Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah mempunyai peranan penting dalam hidup dan kehidupan masyarakat,
diantaranya sebagai prasarana dalam bidang perindustrian, perumahan, dan jalan. Tanah
merupakan tempat pemukiman dari sebagian besar umat manusia, di samping sebagai sumber
penghidupan bagi manusia untuk mencari nafkah melalui usaha tani dan perkebunan, yang
akhirnya tanah juga yang dijadikan persemayaman terakhir bagi seseorang yang meninggal
dunia.1
Pengadaan tanah di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan semakin
meningkat, sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Dengan hal itu
meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa kepastian hukum di bidang pertanahan.
Pemberian jaminan hukum di bidang pertanahan memerlukan perangkat hukum yang tertulis,
lengkap dan jelas, yang dilaksanakan secara konsisten dengan jiwa dan isi ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka mewujudkan kepastianhukum hak atas tanah bagi rakyat Indonesia,
pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 Tentang
UndangUndang Pokok Agraria yang kita kenal dengan UUPA. UUPA merupakan Hukum
Agraria atau tanah Nasional Indonesia. Tujuannya adalah akan mewujudkan apa yang
digariskan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa : “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang penguasaannya ditugaskan kepada Negara
Republik Indoesia harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” 2
Masalah tanah adalah masalah yang menyangkut hakrakyat yang paling dasar. Tanah
disamping mempunyai nilai ekonomis juga berfungsi sosial, oleh karena itulah
kepentinganpribadi atas tanah tersebut dikorbankan guna kepentingan umum. Ini dilakukan
dengan pelepasan hak atas tanah dengan mendapat ganti rugi yang tidak berupa uang semata
akan tetapi juga berbentuk tanah atau fasilitas lain.3
Dalam perkembangannya, landasan hukum pengadaan tanah diatur dalam:

1
Abdurrahman, 1983, Masalah Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, cet ke-2, Alumni,
Bandung, hlm 1
2
Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar pokok-pokok Agraria

1
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 (selanjutnya disebut
“Pemendagri Nomor 15 Tahun 1975”) tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata
Cara Pembebasan Tanah.
b. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 (selanjutnya disebut “Keppres Nomor 55
Tahun 1993”), tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
c. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 (selanjutnya disebut “Perpres Nomor 36
Tahun 2005”) selanjutnya diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
(selanjutnya disebut Perpres Nomor 65 Tahun 2006,
d. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (selanjutnya disebut “perpres
Nomor 71 Tahun 2012”) yang di sahkan pada tanggal 14 Agustus 2012, sebagai
peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan
Tanah Untuk Kepentingan Umum, yang disahkan pada tanggal 14 Januari 2012.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Perubahan peraturan satu terhadap peraturan yang lain timbul dilatarbelakangi adanya
upaya untuk melakukan perbaikan di bidang pengaturan hukum pengadaan tanah. Dengan
diberlakukannya Perpres 65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum. Namun berdasarkan pertimbangan perpres tersebut tidak sesuai dengan kehidupan
masyarakat, maka diperlukan peraturan atau regulasi yang mengatur mengenai tanah yang
pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan kemanusiaan demokratis dan adil.4
Hukum tanah Nasional mengakui dan menghormati hak masyarakat atas tanah dan
benda yang berkaitan dengan tanah serta memberikan wewenang yang bersifat publik kepada
negara berupa kewenangan untuk mengadakan pengaturan, membuat kebijakan,mengadakan
pengelolaan, serta menyelenggarakan dan mengadakan pengawasan yang tertuang dalam
pokok- pokok Pengadaan Tanah sebagai berikut :
a. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk Kepentingan
Umum dan Pendanaannya.
b. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan:

4
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, penjelasan umum

2
1. Rencana Tata Ruang Wilayah
2. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah
3. Rencana Strategis
4. Rencana kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.
c. Pengadaan tanah diselenggarakan melalui perencanaan dengan meibatkan semua
pemangku dan pengampu kepentingan.
d. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pembangunan dan kepentingan masyarakat.
Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian
yang layak dan adil.5
Pada tahun 2012 pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang akan
menjamin hak masing-masing pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Undang-undang
baru ini membolehkan pemerintah untuk mengambil alih tanah untuk memfasilitasi
pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang baru. Dan undang-undang ini bertujuan
untuk menghapus hambatan terbesar dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.6
Hak atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegangnya untuk memakai suatu
bidang tanah tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan tujuan
pemakaian tanah pada hakekatnya adalah pertama untuk diusahakan, misalnya untuk
pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kedua, tanah dipakai sebagai tempat
membangun, misalnya bangunn gedung, lapangan, jalan, dan lain-lain.7
Proses pembebasan tanah tidak akan pernah lepas dengan adanya masalah ganti rugi,
maka perlu diadakan penelitian terlebih dahulu terhadap segala keterangan dan data data yang
diajukan dalam mengadakan taksiran pemberian ganti rugi. Apabila telah tercapai suatu
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi, maka baru dilakukan pembayaran
ganti rugi kemudian dilanjutkan dengan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang
bersangkutan. Permasalahan ganti rugi inilah yang banyak terjadi pada proses pengadaan
tanah salah satunya pada pengadaan tanah untuk perumahan dan pemukiman.
Pada proses pengadaan, mMekanisme musyawarah yang seharusnya menjadi sarana
untuk mencari jalan tengah dalam menentukan besarnya ganti kerugian seringkali tidak
mencapai kata sepakat dan karenanya dengan alasan kepentingan umum, maka pemerintah

5
Iskandar Syah Mudakir,Pokok-Pokok Pengadaan Tanah (Jakarta,Permata Aksara,2015)
6
Roosdiono “Undang-Undang Pertanahan yang Baru”
7
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentuksn Undang-undang Pokok Agraria.hal 288

3
melalui panitia pengadaan tanah dapat menentukan secara sepihak besarnya ganti rugi dan
kemudian menitipkannya ke pengadilan negeri setempat.
Hal itulah yang kemudian menjadi permasalahan, bahwa yang diterapkan dalam
Perpres ini berbeda dengan yang diatur dalam KUH Perdata, di mana dalam KUH Perdata
dapat dilakukan jika sebelumnya terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan
dalam Perpres justru sebaliknya, diterapkan disaat kesepakatan antara para pihak tidak
tercapai, tidak ada hubungan hukum sama sekali diantara para pihak tersebut.
Terungkapnya kasus-kasus berkenaan dengan gugatan terhadap pemerintah telah
memunculkan rasa tidak aman bagi pemegang hak perorangan atau badan hukum yang
merasa kepentingannya dirugikan terhadap hak atas tanah.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam melalui
penulisan makalah yang berjudul Pengadaan Tanah dalam Pembangunan Perumahan
dan Pemukiman di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian Pengadaan Tanah?
2. Bagaimana Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum?
3. Bagaimana Pengadaan Tanah dalam Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di
Indonesia?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengadaan Tanah


Kata pengadaan tanah merupakan istilah asal mulanya atau istilah asli sesuai dengan
ketentuan yang diatur dengan hukum, akan tetapi istilah ini menurut ketentuan yang diatur
dalam Keputusan Mendagri lebih dikenal dengan sebutan istilah pembebasan, sedangkan
yang dimaksud pembebasan tanah menurut Keputusan Mendagri Nomor Ba.12/108/1275
adalah setiap perubahan yang bermaksud langsung atau tidak langsung melepaskan hubungan
hukum yang ada antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti
rugi kepada yang berhak/penguasa tanah itu.8
Beberapa pengertian pengadaan tanah yang terantum secara tekstual yang tercantum :
a. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum disebutkan dalam Pasal 1 ayat
(1) menyebutkan bahwa pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan
tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.
Pasal 1 ayat (2) pelepasan atau penyerahan ha katas tanah adalah kegiatan melepaskan
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya
dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah mufakat.
b. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum disebutkan: Pasal 1 ayat (3)
pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan,
tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak
atas tanah
c. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum disebutkan Pasal 1: Pengadaan
tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti
rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan pengadaan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau
pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas

8
Syah, Mudakir Iskandar, 2014, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Jakarta,
Permata Aksara, hlm 1

5
tanah. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan pengadaan tanah selain bagi pembangunan
kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara
jual-beli, tukar menukar, atau dengan cara lain yang disepakati secara sukarela oleh
oara pihak-pihak yang bersangkutan
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum Pasal 1 ayat (2), Pengadaan Tanah adalah kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada
pihak yang berhak.
e. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dalam Pasal 1 angka 2: Pengadaan
tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian
yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.

Hakikat Pengadaan Tanah


Selama ini dikenal ada dua cara pengadaan tanah yaitu pengadaan tanah oleh
pemerintah untuk kepentingan umum dan pengadaan tanah untuk kepentingan swasta yang
meliputi untuk kepentingan komersial dan bukan komersial atau bukan sosial. Menurut pasal
1 angka 1 Keputusan presiden ( Kepres ) Nomor 55 tahun 1993 yang dimaksud dengan
pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan
ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.Artinya pengadaan tanah dilakukan
dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut, tidak dengan
cara lain selain dengan pemberian ganti rugi. Menurut pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden
(perpres) Nomor 36 tahun 2005 dijelaskan bahwa; Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan
untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan
atau menyerahkan tanah,bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah
atau dengan pencabutan hak atas tanah.
Jadi Pengadaan tanah menurut perpres nomor 36 tahun 2005 dapat dilakukan selain
dengan memberikan ganti kerugian juga dimungkinkan untuk dapat dilakukan dengan cara
pelepasan hak dan pencabutan hak atas tanah. Sedangkan menurut ketentuan pasal 1 angka 3
Perpres nomor 65 tahun 2006.
dinyatakan bahwa yang dimaksud pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau
menyerahkan tanah,bangunan,tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Jadi

6
pengadaan tanah menurut perpres nomor 65 tahun 2006 selain dengan cara memberikan ganti
kerugian juga dimungkinkan untuk dapat dilakukan dengan cara pelepasan hak.
Sementara itu dalam RUU pengadaan tanah bagi pembangunan yang telah disahkan
Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) menjadi Undang-Undang, pengadaan tanah dibatasi
sebagai kegiatan untuk memperoleh tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepadapihak
yang terkena pengadaan tanah untuk kegiatan pembangunan bagi kepentingan umum; artinya
pengadaan tanah hanya dapat dilakukan dengan cara memberikan ganti rugi kepada
pemegang hak atas tanah yang diambil bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dari
sejumlah ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana
tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa cara untuk memperoleh tanah dalam
pelaksanaan pengadaan tanah, yaitu dengan cara memberi ganti rugi cara yang paling
utama), melepaskan hak atas tanah, dan dengan mencabut hak atas tanah. Secara normatif
dapat ditegaskan bahwa, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial,hal tersebut dapat
diartikan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu manifestasi
dari pada fungsi sosial hak atas tanah.Pengadaan tanah dipandang sebagai langkah awal dari
pelaksanaan pembangunan yang merata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atau
masyarakat itu sendiri,baik yang akan digunakan untuk kepentingan umum maupun
kepentingan swasta.
Masyarakat dalam hal ini juga membutuhkan lahan atau tanah sebagai sumber
penghidupan. Apabila kedua belah pihak ini tidak memperhatikan dan tidak mentaati
ketentuan yang berlaku, maka besar kemungkinan akan terjadi pertentangan yang
mengakibatkan timbulnya sengketa atau permasalahan hukum, sehingga pihak penguasapun
dengan terpaksa akan menggunakan cara tersendiri agar dapat mendapatkan tanah tanah
tersebut,pemerintah mendasarkan bahwa untuk kepentingan umum, hak-hak atas tanah dapat
dicabut,dengan memberikan ganti rugi yang layak. Sedangkan pemegang hak atas tanah
tersebut juga tiak menginkan apa yang telah menjadi hak mereka diambil begitu saja.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pengadaan tanah sangat rentan terhadap munculnya
permasalahan,terutama dalam penanganannya.
Masalah pengadaan tanah tentu saja menyangkut hajat hidup orang banyak, bila
dilihat dari sisi kebutuhan pemerintah akan tanah untuk keperluan pembangunan,satu-satu
jalan yang dapat ditempuh agar keperluan tanah akan terpenuhi adalah dengan jalan
membebaskan tanah milik rakyat,baik yang dikuasai hukum adat maupun hak-hak yang
melekat di atasnya. Namun demikian,tanah juga merupakan hal yang sangat vital dalam
kehidupan manusia mengingat sebagian besar kehidupan bergantung pada tanah. Sedemikian

7
penting fungsi dan peran tanah bagi kehidupan manusia,maka perlu adanya suatu landasan
hukum yang menjadi pedoman dan sebagai bentuk jaminan kepastian hukum dalam
pelaksanaan penyelesaian pertanahan,khususnya pada persoalan pengadaan hak atas tanah
untuk kepentingan umum.

Asas-Asas Pengadaan Tanah


Maria S.W. Sumardjono mengemukakan sejumlah asas-asas pengadaan tanah, antara
lain :
a. Asas kesepakatan, yakni bahwa seluruh kegiatan pengadaan tanah dilakukan
berdasarkan kesepakatan antara pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas
tanah. Kegiatan fisik pembangunan baru dapat dilaksanakan bila telah terjadi
kesepakatan antara para pihak dan ganti rugi telah diserahkan
b. Asas kemanfaatan, pengadaan tanah diharapkan mendatangkan dampak positif bagi
pihak yang memerlukan tanah, masyarakat yang terkena dampak dan masyarakat luas
c. Asas keadilan, kepada masyarakat yang terkena dampak diberikan ganti rugi yang
dapat memulihkan kondisi sosial ekonominya, minimal setara dengan keadaan
semula, dengan memperhitungkan kerugian terhadap faktor fisik maupun nonfisik.
d. Asas kepastian, yakni pengadaan tanah dilakukan menurut cara yang diatur oleh
peraturan perundang-undangan sehingga para pihak mengetahui hak dan
kewajibannya masing-masing.
e. Asas keterbukaan, yakni dalam proses pengadaan tanah, masyarakat yang terkena
dampak berhak memperoleh informasi tentang proyek dan dampaknya, kebijakan
ganti rugi, jadwal pembangunan, rencana pemukiman kembali dan lokasi pengganti
dan hak masyarakat untuk menyampaikan keberatan.
f. Asas keikutsertaan, yakni peran serta seluruh pemangku kepentingan dalam setiap
tahap pengadaan tanah diperlukan agar menimbulkan rasa memiliki dan
meminimalkan penolakan masyarakat
g. Asas kesetaraan, yakni menempatkan posisi pihak yang memerlukan tanah dan pihak
yang terkena dampak secara sejajar dalam proses pengadaan tanah.
h. Minimalisasi dampak dan kelangsungan kesejahteraan sosial ekonomi disertai upaya
memperbaiki taraf hidup masyarakat yang terkena dampak sehingga kegiatan sosial
ekonominya tidak mengalami kemunduran. 9
Tujuan Pengadaan Tanah
9
Sumardjono, Maria W, Op. Cit. hlm.282-284

8
Tujuan pengadaan tanah adalah menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan
guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan
tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang berhak.
Semakin banyaknya pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum pada hakikatnya
pengadaan tanah untuk kepentingan umum penting di lakukan, dimana memerlukan bidang
tanah dalam jumalah yang besar. Tetap saja, pelaksanaannya perlu dilakukan secara cepat dan
transparan dengan memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas
tanah.
Pengadaan tanah sudah dikenal sejak masa pemerintahan Kolonial Belanda dahulu.
Istilah pengadaan tanah masa itu lebih dikenal dengan istilah pencabutan hak (onteigenings).
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok
Agraria (UUPA), maka masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum mulai mendapat
perhatian dan pengaturan sesuai dengan hukum agraria nasional. Sebagaimana dalam Pasal
18 UUPA, disebutkan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan
negara serta kepentingan bersama dan rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.
Ketentuan Pasal 18 UUPA itu pada hakekatnya merupakan pelaksanaan dari asas dalam Pasal
6 UUPA, yaitu semua hak tanah mempunyai fungsi sosial. Sebagai pelaksanaan ketentuan
Pasal 18 UUPA, maka pencabutan tanah untuk kepentingan umum diatur dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda di
Atasnya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 merupakan pelaksanaan dari Pasal 18 UUPA
yang mengatur tentang pencabutan hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya.
Undang-undang ini tidak memberikan pengertian pencabutan hak atas tanah secara baku.
Namun oleh Boedi Harsono dijelaskan bahwa “Pencabutan hak menurut UUPA adalah
pengambilan tanah sesuatu pihak oleh negara secara paksa yang mengakibatkan hak atas
tanah itu menjadi hapus tanpa yang bersangkutan melakukan sesuatu pelanggaran atau lalai
dalam memenuhi kewajiban hukum”
Untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961, maka oleh pemerintah
dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 guna menjamin hak para pemegang
hak atas tanah yang dicabut agar dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi
setempat jika ganti rugi yang diberikan itu dirasa kurang layak. Selain itu juga dikeluarkan
Inpres Nomor 9 Tahun 1973 mengenai pedoman pelaksanaan pencabutan hak atas tanah
untuk pembangunan kepentingan umum.

9
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961, maka pencabutan
hak atas tanah hanya dapat dilaksanakan jika pembangunan kepentingan umum itu dalam
keadaan yang sangat memaksa dan merupakan jalan terakhir. Apabila dapat dicapai
persetujuan jual beli atau tukar menukar, maka penyelesaian itulah yang ditempuh, walaupun
sudah ada surat keputusan pencabutan hak.

2.2 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum


Dalam Peraturan Tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum diatur asas-asas dalam pengadaan tanah yaitu, asas kemanusiaan, keadilan,
kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan,
keberlanjutan, dan keselarasan. Tujuan pengadaan tanah adalah untuk menyediakan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak.
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat. Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dalam hal ini sebagai pejabat yang bertanggung jawab menjamin
tersedianya tanah untuk kepentingan umum.
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti
kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum menjelaskan Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa,
negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-
besamya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam pelaksanaan kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan
negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan,
maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri
Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-
benda yang ada di atasnya.10

Jenis-jenis Kepentingan Umum

10
R.l.,Undang-Undang No. 20 Tahun 1961, tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda- Benda yang
Ada Di Atasnya ,Bab I, pasal I.

10
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang dijelaskan jenis- jenis kegiatan
yang masuk dalam kepentingan umum, yaitu kegiatan pembangunan yang dilakukan dan
selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan, dalam
bidang-bidang antara lain sebagai berikut:
Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum digunakan untuk pembangunan :
a. Pertahanan dan keamanan nasional;
b. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas
operasi kereta api;
c. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air mmum, saluran pembuangan air dan
sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
d. Pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
g. Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah;
h. Tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. Rumah sakit pemerintah/pemerintah daerah;
j. Fasilitas keselamatan umum;
k. Tempat pemakaman umum pemerintah/pemerintah daerah
l. Fasilitas sosial, fasilitas urnum, dan ruang terbuka hijau publik;
m. Cagar alam dan cagar budaya;
n. Kantor pemerintah/pemerintah daerah/desa;
o. Penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan
untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
p. Prasarana pendidikan atau sekolah pemerintah/pemerintah daerah;
q. Prasarana olahraga pemerintah/ pemerintah daerah; dan
r. Pasar umum dan lapangan parkir umum

11
2.3 Pengadaan Tanah dalam Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di Indonesia
Pengadaan tanah dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di Indonesia
merupakan bagian dari pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, hal ini
dapat dilihat dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pasal 2
huruf O yang menyatakan Tanah untuk Kepentingan Umum digunakan untuk pembangunan:
penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah serta perumahan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa termasuk untuk pembangunan rumah
umum dan rumah khusus; berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa Pengadaan
tanah dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di Indonesia merupakan bagian dari
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
1. Tahapan Perencanaan Pengadaan Tanah
Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang diselenggarakan melalui tahapan-
tahapan atau prosedur yaitu:
a. Perencanaan
b. persiapan;
c. pelaksanaan; dan
d. penyerahan hasil.
Perencanaan pengadaan tanah dilaksanakan oleh setiap Instansi yang memerlukan
tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum yang didasarkan pada Rencana Tata
Ruang Wilayah serta mendahulukan atau memprioritaskan pembangunan yang terdapat
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja
Pemerintah Instansi yang bersangkutan. Perencanaan pengadaan Tanah yang dimaksud harus
disusun secara bersama-sama oleh Instansi yang memerlukan tanah tanah bersama dengan
instansi teknis terkait atau
dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh Instansi yang memerlukan
tanah dalam bentuk dokumen perencanaan yang dimana memuat hal sebagai berikut :
1) Maksud dan tujuan rencana pembangunan yaitu menguraikan apa maksud dan tujuan
pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sehingga masyarakat atau pihak yang
berhak paham digunakan untuk apa lahan yang mereka miliki serta manfaat dari
pembangunan tersebut.
2) Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan
Nasional dan Daerah maksudnya adalah perencanaan pembangunan harus sesuai dengan

12
Rencana Tata ruang Wilayah sehingga instansi yang memerlukan tanah untuk kepentingan
umum dapat memprioritaskan untuk wilayah-wilayah yang masuk dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah di daerah yang akan dibangun.
3) Letak tanah meliputi wilayah administrasi seperti nama desa, kelurahan, Kecamatan,
Provinsi.
4) Luas tanah yang dibutuhkan menguraikan berapa luas Tanah yang akan dibutuhkan oleh
instansi dalam proses perencanaan pembangunan.
5) Gambaran umum status tanah yaitu meliputi uraian tentang data awal mengenai
penguasaan dan pemilikan atas Tanah.
6) Perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah menguraikan perkiraan waktu yang
diperlukan untuk masing-masing tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah.
7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan menguraikan perkiraan waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan pembangunan.
8) Perkiraan nilai tanah yaitu berisi tentang perkiraan nilai ganti kerugian obyek Pengadaan
Tanah yang meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda
yang berkaitan dengan tanah,dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai.
9) Rencana penganggaran yaitu berisi tentang besaran dana,sumber dana, dan rincian alokasi
dana untuk perencanaan, persiapan,pelaksanaan,penyerahan hasil, administrasi dan
pengelolaan sertasosialisasi .

2. Tahap Persiapan Pengadaan Tanah


Dalam pengadaan tanah ada beberapa tahapan yang dilakukan agar pelaksanaan
pengadaan tanah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tahap
pertama yang dilakukan antara lain adalah :
a. Pemberitahuan Perencanaan Pembangunan
Pemberitahuan perencanaan ini berdasarkan Perpres Nomor 71 Tahun 2012
Pasal 11 Tentang Penyelenggaraan Pengadaaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum ,pemberitahuan perencanaan pembangunan dilakukan oleh Tim
persiapan yang kemudian disampaikan kepada masyarakat yang berada pada lokasi
pembangunan tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung, secara langsung
dilakukan dengan:
- Sosialisasi
Sosialisasi atau tatap muka dalam persiapan pengadaan tanah dilaksanakan
berdasarkan pasal 13 Perpres Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan

13
Pengadaaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sosialisasi
disampaikan melalui undangan kepada masyarakat, pada rencana lokasi pembangunan
melalui lurah/kepala desa dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja
sebelum pertemuan dilaksanakan, hasil pelaksanaan sosialisasi dituangkan dalam
bentuk notulen pertemuan yang ditandatangani oleh Ketua Tim Persiapan atau pejabat
yang ditunjuk.
- Tatap Muka
Kegiatan tatap muka sama dengan kegiatan sosialisasi yaitu masyarakat
diberikan undangan terlebih dahulu melalui lurah/kepala desa dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum pertemuan dilaksanakan, hasil pelaksanaan
sosialisasi dituangkan dalam bentuk notulen pertemuan yang ditandatangani oleh
Ketua Tim Persiapan atau Pejabat yang ditunjuk.
- Surat pemberitahuan
Surat pemberitahuan yang dimaksud berdasarkan Pasal 14 Peraturan Presiden
Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor
71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi
pembangunan melalui lurah/ kepala desa dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak
ditandatanganinya surat pemberitahuan. Bukti penyampaian pemberitahuan melalui
surat dibuat dalam bentuk tanda terima dari perangkat kelurahan/desa atau nama lain,
pemberitahuan juga dapat dilakukan secara tidak langsung melalui media cetak
maupun media
elektronik,dilaksanakan melalui surat kabar harian lokal dan nasional atau
melalui laman (website) paling sedikit 1(satu) kali penerbitan pada hari kerja.

b. Pendataan awal lokasi rencana pembangunan


Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan pengumpulan
data awal Pihak yang Berhak dan Objek pihak yang berhak yang dimaksud meliputi :
- Pemegang Hak Atas Tanah/ Pemilik
- Pemegang Hak Pengelolaan
- Nadzir d. Pemilik tanah bekas milik adat
- Pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik.
- pemegang dasar penguasaan atas tanah, dan/atau pemilik bangunan, tanaman, atau
benda lain yang berkaitan dengan tanah.

14
Penguasa tanah sebagai mana yang dimaksud menguasai tanah negara dapat
dibuktikan dengan :
- Sertipikat hak atas tanah yang telah berakhir
- Surat sewa menyewa tanah.
- Surat keputusan penerima obyek tanah landreform.
- Surat ijin garapan/membuka tanah.
- Surat penunjukan / pembelian kavling tanah pengganti.
- Pemegang dasar penguasa atas tanah, bagi pihak yang memiliki alat bukti yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan adanya penguasa yang
bersangkutan.
- Pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah
Perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau instansi pemerintah yang
memiliki bukti yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan adanya
penguasaan atas bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Pemilik tanah yang dimaksud dapat dibuktikan dengan:
- Ijin mendirikan bangunan dan bukti fisik bangunan
- Surat Pernyataan Penguasaan Fisik; atau
- Bukti tagihan atau pembayaran listrik, telepon, atau perusahaan air minum, dalam 1
(satu) bulan.
Pembuktian pemilikan atau penguasaan dapat dilakukan dengan bukti lain berupa
pernyataan tertulis dari yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari paling
sedikit 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai
hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua, baik dalam kekerabatan
vertikal maupun horizontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar sebagai
pemilik atau menguasai sebidang tanah tersebut. Hasil pendataan awal lokasi rencana
pembangunan sebagaimana dimaksud dituangkan dalam bentuk daftar sementara lokasi
rencana pembangunan yang ditandatangani oleh Ketua Tim Persiapan. Daftar sementara
lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud, digunakan sebagai bahan untuk
pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan.

3. Penetapan Lokasi Pembangunan


Pada Pasal 41 Undang-Undang Nomor 71 Tahun 2012 tentnag penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum, Penetapan lokasi pembangunan dilakukan
oleh Gubernur berdasarkan kesepakatan dengan pihak yang berhak atau ditolaknya

15
keberatan dari pihak yang berkeberatan. Penetapan tersebut berlaku dalam jangka waktu 2
(dua) tahun serta dapat diperpanjang selama 1(satu) tahun. Setelah penetapan lokasi
pembangunan ditetapkan maka Gubernur bersama instansi yang memerlukan tanah
mengumumkan yang memuat nomor dan tanggal penetapan lokasi, peta lokasi yang akan
dibangun, maksud dan tujuan diadakannya pembangunan, letak dan luas tanah yang
dibutuhkan, jangka waktu pelaksanaan pengadaaan tanah dan jangka waktu
pembangunannya. Pengumuman penetapan lokasi dilaksanakan paling lambat 3 (tiga)
hari kerja sejak dikeluarkan penetapan lokasi pembangunan. Pengumuman yang
dilakukan ditempat kantor kelurahan / desa atau kantor kecamatan dan/atau kantor
kabupaten/kota dilakukan dalm jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja dan bagi
pengumuman penetapan lokasi yang dilakukan di media cetak dilaksanakan melalui surat
kabar harian lokal paling sedikit 1(satu) kali penerbitan pada hari kerja. Kemudian yang
melalui media elektronik dilakukan melalui laman website pemerintah propinsi atau
instansi yang memerlukan tanah.

4. Tahap Pelaksanaan Pengadan Tanah


Pada tahap ini pelaksanaan pengadaan tanah meliputi kegiatan Inventarisasi dan
Identifikasi, penilaian ganti kerugian, musyawarah penetapan ganti kerugian, serta
pemberian ganti kerugian.
a. Inventarisasi dan Identifikasi
Rencana pembangunan yang diterima oleh masyarakat, maka dilakukan
identifikasi dan inventarisasi tanah yang meliputi kegiatan penunjukan batas,
pengukuran bidang dan tata bangunan, dan lain-lain Kegiatan Inventarisasi dan
identifikasi dibidangi oleh Satuan Tugas yang dibentuk dalam waktu 2 (dua) hari
kerja sejak dibentuknya Pelaksana Pengadaan Tanah berdasarkan Pasal 54 Perpres
Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor
71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum dan kegiatan inventarisasi meliputi :
- Penyususnan rencana jadwal kegiatan
- Penyiapan bahan
- Penyiapan peralatan teknis
- Koordinasi dengan perangkat kecamatan dan lurah/kepala desa atau nama lain
- Penyiapan peta bidang tanah
- Pemberitahuan kepada pihak yang berhak melalui lurah/kepala desa atau nama lain

16
- Pemberitahuan rencana dan jadwal pelaksanaan pengumpulan data pihak yang
berhak dan objek pengadaan tanah.

b. Penilaian ganti kerugian


Kriteria penentu nilai tanah beserta faktor yang mempengaruhi harga tanah; di
samping nilai taksiran bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah, namun demikian, kiranya patut pula dipertimbangkan tentang adanya
faktor nonfisik (immaterial) yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan nilai ganti
kerugian, terlebih apabila proses pengadaan tanah itu memakan waktu yang cukup
lama, Sebab dari itu berdasarkan Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012 menentukan bahwa :
1) Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana
Pengadaan Tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik.
2) Jasa Penilai atau Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diadakan dan ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Maka dari itu berdasarkan pasal tersebut, penetapan besaranya nilai ganti
kerugian obyek pengadaan tanah, bangunan dan tanaman dilakukan oleh Ketua
Panitia Pengadaan Tanah yang didasari hasil penilai publik yang disebut appraisal
yeng telah ditetapkan dan diadakan oleh Ketua Panitia Pengadaan Tanah. Berdasarkan
Pasal 65 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012 penilai bertugas melakukan penilaian besarnya Ganti Kerugian
bidang per bidang tanah, meliputi :
- Tanah;
- ruang atas tanah dan bawah tanah;
- bangunan;
- tanaman;
- benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
- kerugian lain yang dapat dinilai

c. Musyawarah penetapan ganti kerugian


Musyawarah dilakukan bersama dengan Instansi yang memerlukan tanah,
didalam musyawarah. Musyawarah yang dilakukan dipimpin oleh Ketua Pelaksana
Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk. Musyawarah harus dilandasi dengan
asas kesejajaran antara pihak-pihak yang bermusyawarah dan dilaksanakan tanpa

17
tekanan berupa apa pun, baik verbal maupun nonverbal berupa suasana ataupun
tindakan penekanan dalam berbagai gradasinya, baik yang terjadi dalam pertemuan
maupun di luar pertemuan.
Jika didalam Kegiatan Musyawarah terdapat Pihak yang berhak berhalangan
hadir maka Pihak yang Berhak tersebut dapat memberikan kuasa kepada :
- Seorang dalam hubungan keatas, kebawah atau kesamping sampai derajat kedua
atau suami/istri bagi pihak yang berhak berstatus perseorangan.
- Seorang yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan anggaran dasar bagi Pihak yang
berhak berstatus badan hukum.
- Pihak yang berhak lainnya.
Akan tetapi apabila Pihak yang berhak telah diundang secara patut dan tidak
memberikan kuasa kepada orang lain, maka Pihak yang berhak tersebut dianggap
menerima bentuk besar Ganti Kerugian yang ditetapkan oleh Pelaksana Pengadaan
Tanah. Hasil dari kesepakatan didalam musyawarah menjadi dasar untuk pemberian
ganti kerugian kepada Pihak yang
Berhak yang dituangkan dalam berita acara kesepakatan.

d. Pemberian Ganti Kerugian


Berdasarkan Pasal 36 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, ganti kerugian
yang dapat diberikan dari Tim Penilai dalam bentuk :
- Uang
- Tanah pengganti
- Kepemilikan saham
- Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

e. Pemberian Ganti Kerugian


Pemberian ganti kerugian berdasarkan Pasal 76 Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012 menentukan bahwa :
1. Ganti Kerugian dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat
(1) huruf a, diberikan dalam bentuk mata uang rupiah.
2. Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Instansi yang memerlukan tanah berdasarkan validasi dari
Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk.

18
3. Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
bersamaan dengan pelepasan hak oleh Pihak yang Berhak. (4) Pemberian Ganti
Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama dalam 7
(tujuh) hari kerja sejak penetapan bentuk Ganti Kerugian oleh Pelaksana
Pengadaan Tanah.
4. Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling
lama dalam 7 (tujuh) hari kerja sejak penetapan bentuk Ganti Kerugian oleh
Pelaksana Pengadaan Tanah.
Pembayaran ganti kerugian dilakukan bersamaan dengan pelepasan obyek
pengadaan tanah, serta pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang rupiah paling
lama diselesaikan 7 hari kerja sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh panitia
pengadaan tanah. Pasal 76 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
kemudian diubah menjadi Pasal 76 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014
yang awalnya pemberian ganti kerugian diberikan paling 7 hari diubah menjadi paling
lama 14 hari. Pada pasal 77 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, kesimpulan dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Proses pengadaan tanah dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di Indonesia
adalah memlaui beberapa tahapan berikut:
a. tahap perencanaan
b. persiapan pengadaan tanah serta
c. tahap pelaksanaan pengadaan tanah.
2. Pengadaan tanah dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di Indonesia harus
memenuhi ketentuan untuk kegiatan kepentingan umum yakni termasuk kepentingan bangsa
dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 Pasal 2 huruf O yang
menyatakan Tanah untuk Kepentingan Umum digunakan untuk pembangunan: penataan
permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah serta perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah dengan status sewa termasuk untuk pembangunan rumah umum dan
rumah khusus; berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa Pengadaan tanah dalam
pembangunan perumahan dan pemukiman di Indonesia merupakan bagian dari pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

3.2 Saran
1. Proses pengadaan tanah dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di Indonesia
yang dilakukan oleh pengembang perumahan harus dilakukan secara ketat melalui
mekanisme yang sesuai agar tidak terjadi permasalahan sesudahnya
2. Pengadaan tanah dalam pembangunan perumahan dan pemukiman di Indonesia harus
memenuhi ketentuan untuk kegiatan kepentingan umum bukan hanya memenuhi unsur bisnis
semata.
3. Pengedepanan musyawarah dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum merupakan pengejewantahan dari sifat masyarakat adat yang lebih
mengutamakan setiap masalah yang diselesaikan secara musyawarah karena lebih kental
dengan kekeluargaan.

20

Anda mungkin juga menyukai