Anda di halaman 1dari 7

TUGAS III

HUKUM ADMINISTRASI PERTANAHAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Pertanahan

Disusun oleh:
Layar Mutiara (050663096)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TERBUKA
2023
HALAMAN JAWABAN

1. Jelaskan Ruang Lingkup dan Dasar Hukum Peralihan Hak Atas Tanah!
Peralihan hak atas tanah menyebabkan hak atas tanah beralih dari
seseorang kepada orang lain. Peralihan adalah perbuatan hukum yang sengaja
dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah beralih dari yang mengalihkan
kepada yang menerima pengalihan. Dalam praktik, bentuk-bentuk peralihan
hak atas tanah dapat berupa
a. Jual beli,
b. Tukar-menukar,
c. Hibah,
d. Pemisahan dan pembagian harta warisan,
e. Pemisahan dan pembagian harta biasa (bukan warisan),
f. Penyerahan/hibah wasiat (legaat),
g. Penyerahan tanah sebagai modal perusahaan.
Dasar hukum peralihan hak atas tanah dalam UUPA diatur pada Pasal 20,
28, 35, dan 43. Pasal 20 ayat 2 menyatakan bahwa hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain. Pasal 28 ayat 3 menyatakan bahwa hak guna
bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Kemudian, Pasal 35
ayat 3 menyatakan bahwa hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain.
Terhadap hak pakai, terdapat pembatasan sebagaimana diatur dalam Pasal
43 UUPA sebagai berikut.
a. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara, hak pakai
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang
berwenang.
b. Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain jika hal
itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
Mengenai hak sewa untuk bangunan dan hak-hak yang lain, tidak terdapat
aturan peralihannya dalam UUPA. Ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik
menurut Pasal 50 UUPA akan diatur dengan undang-undang, sedangkan
mengenai hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak sewa untuk
bangunan diatur dengar peraturan perundangan. Ternyata, baru pada tahun
1996, keluar peraturan perundangan yang dimaksud, yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.
Berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, setiap
peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual
beli, tukar- menukar, hibah, serta pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan
hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya
dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengharuskan setiap
perjanjian yang diakibatkan pemindahan hak atas tanah dibuktikan dengan akta
yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT).

2. Jelaskan Kebijakan-Kebijakan Penggunaan Tanah!


Kebijakan penggunaan tanah yang diatur dalam UU no 5 tahun 1960 (lihat
pasal 2, pasal 13, pasal 14, pasal 15) secara garis besar merupakan kekuasaan
dari negara untuk mengatur dan menyelenggarakan penggunaan dan
pemeliharaan bumi, air, termasuk ruang angkasa sebagai upaya untuk
meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat serta menjamin bagi setiap
warga negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia,
bagi diri sendiri, maupun keluarganya. Penggunaan tanah menurut UUPA
diprioritaskan untuk keperluan negara, peribadatan, keperluan sosial,
kebudayaan, memperkembangkan produksi pertanian, peternakan, perikanan,
memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
Secara singkat, pelaksanaan tata guna tanah adalah untuk mewujudkan
ketentuan-ketentuan pasal 14 dan pasal 15 UUPA, yaitu perencanaan
penggunaan tanah dan usaha-usaha peeliharaan tanah yang meliputi usaha
mempertahanan kesuburan tanah dan mncegah kerusakan.
Dalam upaya mewujudkan tujuan penggunaan tanah sebagaimana
terkandung dalam UUPA, pemerintah kemudian mengeluarkan berbagai
pertauran yang merupakan operasionalisasi dari ketentuan-ketentuan yang telah
ada dalam UUPA. Peraturan yang berkaitan secara langsung di antaranya: UU
No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dan PP No. 16 tahun 2004 tentang
penatagunaan tanah.
a. UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Kebijakan penataan ruang sebagai suatu perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfatan ruang merupakan satu
kesatuan yan tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus
dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan:
1) Dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yag berhasil guna dan berdaya
guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang
berkelanjutan
2) Tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang;
3) Tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
b. PP No 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
Peraturan pemerintah tentang penatagunaan tanah meliputi kebijakan
penatagunaan tanah dan peyelenggaraan penatagunaan tanah. Khusus
mengenai kebijakan penatagunaan tanah diselenggarakan terhadap:
1) Bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau
belum terdaftar;
2) Tanah negara (tanah yang langsung dikuasai oleh negara yang bukan
tanah ulayat);
3) Tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 6 PP No 16 tahun 2004) Dari
ketentuan tersebut maka kebijakan penatagunaan tanah pada prinsipnya
dapat dilaksanakan pada tanah perorangan, tanah negara, maupun tanah
ulayat.

3. Jelaskan Sistem Informasi Pertanahan!


Pada dasarnya, Sistem Informasi Pertanahan (SIP) berawal dari
pengembangan Sistem Informasi Geografis (SIG=geographic information
system) pada bidang pertanahan. SIG dapat didefinisikan sebagai sistem
informasi berbasis komputer yang digunakan untuk memproses data spasial
yang bergeoreferensi (berupa detail, fakta, kondisi, dan sebagainya) yang
disimpan dalam suatu basis data dan berhubungan dengan semua persoalan
serta keadaan dunia nyata (real world).
Menurut Drs. H.A.G. Sunendar, Sistem Informasi Pertanahan (SIP) adalah
suatu sistem pengadaan dan pelayanan secara sistematis tentang data yang
berkaitan dengan tanah dari suatu wilayah sebagai basis dari kegiatan-kegiatan
hukum, administrasi, ekonomi, perencanaan, dan pengelolaan pembangunan
yang dilaksanakan oleh BPN sesuai dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1988.
Berdasarkan keppres tersebut, BPN bertugas membantu presiden dalam
mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan, baik berdasarkan
UUPA maupun peraturan perudang-undangan lain, yang meliputi pengaturan,
penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, pengurusan hak atas tanah,
pengukuran, pendaftaran tanah, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah
pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh presiden.
Sementara itu, definisi sistem informasi pertanahan (SIP) menurut Federal
Surveyor Dunia menyatakan bahwa sistem informasi pertanahan (SIP) adalah
alat bantu yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan
berkaitan dengan aspek hukum, administratif, dan ekonomi untuk membantu
perencanaan dan pembangunan suatu wilayah. Sistem informasi pertanahan
terdiri atas basis data yang bergeoreferensi serta mempunyai prosedur dan
teknis yang secara sistematis digunakan untuk mengumpulkan, memperbarui,
memproses, dan mendistribusikan data pertanahan serta mempunyai fasilitas
untuk menghubungkan data (spasial dan tekstual) yang ada, baik dalam SIP itu
sendiri maupun dengan sistem lain yang ada kaitannya dengan data pertanahan.
Secara singkat, sistem informasi pertanahan (SIP) adalah sistem pengadaan dan
pelayanan data/informasi pertanahan pada suatu wilayah.
Sebagaimana sistem informasi geografis (SIG), sistem informasi
pertanahan (SIP) mempersoalkan hal berikut.
a. Data spasial memiliki acuan lokasi (sistem informasi tertentu) dan disimpan
dalam basis data. Basis data tersebut dilengkapi dengan prosedur dan teknik
yang digunakan untuk pengelolaan data. Pengelolaan data yang dimaksud
adalah pengadaan secara sistematis, memperbarui (up-dating), memproses,
serta mendistribusikannya.
b. Basis data yang dapat dihubungkan dengan data pertanahan terkait lainnya
(misalnya data topografi, data pertanian, dan sebagainya).
Tujuan sistem informasi pertanahan (SIP) adalah meningkatkan efisiensi
penggunaan data yang sudah dikumpulkan dan mengurangi duplikasi data.
Pengoperasian sistem informasi pertanahan (SIP) tergantung dari struktur
organisasi/instansi yang berurusan dengan persoalan tanah (nasional, provinsi,
dan lokal), tetapi yang jelas adalah pelaksanaannya harus selalu bertahap.
Faktor lain yang menentukan berjalan atau tidaknya sistem informasi
pertanahan (SIP) sebagai berikut:
a. Tahap pembangunan suatu negara, dukungan masyarakat, dan perangkat
organisasi (termasuk subsistemnya). Di Indonesia, organisasi yang
dimaksud adalah BPN, Direktorat PBB.
b. Dinamika masyarakat, terutama dalam hubungannya dengan pertumbuhan
ekonomi suatu negara (misalnya dalam konteks banyaknya transaksi yang
berhubungan dengan tanah).
c. Adanya proyek SIP berskala besar sehingga permasalahan pengadaan
teknologi komputer (perangkat keras dan lunak yang relatif mahal) dapat
diatasi.
d. Kesiapan sumber daya manusia (SDM) dalam menerima teknologi modern;
teknologi informasi, komputer, dan pemrosesan data elektronik.
e. Adanya keinginan dari instansi terkait untuk melakukan data sharing.
Yang harus diperhatikan adalah sistem informasi pertanahan (SIP)
memerlukan administrasi, teknis, dan politis. Menurut Falmer, sistem informasi
yang berkaitan dengan tanah terdiri atas berikut ini:
a. Informasi lingkungan yang menekankan suatu zona lingkungan yang
berasosiasi dengan suatu fenomena fisik, kimia, dan biotik.
b. Informasi infrastruktur yang menekankan pada struktur fasilitas pelayanan
di antaranya adalah fasilitas gedung, transportasi, dan komunikasi.
c. Informasi kadasteran yang menekankan pada hak-hak atas tanah dan
penguasaan tanah.
d. Informasi sosial ekonomi di antaranya berupa data-data statistik dan sensus.

DAFTAR PUSTAKA
Deliarnoor, Nandang A, dkk. 2023. Modul Administrasi pertanahan ADPU 4335.
Tangerang Selatan: Penerbit Universitas Terbuka. Hlm19-21

Anda mungkin juga menyukai