Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 1

HKUM4211.73
HUKUM AGRARIA

NIM : 049315713
Nama : Ryan Nobel Agastya
Program Studi : Ilmu Hukum – S1
UPBJJ : Bandar Lampung

TUTON
SESI 3
Soal :

1. Administrasi pertanahan adalah suatu usaha dan manajemen yang berkaitan


dengan penyelenggaraan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan
dengan mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut analisis saudara,
apakah administrasi pertanahan dapat mencegah dan menyelesaikan
terjadinya konflik dalam agraria ?

Jawaban :

Saya sependapat bahwa administrasi pertanahan bisa menjadi alat bagi


pemerintah untuk melaksanakan program-program pembangunan di satu sisi
dan memberikan jaminan kepastian hukum serta memberikan
informasi pertanahan bagi masyarakat di sisi lain sehingga efeknya adalah
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan catatan sebagai berikut :

1. Membangun sebuah Sistem Administrasi Pertanahan yang terpadu di Indonesia


memerlukan sebuah kesamaan pemikiran antar stake holder pertanahan, dimana
persepsi yang dibangun adalah kesamaan tujuan dari proses administrasi pertanahan
yaitu kesejahteran masyarakat. Konsep Fit For Purpose memberikan kesempatan
kepada negara-negara yang masih tertinggal dalam proses administrasi pertanahan
untuk mengejar ketertinggalannya dengan lebih cepat dan terukur.

2. Sistem Administrasi Pertanahan di Indonesia masih mempunyai beberapa


kelemahan yang tentunya memerlukan perbaikan. Upaya perbaikan tersebut harus
disesuaikan dengan kondisi sosial, ekonomi, maupun budaya yang terdapat di
Indonesia.

3. Dalam upaya perbaikan tersebut Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN perlu
mengupayakan penggalangan dukungan institusi secara internal maupun eksternal
(lintas sektor) yang meliputi dukungan politik, legal maupun sumberdaya.

4. Upaya pembangunan administrasi pertanahan terpadu harus merupakan komitmen


bersama yang kuat dari berbagai pihak dengan tujuan yang sama bahwa pendaftaran
tanah, atau jika ingin lebih luas pengertiannya menjadi administrasi pertanahan,
adalah untuk pengaturan kebijakan pertanahan demi pemerataan kesejahteraan
rakyat. Hal tersebut akan bisa dicapai jika terdapat data yang lengkap dan terpercaya,
serta dukungan dari Stake holders pertanahan yang bersinergi membangun satu visi
bahwa pendaftaran tanah harus berorientasi kepada dukungan terhadap masyarakat
lemah sehingga mereka mampu untuk memperbaiki kesejahteraannya
2. Kebijakan manajemen pertanahan merupakan peraturan peraturan yang
mengatur kepentingan dan pola interaksi sosial berkenaan dengan
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Untuk itu
pemanfaatan tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang dan tata
wilayah. Apa akibat hukum jika mendirikan bangunan namun tidak sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah ?

Jawaban :

Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan


ruang. Pengenaan sanksi dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban
atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan
peraturan zonasi. Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat
ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi
dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang
dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi
administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.

Setiap orang yang melanggar kewajiban dalam pemanfaatan ruang, dikenai


sanksi administratif.

Sanksi administratif dapat berupa:


a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administrati

Sanksi pidana bagi orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang adalah pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500 juta.

Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun
dan denda paling banyak Rp. 1.5 miliar. Jika mengakibatkan kematian orang,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling
banyak Rp. 5 miliar.
3. Aturan pertanahan di Indonesia mencakup berbagai macam hak atas tanah.
Hak-hak tersebut tersebar luas di berbagai peraturan. Akan tetapi, tetap yang
utama untuk diketahui adalah hak-hak atas tanah yang langsung diatur di
UUPA. Pasal 16 Ayat (1) UUPA menyatakan bahwa terdapat hak-hak atas
tanah antara lain sebagai berikut: hak milik; hak guna usaha; hak guna
bangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka tanah; dan hak memungut hasil
hutan. Selain itu, diakui pula hak-hak lain yang diatur pada peraturan lain dan
hak lain yang memiliki sifat sementara. Negara juga mengatur mengenai hak
ulayat. Menurut analisis saudara, bagaimanakah konsep pengaturan mengenai
hubungan hak ulayat masyarakat hukum adat dengan hak menguasai negara?

Jawaban :

Tanah Ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang
bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal
dengan Hak Ulayat. Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan
kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah
yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. UU No. 5 Tahun 1960 atau UU
Pokok Agraria (UUPA) mengakui adanya Hak Ulayat. Pengakuan itu disertai
dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai eksistensinya dan mengenai
pelaksanaannya. Berdasarkan pasal 3 UUPA, hak ulayat diakui “sepanjang
menurut kenyataannya masih ada”.
Dengan demikian, tanah ulayat tidak dapat dialihkan menjadi tanah hak milik
apabila tanah ulayat tesebut menurut kenyataan masih ada, misalnya
dibuktikan dengan adanya masyarakat hukum adat bersangkutan atau kepala
adat bersangkutan maka.
Sebaliknya, tanah ulayat dapat dialihkan menjadi tanah hak milik apabila tanah
ulayat tersebut menurut kenyataannya tidak ada atau statusnya sudah berubah
menjadi “bekas tanah ulayat”.

Sumber :

1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;


2. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang
Tata Cara Pemberian dan Pendaftaran Hak Atas Negara dan Hak Pengolahan

Anda mungkin juga menyukai