budaya;
16) Kantor pemerintah/pemerintah daerah/desa;
17) Penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan
18) Untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
19) Prasarana pendidikan atau sekolah pemerintah/pemerintah daerah;
20) Prasarana olahraga pemerintah/pemerintah daerah; dan
21) Pasar umum dan lapangan parkir umum.

Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, disusun dalam bentuk dokumen
perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat :
1) Maksud dan tujuan rencana pembangunan
2) Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan prioritas pembangunan
3) Letak tanah;
4) Luas tanah yang dibutuhkan;
5) Gambaran umum status tanah;
6) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah;
7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
8) Perkiraan nilai tanah; dan
9) Rencana penganggaran.

1.6.2 Biaya Ganti Rugi dan Peluang Usaha Relokasi Penduduk


Pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b meliputi
kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah. (Perpres 71 / 2012)

Pasal 17 :
PT. ADITYA ENGINEERING CONSULTANT 140
Engineering and M anagement Services
Jalan Batu Permata No 2A Margacinta Bandung 40287
Telepon / Faxcimile : 62 + 22 - 7562994
Email : aditya_engineeringconsultant@yahoo.com INKINDO : 8976/P/588.JB
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

(1) Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berupa perseorangan, badan hulrum,
badan $Osial, badan keagamaan, atau instansi pemerintah yang memiliki atau menguasai Obyek
Pengadaan Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(2) Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. pemegang hak atas tanah;


b. pemegang hak pengelolaan;
c. nadzir untuk tanah wakaf;
d. pemilik tanah bekas milik adat;
e. masyarakat hukum adat;
f. pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik;
g. pemcgang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau
h. pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Pasal 25
(1) Pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) hUruf h berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan
keagamaan, atau instansi pemerintah yang memiliki bukti yang ditcrbitkan oleh pejabat yang
berwenang yang membuktikan adanya penguasaan atas bangunan, tanaman, atau benda lain yang
berkaitan dengan tanah.

(2) Dasar kepemilikan bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah scbagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan alat bukti berupa:

a. Ijin Mendirikan Bangunan dan bukti fisik bangunan;


b. Surat Pernyataan Penguasaan Fisik; atau
c. Bukti tagihan atau pcmbayaran listrik, telepon, atau perusahaan air minum, dalam I (satu)
bulan terakhir

Pasal 57
(1) Satuan Tugas yang membidangi inventarisasi dan identifikasi data Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf b melaksanakan
pengumpulan data paling kurang:

a. Nama, pekcljaan, dan alamat Pihak yang Berhak;


b. Nomor Induk Kependudukan atau identitas diri lainnya Pihak yang Berhak;
c. Bukti penguasaan dan/atau pemilikan tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda yang
berkaitan dengan tanah:
d. Letak tanah, luas tanah dan nomor identifikasi bidang;
e. Status tanah dan dokumennya;
f. Jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah;
g. Pemilikan dan/ atau penguasaan tanah, bangunan, dan/atau benda lain yang berkaitan dengan
tanah;
h. Pembebanan hak atas tanah; dan
i. Ruang atas dan ruang bawah tanah.

A. Penetapan Penilai (Pasal 63)

PT. ADITYA ENGINEERING CONSULTANT 141


Engineering and M anagem ent S ervices
Jalan Batu Permata No 2A Margacinta Bandung 40287
Telepon / Faxcimile : 62 + 22 - 7562994
Email : aditya_engineeringconsultant@yahoo.com INKINDO : 8976/P/588.JB
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

(1) Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah
berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik.

(2) Jasa Penilai atau Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diadakan dan
ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah

B. Tim Penilai Harga Tanah

(1) Penilai bertugas melakukan penilaian besarnya Ganti Kerugian bidang per bidang tanah,
meliputi:

a. Tanah;
b. Ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. Bangunan;
d. Tanaman;
e. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan atau
f. Kerugian lain yang dapat dinilai.

(2) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (I). Penilai atau Penilai Publik
merninta peta bidang tanah, daftar nominatif dan data yang diperlukan untuk bahan penilaian
dad Ketua Pe1aksana Pengadaan Tanah.

Penilaian harga tanah berdasarkan pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai
nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman pada
variable-variabel sebagai berikut :
1) Lokasi dan letak tanah
2) Status tanah
3) Peruntukan tanah
4) Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang
wilayah atau kota yang telah ada
5) Sarana dan prasarana yang tersedia dan factor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.

Penilaian harga bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan
tanah dilakukan oleh Kepala Dinas Kantor/Badan di kabupaten/kota yang membidangi bangunan
dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengn tanah, dengan berpedoman
pada standar harga yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan. Panitia Pengadaan
Tanah menetapkan tempat dan tanggal musyawarah dengan mengundang instansi pemerintah
yang memerlukan tanah dan para pemilik untuk musyawarah mengenai :
1) Rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut
2) Bentuk dan/atau besarnya ganti rugi

1.6.3 Rekapitulasi Pembiayaan


Permasalahan LARAP berdasarkan urgensi masyarakat, dapat dimaknai sebagai kesenjangan antara
harapan dan aspirasi OTD/WTP dengan kemungkinan kenyataan obyektif dalam proses pemindahan dan
pemukiman.
PT. ADITYA ENGINEERING CONSULTANT 142
Engineering and M anagem ent S ervices
Jalan Batu Permata No 2A Margacinta Bandung 40287
Telepon / Faxcimile : 62 + 22 - 7562994
Email : aditya_engineeringconsultant@yahoo.com INKINDO : 8976/P/588.JB
LAPORAN Akhir
LARAP Bendungan Bagong

Tabel 6.7. Jadwal Pelaksanaan LARAP

Tahun
Jenis Kegiatan Tahun ke 1 Tahun ke 2 Ke 3

Pemberitahuan Rencana Pembangunan


Pendataan Awal lokasi Pembangunan
Konsultasi Publik
Penyiapan Lokasi Pembangunan
Pengumuman Lokasi Pembangunan
Persiapan lainnya

Total waktu : 583 Hari Kalender sesuai dengan Perpres 71/2012

PT. ADITYA ENGINEERING CONSULTANT 143


Engineering and M anagem ent S ervices
Jalan Batu Permata No 2A Margacinta Bandung 40287
Telepon / Faxcimile : 62 + 22 - 7562994
Email : aditya_engineeringconsultant@yahoo.com INKINDO : 8976/P/588.JB

Anda mungkin juga menyukai