Anda di halaman 1dari 8

Tugas Hukum Agraria

Dosen : Dr. Dedy Hermawan, S.H., M.H

Rini Astuti Wardhana, S.H


198040002
Magister Hukum
Ekonomi A

Tugas :

Menyimak film dokumenter Jatigede dan mempelajari materi pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum. Uraikan bagaimana proses pengadaan tanah
untuk pembangunan tersebut menurut ketentuan yang berlaku.

Fakta Hukum :

Kawasan Bendungan Jatigede Kabupaten Sumedang beroperasi pada tanggal 31


Agustus 2015, menenggelamkan 28 desa di wilayah Sumedang dan akan mengairi 90
ribu hektar lahan pertanian dengan pembangkit listrik mencapai 110 MW. Saat ini
Jatigede memang telah berdiri kokoh dengan panjang bendungan 1.710 meter dan
elevasi maksimal 260 meter. Proyek Jatigede sendiri telah menyebabkan pembukaan
jalan pengganti mulai dari daerah Wado menuju ke daerah Darmaraja di Kabupaten
Sumedang. Jalur lingkar jalanannya mencapai 15 kilometer, yang juga menimbulkan
masalah baru, masalah klasik pembebasan lahan.

Tahun 1982-1986 merupakan pangkal dari masalah pembebasan lahan, lewat


Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 1975. Hal itu bisa diketahui dengan
mudah apabila berpedoman pada buku kuning, sebuah buku catatan yang menjadi
pegangan pemerintah setempat hingga pusat dalam memberikan penggantian lahan
untuk sekitar 4.514 kepala keluarga yang berhak. Dari data yang didapatkan, sesuai
dengan risalah harga penaksiran 22 Desember 1983 Nomor 34 Tahun 1983,
pembayaran telah dilakukan pemerintah pusat melalui pemerintah kabupaten dan
provinsi dalam rentang 1982-1986. Namun, pembangunan terhenti karena gejolak
sosial politik, bahkan tawar-menawar harga saat itu tidak ada artinya, karena warga
telah disodorkan harga pasti di era pemerintahan Presiden Soeharto. Dahulu tidak ada
proses tawarmenawar, tapi memang harus ikut harga yang ditentukan. Munculnya
kelompok lain diluar hasil pemetaan pemerintah melalui Bappeda yang mengaku
warga sekitar namun tidak mendapatkan ganti rugi menjadi persoalan baru, hingga
sampai di pembayaran berikutnya periode 1996 dan periode 2006-2009. Pengadaan
tanah untuk pembangunan Waduk Jatigede bagi kepentingan umum terdapat
ketidakseimbangan dalam pelaksanaannya, yakni seagai berikut :
1. Penyesuaian harga lahan dan bangunan yang dibebaskan atau mendapat ganti rugi
tahun 1982-1986, dikarenakan terlalu rendahnya harga dan adanya pemaksaan
serta intimidasi dalam pembebasan lahan danbangunan.
2. Dalam pembayaran ganti rugi terdapat masyarakat (pemilik lahan) yang merasa
belum menerima uang pembebasan ganti rugi, yang menerima uang pembebasan
ganti rugi bukan pemilik lahan tetapi kepala desa atau orang lain.
3. Salah pengukuran lahan yaitu lahan dan bangunan yang dibebaskan atau
mendapat ganti rugi luasnya lebih kecil dibandingkan luas lahan yang sebenarnya,
pada saat pengukuran oleh petugas warga tidak dilibatkan.
Sehingga pemerintah pusat dan provinsi menggelontorkan uang lebih banyak,
dikarenakan jumlah pengaduan yang diterima BPKP Jabar mencapai belasan ribu
yang terdiri dari 407 aduan atas penyesuaian harga dan bangunan tahun 1982-1986
dari aturan SK Bupati dan SK Dirjen Bina Marga.

Selain permasalahan diatas, ada permasalahan lain sejak tahun 2006, kemunculan
rumah-rumah baru tak berpenghuni yang sengaja dibangun agar masuk hitungan
penggantian. Masalah itu menjadi perdebatan dan ditinggalkan sejak 2010, namun
menyisakan pilu bagi warga yang berhak mendapatkan ganti rugi, karena alokasi
pembayaran tiba-tiba hilang diambil pemilik rumah baru ilegal yang dicatat
pemerintah daerah berhak mendapat penggantian. Melihat gundukan masalah yang
masih terlampau menggunung, Bendungan Jatigede seolah menjadi pertaruhan bagi
pemerintah. Proses ganti rugi yang dilakukan untuk pembangunan waduk jatigede
memakan waktu yang cukup lama dari tahun 1982 sampai tahun 2015 yaitu 33
tahun.Perpanjangan waktu tersebut menyebabkan pembengkakan dana APBN.

Berdasarkan Ketentuan yang Berlaku Saat ini :

Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hakhak atas tanah
yang bersangkutan sengaja di alihkan kepada pihak lain.Pemindahan hak atas tanah
dapat di lakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, pemasukan dalam perusahaan,
dan lain sebagainya. Cara memperoleh tanah dengan pemindahan hak atas tanah di
tempuh apabila yang membutuhkan tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang
hak atas tanah.1
.
Pencabutan hak atas tanah menurut UUPA adalah pengambil alihan tanah kepunyaan
sesuatu pihak oleh Negara secara paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah menjadi
hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran atau lalai dalam
memenuhi sesuatu kewajiban hukum.2

Pengadaan tanah pada dasarnya untuk pembangunan kepentingan umum. Kepentigan


umum secara luas adalah kepentingan Negara yang termasuk didalamnya kepentingan
pribadi maupun golongan, dengan kata lain kepentingan umum merupakan
kepentingan yang menyangkut kepentingan sebagian besar masyarakat.3

Menurut Roscoe Pound kepentingan umum adalah merupakan salah satu kepentingan
yang harus dilindungi oleh hukum. Kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum
terbagi atas 3 macam yaitu, kepentingan umum (public interest), kepentingan sosial
(social interest), kepentingan perseorangan (private interest).4

Sejak berlakunya UUPA, memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan pembebasan


(pengadaan) tanah atau pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum.
Berdasarkan Pasal 18 UUPA yang berbunyi :

1
Lidwina Halim, Tata Cara Pengadaan Tanah, Hukum Property, http://hukumproperti.com/165, diakses pada 10
Januari 2021, pukul 21.15 WIB.
2
Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1999, hlm. 38
3
Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah Di Indonesia, PT. Citra Abadi
Bakti, Bandung, 1999, hlm.10
4
Friedmann, Legal Theory, Third Ed. Stevans & Sons Limited London, 1953, hlm. 283
“Untuk kepentinngan umum, termasuk kepentigan bangsa dan Negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi
ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur denga undang-undang”.

Kebijakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum saat ini dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah
untuk Kepentingan Umum harus dilakukan dalam rangka pembangunan untuk
kepentingan umum, pemberian ganti rugi kepada yang terkena kegiatan pengadaan
dan pelepasan dan hubungan hukum dari pemilik tanah kepada pihak lain.5
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum ini merupakan salah satu undang-undang yang dirubah melalui
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Berdasarkan Pasal 123 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 10 huruf e3 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“UU 2/2012”), yang dimaksud
dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah kegiatan menyediakan
tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak untuk kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan
oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.6
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum wajib diselenggarakan oleh pemerintah
dan tanahnya selanjutnya dimiliki pemerintah atau pemerintah daerah.7

Masyarakat melepaskan hak-hak atas tanah kepada Negara sesuai dengan Pasal 1
butir 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunn Untuk Kepentingan Umum, yaitu Pelepasan hak adalah kegiatan
pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada Negara melalui Lembaga
Pertanahan. Sedangkan dalam Pasal 1 butir 9 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun
2012 Tentang Kepentingan Umum memberikan pengertian pelepasan hak adalah
kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada Negara melalui
Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Prosedur Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Dalam tahap persiapan pengadaan tanah, instansi yang memerlukan tanah bersama
dengan pemerintah provinsi berdasarkan dokumen pengadaan tanah melakukan
pemberitahuan rencana pembangunan dengan disampaikan baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk
kepentingan umum.8

Selain pemberitahuan, dilakukan juga pendataan awal lokasi rencana pembangunan


yang meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak-pihak yang menguasai atau
memiliki objek pengadaan tanah (“Pihak yang Berhak”) dan objek pengadaan tanah
itu sendiri.9

5
Abdullah Sulaeman, Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Jala Permata Aksara, 2010, hlm.2
6
Pasal 1 angka 2 jo. angka 6 UU 2/2012
7
Pasal 11 ayat (1) UU2/2012
8
Pasal 16 huruf a jo. Pasal 17 UU 2/2012
9
Pasal 16 huruf b jo. Pasal 18 ayat (1) UU 2/2012
Hasil pendataan awal tersebut yang nantinya digunakan sebagai data untuk
pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan.10 Adapun yang dimaksud
dengan konsultasi publik adalah proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar
pihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam
perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.11
Konsultasi publik dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana
pembangunan dari Pihak yang Berhak, pengelola barang milik negara/barang milik
daerah dan pengguna barang milik negara/barang milik daerah.12 Atas dasar
kesepakatan tersebut, instansi yang bersangkutan mengajukan permohonan lokasi
kepada Gubernur.13 Setelah mendapatkan penetapan lokasi pembangunan untuk
kepentingan umum dari Gubernur, instansi yang memerlukan tanah mengajukan
pelaksanaan pengadaan tanah kepada lembaga pertanahan.14 Setelah dilakukan
penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, Pihak yang Berhak hanya
dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada instansi yang memerlukan tanah melalui
lembaga pertanahan.15 Peralihan hak atas tanah tersebut dilakukan dengan pemberian
ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi.16

Perlu diketahui bahwa tahapan pelaksanaan pengadaan tanah bagi kepentingan umum
ini meliputi:17
1. Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan
Pemanfaatan Tanah.
Tahapan pertama ini, meliputi kegiatan:18 pengukuran dan pemetaan bidang per
bidang tanah; dan pengumpulan data pihak yang berhak dan objek pengadaan
tanah. Tahapan ini dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari.19 Hasil
inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah wajib diumumkan secara bertahap, parsial, atau keseluruhan di
kantor desa/kelurahan, kantor kecamatan, dan tempat pengadaan tanah dilakukan
dalam waktu paling lama 14 hari kerja yang di dalamnya meliputi subjek hak,
luas, letak, dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah.20 Jika terdapat
keberatan atas hasil inventarisasi, dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu
paling lama 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan keberatan atas
hasil inventarisasi.21 Hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan ditetapkan
oleh lembaga pertanahan dan selanjutnya menjadi dasar penentuan Pihak yang
Berhak dalam pemberian ganti kerugian.22
2. Penilaian Ganti Kerugian.
Penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh penilai yang ditetapkan oleh lembaga
pertanahan,23 yang mana nilai dari besarnya ganti kerugian dihitung bidang per

10
Pasal 18 ayat (3) UU 2/2012
11
Pasal 1 angka 8 UU 2/2012
12
Pasal 123 angka 4 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 19 ayat (1) UU 2/2012
13
Pasal 123 angka 4 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 19 ayat (5) UU 2/2012
14
Pasal 27 ayat (1) UU 2/2012
15
Pasal 27 ayat (3) UU 2/2012
16
Pasal 27 ayat (4) UU 2/2012
17
Pasal 27 ayat (2) UU 2/2012
18
Pasal 123 angka 7 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 28 ayat (1) UU 2/2012
19
Pasal 123 angka 7 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 28 ayat (2) UU 2/2012
20
Pasal 29 ayat (1), (2), dan (3) UU 2/2012
21
Pasal 29 ayat (4) UU Cipta Kerja
22
Pasal 30 UU 2/2012
23
Pasal 31 ayat (2) UU 12/2012
bidang tanah meliputi:24 tanah; ruang atas tanah dan bawah tanah; bangunan;
tanaman; benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau kerugian lain yang dapat
dinilai. Nilai ganti kerugian yang dinilai oleh penilai merupakan nilai pada saat
pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dan
bersifat final dan mengikat.25 Besarnya nilai ganti kerugian berdasarkan hasil
penilaian penilai disampaikan kepada lembaga pertanahan dengan berita acara.26
3. Musyawarah Penetapan Bentuk Ganti Kerugian.
Lembaga pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak dalam
waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan
kepada lembaga pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti
kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian.27 Hasil kesepakatan dalam
musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada Pihak yang Berhak
yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.28
4. Pemberian Ganti Kerugian.
Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan
tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian atau
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.29
Perlu diketahui, bahwa pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut :30 Uang; tanah pengganti; pemukiman kembali;
kepemilikan saham; atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Ganti
Kerugian diberikan kepada Pihak yang Berhak berdasarkan hasil penilaian yang
ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah
Agung.31 Pada saat pemberian ganti kerugian Pihak yang Berhak menerima ganti
kerugian wajib:32 melakukan pelepasan hak; dan menyerahkan bukti penguasaan
atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah
melalui lembaga pertanahan. Apabila pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau
besar ganti kerugian yang dihasilkan dalam musyawarah atau putusan Pengadilan
Negeri/Mahkamah Agung, ganti kerugian dititipkan di Pengadilan Negeri
setempat.33 Penitipan ganti kerugian di Pengadilan Negeri setempat juga
dilakukan terhadap:34 Pihak yang berhak menerima ganti kerugian yang tidak
diketahui keberadaannya; atau Objek pengadaan tanah yang diberikan ganti
kerugian: Sedang menjadi objek perkara di pengadilan; Masih dipersengketakan
kepemilikannya; Diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau Menjadi
jaminan di Bank.
5. Pelepasan Tanah Instansi. Pelepasan hak adalah kegiatan pemutusan hubungan
hukum dari pihak yang berhak atas tanah kepada negara melalui lembaga
pertanahan.35 Pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum
dilaksanakan paling lama 60 hari kerja sejak penetapan lokasi pembangunan
untuk kepentingan umum.36 Apabila pelepasan objek pengadaan tanah belum

24
Pasal 33 dan Pasal 31 ayat (1) UU 2/2012
25
Pasal 123 angka 8 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3) UU 2/2012
26
Pasal 123 angka 8 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 34 ayat (2) UU UU 2/2012
27
Pasal 37 ayat (1) UU 2/2012
28
Pasal 37 ayat (2) UU 2/2012
29
Pasal 5 UU 2/2012
30
Pasal 123 angka 9 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 36 ayat (1) UU 2/2012
31
Pasal 41 ayat (1) UU 2/2012
32
Pasal 41 ayat (2) UU 2/2012
33
Pasal 123 angka 11 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 42 ayat (1) UU 2/2012
34
Pasal 123 angka 11 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 42 ayat (2) UU 2/2012
35
Pasal 1 angka 9 UU 22/2012
36
Pasal 47 ayat (1) UU 22/2012
selesai dalam waktu 60 hari, tanahnya dinyatakan telah dilepaskan dan menjadi
tanah negara dan dapat langsung digunakan untuk pembangunan bagi
kepentingan umum.37 Pejabat yang melanggar ketentuan jangka waktu pelepasan
objek pengadaan tanah tersebut dikenai sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.38

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prosedur pelaksanaan


pengadaan tanah diawali dengan inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagai dasar penentuan Pihak yang Berhak
dalam pemberian ganti kerugian.

Kemudian, penilai yang ditetapkan oleh lembaga pertanahan melakukan penilaian


ganti kerugian. Penilaian ganti kerugian tersebut akan dijadikan dasar musyawarah
penetapan bentuk ganti kerugian. Setelah mencapai kesepakatan, maka Pihak yang
Berhak akan memperoleh ganti rugi dan setelahnya wajib melakukan pelepasan hak
dan menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan tanah yang menjadi objek
pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga
pertanahan.

Sumber pendanaan pngadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum


diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2012 Tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah . Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa :
1. Pendapatan biaya operasional dan biaya pendukung pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah daerah
bersumber dari APBD.
2. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh
pemerintah daerah bersumber dari APBD sebagai dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil.

Sumber pendanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum


diatur juga dalam Peraturaan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor
13/PMK.02/2013 Tentang Biaya Operasional dan Biaya Penduduk Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang Bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Diatur dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat
(2), disebutkan bahwa :
1. Biaya Oprasional dan biaya pendukung penyelenggaraan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum yang selanjutnya disebut biaya
oprasional dan biaya pendukung adalah biaya yang di perlukan untuk
penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
2. Biaya oprasional dan biaya pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari biaya untuk kegiatan pada tahapan :
a) Perencanaan;
b) Persiapan;
c) Pelaksanaan; dan
d) Penyerahan hasil.

37
Pasal 47 ayat (2) UU 2/2012
38
Pasal 47 ayat (3) UU 2/2012
Pada dasarnya pemerintah dalam penentuan nilai ganti rugi berdasarkan hasil
penilaian tim penilai atau juru taksir. Namun pemberian ganti kerugian dalam keadaan
khusus yaitu meliputi bencana alam, biaya pendidikan, menjalankan ibadah,
pengobatan, pembayaran hutang dan/atau keadaan mendesak lainnya. Pemberian ganti
keugian dalam keadaan khususdiberikan maksimal 25 (dua puluh lima) persen dari
perkiraan ganti kerugian yang didasarkan atas Nilai Jual Objek Pajak tahun
sebelumnya, sesuai dengan Pasal 34 ayat (5) Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Ketua pelaksanaan pengadaan tanah mengajukan surat
permohonan kepada kantor pajak untuk mendapatkan surat keterangan mengenai
Nilai Jual Objek Pajak tanah di lokasi pengadaan tanah.

Kewenangan Negara dalam mengatur persoalan tanah adalah dengan hak menguasai
Negara atas tanah, salah satu bentuknya yaitu dengan melakukan kegiatan pengadaan
tanah. Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberikan
ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Berdasarkan latar
belakang tersebut, permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai ganti kerugian
pengadaan tanah dalam pembangunan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang
dalam film dokumenter Jatigede, dihubungkan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yakni (diurutkan berdasarkan tahun) :
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 Tentang
Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah
3. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
4. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 1005 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
6. Undang-undang nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Biaya
Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.02/2013 Tentang Biaya
Operasional dan Biaya Penduduk Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
9. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Upaya masyarakat mengenai ganti kerugian dalam pembangunan Waduk Jatigede di


Kabupaten Sumedang pada tahun 1982-hingga sekarang kepada Pengadilan Negeri
Bandung berbuntut panjang hingga Kasasi kepada Mahkamah Agung. Hingga saat ini,
upaya keberatan mengenai aturan dan prosedur hukum terkait pembayaran ganti rugi
pembebasan lahan oleh masyarakat yang terkena dampak pembangunan Waduk
Jatigede belum membuahkan hasil, meskipun Presiden Joko Widodo sebagai Presiden
terpilih pada tahun 2014 berjanji akan menuntaskan permasalahan ini dengan
memasukkan penyelesaian pembangunan Waduk Jatigede dalam rencana
pembangunan di tahun 2015 bersama dengan rencana pembangunan Waduk lainnya
yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, namun belum ada realisasi penyelesain
baik pembangunan waduk maupun upaya penyelesaian kasus hukum mengenai ganti
kerugian pembebasan lahan. Semoga dengan adanya UU Cipta Kerja dapat
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang terkena dampak pembangunan
Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang.

Sumber Referensi :

- Abdullah Sulaeman, Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Jala


Permata Aksara, 2010
- Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah
Di Indonesia, PT. Citra Abadi Bakti, Bandung, 1999.
- Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1999.
- Friedmann, Legal Theory, Third Ed. Stevans & Sons Limited London, 1953, hlm.
283
- Lidwina Halim, Tata Cara Pengadaan Tanah, Hukum Property,
http://hukumproperti.com/165, diakses pada 10 Januari 2021, pukul 21.15 WIB.

Dasar Hukum :

- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria


- Undang-undang nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
- Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 Tentang
Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah
- Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
- Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Biaya
Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.02/2013 Tentang Biaya
Operasional dan Biaya Penduduk Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 1005 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Anda mungkin juga menyukai