Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 3 ADMINISTRASI PERTANAHAN

SENGKETA PERTANAHAN DI INDONESIA

NAMA : RIZKY FAJRUL AENI

NIM : 043055406

MATKUL : ADMINISTRASI PERTANAHAN

PRODI : ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS : FHISIP

TAHUN : 2023.1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian sengketa tanah yang tertera dalam UU sengketa tanah yaitu
peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia No 3 Tahun 2011.
Didalamnya tertulis bahwa sengketa tanah adalah perselisihan tanah yang melibatkan
badan hukum, lembaga atau perseorangan dan secara sosio politis tidak memiliki
dampak luas. Singkatnya, sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya
konflik kepentingan atas tanah. Secara ekonomis, sengketa itu telah memaksa pihak
yang terlibat untuk mengeluarkan biaya. Semakin lama proses penyelesaian sengketa,
maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan. Upaya penyelesaian hukum
mengenai perselisihan atau sengketa tanah diatur dalam Perpres No 20 tahun 2015
tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pasal 3 yang menyatakan “Kepala BPN
mempunyai tugas melakukan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran
tanah, dan pemberdayaan masyarakat serta di bidang pengaturan, penataan dan
pengendalian kebijakan pertanahan. Mengingat Indonesia adalah negara hukum, maka
segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagian warga negara
harus mengikuti hukum yang berlaku.
Penyelesaian sengketa tanah pada umumnya ditempuh melalui jalur hukum
yaitu pengadilan. Dalam keputusan kepala BPN RI No 34 tahun 20017 tentang
petunjuk teknis penanganan dan penyelesaian masalah pertanahan diadakan
perbedaan antara sengketa dan konflik. Sengketa adalah perbedaan nilai, kepentingan,
pendapat dan persepsi antara orang perorangan atau badan hukum privat atau publik,
mengenai status kepemilikan dan status penggunaan. Adapun konflik adalah
perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan persepsi antara warga atau kelompok
masyarakat atau warga atau kelompok masyarakat dengan badan hukum privat dan
publik. Pilihan penyelesaian sengketa tanah melalui perundingan, mempunyai
kelebihan bila dibandingkan dengan penyelesaian melalui pengadilan yang memakan
waktu, biaya dan tenaga. Melalui perundingan sesuai dengan sifat bangsa Indonesia
yang selalu menyelesaikan masalah dengan musyawarah mufakat. Disamping itu,
ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap lembaga peradilan dan kendala
administratif yang melingkupi membuat pengadilan merupakan opsi terakhir
penyelesaian sengketa.
KAJIAN PUSTAKA

Munculnya kasus-kasus sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir ini seakan
kembali menegaskan kenyataan bahwa negara masih belum bisa memberikan jaminan hak
atas tanah kepada rakyatnya. Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya kasus sengketa
dan konflik pertanahan, salah satunya adalah karena perubahan alam. Pada tahun 1970 an
pengukuran luas tanah berpatok kepada benda-benda di alam, seperti letak pohon, sungai
dll. Maka ketika patok alam menghilang maka koordinatnya juga hilang. Pada hakikatnya
dalam satu bidang tanah hanya ada satu sertifikat, namun jika terdapat sertifikat lain bisa
disebut palsu atau bahkan asli tapi terdapat indikasi cacat administrasi. Oleh karena itu,
BPN dapat membatalkan sertifikat yang palsu maupun cacat administrasi, tentunya dengan
penyelidikan yang ketat dan melibatkan banyak pihak. Jika terbukti mengandung suatu
kepalsuan dan indikasi pidana maka kepolisian dalam hal ini akan melakukan penelusuran
lanjutan. Adapun penyebab umum timbulnya sengketa pertanahan, yaitu meliputi :

1. Tumpang tindih peraturan, Undang-Undang pokok-pokok agraris (UU PA) sebagai


induk dari peraturan dibidang sumber daya agraris lainnya. UU PA yang awalnya
merupakan paying hukum bagi kebijakan pertanahan tidak berfungsi dan bahkan
secara substansial terdapat pertentangan dengan diterbitkannya berbagai peraturan
perundangan sektoral.
2. Regulasi kurang memadai, regulasi di bidang pertanahan belum seutuhnya mengacu
pada nilai dasar pancasila dan filosofi pasal 33 UUD 1945 tentang moral, keadilan, hak
asasi dan kesejahteraan. Dalam banyak kasus pertanahan hak-hak rakyat pemilik tanah
seringkali diabaikan.
3. Tumpang tindih peradilan, terdapat tiga lembaga peradilan yang dapat menangani
suatu konflik pertanahan yaitu peradilan perdata, peradilan pidana serta peradilan tata
usaha negara. Dalam bentuk konflik tertentu, salah satu pihak yang menang secara
perdata belum tentu menang secara pidana.
4. Penyelesaian dan birokrasi yang berbelit-belit, upaya hukum melalui pengadilan
terkadang tidak pernah menuntaskan persoalan. Penyelesaian perkara melalui
pengadilan di Indonesia melelahkan, biaya tinggi dan waktu penyelesaian yang lama,
belum lagi terjebak dengan mafia peradilan, maka keadilan tidak pernah berpihak
kepada yang benar.
5. Tumpang tindih penggunaan tanah, masalah pembangunan yang bersentuhan langsung
dengan penggunaan tanah tersebut ternyata telah membawa implikasi lain terutama
terhadap ketersediaan tanah pertanian sebagai sumber pangan dan mata pencaharian
petani, serta semakin menyempitnya pemilikan tanah pertanian oleh petani. Alih
fungsi lahan yang tidak dapat dihindari tersebut menuntut peran pemerintah daerah
sebagai pemgambil kebijakan untuk tetap menjaga ketersediaan tanah pertanian.
6. Nilai ekonomis tanah tinggi, hal ini terkait dengan politik peningkatan pertumbuhan
ekonomi yang dicanangkan pemerintahdengan menitik beratkan pada pembangunan.
7. Tanah tetap penduduk bertambah, pertumbuhan penduduk yang amat cepat baik
melalui kelahiran maupun migrasi serta urbanisasi, sementara jumlah lahan yang tetap
menjadikan tanah sebagai komoditas ekonomis yang nilainya sangat tinggi, sehingga
setiap jengkal tanah dipertahankan mati-matian sehingga menyebabkan timbulnya
kekurangan tanah untuk pertanian.

Untuk memberantas aksi mafia tanah, upaya yang dilakukan kementrian BPN
antara lain dengan melakukan pembenahan pada aspek internal maupun eksternal
dengan memberlakukan sistem pelayanan elektronik, tertib administrasi dengan
melakukan digitalisasi, dan mengeluarkan kebijakan satu peta. Pemerintah juga
menggunakan program reforma agraria atau lendreform yaitu penataan kembali
susunan kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber agraria secara menyeluruh
untuk kepentingan rakyat kecil. Selain itu, terdapat program pendaftaran tanah
sistematis lengkap (PTSL) dalam program ini mengajak masyarakat untuk
mendaftarkan tanah yang dimiliki secara sah dan tidak dalam sengketa untuk dicatat,
diukur, dan ditetapkan batasnya. Agar kemudian bisa disertifikatkan. Pemerintah
mengganggap sertifikat sangat penting bagi para meliki tanah untuk menghindari
sengketa dan perselisihan kemudian hari.
KESIMPULAN

Sengketa adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan persepsi antara orang
perorang atau badan hukum privat atau publik mengenai status kepemilikan atau status
penggunaan, atas status keputusan tata usaha negara meyangkut penguasaan, kepemilikan dan
penggunaan atas pemfaatan atas bidang tanah tertentu. Adapun konflik adalah perbedaan
nilai, kepentingan, pendapat atau persepsi antara warga atau kelompok masyarakat atau
warga kelompok masyarakat dengan badan hukum privat atau publik. Masyarakat dengan
masyarakat mengenai status penggunaan atau status kepemilikan oleh pihak tertentu atau
status keputusan tata usaha negara menyangkut penguasaan, kepemilikan dan penggunaan
atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul
karena adanya konflik kepentingan atas tanah. Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman
sekarang, hal tersebut menuntut perbaikan dalam bidang penataan dan penggunaan tanah
untuk kesejahteraan masyarakat dan yang terutama kepastian hukum didalamnya.

Sengketa pertanahan di Indonesia kian marak. Ada beberaoa penyebab utama yang
menimbulkan konflik atas tanah semakin meningkat. Misalnya semakin meningkatnya
permintaan atas tanah namun ketersediaan tanah di Indonesia terbatas, dan adanya peran
mafia tanah yang bermain dalam pendaftaran tanah. Mafia tanah adalah individu atau
kelompok atau badan hukum yang melakukan tindakan dengan sengaja untuk berbuat
kejahatan yang dapat menimbulkan dan menyebabkan terhambatnya pelaksanaan
penangganan kasus pertanahan. Penyebab utama timbulnya sengketa pertanahan meliputi:
tumpang tindih peraturan, regulasi kurang memadai, tumpah tindih peradilan, penyelesaiaan
dan birokrasi yang berbelit belit, tumpang tindih penggunaan tanah, nilai ekonomis tanah
tinggi dan tanah tetap penduduk bertambah.
DAFTAR PUSTAKA

https://pustaka.ut.ac.iid/lib/adpu4335-administrasi-pertanahan-edisi-3/

https://ngertihukum.id/mengapa-sengketa-tanah-masih-kerap-terjadi-di-indonesia/

https://www.kompas.com/properti/2021/10/24/apa-faktor-penyebab-terjadinya-sengketa-dan-
konflik-pertanahan/

Anda mungkin juga menyukai