Anda di halaman 1dari 12

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang


Dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara
(KBU)
Endang Damayanti(1), Denny Zulkaidi(2)
(1) Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.
(2) Kelompok Keilmuan Perencanaan dan Perancangan Perkotaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan
Kebijakan (SAPPK), ITB.

Abstrak
Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat dilakukan dalam rangka
memproses rekomendasi gubernur, sebagai wujud pembagian peran provinsi dan kabupaten/kota di
wilayah KBU dalam perizinan. Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang di provinsi belum
efektif dan efisien dalam mengendalikan pembangunan di KBU, karena terdapat persoalan-persoalan
terkait kewenangan, pelaksanaan mekanisme rekomendasi gubernur dan koordinasinya. Penelitian
dilakukan untuk mengidentifikasi persoalan penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di
Provinsi Jawa Barat, yang dicapai dengan sasaran berupa perumusan kerangka teoritik dan indikator
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien, identifikasi persoalan, dan
perumusan rekomendasi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif dan
efisien. Indikator dihasilkan dari perumusan aspek pembagian urusan pemerintahan, penataan
ruang, dan pelayanan publik, yang meliputi indikator terkait kewenangan, pelaksanaan perizinan dan
koordinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persoalan terkait kewenangan, pelaksanaan
perizinan dan koordinasi memang terjadi dan menjadi penyebab penyelenggaraan perizinan
pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat belum efektif dan efisien. Persoalan-persoalan
tersebut terjadi karena sebagian besar indikator penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
yang efektif dan efisien tidak terpenuhi, karena tidak dilaksanakan/tidak digunakan/tidak dihasilkan.
Indikator yang sudah terpenuhi pun masih memiliki kekurangan dalam pelaksanaan/
penggunaannya, sehingga perlu perbaikan pada keseluruhan mekanisme perizinan pemanfaatan
ruang KBU di provinsi. Rekomendasi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang
efektif dan efisien mengusulkan mekanisme, yang terdiri dari Tahap Persiapan dan Tahap
Penetapan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mengoptimalkan kewenangannya, mengevaluasi
peraturan pengendalian pemanfaatan ruang KBU, mengevaluasi mekanisme rekomendasi gubernur,
mengoptimalkan koordinasi, serta melengkapi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU
dengan perangkat pendukung dan kegiatan-kegiatan yang diamanatkan peraturan pengendalian
pemanfaatan ruang KBU.
Kata Kunci: perizinan pemanfaatan ruang, pengendalian pembangunan, KBU

Pendahuluan
Perizinan merupakan upaya Pemerintah dalam
mengatur
dan
mengendalikan
kegiatan
masyarakat yang memiliki peluang menimbulkan
gangguan bagi kepentingan umum (Zulkaidi dan

Natalivan, 2006, Sutedi, 2011). Perizinan dalam


konteks
pengendalian
pembangunan,
merupakan perangkat pengelolaan kota untuk
memastikan bahwa pelaksanaan pemanfaatan
ruang berlangsung sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan (Ibrahim, 1998). Perizinan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 249

Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara

dalam konteks pelayanan publik merupakan


tindakan administrasi atau tindakan hukum oleh
pemerintah sesuai peraturan perundangundangan (Pudyatmoko, 2009, dan Sutedi,
2011).
Fakta
menunjukkan,
penilaian
masyarakat terhadap pelayanan perizinan masih
kurang baik, karena pelayanan berbelit-belit,
tidak memiliki prosedur yang jelas, tidak
transparan, waktu penyelesaian dan biaya yang
tidak jelas (Laporan Tahunan Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Provinsi Jawa Barat, 2012).
Pelayanan perizinan di Provinsi Jawa Barat,
diamanatkan dintegrasikan pelayanannya ke
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT)
Provinsi Jawa Barat, untuk semua jenis perizinan
(izin maupun non izin) yang menjadi
kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat,
termasuk jenis perizinan dalam bidang penataan
ruang, yaitu rekomendasi pemanfaatan ruang
Kawasan
Bandung
Utara
(KBU).
Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
KBU oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat
merupakan pembagian peran provinsi dengan
kabupaten/kota di wilayah KBU (Kabupaten
Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota
Bandung dan Kota Cimahi) dalam perizinan,
yang dilakukan dalam memproses rekomendasi
gubernur. Keseluruhan proses mengacu pada
peraturan Provinsi Jawa Barat, yaitu Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Pengendalian Pemanfaatan Ruang KBU, dan
Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2011
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan
Terpadu.
Peraturan-peraturan
tersebut
menempatkan rekomendasi gubernur sebagai
acuan seluruh izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan oleh Bupati/Walikota di wilayah KBU.
Penyelenggaraan proses rekomendasi gubernur
mengacu
pada
mekanisme
rekomendasi
gubernur, berujung pada keputusan pemberian/
penolakan rekomendasi gubernur yang sesuai
dengan tujuan umum pengendalian KBU, yaitu
menjamin pembangunan yang berkelanjutan
dan mewujudkan peningkatan fungsi lindung
kawasan. Sejalan dengan waktu, pelaksanaan
produk perizinan pemanfaatan ruang KBU, baik
250 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2

yang diterbitkan provinsi maupun kabupaten/


kota di wilayah KBU, belum berdampak pada
kondisi
pemanfaatan
ruang
KBU
yang
berkelanjutan dan mempertahankan fungsi
lindung,
karena
ditemukan
banyaknya
ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan
ketentuan. Identifikasi persoalan penyebab
ketidaksesuaian pemanfaatan ruang KBU
tersebut belum dilakukan, termasuk persoalan
pada saat penyelenggaraan perizinan di
provinsi.
Penyelenggaraan
perizinan
pemanfaatan ruang KBU yang tidak efektif dan
efisien, dapat menjadi awal dari seluruh
permasalahan pengendalian pembangunan di
KBU. Atas dasar tersebut, dilakukan penelitian
untuk
mengidentifikasi
persoalan
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
KBU di Provinsi Jawa Barat.
Kerangka
Teoritik
Penyelenggaraan
Perizinan Pemanfaatan Ruang
yang
Efektif dan Efisien
Kerangka teoritik penyelenggaraan perizinan
pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien
menjelaskan keterkaitan aspek pembagian
urusan pemerintahan, penataan ruang dan
pelayanan publik dengan kajian teoritik yang
digunakan, dan sejauhmana hal tersebut akan
digunakan dalam penelitian ini. Uraian teori,
konsep dan norma terkait aspek pembagian
urusan pemerintahan, penataan ruang dan
pelayanan publik menjadi bahan penentuan
indikator
penyelenggaraan
perizinan
pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien.
Pendekatan
aspek
pembagian
urusan
pemerintahan menghasilkan indikator terkait
kewenangan,
aspek
penataan
ruang
menghasilkan indikator terkait koordinasi, dan
aspek pelayanan publik menghasilkan indikator
terkait pelaksanaan perizinan. Ketiga indikator
meminjam teori pengukuran efektif dan efisien,
untuk menentukan indikator yang termasuk
dalam indikator efektif atau efisien, sehingga
dapat
menjadi
parameter
dalam
mengidentifikasi persoalan penyelenggaraan
perizinan pemanfaatan ruang dari sisi efektif
dan efisiennya, serta merumuskan rekomendasi
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
yang efektif dan efisien.

Endang Damayanti

Gambar 1
Kawasan Bandung Utara

Pengendalian
pembangunan
Aspek Urusan
Pemerintahan
(kewenangan
pemerintah
provinsi dalam
perizinan
pemanfaatan
ruang)

Perizinan
Kelembagaan
Norma urusan
pemerintahan
Norma penataan
ruang
Norma pelayanan
publik

Aspek Pelayanan
Publik
(kewajiban negara
memenuhi
pelayanan publik
bidang
administrasi
perizinan)

Aspek Penataan
Ruang
(perizinan salah
satu perangkat
pengendalian
pemanfaatan ruang
yang diberikan
secara
terkoordinasi
untuk kepentingan
umum)

Pengendalian
pembangunan
Koordinasi dalam
lingkup
Kelembagaan
Perizinan
Norma pelayanan
publik
Pengendalian
pembangunan
Koordinasi dalam
lingkup
kelembagaan
Perizinan
Norma penataan
ruang

Pengukuran
Efektif dan
Efisien

Indikator Efektif
1. terkait kewenangan :
- Kewenangan pemerintah
provinsi dalam pemberian
perizinan
- Kewenangan OPD Provinsi
dalam pemberian perizinan
2. terkait Pelaksanaan
Perizinan:
- Acuan hukum perizinan dan
koordinasi
- Rekomendasi sebagai bentuk
ketetapan
- Lembaga pemerintah
- Peristiwa konkret
- Proses
- Waktu penyelesaian izin
- Sanksi
- Pengawasan
- Hak dan kewajiban
3. terkait Koordinasi :
- Perangkat koordinasi
- Tujuan dan manfaat
bersama
- Struktur
- Ketergantungan
- Mandat/ Kepemimpinan
- Sumberdaya
- Pembuatan keputusan
memenuhi tujuan
- Pelaporan dan tindaklajut
hasil koordinasi.
Indikator Efisien terkait perizinan
dan koordinasi :
- perangkat formal pendukunng
seperti prosedur/ mekanisme/
jadwal/ rencana kerja
- Penentuan peran, aktor dan
standarisasi tugas
- Perangkat informal dan

Studi Kasus :
Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU

Peraturan Provinsi sebagai


Landasan Penyelenggaraan
Perizinan Pemanfaatan Ruang
KBU

Penyelenggaraan
Perizinan Pemanfaatan
Ruang KBU

Identifikasi Persoalan Penyelenggaraan


Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU

Penilaian Pemenuhan Indikator Penyelenggaraan


Perizinan Pemanfaatan Ruang yang Efektif dan Efisien

Usulan Tindak Lanjut

Rekomendasi Penyelenggaraan Perizinan


Pemanfaatan Ruang KBU yang Efektif dan Efisien
di Provinsi Jawa Barat

Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang


KBU yang Efektif dan Efisien dalam
Mewujudkan Tujuan Umum Pengendalian
Pemanfaatan Ruang, sesuai kewenangan,
pelaksanaan perizinan dan koordinasi yang baik

keterikatan

Gambar 2
Kerangka Teoritik Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang yang Efektif dan Efisien
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 251

Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara

Metode Penelitian
Jenis penelitian adalah eksplorasi (exploratory),
untuk
mengetahui
banyak
hal
terkait
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang,
dan
memuaskan
keingintahuan
untuk
pemahaman yang lebih baik (Babbie, 2007).
Metode penelitian adalah metoda kualitatif yang
menggunakan data empiris, melalui pendekatan
studi kasus.
Metode pengumpulan data menggunakan data
deskriptif tertulis atau lisan dan pengamatan
perilaku, yang diperoleh melalui observasi,
wawancara, intisari dokumen, dan rekaman.
Metode analisis data menggunakan kualitatif
deskriptif.
Teknik
analisis
data
primer
menggunakan teknik analisis data model Miles
dan Huberman, yaitu metode interaktif yang
memudahkan proses analisis data verbal yang
banyak (harus ditranskripkan). Teknik analisis
data sekunder adalah analisis isi (content
analysis), yang menganalisis dokumendokumen
yang berisi teori, konsep, peraturan perundangundangan,
terutama
digunakan
untuk
menentukan
indikator
penyelenggaraan
perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan
efisien.
Identifikasi persoalan dan penilaian pemenuhan
indikator
penyelenggaraan
perizinan
pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien
dalam penyelenggaraan perizinan pemanfaatan
ruang KBU, dilakukan secara deskriptif,
menggunakan penilaian yang bersumber dari
sistem bilangan basis dua (dua simbol) atau
sistem bilangan biner, yang menentukan
penilaian indikator dengan penilaian sudah
terpenuhi atau belum terpenuhi (ya atau tidak).
Perumusan
rekomendasi
penyelenggaraan
perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif
dan efisien, dilakukan secara deskriptif,
menggunakan input dari identifikasi persoalan,
penilaian pemenuhan indikator, dan usulan
tindak lanjut.
Kasus
Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
KBU di Provinsi Jawa Barat untuk memproses
252 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2

rekomendasi gubernur, sudah dilaksanakan


sesuai pembagian peran antara provinsi dengan
kabupaten/kota di wilayah KBU sebagai pihak
yang berwenang dalam pemberian izin.
Keterbatasan kewenangan provinsi dalam
tindakan administrasi perizinan bersinggungan
dengan kewenangan dalam pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang di lintas
wilayah kabupaten/kota atau di kawasan
strategis provinsi (KSP). Hal tersebut menjadi
isu penyelenggaraan perizinan pemanfaatan
ruang KBU terkait kewenangan.
Pada isu terkait pelaksanaan mekanisme
rekomendasi
gubernur,
penyelenggaraan
perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi
Jawa Barat tidak menerapkan seluruh prinsipprinsip dalam sistem pelayanan terpadu, karena
mempertimbangkan sifat strategis rekomendasi
gubernur pemanfaatan ruang KBU yang berbeda
dengan perizinan umum lainnya yang diberikan
dengan prinsip pelayanan publik. Namun
deminkian, mekanisme rekomendasi gubernur,
belum mengantarkan keputusan rekomendasi
gubernur yang cukup operasional untuk acuan
izin, dan belum menegaskan hal-hal yang harus
dilakukan Gubernur maupun Bupati/Walikota di
wilayah KBU, khususnya dalam mewujudkan
tujuan umum pengendalian pemanfaatan ruang
KBU.
Beberapa tahapan koordinasi yang diatur dalam
mekanisme rekomendasi gubernur, berupa
rangkaian koordinasi yang panjang, sehingga
mendapatkan
penilaian
masyarakat
dan
pemerintah kabupaten/kota di wilayah KBU yang
kurang
baik,
terutama
terkait
waktu
penyelesaian dan hasil koordinasi pembuatan
keputusan rekomendasi gubernur yang tidak
sesuai dengan ekspetasi kabupaten/kota.
Analisis
Berdasarkan
kasus
di
atas,
analisis
mengidentifikasi persoalan yang sebenarnya
terjadi, dan menilai pemenuhan indikator
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan
perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi
Jawa Barat.

Endang Damayanti

Persoalan Kewenangan Provinsi dalam Perizinan


Pemanfaatan Ruang KBU

kabupaten/kota tidak dilaksanakan, karena


tidak diamanatkan.

Persoalan kewenangan pemerintah provinsi


dalam perizinan pemanfaatan ruang KBU
diuraikan
berdasarkan
indikator
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
yang efektif dan efisien terkait kewenangan,
yaitu pembagian urusan pemerintah provinsi
dalam perizinan pemanfaatan ruang, dan
kewenangan OPD provinsi dalam memproses
perizinan pemanfaatan ruang.

Kewenangan OPD provinsi dalam memproses


perizinan pemanfaatan ruang KBU sudah
dipenuhi sesuai mandat, dan beberapa sudah
dipenuhi bukan berdasarkan kewenangan.
Kewenangan OPD provinsi yang belum dipenuhi,
terjadi karena persoalan sebagai berikut :

Berdasarkan penilaian terhadap pemenuhan


indikator terkait kewenangan, disimpulkan
bahwa terdapat kewenangan pemerintah
provinsi yang sudah dipenuhi, namun masih
terdapat kendala dan kekurangan dalam
pelaksanaannya. Kewenangan yang belum
dipenuhi,
disebabkan
persoalan-persoalan
sebagai berikut :
- Pengaturan berupa pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang dan acuan perizinan,
yaitu peraturan zonasi yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang KBU belum disusun dan
ditetapkan.
- Pembinaan
dalam
koordinasi
perizinan
pemanfaatan ruang yang melibatkan lintas
OPD dan lintas kabupaten/kota tidak
dilaksanakan secara rutin/ berkala, sehingga
fungsi pembinaan tidak ada, dan evaluasi
terhadap pengembangan kesadaran dan
tanggungjawab
masyarakat
KBU
tidak
terwujud. Penelitian yang dilakukan tidak
dikembangkan
menjadi
kebijakan atau
tindakan koreksi dari Gubernur kepada
Bupati/Walikota di wilayah KBU.
- Pelaksanaan pemberian perizinan belum
dilengkapi pedoman pengendalian berupa
peraturan zonasi KBU yang lebih rinci dari
RTRW Provinsi, dan belum membentuk
lembaga
pelaksana
pengendalian
pemanfaatan ruang provinsi.
- Pengawasan terhadap kinerja pengaturan,
pembinaan,
dan
pelaksanaan
di
kabupaten/kota tidak dipenuhi, karena
pemantauan, evaluasi dan pelaporan tidak
dilaksanakan. Pemantauan penyelenggaraan
perizinan pemanfaatan ruang KBU di

- Terkait kewenangan OPD dalam membuat


prosedur, BKPRD Provinsi Jawa Barat tidak
membuat prosedur pembuatan keputusan
rekomendasi gubernur.
- Terkait kewenangan OPD dalam fasilitasi
koordinasi, BPPT Provinsi Jawa Barat tidak
menggunakan
kewenangannya
dalam
memfasilitasi koordinasi perizinan yang
melibatkan tim perizinan terpadu, karena OPD
lain yang ditunjuk Peraturan KBU sudah
memenuhi tugasnya.
- Terkait kewenangan OPD dalam pengawasan
penyelenggaraan
perizinan
pemanfaatan
ruang KBU di kabupaten/kota tidak dilakukan,
karena tidak diamanatkan.
Persoalan Pelaksanaan Mekanisme Rekomendasi
Gubernur Berdasarkan Penilaian Pemenuhan
Indikator Pelaksanaan Perizinan
Mekanisme rekomendasi gubernur mengatur
koordinasi meliputi koordinasi proses kajian
teknis rekomendasi gubernur, dan proses
pembuatan keputusan rekomendasi gubernur
(Rapat Pokja Pengendalian Pemanfaatan Ruang
dan Rapat Pleno pembuatan keputusan di
BKPRD).
Persoalan
koordinasi
dalam
melaksanakan
mekanisme
rekomendasi
gubernur pemanfaatan ruang KBU diuraikan
dalam 10 indikator terkait perizinan, yaitu
wewenang,
acuan
hukum
perizinan,
rekomendasi
gubernur
sebagai
bentuk
ketetapan, lembaga pemerintah, peristiwa
konkret,
proses
dan
prosedur,
waktu
penyelesaian perizinan, sanksi, pengawasan
penyelenggaraan perizinan, serta hak dan
kewajiban.
Persoalan teridentifikasi dalam kondisi indikator
yang digunakan/ dihasilkan/ dilaksanakan.
Berdasarkan penilaian terhadap indikator terkait
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 253

Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara

pelaksanaan perizinan, disimpulkan bahwa


sebagian besar belum dipenuhi, disebabkan
persoalan-persoalan sebagai berikut :
- Acuan perizinan belum lengkap, yaitu berupa
RTR KSP KBU, dan prosedur persetujuan/
penolakan (pembuatan keputusan).
- Ketetapan berupa ketentuan teknis belum
operasional bagi acuan kabupaten/kota.
- Lembaga pemerintah yang berkontribusi
dalam pertimbangan teknis belum optimal,
terutama kapasitas perwakilan OPD provinsi
yang tidak memadai, dan peran SKPD
Kabupaten/Kota yang tidak dilibatkan.
- Proses pembuatan keputusan yang lama,
dipengaruhi
belum
adanya
prosedur
pembuatan keputusan.
- Waktu penyelesaian rekomendasi gubernur
yang tidak sesuai target.
- Sanksi yang tidak dirumuskan secara khusus,
karena
mekanisme
gubernur
tidak
menghasilkan arahan sanksi atas permohonan
rekomendasi gubernur yang tidak sesuai
rencana tata ruang maupun arahan zonasi,
karena
kewenangan
dikembalikan
ke
kabupaten/kota.
- Pengawasan penyelenggaraan perizinan di
kabupaten/kota tidak dilaksanakan sebagai
agenda
evaluasi
atau
pemantauan
tindaklanjut
rekomendasi
gubernur/
penolakan permohonan pemanfaatan ruang.
- Kewajiban tidak dirumuskan secara khusus,
terutama kewajiban sesuai pasal 7a Pergub
KBU.
Persoalan Koordinasi Perizinan Pemanfaatan
Ruang KBU Berdasarkan Penilaian Pemenuhan
Indikator terkait Koordinasi
Persoalan diuraikan dalam 10 indikator terkait
koordinasi, meliputi acuan koordinasi, tujuan
dan manfaat bersama, penentuan peran, aktor,
dan
standarisasi
tugas,
struktur,
ketergantungan,
mandat,
sumberdaya,
perangkat formal, informal, dan keterikatan,
keputusan memenuhi tujuan, serta pelaporan
dan tindak lanjut hasil koordinasi.
Penilaian pemenuhan indikator terkait koordinasi
dalam koordinasi rekomendasi gubernur, menilai
indikator
yang
digunakan/dilaksanakan/
254 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2

dihasilkan. Berdasarkan penilaian, disimpulkan


bahwa dalam koordinasi rekomendasi gubernur
masih belum memenuhi indikator yang
seharusnya diperhatikan, sehingga secara
keseluruhan koordinasi tidak efektif dan efisien.
Indikator koordinasi efektif yang terpenuhi
terdiri dari acuan peraturan, struktur yang
terdesentralisasi, dan pelaporan hasil koordinasi
oleh provinsi. Indikator koordinasi efektif yang
tidak terpenuhi disebabkan persoalan yang
meliputi:
- Koordinasi tidak menyepakati tujuan dan
manfaat bersama
- Ketergantungan
tidak
diakui
sebagai
kepentingan bersama.
- Mandat tidak mengelola tekanan eksternal
dan politik dengan baik, evaluasi pelaksanaan
hasil koordinasi rekomendasi gubernur belum
ada tindakan.
- Dukungan sumberdaya dan kekuasaan
provinsi belum mendorong tindakan nyata
untuk mewujudkan pencapaian tujuan dan
sasaran pengendalian pemanfaatan ruang
KBU.
- Keputusan yang memenuhi tujuan tidak
dihasilkan, karena tujuan tidak ditetapkan/
disepakati bersama di awal koordinasi
- Pelaporan perizinan pemanfaatan ruang KBU
yang sudah diterbitkan kabupaten/kota tidak
dilaksanakan, dan tindak lanjut persetujuan
rekomendasi gubernur/ penolakan masih
ditemui pelaksanaan yang tidak sesuai
rekomendasi gubernur dan peraturan KBU.
Indikator efisien yang terpenuhi adalah
perangkat
informal,
sedangkan
indikator
koordinasi efisien yang belum terpenuhi,
disebabkan persoalan yang meliputi :
- penentuan peran, aktor dan standarisasi tugas
yang tidak dibuat, karena koordinasi
rekomendasi gubernur menggunakan susunan
aktor dalam struktur BKPRD Provinsi Jawa
Barat,
pembagian
peran
hanya
mencantumkan
beberapa
OPD
untuk
melakukan
kajian
lebih
mendalam,
standarisasi tugas hanya mencantumkan
standarisasi tugas antara provinsi dan
kabupaten/kota

Endang Damayanti

- perangkat formal berupa prosedur pembuatan


keputusan, jadwal, rencana kerja tidak dibuat
Rumusan
Rekomendasi
Penyelenggaraan
Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU yang Efektif
dan Efisien
Berdasarkan persoalan dan penilaian terhadap
masing-masing
pemenuhan
indikator,
dirumuskan
usulan
tindaklanjut
agar
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
KBU lebih efektif dan efisien.
Selanjutnya, berdasarkan persoalan, penilaian
pemenuhan indikator, dan usulan tindaklanjut,
dirumuskan
rekomendasi
penyelenggaraan
perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif
dan efisien. Rekomendasi berupa mekanisme
untuk memperbaiki penyelenggaraan perizinan
pemanfaatan ruang KBU yang teridentifikasi
masih banyak memiliki persoalan, terutama
yang diakibatkan oleh indikator-indikator yang
belum dipenuhi. Perbaikan pada keseluruhan
tahapan
penyelenggaraan
perizinan
pemanfaatan ruang KBU diperlukan dalam
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
KBU ke depan.
Mekanisme
menempatkan
indikator
penyelenggaraan perizinan yang efektif dan
efisien tidak sebagai posisi yang sama, artinya
ada yang ditempatkan sebagai input atau
pendukung (dengan simbol P), dan sebagai
kegiatan (dengan simbol angka). Mekanisme
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
KBU yang efektif dan efisien disusun dalam
mekanisme berurutan (sequential), yaitu Tahap
Persiapan dan Pelaksanaan
Pada Tahap Persiapan, dengan dukungan
mandat dari Gubernur dan Bupati/Walikota, dan
dukungan sumberdaya (SDM, pendanaan,
sarana), perlu diawali dengan Penetapan dan
Penentuan Dasar Perizinan, yang melibatkan
seluruh unsur pemerintah provinsi dan unsur
pemerintah kabupaten/kota yang terkait dengan
perizinan dan pemanfaatan ruang yang ada di
KBU. Kegiatan tersebut
mencakup tahapan
kegiatan yang harus dilaksanakan berurutan,
mengingat hasil dari kegiatan pertama akan

digunakan
untuk
kegiatan
selanjutnya.
Kegiatan-kegiatan yang dimaksud meliputi :
1. Penetapan tujuan dan manfaat bersama
berbasis saling ketergantungan antardaerah,
antarsektor, antartingkat pemerintahan
2. Penentuan peran dan partisipasi stakeholder
(aktor) koordinasi perizinan pemanfaatan
ruang KBU di provinsi (kabupaten/kota
dilibatkan)
3. Penetapan standarisasi tugas seluruh aktor
dalam koordinasi perizinan
pemanfaatan
ruang KBU
4. Penetapan bentuk dan struktur lembaga
koordinasi, serta optimalisasi kewenangan
provinsi/ OPD di bidang perizinan dalam
aspek pengaturan, penetapan, pelayanan,
dan pengawasan
5. Penetapan Tim Koordinasi Bersama, atau
Tim Rekomendasi Gubernur (Provinsi dan
Kabupaten/Kota)
Selanjutnya dilakukan evaluasi acuan perizinan
pemanfaatan ruang KBU, termasuk acuan
hukum perizinan yang diperlukan, melibatkan
Tim Rekomendasi Gubernur yang sudah
ditetapkan dan menjadi tanggung jawab OPD
Provinsi dalam bidang pelayanan perizinan
terpadu (BPPT Provinsi Jawa Barat). Kegiatan
yang dilakukan meliputi :
1. Evaluasi ketersediaan acuan koordinasi dan
acuan hukum perizinan (perangkat formal
koordinasi)
2. Penyusunan
dan
penetapan
acuan
penyelenggaraan
perizinan
(perangkat
formal) yang belum lengkap oleh aktor yang
berwenang sesuai penentuan peran, aktor
dan standarisasi tugas
Pelaksanaan tahap persiapan ini, perlu didukung
pula dengan perangkat koordinasi yang bersifat
informal dan keterikatan, agar dapat lebih
efisien.
Tahap kedua yaitu Tahap Penetapan. Pada
tahap ini dukungan mandat dari Gubernur dan
Bupati/Walikota, dan dukungan sumberdaya
(SDM, pendanaan, sarana) sangat penting untuk
mendorong
penyelenggaraan
perizinan
pemanfaatan ruang KBU yang efektif dan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 255

Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara

1. Pengkajian permohonan pemanfaatan ruang


yang mengacu pada acuan hukum perizinan
dan acuan koordinasi yang lengkap
2. Perumusan
pertimbangan
teknis
dan
tinjauan lapangan
3. Perumusan
ketetapan
(ketentuan/
persyaratan), sesuai peristiwa konkret
4. Penetapan disinsentif bagi pemerintah
kabupaten/kota
apabila
pelanggaran
perizinan
terjadi,
dan
mengarahkan
penerapan sanksi.
5. Penetapan hak dan kewajiban pemohon dan
pemberi izin untuk memenuhi ketetapan
Rekomendasi Gubernur.
6. Penyusunan Berita Acara untuk permohonan
rumah tinggal tunggal atau non rumah
tinggal tunggal

efisien. Selain itu untuk mendukung anggota


tim, OPD yang memfasilitasi koordinasi perizinan
(BPPT Provinsi Jawa Barat) harus mengirim
undangan minimal 3 hari sebelum pelaksanaan
rapat, yang dilampiri dengan bahan rapat yang
akan dibahas, untuk dianalisa terlebih dahulu,
sehingga
anggota
tim
dapat
memberi
pertimbangan teknis dan analisa yang optimal,
dan berdiskusi dengan atasan atau temanteman di instansinya (jika diperlukan) untuk
memperoleh informasi yang penting. Tahap
diawali Perumusan Kajian Teknis, yang
melibatkan Tim Rekomendasi Gubernur yang
sudah ditetapkan aktornya, perannya, dan
standarisasi
tugasnya.
Kegiatan
tahap
perumusan kajian teknis, meliputi :

Dukungan
Gubernur dan
Bupati/Walikota
(P)

Pelibatan Seluruh Unsur Pemerintah Provinsi dan Unsur Kabupaten/Kota

Sumberdaya
(SDM,
pendanaan,
sarana
prasarana) (P)
Perangkat
informal
(P)

Penetapan
tujuan dan
manfaat
bersama
provinsi dan
kabupaten/kota
berbasis saling
ketergantungan
antardaerah,
antarsektor,
antartingkat
pemerintahan

Penentuan
peran dan
partisipasi
stakeholder
(aktor)
koordinasi
perizinan
pemanfaatan
ruang KBU di
provinsi
(kabupaten/
kota dilibatkan)

Penetapan
standarisasi
tugas seluruh
aktor dalam
koordinasi
perizinan
pemanfaatan
ruang KBU

Perangkat
keterikatan

Sumberdaya
(SDM,
pendanaan,
sarana
prasarana) (P)

Bahan Rapat dilampirkan


bersama undangan untuk
dianalisa anggota Tim
Rekomendasi Gubernur
(P)

Penetapan bentuk
dan struktur lembaga
koordinasi, serta
optimalisasi
kewenangan
provinsi/ OPD di
bidang perizinan
dalam aspek
pengaturan,
pembinaan,
pelaksanaan,
pelayanan, dan
pengawasan

Berita
Acara

Tim Rekomendasi Gubernur (Tim BPPT)


Kajian
mengacu
pada dasar
hukum
perizinan dan
acuan
koordinasi
yang lengkap

Perumusan
pertimbangan
teknis dan
tinjauan
lapangan

Perumusan
ketetapan
(ketentuan
dan
persyaratan),
berdasarkan
peristiwa
konkret

10

(P)

Perangkat
informal

Perangkat
keterikatan

Penentuan
Disinsentif
kepada
pemberi izin,
dan arahan
penerapan
sanksi

11

Waktu penyelesaian
Rekomendasi
Gubernur (P)

Penetapan
hak dan
kewajiban
pemohon dan
pemberi izin
untuk
memenuhi
ketetapan
Rekomendasi
Gubernur

12

Pelibatan Tim Rekomendasi Gubernur


(Tim BPPT)
Penetapan
Tim Bersama:
Tim
Rekomendasi
Gubernur
(Provinsi dan
Kabupaten/
Kota)

Evaluasi
ketersediaan
acuan hukum
perizinan
berupa
perangkat
formal

Penyusunan dan
penetapan acuan
perizinan berupa
perangkat formal
yang belum lengkap
oleh aktor yang
berwenang sesuai
penentuan peran,
aktor dan
standarisasi tugas

Kajian Teknis

Mandat
Dukungan
Gubernur dan
Bupati/Walikota
(P)

Evaluasi Acuan Perizinan

Penetapan dan Penentuan Dasar Perizinan

Mandat

Tahap
Persiapan

Pembuatan Keputusan
Persetujuan

Rumah
tinggal
tunggal

Non
rumah
tinggal
tunggal

13

Pengawasan pelaksanaan
proses Rekomendasi
Gubernur (P)

Penolakan
Tim Pembuat Keputusan (BKPRD) + Tim
Rekomendasi Gubernur
Persetujuan
Pembuatan keputusan
non rumah tinggal
berskala luas dan
Penolakan
dampak besar
14

Pelaporan
dan tindak
lanjut hasil
koordinasi
15

Proses Penyusunan Naskah Rekomendasi Gubernur untuk persetujuan atau penolakan,


penandatanganan oleh Gubernur, penyerahan kepada pemohon
dan
Pelaporan kepada atasan masing-masing/ pelaporan rekomendasi gubernur yang sudah
diterbitkan kepada OPD berwenang dalam pengawasan
Atau
Tindak lanjut dengan memproses izin di kabupaten/kota sesuai hasil koordinasi di provinsi
dan izin yang terbit dilaporkan kepada OPD provinsi yang berwenang

Gambar 3
Mekanisme Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU yang Efektif dan Efisien

256 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2

Tahap
Penetapan

Endang Damayanti

Perumusan Kajian Teknis dilanjutkan dengan


Pembuatan Keputusan, yang melibatkan Tim
Pembuat Keputusan dalam Forum BKPRD
Provinsi Jawa Barat, khusus untuk memutuskan
persetujuan atau penolakan permohonan yang
berskala dampak besar (permohonan non
rumah tinggal). Untuk permohonan rumah
tinggal tunggal (berskala dampak kecil), tidak
perlu diproses dalam pembuatan keputusan.
Permohonan rumah tinggal tunggal yang
memenuhi seluruh ketentuan dan persyaratan,
setelah dibahas dalam kajian teknis, selanjutnya
masuk proses pelaporan dan tindaklanjut,
berupa proses penyusunan naskah Rekomendasi
Gubernur untuk persetujuan atau penolakan,
penandatanganan oleh Gubernur, penyerahan
kepada pemohon, atau pelaporan kepada atasan
masing-masing, dan ditindaklanjuti kabupaten/
kota sesuai hasil koordinasi di provinsi.

Walaupun
penyelenggaraan
rekomendasi
gubernur sudah dilaksanakan sesuai dengan
kriteria pembagian kewenangan pemerintah
daerah, yaitu kriteria eksternalitas, kriteria
akuntabilitas
dan
kriteria
efisiensi
dan
pembagian
urusan
pemerintah
provinsi
dalampenataan ruang dan pelayanan publik.
Belum efektif dan efisien teridentifikasi dari
persoalan-persoalan
yang
terjadi,
yang
disebabkan belum terpenuhinya sebagian besar
indikator penyelenggaraan perizinan yang efektif
dan efisien melalui analisis penilaian indikator
dalam penyelenggaraan perizinan pemanfaatan
ruang KBU di Provinsi Jawa Barat. Indikator
terkait
kewenangan
tidak
seluruhnya
dilaksanakan, indikator terkait perizinan tidak
seluruhnya digunakan/dihasilkan, dan indikator
terkait koordinasi tidak seluruhnya dilaksanakan/
digunakan/dihasilkan.

Pelaksanaan tahap penetapan


ini, juga
didukung dengan perangkat koordinasi yang
bersifat informal dan keterikatan, agar dapat
lebih efisien. Selain itu, penting untuk saling
mengingatkan waktu penyelesaian rekomendasi
gubernur, yang dapat dilakukan dengan
penyampaian informasi lisan maupun tulisan
oleh sesama anggota tim rekomendasi
gubernur, atau oleh BPPT Provinsi (sebagai
pengawas
fungsional).
Pengawas
penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
di Provinsi harus selalu hadir dan memberi
masukan perbaikan penyelenggaraan proses
rekomendasi gubernur apabila diperlukan.

Ketidakefektifan
terjadi
karena
perizinan
pemanfaatan ruang KBU di provinsi belum
melibatkan kabupaten/kota dalam keseluruhan
proses di provinsi, kewenangan belum
dilaksanakan
seluruhnya
dan
terjadi
ketidakberwenangan suatu lembaga walaupun
telah didelegasikan, belum menetapkan tujuan
bersama dan belum mengatur standarisasi
tugas, serta dukungan sumberdaya yang harus
disiapkan,
kepemimpinan
yang
belum
mendukung dan mengelola tekanan dengan
baik. Kondisi tersebut berujung pada belum
dapat terwujudnya pengendalian pembangunan
di KBU, sebagaimana kondisi yang ingin dicapai
tujuan pengendalian pemanfaatan ruang KBU.

Apabila seluruh kegiatan dalam tahap persiapan


sudah dilakukan dan menghasilkan dasar dan
acuan koordinasi yang lengkap, maka ke depan
hanya melaksanakan tahap penetapan saja.
Apabila dalam pelaksanaannya masih dinilai
belum efektif dan efisien, perlu memeriksa
kembali secara bersama (melibatkan tim
rekomendasi gubernur), untuk menemukan
indikator yang bermasalah.
Kesimpulan
Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
di Provinsi Jawa Barat dalam memproses
rekomendasi gubernur belum efektif dan efisien
dalam mengendalikan pembangunan di KBU.

Ketidakefisienan
terjadi
karena
perizinan
pemanfaatan ruang KBU di provinsi belum
menyusun cara pengelolaan penyelenggaraan
perizinan pemanfaatan ruang KBU di provinsi
untuk mencapai tujuan dengan prosedur yang
khusus, belum menggunakan input sumberdaya
yang mendukung produktivitas tinggi, dan
belum memuaskan dalam mencapai tujuan
pengendalian
pemanfaatan
ruang
KBU.
Kewenangan Provinsi Jawa Barat yang besar,
belum diimbangi jumlah pengorbanan yang
setara sebagai upaya mencapai tujuan
pengendalian pemanfaatan ruang KBU.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 257

Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara

Rekomendasi
Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang
KBU yang efektif dan efisien membutuhkan
tindakan konkret dari Pemerintah Provinsi Jawa
Barat,
melalui
optimalisasi
kewenangan,
melengkapi
penyelenggaraan
perizinan
pemanfaatan ruang dengan berbagai ketentuan
dan perangkat pendukung agar dapat lebih
efektif
dan
efisien,
terutama
dalam
menghasilkan keputusan rekomendasi gubernur
sebagai bentuk operasional dari tujuan
pengendalian pemanfaatan ruang KBU.

tindakan
koreksi
Gubernur
kepada
Bupati/Walikota, dan memerlukan dukungan
unsur kabupaten/kota dan masyarakat.
Kewenangan OPD pengawasan di provinsi
yang terbatas, dibantu peran petugas dalam
bidang
pengawasan
lainnya,
mempertimbangkan pemberian izin yang
diberikan secara berkala, sehingga dalam
jangka waktu tersebut izin dapat dievaluasi.
5. Tugas OPD Provinsi dikembalikan sesuai
kewenangan
masing-masing,
sehingga
amanat peraturan KBU perlu dievaluasi.

Terkait optimalisasi kewenangan, Pemerintah


Provinsi Jawa Barat perlu melakukan beberapa
langkah efektif, meliputi:

Terkait pemberian perizinan pemanfaatan ruang


di provinsi (rekomendasi gubernur), Pemerintah
Provinsi Jawa Barat perlu melakukan beberapa
langkah efektif dan efisien, meliputi :

1. Dalam pengaturan, mengevaluasi peraturan


KBU, terutama dalam menilai kinerja
perwujudan amanat peraturan tersebut dan
dampak yang terjadi. Selain itu menyusun dan
menetapkan peraturan tentang rencana tata
ruang kawasan strategis provinsi KBU, yang
sekaligus memuat mekanisme dan tata cara
pemberian
insentif
dan
disinsentif
pengendalian pemanfaatan ruang KBU, dan
penyusunannya melibatkan kabupaten/kota.
2. Dalam
pembinaan,
menyebarluaskan
informasi mekanisme perizina pemanfaatan
ruang KBU, melakukan penelitian dan
pengembangan
yang
mempengaruhi
kebijakan/ tindakan koreksi Gubernur kepada
Kabupaten/Kota,
melakukan
koordinasi
perizinan yang bersifat substantif, melakukan
monitoring
dan
evaluasi
terhadap
perkembangan kesadaran masyarakat KBU.
3. Dalam
penyelenggaraan
perizinan,
menyediakan peraturan zonasi sebagai acuan
izin yang sesuai kebutuhan kabupaten/kota
(teknis dan rinci), membatalkan izin dan
mengambilalih kewenangan kabupaten/kota
yang tidak memenuhi standar pelaksanaan
perizinan,
dan
membentuk
lembaga
pengendalian pemanfaatan ruang KBU yang
melibatkan kabupaten/kota. Pembatalan izin
dilaksanakan dengan kebijakan, mandat dan
sumberdaya dalam pelaksanaannya.
4. Dalam pengawasan, memiliki kewenangan
yang besar, terutama dalam memberikan

1. Melengkapi acuan hukum perizinan, yaitu RTR


KSP KBU sebagai kerangka pengendalian
pemanfaatan ruang KBU.
2. Menetapkan prosedur persetujuan perizinan
yaitu
dalam
pembuatan
keputusan
pengabulan
atau
penolakan,
dan
mencantumkan
waktu
penyelesaian
rekomendasi gubernur.
3. Menetapkan ketentuan dalam rekomendasi
gubernur bersifat teknis sebagai bentuk
operasional
dari
tujuan
pengendalian
pemanfaatan ruang KBU.
4. Menetapkan lembaga pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota yang terlibat dalam koordinasi
perizinan
pemanfaatan
ruang
sesuai
kewenangan dan kepentingannya dalam
memberikan kontribusi teknis.
5. Merumuskan Disinsentif bagi kabupaten/kota
yang tidak mematuhi rekomendasi gubernur,
dan merumuskan arahan sanksi untuk
dicantumkan dalam izin pemanfaatan ruang
yang diterbitkan Bupati/Walikota.
6. Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan
perizinan pemanfaatan ruang KBU di
kabupaten/kota.
7. Mencantumkan kewajiban kabupaten/kota
sesuai Pasal 7a Peraturan Gubernur Nomor 58
Tahun 2011 dalam Rekomendasi Gubernur,
untuk mempertegas tindaklanjut yang harus
dilaksanakan
kabupaten/kota
dalam
pengendalian pemanfaatan ruang KBU.

258 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2

Endang Damayanti

Terkait pelaksanaan koordinasi, Pemerintah


Provinsi Jawa Barat perlu melakukan beberapa
langkah efektif dan efisien, meliputi :
1. Menyusun acuan koordinasi berupa prosedur
pembuatan keputusan di BKPRD Provinsi Jawa
Barat, agar koodinasi terjadwal, sesuai
rencana dan tata cara.
2. Bersama pemerintah kabupaten/kota di
wilayah KBU menetapkan tujuan dan manfaat
bersama dalam melaksanakan pengendalian
pemanfaatan ruang KBU.
3. Mengedepankan saling ketergantungan dalam
menyelesaikan
eksternalitas
perizinan
pemanfaatan ruang KBU.
4. Memberikan mandat dan kepemimpinan yang
baik dalam mendukung koordinasi yang
berkomitmen dan sesuai tujuan pengendalian
pemanfaatan ruang KBU.
5. Mendukung sumberdaya dalam koordinasi
perizinan pemanfaatan ruang KBU, sebagai
yang
paling
berkepentingan
dalam
pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
6. Tidak memberi peluang bagi kabupaten/kota
maupun pemohon untuk tidak mematuhi
ketentuan dan persyaratan, atau alasan
penolakan
yang
ditetapkan
dalam
rekomendasi gubernur.
7. Pelaporan dan tindak lanjut hasil koordinasi,
dilakukan
dengan
menjaga
substansi
teknisnya, melaporkan rekomendasi gubernur
yang terbit kepada OPD yang berwenang
dalam pengawasan.
8. Menentukan peran dan aktor yang dipilih
sesuai kewenangan dan kepentingannya
dalam
penyelenggaraan
perizinan
pemanfaatan ruang KBU, sehingga koordinasi
memiliki aktor dengan kapasitas yang benarbenar
diperlukan
dalam
memberikan
kontribusi teknis.
9. Menyusun
standarisasi
tugas,
untuk
menyelesaikan masalah dan menangani
kepentingan bersama dalam koordinasi
perizinan pemanfaatan ruang KBU.
Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pihak yang
paling berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang di KBU, harus memiliki
komitmen dan pemahaman yang sama dengan
provinsi, berperan besar pada aspek substansial
lokal,
menindaklanjuti
hasil
koordinasi

rekomendasi gubernur, dan menyampaikan


kepada pemohon pemanfaatan ruang KBU
terkait prinsip pengendalian kawasan yang
harus dijaga. Persetujuan maupun penolakan
permohonan rekomendasi gubernur harus
ditindaklanjuti
dengan
pelaporan
dan
penertiban, karena memiliki implikasi hukum
yang harus dipatuhi.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Denny Zulkaidi selaku pembimbing, atas
bimbingannya dalam menyusun penelitian ini.
Daftar Pustaka
Alexander, Ernest. R. (1995). How Organizations

Act Together: Interorganizational Coordination


in Theory and Practice. Amsterdam: Gordon
and Breach Science Publishers SA.
Babbie, E. (2007). The Practice of Social
Research. Belmont, CA: Wadsworth.
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi
Jawa Barat. (2012). Laporan Tahunan
Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Provinsi
Jawa Barat. Bandung
Edelman,
M.,
(1997).
Inter-jurisdictional

Coordination for Traffic Management,


http://home.earthlink.net/~schallerconsult/dat
a/lcchp1.pdf
Harrison, Malcolm L. dan R. Mordey. (1987).

Planning Control: Philosophies, Prospects, and


Practice. Wolfeboro, NH: Croom Helm.
Ibrahim,
Syahrul.
(1998).
Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Terpadu, Konsisten dan
Berkualitas. Jurnal Perencanaan Wilayah dan
Kota Volume 9 No. 2
Khublall, N dan Yuen,

Belinda.

(1991).

Development Control and Planning Law in


Singapore. Singapore: Longman Singapore
Publisher
McLoughlin, J. Brian. (1973). Control and Urban
Planning. London: Faber and Faber Limited.
Natalivan, Petrus dan Denny Zulkaidi. (2006).

Modul Pelatihan Peningkatan Kemampuan


Aparat Daerah di Wilayah I dalam Penyusunan
Zoning
Regulation.
Jakarta:
Direktorat
Penataan Ruang
Pekerjaan Umum.

Wilayah

I,

Kementerian

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 259

Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara

Oetomo, Andi. (2013). Konsep Kelembagaan


KSN Perkotaan Cekungan Bandung. Bandung:
SAPPK ITB
Pudyatmoko, Y. Sri. (2009). Perizinan: Problem
dan Upaya Pembenahan. Jakarta: PT.
Grasindo.
Sutedi, Adrian. (2011). Hukum Perizinan Dalam
Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: Sinar
Grafika.

260 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2

Thomas, Keith. (1997). Development Control:


Principles and Practice. London : Spoon Press.
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Pengendalian Pemanfaatan Ruang KBU
Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2011
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Perizinan Terpadu

Anda mungkin juga menyukai