Anda di halaman 1dari 4

1.

Administrasi pertanahan adalah suatu usaha dan manajemen yang berkaitan


dengan penyelenggaraan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan
dengan mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut analisis saudara, apakah
administrasi pertanahan dapat mencegah dan menyelesaikan terjadinya konflik
dalam agraria ?

Jawab:

Secara keseluruhan, tidak dapat dikatakan bahwa administrasi pertanahan dapat


sepenuhnya mencegah dan menyelesaikan konflik agraria, karena masih banyak
faktor lain yang dapat memicu konflik tersebut. Beberapa faktor yang dapat
memicu konflik agraria antara lain ketidakjelasan kepemilikan dan hak atas tanah,
sengketa antara pihak yang berkepentingan, adanya penyalahgunaan kekuasaan
oleh aparat atau pihak-pihak yang terkait, dan sebagainya. Dalam hal
ini, administrasi pertanahan dapat menjadi salah satu upaya dalam mencegah dan
menyelesaikan konflik agraria.

Selain itu, upaya penyelesaian konflik agraria juga harus dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek keadilan dan keberlanjutan. Penyelesaian konflik yang
hanya menguntungkan salah satu pihak atau merusak lingkungan dapat
menimbulkan konflik baru di masa depan. Dalam hal
ini, administrasi pertanahan dapat memainkan peran penting dalam menjaga
ketertiban dan keamanan serta menghindari terjadinya konflik agraria.

2. Kebijakan manajemen pertanahan merupakan peraturan peraturan yang


mengatur kepentingan dan pola interaksi sosial berkenaan dengan penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Untuk itu pemanfaatan tanah
harus sesuai dengan rencana tata ruang dan tata wilayah. Apa akibat hukum jika
mendirikan bangunan namun tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah ?

Jawab:

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang
dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi
administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.
Setiap orang yang melanggar kewajiban dalam pemanfaatan ruang, dikenai
sanksi administratif (Pasal 62 UU Tata Ruang)

Sanksi administratif dapat berupa: (Pasal 63 UU Tata Ruang)


a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administrati

Sanksi pidana bagi orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang adalah pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500 juta (Pasal 69 ayat (1)
UU Tata Ruang). Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kerugian terhadap
harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.5 miliar. Jika mengakibatkan
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan
denda paling banyak Rp. 5 miliar (Pasal 69 ayat (2) dan (3) UU Tata Ruang).

3. Aturan pertanahan di Indonesia mencakup berbagai macam hak atas tanah. Hak-
hak tersebut tersebar luas di berbagai peraturan. Akan tetapi, tetap yang utama
untuk diketahui adalah hak-hak atas tanah yang langsung diatur di UUPA. Pasal
16 Ayat (1) UUPA menyatakan bahwa terdapat hak-hak atas tanah antara lain
sebagai berikut: hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak
sewa; hak membuka tanah; dan hak memungut hasil hutan. Selain itu, diakui pula
hak-hak lain yang diatur pada peraturan lain dan hak lain yang memiliki sifat
sementara. Negara juga mengatur mengenai hak ulayat. Menurut analisis
saudara, bagaimanakah konsep pengaturan mengenai hubungan hak ulayat
masyarakat hukum adat dengan hak menguasai negara?

Jawab:

Konsep pengaturan mengenai hubungan hak ulayat masyarakat hukum adat


dengan hak menguasai negara tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945
selanjutnya di atur dalam UUPA Pasal 2 menjelaskan pengertian hak menguasai
SDA oleh negara. Khusus yang berkaitan langsung dengan implementasi hak
ulayat dari masyarakat hukum adat, negara memberikan pengakuan dengan
syarat-syarat tertentu dan prosedur hukum tertentu yang jika dikaji lebih jauh
menyisakan beberapa persoalan. Salah satunya adalah pengakuan atas
keberadaan suatu masyarakat hukum adat tidak serta merta memberikan
pengakuan atas hak ulayat dalam wilayah hukum adatnya terlebih atas
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berada dalam kawasan
hutan tertentu karena pengakuan wilayah adat bagi masyarakat hukum adat
masih menjadi kewenangan pemerintah.

Dalam konteks Indonesia, hubungan antara hak ulayat masyarakat hukum


adat dengan hak menguasai negara telah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (PDPPA). Pasal 5 ayat (2) dari UU
ini menyatakan bahwa "Negara mengakui dan menghormati hak-hak rakyat adat
atas tanah ulayatnya menurut hukum adat yang berlaku, selama masih hidup dan
diperlukan untuk bertani dan bertempat tinggal." Namun, seiring berjalannya waktu
dan semakin kompleksnya persoalan agraria di Indonesia, maka diperlukan upaya
pengembangan dan peningkatan perlindungan hak ulayat masyarakat hukum
adat. Hal ini diwujudkan dalam berbagai regulasi dan kebijakan pemerintah,
seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Namun, masih terdapat banyak tantangan dan kendala dalam implementasi


regulasi dan kebijakan yang ada. Salah satu kendala yang sering dihadapi adalah
adanya ketimpangan kekuasaan dan akses terhadap informasi antara pihak-pihak
yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam, seperti pemerintah,
perusahaan, dan masyarakat adat.

Secara keseluruhan, konsep pengaturan mengenai hubungan hak ulayat


masyarakat hukum adat dengan hak menguasai negara adalah bahwa meskipun
negara memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam, hak ulayat masyarakat
hukum adat harus diakui dan dilindungi oleh negara. Masyarakat hukum
adat mempunyai hak ulayat atas tanah dan sumber daya alam yang telah diakui
dan dilindungi oleh negara, atas dasar adat istiadat yang telah berlangsung turun-
temurun di suatu daerah tertentu.

Anda mungkin juga menyukai