Anda di halaman 1dari 30

PENERAPAN KAIDAH HUKUM INTERNASIONAL

DI BIDANG INVESTASI KAITANNYA DENGAN


INVESTASI ASING DI INDONESIA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Hukum Investasi Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum

Disusun Oleh :

Nama : Rini Astuti Wardhana


NPM : 198040002
Konsentrasi : Hukum Ekonomi

Dosen :

Dr. H. Jaja Achmad Jayus, S.H.,M.Hum.

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT Sang
pencipta alam semesta beserta segala isinya yang Maha Besar, yang berkat rahmat,
bimbingan, izin dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul:

“PENERAPAN KAIDAH HUKUM INTERNASIONAL DALAM HUKUM


INVESTASI DI INDONESIA”

Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW, beserta segenap keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta seluruh pengikutnya
hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa untuk memenuhi
persyaratan karya ilmiah masih jauh dari sempurna, yang disebabkan oleh
keterbatasan kemampuan dan kurangnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu dengan
besar hati penulis bersedia menerima segala saran dan kritik yang bertujuan untuk
kesempurnaan makalah ini.
Selama penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan pengarahan
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Mata Kuliah
Hukum Investasi : Dr. H. Jaja Achmad Jayus, S.H.,M.Hum.
Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu, semoga Allah SWT membalas budi kebaikannya. Aamiin.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan yang berguna
bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan dalam bidang ilmu hukum pada
khususnya. Aamiin Yaa Rabbal’alaamiin.

Bandung, 26 Desember 2020


Penulis,

Rini Astuti Wardhana


NPM. 198040002

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………..i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................6
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................6
D. Manfaat Penulisan................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................8
A. Pengaruh Investasi Asing bagi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia....................................8
B. Kedudukan Undang-undang Cipta Kerja dalam Hukum Investasi di Indonesia.................10
C. Penerapan Kaidah Hukum Internasional di Bidang Hukum Investasi Indonesia................15

BAB III PENUTUP...............................................................................................................22


A. Kesimpulan........................................................................................................................22
B. Saran..................................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................25

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan ekonomi terbesar ketujuh di dunia, dan berada di urutan


terbesar ketiga terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di ASEAN
setelah ekonomi Tiongkok dan India. Hal ini dinilai penting bagi untuk bertukar
pendapat mengenai perjanjian invetasi.1
Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan
amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan perundang-
undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan
ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan
terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan ekonomi
dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik
Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi sebagai sumber hukum materiil.
Dengan demikian, pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal.
Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari
penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan
kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang
berdaya saing.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor
penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain
melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan
birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi
1
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54bf82b18794b/perjanjian-internasional-di-bidang-investasi-
akan-ditinjau-ulang

1
yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan
dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut,
diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan.
Peningkatan peran penanaman modal tersebut harus tetap dalam koridor
kebijakan pembangunan nasional yang direncanakan dengan tahap memperhatian
kestabilan makroekonomi dan keseimbangan ekonomi antarwilayah, sektor, pelaku
usaha, dan kelompok masyarakat, mendukung peran usaha nasional, serta memenuhi
kaidah tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Fasilitas penanaman modal diberikan dengan mempertimbangkan tingkat daya
saing perekonomian dan kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan
dengan fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman
modal ini mendorong pengaturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal,
fasilitas hak atas tanah, imigrasi, dan fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian,
pemberian fasilitas penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai upaya
mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan
pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan
kepada penanam modal yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan
produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi penanaman modal di
daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas yang akan diatur lebih
terperinci dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus guna
memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal terhadap
penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas
tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim
persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan
pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong ketaatan
penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan.
Perekonomian dunia ditandai oleh kompetisi antarbangsa yang semakin ketat
sehingga kebijakan penanaman modal harus didorong untuk menciptakan daya saing
perekonomian nasional guna mendorong integrasi perekonomian Indonesia menuju
perekonomian global. Perekonomian dunia juga diwarnai oleh adanya blok
perdagangan, pasar bersama, dan perjanjian perdagangan bebas yang didasarkan atas
sinergi kepentingan antarpihak atau antarnegara yang mengadakan perjanjian. Hal itu

2
juga terjadi dengan keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional
yang terkait dengan penanaman modal, baik secara bilateral, regional maupun
multilateral (World Trade Organization/WTO), menimbulkan berbagai konsekuensi
yang harus dihadapi dan ditaati.
Perekonomian perdagangan dan investasi tidak hanya saling melengkapi, tetapi
juga semakin tak terpisahkan sebagai dua sisi dalam proses globalisasi. Menurut
WTO (Direction General), investasi asing secara langsung (foreign direct
investment/FDI) bersama-sama dengan perdagangan internasional telah menjadi
motor utama proses globalisasi.2 FDI menjadi salah satu pendorong terjadinya proses
globalisasi ekonomi nasional menjadi ekonomi internasional, bersama-sama dengan
faktor lain seperti: perdagangan, aliran dana, migrasi, serta penyebaran teknologi.3
Proses globalisasi ini tidak berhenti pada tingkat ekonomi internasional saja, akan
tetapi juga menuju pada penyatuan ekonomi secara global dengan globalisasi ekonomi
sebagai mega market place.4
Investasi merupakan sumber penggerak pertumbuhan ekonomi menuju
pembangunan berkelanjutan dalam era global. Investasi suatu negara dapat bersumber
dari dalam negeri maupun luar negeri (investasi asing).5 Investasi asing merupakan
aliran aset dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan mendapatkan keuntungan,
dengan pengawasan dari pemilik dana. Aliran aset tersebut dapat berupa properti fisik
yang merupakan investasi langsung dan aliran aset untuk membeli saham perusahaan
di negara lain yang merupakan bentuk investasi portofolio.6
Kemudahan bagi pelaku ekonomi asing untuk menanamkan modal ke dalam
suatu negara menjadi suatu isu yang erat kaitannya dengan kedaulatan. Kedaulatan
suatu negara semakin berkurang seiring dengan regulasi kebebasan transaksi ekonomi
yang meniadakan hambatan-hambatan dan menimbulkan liberalisasi di bidang
ekonomi. Integrasi ekonomi nasional ke satu sistem global dalam proses ekonomi
seperti deregulasi dan perdagangan bebas bahkan dapat mengancam kedaulatan

2
Renato Ruggiero, “WTO News:1996 Press Releases”,
http://www.wto.org/english/news_e/pres96_e/pr042_e.htm, diunduh 20 Desember 2020.
3
Peter N. Stearns, Globalization in World History, USA: Routledge, 2010, hlm. 1.
4
Peter Larose, “The Impact of Global Financial Integration on Mauritius and Seychelles”, Bank of Valleza Review,
Nomor 28, Autumn 2003, hlm. 33.
5
Lyuba Zarsky, “Introduction: Balancing Rights and Rewards in Investment Rules”, dalam buku International
Investment for Sustainable Development: Balancing Rights and Rewards yang disusun oleh Lyuba Zarsky (eds.),
London: Earthscan, 2005, hlm. 1.
6
M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment, New York: Cambridge University Press, 2010, hlm.
8.

3
nasional.7 Pembangunan ekonomi sangat memerlukan sarana dan pranata hukum agar
pembangunan ekonomi nasional benar-benar dapat mencapai tujuannya sesuai
rencana. “Jalan-jalan pintas yang telah diambil dengan mengesampingkan hukum itu
dalam jangka panjang, telah menjerat kita dalam sarang laba-laba yang kita buat
sendiri.”8
Dalam tataran bidang Hukum Ekonomi, Indonesia dinilai tidak mempunyai
environtment yang menarik bagi investor, baik dalam negeri maupun luar negeri,
sehingga perkembangan pembangunan ekonomi terkesan lambat, hal ini dikarenakan
regulasi di bidang ekonomi sangat ‘gemuk’ atau bisa disebut mengalami ‘obesitas’.
‘Obesitas regulasi’ di bidang hukum ekonomi, khususnya menyebabkan terjadinya
dis-harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang hukum ekonomi, sehingga
tumbuh kembang pembangunan ekonomi di Indonesia lebih lambat dibanding negara-
negara asia tenggara lainnya.
Akibat hukum terjadinya disharmoni antara lain: munculnya ketidakpastian
hukum, pelaksanaan peraturan perundangundangan menjadi tidak efektif dan efisien,
terjadinya perbedaan interpretasi terhadap suatu peraturan perundang-undangan,
hukum sebagai pedoman masyarakat dan pemerintah menjadi tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.
Adapun analisis penulis penyebab terjadinya disharmoni peraturan perundang-
undangan antara lain: 1). Adanya pergantian rezim pemerintahan sehingga
penyusunan peraturan perundang-undangan lebih sering berubah dan tidak
berkelanjutan; 2). Belum ada standar baku, cara dan metodologi penyusunan
peraturan perundang-undangan. Masing-masing instansi memiliki keinginan dan
egosentris lebih mengutamakan kepentingan instansinya; 3). Pembentuk peraturan
perundang-undangan yang kurang menguasai permasalahan akibat seringkali terjadi
pergantian antara pejabat; 4). Masih kurangnya akses masyarakat dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan/atau akses masyaraat untuk turut serta dalam
penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan; 5). Kurangnya koordinasi
antara instansi terkait.
Perubahan konsep pembangunan nasional dari semula dirumuskan dalam Garis-
garis Besar Haluan Negara (GBHN) menjadi Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN), seharusnya mampu membawa angin segar dalam perkembangan

7
Milivoje Panic, Globalization and National Economic Welfare, New York: Palgrave Macmillan, 2003, hlm. 7.
8
Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung: Alumni, 1991, hlm. 30.

4
pembangunan ekonomi di Indonesia. Namun, nyatanya perkembangan ekonomi
Indonesia masih kalah bersaing dengan negara-negara tetangga, khususnya untuk
menarik minat investor dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia.
Rumitnya regulasi dan berbelitnya administrasi ditenggarai menjadi salah satu faktor,
hingga pemerintah, khususnya Presiden Jokowi mengeluarkan gagasan konsep
Omnibus Law untuk memperbaiki tatanan bidang hukum ekonomi dan bidang hukum
lainnya.
Kebutuhan reformasi regulasi di bidang hukum ekonomi sangat mendesak
dilakukan karena dapat berimbas kepada turunnya iklim investasi di Indonesia.
Terjadinya konflik di bidang hukum ekonomi salah satunya disebabkan konflik
regulasi. Untuk itu perlu dicarikan solusi atau terobosan untuk menata kembali politik
hukum ekonomi. Reformasi regulasi di bidang hukum ekonomi perlu dilakukan
pemerintah dengan mengacu sistem hukum di Indonesia. Sistem Hukum Indonesia
sangat menentukan arah kebijakan pemerintah. Bila sistem hukumnya baik maka arah
kebijakan pemerintah akan tersistematis dan efektif.
Inilah saatnya pemerintah untuk merekonstruksi regulasi salah satunya regulasi di
bidang hukum ekonomi agar dapat meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Akan
tetapi reformasi regulasi tersebut jangan sampai mengorbankan kepentingan dan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Gagasan konsep Omnibus Law diharapkan dapat
menyelesaikan konflik regulasi di bidang hukum ekonomi dan diharapkan efektif
menyelesaikan konflik regulasi yang sudah lama mendera dan akibatnya bisa
berujung kepada kriminalisasi pejabat. Untuk itu dalam menerapkan konsep ini, maka
harus diberikan landasan hukum yang kuat sehingga tidak bertentangan dengan asas
dan norma pembentukan peraturan perundang-undangan. Teknisnya bisa dengan
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Dengan
Perppu tersebut diharapkan adanya percepatan penyelesaian regulasi dibidang hukum
ekonomi yang dapat menghambat iklim investasi.
Namun apakah konsep omnibus law yang melahirkan Undang-undang Cipta
Kerja dalam rangka meningkatkan environment investasi di Indonesia telah
menerapkan kaidah-kaidah hukum internasional di bidang investasi, khususnya yang
berkaitan dengan investasi asing di Indonesia? Hal inilah yang menggerakkan penulis
untuk menuliskan makalah dengan judul : “Penerapan Kaidah Hukum Internasional di
Bidang Investasi Kaitannya dengan Investasi Asing di Indonesia:

5
B. Rumusan Masalah

1. Apa manfaat dan korelasi investasi asing di Indonesia dengan pertumbuhan


ekonomi Indonesia?

2. Bagaimana kedudukan Undang-undang Cipta Kerja dalam Hukum Investasi di


Indonesia?

3. Bagaimana penerapan kaidah hukum internasional di bidang Hukum Investasi


Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Mampu menjelaskan peranan investasi asing bagi pembangunan ekonomi di


Indonesia.

2. Mengetahui dan memahami kedudukan Undang-undang Cipta Kerja dalam


bidang Hukum Investasi di Indonesia

3. Memahami pentingnya penerapan kaidah hukum internasional dalam bidang


Hukum Investasi, kaitannya dengan investasi asing di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a) Bagi Ilmu Pengetahuan :

1) Mampu menjelaskan pentingnya investasi asing bagi pembangunan


ekonomi di Indonesia;

2) Memberikan pengetahuan berdasarkan fakta hasil studi kepustakaan


tentang kedudukan Undang-undang Cipta Kerja bagi pertumbuhan
investasi di Indonesia;

6
3) Mendapatkan gambar besaran keterkaitan antara penerapan kaidah
hukum internasional dalam bidang hukum investasi, kaitannya dengan
investasi asing di Indonesia.

b) Pembentuk Undang-undang : Memberikan masukan terkait konsep penerapan


kaidah-kaidah hukum internasional dalam bidang hukum investasi, kaitannya
dengan investasi asing di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Memberikan sumbangan bagi para praktisi, yaitu para penegak hukum, hakim
pengadilan, penasehat hukum atau advokat, maupun kalangan akademisi untuk
dapat memaknai penerapan kaidah-kaidah hukum internasional dalam bidang
hukum investasi, yakni Undang-undang Cipta Kerja kaitannya dengan investasi
asing di Indonesia.

7
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengaruh Investasi Asing bagi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Didik J. Rachbini mengungkapkan peranan dan fungsi investasi dalam sistem


perekonomian. Investasi merupakan salah satu sarana yang sangat menentukan
perkembangan perekonomian Indonesia. Faktor investasi bersamaan dengan faktor
pengeluaran pemerintah dan faktor ekspor merupakan faktor injeksi yang memperkuat
sistem perekonomian. Kegiatan investasi berhubungan langsung dengan sistem
produksi, kegiatan perdagangan dan ekspor, serta kegiatan masyarakat pada
umumnya. Dampak ganda investasi sebelum berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi, berpengaruh juga terhadap kegiatan ekonomi lainnya. Inilah keterkaitan
investasi dengan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.9
Menurut UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 penanaman modal asing
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal
asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Kinerja perekonomian suatu negara bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi

9
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum: Suatu Pengenalan Pertama Ruang
Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Bandung: Alumni,2000, hlm. 121-122.

8
makro seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat harga, dan pengangguran. Kinerja
ekonomi Indonesia juga bisa dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi antar waktu.
Mengacu pada teori pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh Robert
Solow dengan pendekatan Neo-Klasik, pembentukan modal dan pertumbuhan
penduduk merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Dalam hal pembentukan modal, peranan investasi baik
domestik maupun asing melalui investasi asing langsung atau Foreign Direct
Investment (FDI) memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. FDI, modal, dan
tenaga kerja merupakan faktorfaktor yang penting dalam proses pertumbuhan
ekonomi.10
Teori pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh kaum Neo-Klasik
menekankan peranan modal yang dimiliki suatu negara. Modal yang bersumber dari
dalam negeri maupun luar negeri akan membantu perekonomian suatu negara.
Investasi dalam negeri atau yang juga dikenal dengan nama Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) dianggap mampu mendorong perekonomian suatu negara
berkembang dengan sangat baik, dimana jika investasi yang terjadi di dalam negeri
mengalami peningkatan maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 11
Bagi Indonesia, di samping investasi domestik, FDI memiliki peranan yang besar
dalam melengkapi kebutuhan investasi dalam negeri. FDI meningkatkan kemampuan
produksi dan menjadi media transfer teknologi dari luar negeri ke dalam negeri.
Dalam hal produksi, FDI bisa meningkatkan produktivitas perusahaan dalam negeri
dengan transfer teknologi yang dibawa bersamaan dengan masuknya FDI. Kehadiran
investasi asing dalam bentuk FDI juga bisa meningkatkan daya saing dan keunggulan
produk domestik.
Investasi langsung dari luar negeri merupakan salah satu variabel penting dalam
mempercepat proses peningkatan kesejahteraan penduduk Indonesia. Inventasi
langsung luar negeri merupakan salah satu penggerak motor pertumbuhan ekonomi
Indonesia sejak masa pemerintahan orde baru hingga kini. Selain salah satu faktor
pendorong pertumbuhan ekonomi investasi langsung juga saling berpengaruh
terhadap beberapa variabel makro penting seperti tingkat suku bunga, inflasi, dan nilai
tukar dalam proses pertumbuhan ekonomi.

10
Firdaus Jufrida, Mohd. Nur Syechalad dan Muhammad Nasir, Analisis Pengaruh Investasi Asing Langsung dan
Investasi dalam Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam
Volume 2 Nomor 1, Maret 2016, Hlm. 50-51
11
Ibid., hlm. 56

9
Menurut penulis, beberapa manfaat pengaruh investasi asing terhadap
perekonomian Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut : 1). Menciptakan
perusahaan baru, mendukung penelitian teknologi, dan memperluas pasar; 2).
Meningkatkan industri ekspor, daya saing pasar, dan merangsang pertumbuhan
ekonomi pada sektor keuangan dan jasa; 3). Meningkatkan pendapatan negara dari
pajak penghasilan perusahaan asing; 4). Menambah devisa negara; 5). Besarnya
kemungkinan penyerapan bahan baku lokal untuk diolah; 6). Meningkatkan taraf
ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja; 7). Memacu pembangunan dengan adanya
ketersediaan modal dari investor asing; 8). Meningkatkan peran Indonesia di pasar
ekonomi dunia; 9). Memajukan teknologi yang ada dalam negeri dengan edukasi
teknologi maju dari perusahaan asing

B. Kedudukan Undang-undang Cipta Kerja dalam Hukum Investasi di


Indonesia

Investasi merupakan salah satu faktor esensial dalam pembangunan ekonomi


suatu negara. Melalui investasi, baik investasi dari asing maupun dalam negeri,
diharapkan mampu menggerakkan roda ekonomi suatu negara. Sehingga, negara
dituntut untuk mengatur sedemikian rupa agar investasi dapat memberikan pengaruh
positif bagi bangsa dan masyarakatnya. Kewajiban negara mengatur investasi
dikarenakan kompleksitas sifat penanaman modal serta memiliki dampak terhadap
banyak aspek, mulai dari masalah pertanahan, tenagakerja, permodalan, perpajakan
dan pelbagai aspek lainnya.
Arah investasi di Indonesia menurut UU RPJP 2005-2025 adalah untuk
mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara
berkelanjutan dan berkualitas dengan mewujudkan iklim investasi yang menarik;
mendorong penanaman modal asing bagi peningkatan daya saing perekonomian
nasional; serta meningkatkan kapasitas infrastruktur fisik dan pendukung yang
memadai. Investasi yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan demokrasi
ekonomi akan dipergunakan sebesar-besarnya untuk pencapaian kemakmuran bagi
rakyat.12
Berbekal pada arah kebijakan pemerintah Indonesia di bidang investasi
sebagaimana dirumuskan dalam RPJP 2005-2025, maka presiden Joko Widodo
12
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025: Bab
IV.1. Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025, hlm. 50.

10
kemudian mengusulkan pembentukkan Undang-undang Cipta Kerja menggunakan
konsep omnibus law13 pada tahun 2020 ini, dengan tujuan untuk menciptakan
lapangan pekerjaan yang dinamakan Undang-undang Cipta Kerja. Pembahasan
mengenai rancangan Undang-undang (UU) Cipta Kerja telah diumumkan sejak tahun
2019. Lalu pada oktober 2020, Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui UU Cipta
Kerja di Indonesia.
Kehadiran undang-undang baru ini diharapkan dapat menciptakan iklim investasi
yang lebih bersahabat sehingga meningkatkan perekonomian Indonesia. Perubahan
atau penyederhanaan peraturan perundang-undangan dalam UU Cipta Kerja ini
mencakup 11 klaster, yaitu:
1. Penyederhanaan Perizinan Tanah
2. Persyaratan Investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan dan Perlindungan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
5. Kemudahan Berusaha
6. Dukungan Riset dan Inovasi
7. Administrasi Pemerintahan
8. Pengenaan Sanksi
9. Pengendalian Lahan
10. Kemudahan Proyek Pemerintah
11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Berikut adalah beberapa kemudahan yang bisa dinikmati oleh investor yang telah
dijamin dalam UU Cipta Kerja: Kemudahan perizinan. Untuk membangun sebuah
pabrik, tentunya investor perlu memiliki izin penanaman modal, izin prinsip, izin
keamanan dan ramah lingkungan, izin mendirikan bangunan, uji kelayakan, serta
berkas perusahaan yang lengkap. Dengan Kemudahan Layanan Investasi langsung
Konstruksi (KLIK), investor hanya perlu mengurus izin investasi sebelum memulai
pembangunan. Perlu diakui, untuk menerbitkan izin lingkungan seperti AMDAL dan
izin seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diperlukan waktu yang tidak sebentar.
Kalau dulu pembangunan bisa terhambat karena masalah perizinan, kini investor tidak
perlu lama menunggu izin-izin tersebut terbit untuk memulai konstruksi. Syaratnya,
13
Audrey O'Brien, Senior Administrator Dewan Perwakilan Rakyat Kanada menjelaskan bahwa Omnibus Law
merupakan rancangan undang-undang yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-
undang. Mudahnya, Omnibus Law adalah suatu Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk menyasar satu isu besar
yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana.
Dengan kata lain, Omnibus Law bertujuan untuk menyederhanakan regulasi yang berbelit di suatu negara.

11
izin-izin tersebut tetap diurus secara paralel dan harus selesai sebelum konstruksi
selesai. Tanpa adanya dokumen perizinan tersebut, kegiatan komersil perusahaan
tidak bisa dimulai walaupun konstruksi bangunan sudah siap.
Kemudahan perpajakan. Sebagian mesin, material, dan bahan baku produksi bisa
jadi tidak tersedia di Indonesia. Jika mesin, material, dan bahan baku yang dimaksud
hanya bisa didapatkan di luar negeri, BKPM menyediakan kemudahan perpajakan
dengan membebaskan biaya dan pajak masuk barang tersebut.Tentu saja, ini akan
meringankan proses masuknya barang dan memudahkan perusahaan untuk terus
beroperasi. Walaupun begitu, untuk mendapatkan kemudahan perpajakan ini,
perusahaan harus memenuhi beberapa syarat dan mendapatkan rekomendasi dari
Direktorat Jenderal Perpajakan.
Kemudahan ketenagakerjaan. Pemerintah menjamin bahwa perusahaan bisa
mendapatkan sumber daya manusia siap kerja dari sekitar lokasi perusahaan. Ini
tentunya merupakan solusi yang baik karena perusahaan bisa membuka lapangan
pekerjaan dan tenaga kerja Indonesia bisa dimanfaatkan dengan baik.
Pertumbuhan investasi di sektor riil juga merupakan fokus pemerintah untuk
menggerakan ekonomi melalui UU Cipta Kerja ini. Sebelum adanya UU Cipta Kerja,
memang terlihat bahwa realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) cenderung terus bertumbuh setiap tahunnya. Akan
tetapi, jika dibandingkan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), kontribusi PMA
sebagai persentase dari PDB masih telihat kecil.
Harapannya, bila penanaman modal di Indonesia bertambah, akan terbuka
kesempatan untuk membentuk lapangan kerja baru bagi masyarakat. Banyaknya
pembangunan pabrik manufaktur akibat adanya investasi yang masuk ke Indonesia
diharapkan dapat mereformasi industri di Indonesia juga. Jika Indonesia memproduksi
lebih banyak produk dan banyak melakukan ekspor barang selain komoditas mentah,
tentunya juga akan memperkuat nilai ekspor Indonesia untuk jangka panjang dan pada
akhirnya membantu memperkuat nilai rupiah.
UU Cipta Kerja menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Namun demikian
perumusan Omnibus Law pada pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin ini
diyakini dapat membawa hal positif. Undang-undang ini akan mendorong perbaikan
kondisi iklim penanaman modal melalui investasi di Indonesia ke arah yang lebih
baik. UU akan mengatur ulang kebijakan-kebijakan yang sebelumnya dinilai
menghambat masuknya investasi ke Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk

12
mewujudkan perekonomian Indonesia yang semakin kuat sehingga dapat menjadi
salah satu dari empat kekuatan ekonomi dunia pada 2030-2035. Deregulasi peraturan
dan kebijakan terdahulu diharapkan dapat menciptakan iklim penanaman modal yang
lebih mudah dan ramah.
Perwujudan dari peraturan dalam UU Cipta Kerja terkait investasi di Indonesia
salah satunya adalah penyederhanaan proses perizinan investasi menjadi lebih
sederhana dan cepat. Seluruh proses terkait perizinan investasi akan diberikan
kepastian peraturan dan standar, sehingga implementasi kegiatan penanaman modal
tidak lagi memakan waktu yang panjang dan bertele-tele. UU Cipta Kerja merupakan
kebijakan yang dapat menguntungkan masyarakat pada khususnya dan perekonomian
Indonesia pada umumnya. Proses perizinan investasi ke Indonesia akan lebih cepat
dan mudah sehingga perekonomian diharapkan dapat segera berputar. Investasi yang
cepat juga akan mendorong semakin bertumbuhnya usaha-usaha kecil, mikro, maupun
menengah untuk menyerap tenaga kerja.
Masalahnya sekarang adalah, apakah dengan di adakannya pembaruan ketentuan
investasi, investor asing dengan sendirinya akan datang ke Indonesia. Jika dilihat
hanya semata-mata dari sudut pandang hukum formal, tentunya investor asing tidak
perlu ragu-ragu lagi sebab, undang-undang yang mengatur tentang investasi sudah
ada. Hal ini berarti, jika kegiatan investasi dilakukan sesuai dengan norma yang sudah
ada tentunya tidak menjadi masalah namun jika dilihat lebih jauh lagi yakni
bagaimana pelaksanaan ketentuan peraturan tersebut (law enforcement). Dengan kata
lain, bagaimana penegakan hukumnya. Tampaknya hal yang terakhir inilah yang
menjadi isu utama dalam menarik investasi ke negeri ini, apakah proses peradilan
sebagai pintu terakhir dalam proses penegakan hukum berjalan secara adil atau fair.
Hukum harus mampu mengatur dampak dari pembangunan, hukum merupakan
subsistem dalam sistem kehidupan bernegara,14 Dengan demikian, sekalipun sudah
diadakan pembaharuan dalam hukum investasi, belum ada suatu jaminan investor
akan datang dengan sendirinya. Permasalahan yang sering dikeluhkan oleh investor
tidak terletak pada peraturan perundang-undangan, melainkan pada pelaksanaan
peratran perundang-undangan itu sendiri.15 Seperti yang dikemukakan oleh Mochtar
Kusumaatmadja, yang menjadi kepastian hukum, baik mengenai ketentuan

14
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat
yang Berkeadilan dan Bermartabat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm 314.
15
Hikmahanto Juwana, “Prospek Investasi Asing di Daerah dalam Menyongsong Berlakunya Undang-Undang
Investasi Baru”, Makalah dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh FH Trisakti Elips, Jakarta.

13
perundang-undangan yang dalam banyak hal tidak jelas dan bahkan bertentangan, dan
juga mengenai pelaksanaan keputusan pengadilan.16
Untuk itu investor akan melihat, apakah ketentuan hukum tersebut dilaksanakan
sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang
salah satu prinsip utamanya adalah penegakan supremasi hukum. Hal ini terungkap
dalam pemikiran yang dikemukakan oleh C.F.G. Sunaryati Hartono sebagai berikut: 17
“Penanaman modal sebagai katalisator untuk menggiatkan dan memodernkan bidang-
bidang lain. Akan tetapi, pada pihak lain penanaman modal asing itu sendiri tidak
dapat diintensifkan, sebelum sarana dan prasarana (infrastruktur), administrasi Negara
dan pendidikan tenaga kerja Indonesia belum disempurnakan”.
Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa faktor utama bagi hukum untuk dapat
berperan dalam pembangunan ekonomi adalah, apakah hukum mampu menciptakan
stability, predictability dan fairness. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi
sistem ekonomi saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas (stability)
adalah potensi hukum untuk menyeimbangkan dan mengakomodasikan
kepentingankepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan hukum untuk meramalkan
(preadictability) akibat dari langkahlangkah yang diambil khususnya penting bagi
negeri yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki
hubunganhubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang tradisional. Aspek
keadilan (fairness), seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku
pemerintah adalah untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang
berlebihan.18
Inilah saatnya pemerintah untuk merekonstruksi regulasi salah satunya regulasi di
bidang hukum ekonomi agar dapat meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Akan
tetapi reformasi regulasi tersebut jangan sampai mengorbankan kepentingan dan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Gagasan konsep Omnibus Law diharapkan dapat
menyelesaikan konflik regulasi di bidang hukum ekonomi dan diharapkan efektif
menyelesaikan konflik regulasi yang sudah lama mendera dan akibatnya bisa
berujung kepada kriminalisasi pejabat. Untuk itu dalam menerapkan konsep ini, maka
harus diberikan landasan hukum yang kuat sehingga tidak bertentangan dengan asas

16
Mochtar Kusumaatmadja, Investasi di Indonesia dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan Perjanjian Hasil Putaran
Uruguay, Makalah dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh FH Unpad Bandung.
17
F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991., hlm. 316
18
Erman Rajagukguk, “Hukum ekonomi Indonesia memperkuat persatuan nasional. Mendorong pertumbuhan
ekonomi dan memperluas kesejahteraan sosial.”, dalam seminar pembangunan hukum nasional VIII, Bali 14-18
Juli 2003 Buku 3 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 2004, hlm. 252-256.

14
dan norma pembentukan peraturan perundang-undangan. Teknisnya bisa dengan
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Dengan
Perppu tersebut diharapkan adanya percepatan penyelesaian regulasi dibidang hukum
ekonomi yang dapat menghambat iklim investasi.
Untuk dapat mengimplementasikan UU Cipta Kerja, pemerintah diharapkan
dapat menerbitkan peraturan pelaksana agar tidak menimbulkan konflik
berkepanjangan dari kontroversi lahirnya UU Cipta Kerja, sehingga tujuan
peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui bidang investasi, khususnya investasi
asing di Indonesia dapat segera terwujud.

C. Penerapan Kaidah Hukum Internasional di Bidang Hukum Investasi


Indonesia

Liberalisasi ekonomi tampak dalam tiga pilar utama yakni: internasionalisasi dan
liberalisasi perdagangan dan keuangan; dominasi perusahaan transnasional; dan peran
luas dan mendalam dari 3 (tiga) organisasi ekonomi dunia yaitu International
Monetary Fund (IMF), Bank Dunia (World Bank), dan Word Trade Organization
(WTO).19
Institusi global yang berada di balik liberalisasi ekonomi, cikal bakalnya
disepakati dalam Konferensi Bretton Woods yang diikuti oleh 44 negara yang
dipimpin oleh Amerika Serikat dan Inggris pada tanggal 1-22 Juli 1944. 20 Pada tahun
1947, Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT) diresmikan
sebagai forum multilateral untuk mengurangi hambatan perdagangan.21 WTO
didirikan pada babak kedelapan perundingan GATT yang disebut sebagai Putaran
Uruguay yang berlaku pada tanggal 1 Januari 1995.22
GATT berpedoman pada 5 prinsip utama dalam perdagangan, yaitu:23
a. Prinsip Most-Favoured-Nation (MFN)
Prinsip ini terdapat dalam Pasal I GATT. Prinsip ini berarti suatu kebijakan
perdagangan harus dilaksanakan atas dasar non-diskriminatif. Semua negara
anggota terikat untuk memberikan perlakuan yang sama kepada negara-negara

19
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hlm. 39.
20
Richard Peet, Unholy Trinity: the IMF, World Bank and WTO, New York: Zedbook, 2009, hlm. 36.
21
Paul R. Krugman dan Maurice Obsƞeld, Economics, USA: Worth Publishers, 2013, hlm. 546.
22
Masaaki Kotabe, Kristian Helsen, Global Marketing Management, USA: John Wiley & Sons Inc., 2008, hlm. 56.
23
Ibid, hlm. 108-117

15
lainnya dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta yang
menyangkut biaya-biaya lainnya.
b. Prinsip National Treatment
Prinsip ini terdapat dalam Pasal III GATT. Dalam prinsip ini, produk dari
suatu negara yang diimpor ke dalam suatu negara harus diperlakukan sama seperti
halnya produk dalam negeri. Prinsip ini sifatnya berlaku luas. Prinsip ini juga
berlaku terhadap semua macam pajak dan pungutan-pungutan lainnya. Prinsip ini
berlaku pula terhadap perundang-undangan, pengaturan, dan persyaratan-
persyaratan (hukum) yang mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan,
distribusi, atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri. Prinsip ini juga
memberikan perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya
atau kebijakan administratif atau legislatif.
c. Prinsip Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif
Ketentuan dasar GATT adalah larangan restriksi kuantitatif merupakan
rintangan terbesar bagi GATT. Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor
dalam bentuk apapun (misalnya penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi
penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan pembayaran produk-produk
impor atau ekspor) pada umumnya dilarang (Pasal IX). Hal itu disebabkan praktik
tersebut dapat mengganggu praktik perdagangan normal.
d. Prinsip Perlindungan melalui Tarif
Pada prinsipnya GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap
industri domestik melalui tarif (menaikkan tingkat tarif bea masuk) dan tidak
melalui upaya-upaya perdagangan lainnya (non-tarif commercial measures).
Perlindungan melalui tarif ini menunjukkan dengan jelas tingkat perlindungan
yang diberikan dan masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat.
e. Prinsip Resiprositas
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT. Prinsip ini tampak
pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tarif yang
didasarkan atas dasar timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.
f. Perlakuan Khusus bagi Negara Berkembang
Sekitar dua pertiga negara anggota GATT adalah negara-negara yang sedang
berkembang yang masih berada dalam tahap awal pembangunan ekonomi. Untuk
membantu pembangunan mereka, pada tahun 1965, suatu bagian baru yaitu part
IV yang memuat tiga pasal (Pasal XXXVI-XXXVIII), ditambahkan ke dalam

16
GATT. Tiga pasal baru dalam bagian tersebut dimaksudkan untuk mendorong
negara-negara industri membantu pertumbuhan ekonomi negaranegara
berkembang.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Indonesia yang digariskan dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Tahun 2005-2025 (UU RPJP 2005-2025), jelas-jelas tidak menafikan adanya
pengaruh asing terhadap pembangunan ekonomi Indonesia. Namun, dinamika
globalisasi dan kesepakatan ekonomi dalam forum perjanjian internasional lah yang
melahirkan berbagai kebijakan pemerintah yang menempatkan kepentingan nasional
di atas segalanya. Kebijakan pembangunan ekonomi dalam jangka panjang tersebut
harus mampu menjaga kemandirian kedaulatan ekonomi dan perhatian utama
meningkatkan taraf hidup masyarakat serta menurunkan tingkat kemiskinan
masyarakat yang masih lemah.24
Terhitung 13 tahun sejak Indonesia menandatangani Perjanjian WTO Agreement
(1994-2007), baru pada tahun 2007 lahir pembaharuan undang-undang penanaman
modal. Krisis ekonomi 1997 merupakan salah satu trigger point pembaharuan hukum
penanaman modal di Indonesia, yaitu pada saat Pemerintah Indonesia meminta
bantuan IMF untuk menanggulangi krisis ekonomi melalui Surat Kesanggupan
(Letter of Intent/LoI) Pemerintah Indonesia tanggal 31 Juli 2000 yang ditujukan
kepada IMF. LoI tersebut berisi kesanggupan Pemerintah Indonesia untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan ekonomi sebagai syarat permohonan bantuan
keuangan dari IMF. Salah satu kesanggupan Pemerintah Indonesia tersebut adalah
LoI tertanggal 31 Juni 2000 butir VII.62 yang berbunyi: “The government will shortly
publish a regulation narrowing the list of sectors that are closed to foreign
investment”. LoI ini berisi kesanggupan Pemerintah Indonesia untuk membuat
regulasi bagi investor asing untuk mendapatkan perluasan usaha dari sektor ekonomi
bagi sektor-sektor ekonomi yang sebelumnya tertutup bagi investor asing.25
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM)
merupakan peraturan mengenai investasi di Indonesia yang menggantikan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Investasi Asing dan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1968 tentang Investasi Domestik. Undang-undang ini tidak lagi membedakan

24
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 : Bab
IV.1 . Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025, hlm. 48-49.
25
Indonesia-IMF, “Letter of Intent”, 31 Juli 2000, http://www.imf.org/external/np/loi/2000/idn/03/, diunduh 23
Desember 2020.

17
antara investasi asing dan domestik. Pembentukan undang-undang ini merupakan
komitmen Indonesia atas diratifikasinya Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO Agreement) Pasal XVI, Ayat 4 dari Agreement tersebut
mewajibkan negara anggota untuk menyesuaikan aturanaturan atau hukum
perdagangan mereka dengan aturan-aturan yang terdapat dalam Annex di WTO
Agreement. Prinsip-prinsip WTO yang telah diimplementasikan pada UUPM, yaitu:
1) Prinsip (Most-Favoured-Nation) dalam Pasal 1 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4
ayat (2), dan Pasal 6 ayat (1);
2) Prinsip National Treatment dalam Pasal 6 ayat (1);
3) Prinsip Larangan Restriksi (pembatasan) Kuantitatif dapat ditemukan dalam Pasal
8;
4) Prinsip Perlindungan melalui Tarif yang ditemukan secara tersirat pada asas
efisiensi berkeadilan dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 14;
5) Prinsip Resiprositas dapat ditemukan dalam Pasal 7 dan Pasal 32;
6) Prinsip Perlakuan Khusus bagi Negara Berkembang diatur dalam Pasal 13.
Indonesia telah mengimplementasi prinsip-prinsip tersebut sebagaimana diwajibkan
bagi negara-negara anggota WTO.
Lahirnya UU Cipta Kerja memperlihatkan bahwa pemerintah Joko Widodo -
Ma’aruf Amin sangat serius dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip
GATT/WTO tidak hanya dalam bidang penanaman modal asing tetapi juga
melakukan sinkronisasi regulasi di berbagai sektor yang dapat meningkatkan iklim
investasi asing di Indonesia.
Sebagaimana telah disinggung dalam sub-bab B bab II makalah ini, ada 11 sektor
atau klaster dalam UU Cipta Kerja. Tidak hanya prinsip/kaidah GATT/WTO yang
telah diimplementasikan dalam UU Cipta Kerja, pemerintah Indonesia juga telah
mengimplementasikan beberapa ketentuan kaidah internasional dimana Indonesia
menjadi anggota atau telah mengkonversi ketentuan konvensi internasional tersebut,
dapat terlihat dalam ketentuan-ketentuan UU Cipta Kerja yang telah diterbitkan oleh
pemerintah Indonesia, seperti kaidah Incoterm ICC 2020, ASEAN RCEP, Indonesia
Australia CEPA (IA-CEPA), Indonesia EFTA CEPA (I-EFTA CEPA) hingga dalam
perundingan Indonesia EU CEPA (IEU CEPA).
UU Cipta Kerja bermanfaat untuk memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan
kepastian hukum. Melalui konsep omnibus law, penyederhanaan dan perubahan
regulasi bisa dipercepat, dibandingkan jika merevisi undang-undang satu persatu yang

18
membutuhkan waktu yang cukup lama. UU Cipta Kerja menyederhanakan dan
mengintegrasi perizinan sektor dari 46 UU dan 647 pasal yang terkait dengan banyak
sektor dan menimbukan ego sektoral, mulai dari sektor pertanian, pendidikan,
kelautan dan perikanan, perdagangan, periwisatan, perindustrian dan sebagainya.
UU Cipta kerja juga mengintegrasikan dan menyederhanakan sejumlah UU yang
mengatur perizinan berusaha, seperti izin lokasi (merubah 4 UU dan terdiri dari 51
pasal perubahan), izin lingkungan (merubah 2 UU dan terdiri dari 36 pasal perubahan)
dan izin bangunan gedung (merubah 2 UU dan terdiri dari 48 pasal perubahan).
Dengan UU Cipta Kerja persyaratan untuk berinvestasi menjadi lebih sederhana dan
membuat proses berusaha menjadi lebih cepat dan mudah, hal ini dikarenakan
beberapa hal sebagai berikut :
1. UU Cipta Kerja mewajibkan pemerintah untuk menetapkan priority list atas
bidang usaha yang didorong untuk investasi, yakni yang mencakup teknologi
tinggi, investasi besar berbasis digital dan padat karya;
2. Kegiatan usaha UMKKM dapat bermitra dengan modal asing;
3. Status penanaman modal asing (PMA) hanya dikaitkan dengan batasan
kepemilikan asing;
4. Ketentuan persyaratan investasi dalam UU sektor dihapus karena akan diatur
dalam Pepres Daftar Prioritas Investas;
5. Bidang usaha tertutup disarankan atas kepentingan nasional, asas kepatutan dan
konvensi internasional (salah satunya adalah GATT/WTO)
6. Penyederhanaan dan percepatan proses Merek dan Paten
7. Visa kunjungan pra-invetasi dan jaminan visa dapat berupa deposit serta adanya
perluasan cakupan izin tinggal tetap untuk rumah kedua WNA.
8. Penyederhanaan proses (berbasis digital) dan pengurangan biaya pendirian PT
serta penghapusan ketentuan modal awal.
UU Cipta kerja juga melakukan reformasi perpajakan dengan tujuan untuk
meningkatkan daya tarik iklim investasi dalam negeri serta memperluas peluang
invetasi dengan mendorong kegiatan lalu lintas perdagangan internasional dengan
adanya 15 titik Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang tersebar di beberapa wilayah
Indonesia, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dan 13 titik
Kawasan Industri Terpadu yang telah terintegrasi dengan fasilitas, infrastruktur dan
lahan investasi ditetapkan di awal kelahiran UU Cipta Kerja.

19
Penerapan prinsip-prinsip GATT/WTO dalam suatu negara akibat proses
globalisasi ekonomi bukan suatu fenomena yang netral. Tidak hanya menghilangkan
sekat-sekat batas negara karena kemajuan komunikasi dan teknologi informasi,
globalisasi juga menyebarkan ide-ide atau muatan-muatan kapitalisme dan pasar
bebas ke semua negara.26 Sesungguhnya globalisasi adalah kelanjutan dari
kolonialisme dan developmentalism.27 negara-negara Eropa ke wilayah negaranegara
Asia-Afrika beberapa abad yang lalu. Perbedaannya, kolonisasi menduduki wilayah
suatu negara dengan kekuatan senjata (militer). Globalisasi merupakan serbuan
produk barang/jasa atau tenaga kerja asing ke suatu wilayah negara.28
Pada intinya, liberalisasi penanaman modal ini memberi perlindungan penuh
kepada pemilik investasi asing atau perusahaan multinasional serta mengurangi
sampai sedikit mungkin hak pemerintah negara tuan rumah untuk mengendalikan arus
modal asing. Di satu pihak liberalisasi atau globalisasi perdagangan internasional dan
penanaman modal asing ini dapat menarik produk-produk Indonesia ke pasaran dunia
apabila semakin banyak komponen dari produk-produk yang patennya dimiliki oleh
perusahaan multinasional dapat dibuat di Indonesia. Di lain pihak, muncul pertanyaan
dapatkah Indonesia berperan sebagai pelaku dalam perdagangan global yang pemain
utamanya adalah perusahaan multinasional. Hal ini akan banyak menimbulkan
masalah karena konflik kepentingan antara perusahaan multinasional yang
menanamkan modalnya di Indonesia dan pembangunan ekonomi nasional Indonesia
itu sendiri.29
Di satu sisi, Indonesia harus membuat peraturan atau ketentuan-ketentuan yang
memudahkan perusahaan-perusahaan multinasional untuk menanamkan modalnya di
Indonesia. Di lain sisi ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan pun tidak boleh
bertentangan dengan landasan ekonomi Indonesia yang terdapat dalam Pasal 33 UUD
1945 dan Pancasila.30
Implementasi prinsip-prinsip liberalisasi Perjanjian WTO dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pembangunan ekonomi di Indonesia, seperti
terkandung dalam UUPM dan UU Cipta Kerja, pada dasarnya tidak selaras dengan

26
R. Hendra Halwani, Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hlm.225-226.
27
Mansour Fakih, “Neoliberalisme Dan Globalisasi”, Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär, Edisi I/2004, hlm. 6.
28
A.F. Elly Erawaty, “Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas” dalam buku Aspek Hukum dari Perdagangan
Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia Melaksanakan Perdagangan Bebas yang disusun oleh Ida Susanti
dan Bayu Seto (eds.), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 8.
29
An-An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum Perdagangan Internasional dan
Hukum Penanaman Modal, Bandung: Alumni, 2011, hlm. 15.
30
Ibid.

20
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Di satu sisi, pembangunan ekonomi Indonesia pada
dasarnya bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai
tujuan akhir pelaksanaan sila-sila Pancasila dan UUD 1945. Di sisi lain, Syamsul
Hadi menilai UUPM mengandung sejumlah pasal yang justru mengesampingkan
kepentingan rakyat Indonesia, seperti hak asing atas kepemilikan tanah yang
berjangka panjang serta jaminan kebebasan untuk mengalihkan aset yang dimiliki
kepada pihak-pihak yang diinginkan. 31 Penilaian Syamsul Hadi terhadap pasal-pasal
UUPM tersebut jelas-jelas bertentangan dengan tujuan Pancasila dan UUD 1945
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dua kepentingan lain, selain kepentingan ekonomi dan kepentingan hukum, yang
juga kontradiktif adalah kepentingan perusahaan multinasional penanam modal dan
kepentingan negara Indonesia yang sedang melaksanakan pembangunan ekonomi.
Keberadaan investasi asing dalam negara berkembang pada dasarnya membawa
manfaat (benefit) dan sekaligus mudarat (negative impact). Manfaat investasi asing
dalam negara berkembang adalah menutup “savings–investment gap in the economy”
serta membawa tambahan sumber daya seperti teknologi, management know-how, dan
akses ke pasar barang ekspor.32 Sebaliknya investasi asing membawa pengaruh negatif
di bidang politik, budaya, dan ekonomi, seperti: campur tangan dalam urusan dalam
negeri, perubahan budaya, ketergantungan teknologi, modal domestik tersisih,
dominasi dalam industri dan produk lokal tersisih, keringanan pajak, polusi
lingkungan, dan kestabilan neraca pembayaran.33

31
Syamsul Hadi (et.al), Kudeta Putih: Reformasi dan Pelembagaan Kepentingan Asing dalam Ekonomi Indonesia,
Jakarta: Indonesia Berdikari, 2012, hlm. 2.
32
H.S. Kehal, Foreign Investment in Developing Countries, New York: Palgrave Macmillan, 2004, hlm. 1.
33
Ibid,. hlm.40.

21
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan


kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan
amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan perundang-
undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan
ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan
terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia.
Perekonomian perdagangan dan investasi tidak hanya saling melengkapi, tetapi
juga semakin tak terpisahkan sebagai dua sisi dalam proses globalisasi. Menurut
WTO (Direction General), investasi asing secara langsung (foreign direct
investment/FDI) bersama-sama dengan perdagangan internasional telah menjadi
motor utama proses globalisasi.
Investasi merupakan sumber penggerak pertumbuhan ekonomi menuju
pembangunan berkelanjutan dalam era global. Investasi suatu negara dapat bersumber
dari dalam negeri maupun luar negeri (investasi asing). Investasi langsung dari luar
negeri merupakan salah satu variabel penting dalam mempercepat proses peningkatan
kesejahteraan penduduk Indonesia. Inventasi langsung luar negeri merupakan salah
satu penggerak motor pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak masa pemerintahan orde
baru hingga kini. Selain salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi investasi
langsung juga saling berpengaruh terhadap beberapa variabel makro penting seperti
tingkat suku bunga, inflasi, dan nilai tukar dalam proses pertumbuhan ekonomi.

22
Dalam tataran bidang Hukum Ekonomi, Indonesia dinilai tidak mempunyai
environtment yang menarik bagi investor, baik dalam negeri maupun luar negeri,
sehingga perkembangan pembangunan ekonomi terkesan lambat, hal ini dikarenakan
regulasi di bidang ekonomi sangat ‘gemuk’ atau bisa disebut mengalami ‘obesitas’.
‘Obesitas regulasi’ di bidang hukum ekonomi, khususnya menyebabkan terjadinya
dis-harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang hukum ekonomi, sehingga
tumbuh kembang pembangunan ekonomi di Indonesia lebih lambat dibanding negara-
negara asia tenggara lainnya.
Tidak hanya prinsip/kaidah GATT/WTO yang telah diimplementasikan dalam
UU Cipta Kerja, pemerintah Indonesia juga telah mengimplementasikan beberapa
ketentuan kaidah internasional dimana Indonesia menjadi anggota atau telah
mengkonversi ketentuan konvensi internasional tersebut, dapat terlihat dalam
ketentuan-ketentuan UU Cipta Kerja yang telah diterbitkan oleh pemerintah
Indonesia, seperti kaidah Incoterm ICC 2020, ASEAN RCEP, Indonesia Australia
CEPA (IA-CEPA), Indonesia EFTA CEPA (I-EFTA CEPA) hingga dalam
perundingan Indonesia EU CEPA (IEU CEPA).
Implementasi prinsip-prinsip liberalisasi Perjanjian WTO dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pembangunan ekonomi di Indonesia, seperti
terkandung dalam UUPM dan UU Cipta Kerja, pada dasarnya tidak selaras dengan
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Di satu sisi, pembangunan ekonomi Indonesia pada
dasarnya bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai
tujuan akhir pelaksanaan sila-sila Pancasila dan UUD 1945.
Keberadaan investasi asing dalam negara berkembang pada dasarnya membawa
manfaat (benefit) dan sekaligus mudarat (negative impact). Manfaat investasi asing
dalam negara berkembang adalah menutup “savings–investment gap in the economy”
serta membawa tambahan sumber daya seperti teknologi, management know-how, dan
akses ke pasar barang ekspor. Sebaliknya investasi asing membawa pengaruh negatif
di bidang politik, budaya, dan ekonomi, seperti: campur tangan dalam urusan dalam
negeri, perubahan budaya, ketergantungan teknologi, modal domestik tersisih,
dominasi dalam industri dan produk lokal tersisih, keringanan pajak, polusi
lingkungan, dan kestabilan neraca pembayaran.

23
B. Saran

Dalam mendorong perekonomian Indonesia, khususnya di bidang investasi asing


dengan penerapan kaidah-kaidah hukum internasional dan implementasi konverasi
ketentuan-ketentuan berbagai konvensi/organisasi Internasional, pemerintah Indonesia
kemdian meregulasi ketentuan yang berkaitan dengan hukum investasi dengan
lahirnya UU Cipta Kerja. Namun bukan berarti negara Indonesia kehilangan jati diri
dan identitasnya dengan tunduk dalam kaidah, prinsip dan ketentuan-ketentuan
berbagai konvensi/organisasi Internasional tersebut. Pemerintah Indonesia hendaknya
tetap mengedepankan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang tercantum dalam UUD
1945 dan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, sehingga dapat melindungi
segenap bangsa Indonesia tetapi juga mensejahterakan masyarakat Indonesia.
Pemerintah Indonesia sebaiknya segera mengeluarkan peraturan pelaksana UU
Cipta Kerja agar implementasi atau pelaksanaan UU Cipta Kerja dapat berjalan
dengan baik dan tidak menimbulkan multitafsir dan multidimensi, terlebih ada
beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja yang sepertinya belum lengkap atau belum
selesai secara kosakata sehingga apabila tidak diatur dalam peraturan pelaksana,
dikhawatirkan dapat menimbulkan kontroversi dalam pelaksanannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Literatur

A. F. Elly Erawaty, “Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas” dalam buku


Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia
Melaksanakan Perdagangan Bebas yang disusun oleh Ida Susanti dan Bayu Seto
(eds.), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003

An-An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum


Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, Bandung: Alumni,
2011

F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,
Alumni, Bandung, 1991

H. S. Kehal, Foreign Investment in Developing Countries, New York: Palgrave


Macmillan, 2004

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: Rajawali Pers, 2009

Lyuba Zarsky, “Introduction: Balancing Rights and Rewards in Investment Rules”,


dalam buku International Investment for Sustainable Development: Balancing
Rights and Rewards yang disusun oleh Lyuba Zarsky (eds.), London: Earthscan,
2005

M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment, New York: Cambridge


University Press, 2010

Masaaki Kotabe, Kristian Helsen, Global Marketing Management, USA: John Wiley
& Sons Inc., 2008

25
Milivoje Panic, Globalization and National Economic Welfare, New York: Palgrave
Macmillan, 2003.

Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum: Suatu


Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Bandung:
Alumni,2000, hlm. 121-122.

Paul R. Krugman dan Maurice Obsƞeld, Economics, USA: Worth Publishers, 2013

Peter N. Stearns, Globalization in World History, USA: Routledge, 2010

Peter Larose, “The Impact of Global Financial Integration on Mauritius and


Seychelles”, Bank of Valleza Review, Nomor 28, Autumn 2003

R. Hendra Halwani, Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi, Jakarta: Ghalia


Indonesia, 2002
Richard Peet, Unholy Trinity: the IMF, World Bank and WTO, New York: Zedbook,
2009

Syamsul Hadi (et.al), Kudeta Putih: Reformasi dan Pelembagaan Kepentingan Asing
dalam Ekonomi Indonesia, Jakarta: Indonesia Berdikari, 2012

Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung:
Alumni, 1991, hlm. 30.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum:
Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2014

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar (UUD 45) Amandemen

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Panjang Tahun 2005-2025 : Bab IV.1 . Arah Pembangunan Jangka Panjang
Tahun 2005-2025

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

B. Jurnal/Makalah

Erman Rajagukguk, “Hukum ekonomi Indonesia memperkuat persatuan nasional.


Mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesejahteraan sosial.”, dalam
seminar pembangunan hukum nasional VIII, Bali 14-18 Juli 2003 Buku 3 Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 2004

Firdaus Jufrida, Mohd. Nur Syechalad dan Muhammad Nasir, Analisis Pengaruh
Investasi Asing Langsung dan Investasi dalam Negeri Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia, Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam Volume 2 Nomor 1,
Maret 2016

26
Hikmahanto Juwana, “Prospek Investasi Asing di Daerah dalam Menyongsong
Berlakunya Undang-Undang Investasi Baru”, Makalah dalam seminar nasional
yang diselenggarakan oleh FH Trisakti Elips, Jakarta.

Mansour Fakih, “Neoliberalisme Dan Globalisasi”, Ekonomi Politik Digital Journal


Al-Manär, Edisi I/2004

Mochtar Kusumaatmadja, Investasi di Indonesia dalam Kaitannya dengan


Pelaksanaan Perjanjian Hasil Putaran Uruguay, Makalah dalam seminar nasional
yang diselenggarakan oleh FH Unpad Bandung.

C. Sumber Lainnya

Renato Ruggiero, “WTO News:1996 Press Releases”,

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54bf82b18794b/perjanjian-internasional-
di-bidang-investasi-akan-ditinjau-ulang

http://www.wto.org/english/news_e/pres96_e/pr042_e.htm, diunduh 20 Desember


2020.

Indonesia-IMF, “Letter of Intent”, 31 Juli 2000,


http://www.imf.org/external/np/loi/2000/idn/03/, diunduh 23 Desember 2020.

27

Anda mungkin juga menyukai