Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

FASILITAS DALAM PENANAMAN MODAL ASING

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Penanaman Modal

Dosen Pengampu: Ahmad Sidi Pratomo, SH., MA

Disusun Oleh:

Nabila Nora Ahadiah 200202110057

Siti Aisyah Rohana 200202110058

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Puji syukur penyusun kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkahnya
waktu, dan pengetahuan yang melimpah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Fasilitas dalam Penanaman Modal Asing” yang insyaallah telah kami selesaikan
dengan sebaik mungkin. Shalawat serta salam tak lupa kita tujukan kepada junjungan kita
Baginda Nabi Muhammad SAW yang mudah-mudahan kita sebagai umatnya mendapat
syafa’atnya di yaumul akhir kelak.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan maupun
kekurangan. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca agar sekiranya dalam penyusunan makalah berikutnya bisa menjadi lebih baik.
Semoga makalah yang kami buat ini mudah-mudahan dapat dipahami dan bermanfaat bagi
para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Malang, 24 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 3
C. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 5

A. Pengertian dan Penggolongan Fasilitas dalam Penanaman Modal ........................ 5


B. Fasilitas Pajak Penghasilan .................................................................................... 7
C. Pembebasan atau Keringanan Bea Impor Barang...................................................8
D. Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk Bahan Baku atau Bahan Penolong
untuk Keperluan Produksi....................................................................................11
E. Pembebasan atau Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Impor
Barang Modal atau Mesin yang belum dapat Diproduksi di dalam
Negeri...................................................................................................................13
F. Penyusutan atau Amortisasi yang dipercepat......................................................15

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... …17

A. Kesimpulan ................................................... ................................................... ... 17


B. Saran ................................................................................................................ ... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ .. . 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era transformasi ini perdagangan internasional dipengaruhi oleh sistem,


ketentuan dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah
satu aturan main adalah TRIMs (Agrement on Trade Related Investment Measures).
Atas dasar ketentuan tersebut, kegiatan penanaman modal di Indonesia secara logis-
yuridis terikat kepada prinsip-prinsip penanaman modal internasional dari WTO dan
TRIMs yaitu prinsip nondiskriminasi, prinsip most favoured nations (MFN), prinsip
national treatment.1

Sebagai negara yang turut ambil bagian dalam perdagangan multilateral,


Indonesia sudah meratifikasi Agreement Establishment The WTO baik ketentuan-
ketentuan establishing maupun ketentuan-ketentuan annexes WTO melalui Undang-
Undang nomor 7 Tahun 1994 pada 2 November 1994. Dengan ratifikasi tersebut,
maka negara-negara anggota WTO, dalam hal ini juga Indonesia, harus menyesuaikan
peraturan nasionalnya dengan ketentuan yang ada dalam persetujuan-persetujuan
WTO.2

Bagi Indonesia, baik itu penanaman modal asing maupun dalam negeri
(domestik) memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian,
pertumbuhan lapangan kerja dan juga sumber dana peningkatan pembangunan seperti
melalui pembayaran pajak, membawa tenaga manajemen, entrepreneur, keahlian
teknik, dan pengetahuan mengenai pasar dan pemasaran dari barang-barang yang
dihasilkan.

Dalam jangka panjang, hal ini akan melatih masyarakat lokal mendapat
keahlian dalam bidang-bidang yang diusahakan. Selain itu, perusahaan-perusahaan
asing dapat mempercepat proses alih teknologi yang baru (transfer of technology) ke
negara berkembang karena dalam mendirikan perusahaan-perusahaan di negara-
negara itu, teknologi yang akan digunakan adalah teknologi yang jauh lebih baik dari
yang ada di negara berkembang. Terlebih lagi kegiatan penanaman modal asing sering

1
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 109-110.
2
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Books Terrace & Library, 2007), hal. 3.

1
kali berperan dalam membuka pasar baru dan mendorong masuknya teknologi dan
keterampilan baru. Hal tersebut memungkinkan masyarakat untuk memperoleh
barang-barang dengan harga yang lebih murah dan lebih baik mutunya.

Namun perlu disadari bahwa penanaman modal juga dapat memberi pengaruh
negatif, seperti dengan banyaknya perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia
yang menguasai aset-aset penting milik publik, seperti pertambangan minyak dan gas,
listrik, sektor transportasi dan lain sebagainya, yang kemudian menimbulkan
kerawanan sosial yang selanjutnya dapat memicu benturan sosial yang biaya sosialnya
(social cost) sangat tinggi.3 Disisi lain, ketika kegiatan penanaman modal berkurang
akan terasa menyebabkan turunnya daya tarik, dan memperlemah hubungan antara
ekonomi negara dengan pasar internasional. Akan tetapi harus tetap memandang pada
nilai positifnya, sehingga penanaman modal harus terus didorong untuk menciptakan
daya saing perekonomian nasional, mendorong integrasi perekonomian Indonesia
menuju perekonomian global. Sehingga mampu bersaing dalam perekonomian dunia
yang terus menghasilkan kompetisi antar bangsa yang semakin ketat.

Akan tetapi, mulai banyak juga kasus-kasus yang terungkap, yang secara
langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan bidang penanaman modal yang
dilatarbelakangi karena penanaman modal tersebut dirasakan tidak berpihak kepada
masyarakat banyak, khususnya masyarakat di sekitar daerah itu. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia belum dapat menjawab tantangan-
tantangan tersebut sehingga rakyatlah yang menjadi korban dari para penguasa dan
pengusaha. Banyak masyarakat jadi beranggapan bahwa pemerintah lebih memihak
kepada penanam modal daripada rakyatnya karena lebih mengutamakan kontrak yang
telah mereka sepakati. Bahkan penanam modal (investor) seperti mendapat kekebalan
hukum dan perlindungan khusus yang berlebihan.

Misalnya dalam pemberian fasilitas hak atas tanah kepada penanam modal,
yang justru semakin banyak memunculkan kasus-kasus pertanahan. Semakin
bertambahnya status tanah-tanah milik masyarakat adat maupun perorangan dengan
status tanah sengketa. Hal tersebut seharusnya menjadi menjadi tanda tanya besar dan
juga menjadi perhatian pemerintah. Bahkan dengan terungkapnya Kasus Mesuji, yang
memakan korban jiwa baik dari masyarakat setempat dan dari pihak perusahaan
3
Anas, Investasi Asing Sering Merugikan, http://anas99.multiply.com/journal/item/4, diakses pada 24 Maret
2023 pukul 15.08 WIB

2
karena status kepemilikan lahan yang tidak jelas. Hal tersebut disebabkan oleh
Pemerintah yang tidak melakukan kontrol yang berkala atau terus menerus.
Pemerintah seharusnya dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan cepat, penuh
tanggung jawab dan bijaksana khususnya dipandang dari segi hukum ekonominya,
baik itu Pemerintah Pusat, maupun Pemerintah Daerah yang telah diberi kewenangan
khusus oleh UU Otonomi Daerah.4

Untuk itu, penting rasanya mengkaji kembali tentang perlakuan dan pemberian
fasilitas kepada penanam modal. Sehingga dengan memahami hal-hal tersebut, dapat
diketahui dengan jelas tentang perlakuan dan fasilitas apa saja yang diberikan kepada
penanam modal menurut prespektif UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal. Sehingga, akan lebih mudah menyikapi dan menganalisa perkembangan dunia
penanaman modal di Indonesia bahkan untuk kasus-kasus yang terjadi dan
kewenangan pemerintah yang seharusnya dilaksanakan dalam mengawasi dan
menangani masalah-masalah yang terjadi itu, sesuai dengan peraturan hukum yang
berlaku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Penggolongan Fasilitas dalam Penanaman Modal ?
2. Apa sajakah Fasilitas Pajak Penghasilan ?
3. Bagaimana Pembebasan atau Keringanan Bea Impor Barang ?
4. Bagaimana Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk Bahan Baku atau Bahan
Penolong untuk Keperluan Produksi ?
5. Bagaimana Pembebasan atau Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas
Impor Barang Modal atau Mesin yang belum dapat Diproduksi di dalam Negeri ?
6. Bagaimana Penyusutan atau Amortisasi yang dipercepat ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Penggolongan Fasilitas dalam Penanaman
Modal.
2. Untuk Mengetahui Apa sajakah Fasilitas Pajak Penghasilan.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Pembebasan atau Keringanan Bea Impor Barang.

4
Bonatua Edynata Manihuruk, Perlakuan dan Pemberian Fasilitas Kepada Penanam Modal Menurut
Prespektif UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Skripsi, (Medan : Universitas Sumatera Utara,
2012).

3
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk Bahan
Baku atau Bahan Penolong untuk Keperluan Produksi.
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Pembebasan atau Penangguhan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) atas Impor Barang Modal atau Mesin yang belum dapat Diproduksi di
dalam Negeri.
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Penyusutan atau Amortisasi yang dipercepat.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Penggolongan Fasilitas dalam Penanaman Modal


Fasilitas penanaman modal adalah keringanan yang diberikan oleh pemerintah
kepada pelaku usaha yang memenuhi kriteria penerima fasilitas penanaman modal
pada bidang-bidang yang telah ditentukan oleh pemerintah.5
Pengaturan mengenai fasilitas penanaman modal diatur dalam Bab X, Pasal 18,
19, 20, 21, 22, 23, dan 24 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007. Ketentuan Pasal 18
mengatur mengenai pemberian fasilitas kepada penanaman modal yang menurut Pasal
20, fasilitas tersebut tidak berlaku bagi penanam modal asing yang tidak berbadan
hukum. Atau diartikan bahwa fasilitas yang diberikan berdasarkan ketentuan Pasal 18
hanya diberikan kepada penanam modal asing yang berbadan hukum.
Fasilitas penanaman modal diberikan dengan pertimbangan tingkat daya saing
perekonomian dan kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan dengan
fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal
ini mendorong pengaturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas yakni:
1. Fasilitas fiskal yang di dalamnya termasuklah atau dapat disebut fasilitas
perpajakan dan pungutan lain (Pasal 19 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007), yang
merupakan bagiannya adalah:
a. Fasiltas Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pembebasan atau Keringanan Bea Impor Barang Modal yang Belum Bisa
Diproduksi di Dalam Negeri
c. Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk Bahan Baku atau Bahan Penolong
untuk Keperluan Produksi
d. Pembebasan atau Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Impor
Barang Modal atau Mesin, yang belum dapat Diproduksi di dalam Negeri
e. Penyusutan dan Amortisasi yang Dipercepat
f. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
g. Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
2. Fasilitas Perizinan

5
IBR Supanca; Frida Sugondo; Maman Usman; Susy Sulistyawati, Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal,
(Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), 2010), hal. 502

5
Sesuai dengan standar-standar penanaman modal, yaitu admission,
ditentukan bahwa harus ada pelayanan perizinan yang pasti dan jelas yang aspek
prosedur dan persyaratan dan biaya, dan waktu yang dikelola secara terpadu oleh
suatu institusi dalam suatu penanaman modal di suatu negara.
Untuk itu, selain fasilitas perpajakan, pemerintah juga harus memberikan
kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal
untuk memperoleh fasilitas sebagai berikut:6
a. Fasilitas hak atas tanah,
b. fasilitas imigrasi,
c. Fasilitas perizinan impor.

Pemberian fasilitas penanaman modal juga dilakukan dalam upaya


mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan
perlakuan ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan intensif yang dilakukan
menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan barang modal atau
mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi
penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas.

Dalam pemberian fasilitas kepada penanam modal akan muncul


penggolongan secara tekhnis, yang dipengaruhi oleh :

a. Siapa pelakunya atau yang menanamkan modal, apakah itu dalam negeri atau
asing.
b. Apakah penanam modal itu baru menanamkan modal atau melakukan
perluasan usaha.

Jadi, kesepuluh fasilitas yang telah diatur di atas yang dapat dibagi atas dua
penggolongan yakni Fasilitas perpajakan dan Fasilitas Perizinan, ditawarkan secara
terbuka kepada setiap penanam modal, tetapi tiap fasilitas harus disesuaikan
menurut efektifitas dan kebutuhan dari penanam modal dalam usaha yang
dirintisnya. Dan hal tersebut juga harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku.

6
Indonesia, Undang-Undang Penanaman Modal, Op.Cit., Pasal 21

6
B. Fasilitas Pajak Penghasilan
Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan ini dilakukan melalui pengurangan
penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang
dilakukan dalam waktu tertentu.7
Fasilitas pajak penghasilan yang diberikan kepada penanam modal
diberlakukan berdasarkan kebijakan industri nasional yang ditetapkan oleh
pemerintah yang pengaturannya lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan
waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada penanam modal baru yang merupakan
industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, member nilai
tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki
nilai strategis bagi perekonomian nasional (Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang No. 25
Tahun 2007).
Ada tiga bentuk fasilitas perpajakan yang diberikan kepada investor, yaitu:
1. Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman modal
yang dilakukan;
2. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; kompensasi kerugian yang lebih lama,
tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun;.
3. dan pengenaan pajak penghasilan atas dividen sebesar 10%, kecuali apabila tariff
menurut perjanjian yang berlaku menetapkan lebih rendah.

Ketentuan dalam Pasal 31 huruf a Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang


Pajak Penghasilan, telah dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah Nomor 1
Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-
bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu. Fasilitas PPh merupakan
fasilitas yang diberikan kepada investor yang diberikan kepada investor yang
melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-
daerah tertentu.

Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 telah ditentukan:

1. Bidang usaha;
2. Daerah-daerah;

7
Lihat Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Pasal 18 ayat (4)

7
3. Jenis-jenis fasilitas pajak penghasilan yang diberikan kepada penanam modal.

Fasilitas PPh hanya diberikan kepada wajib pajak yang berbentuk:

1. Perseroan Terbatas;
2. Koperasi

Jadi, bagi pengusaha atau investor yang menanamka investasinya pada bidang-
bidang usaha dan daerah tertentu, diberkan fasilitas pajak penghasilan, yaitu
pengurangan pehasilan netto sebesar 30% dari jumlah penanaman odal, dibebaskan
selama 6 tahun masing-masin sebesar 5% per tahun.

C. Pembebasan atau Keringanan Bea Impor Barang


Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal adalah
melepaskan kewajiban atau pengurangan beban dari investor untuk membayar bea
masuk atas barang modal yang dimasukkan ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Pasal 4 huruf b Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 telah ditentukan jenis-jenis
barang yang dibebaskan dari bea masuk impor. Jenis-jenis barang yang dibebaskan
dari pembebasan atau keringanan bea impor adalah:
1. Barang modal;
2. Mesin; atau
3. Peralatan untuk keperluan produksi yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

Dalam pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 297/KMK.01/1997/ jo.


Nomor 545/KMK.01/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin,
Barang dan Bahan-Bahan dalam Rangka Pembangunan Industri/Industri Jasa telah
ditentukan jenis-jenis barang impor yang dibebaskan atau pengurangan dari bea
masuk impor. Jenis-jenis barang impor itu meliputi:

1. Mesin terkait langsung dengan kegiatan industri/industri jasa; dan


2. Suku cadang dan komponen dari mesin dalam jumlah yang tidak melebihi 5%
dari harga.

Pembebasan ini hanya berlaku untuk 2 tahun, terhitung sejak tanggal keputusan
pembebasan bea masuk atas bea impor harus mengajukan permohonan kepada pejabat
yang berwenang. Permohonan itu diajukan kepada:

8
1. Ketua BKPM Permohonan kepada ketua BKPM hanya terhadap barang impor,
yang berupa:
a. Mesin;
b. Barang; dan
c. Bahan untuk keperluan pembangunan bagi perusahaan PMA/PMDN
2. Direktur Bea dan Cukai Permohonan kepada Direktur Bea dan Cukai hanya
terhadap barang impor, yang berupa:
a. Mesin;
b. Barang; dan
c. Bahan untuk keperluan pembangunan bagi perusahaan non PMA/PMDN.

Jika permohonan tersebut lengkap, maka pejabat yang berwenang menerbitkan


keputusan pembebasan bea masuk atas barang impor.

Selain itu dalam Peraturan Menteri KeuanganNomor 20/PMK.010/2005


tentang Pembebasan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor Tidak Dipungut atas
Impor Barang Berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contracts)
Minyak dan Gas Bumi telah ditentukan fasilitas pembebasan bea masuk. Di dalam
ketentuan itu, dinyatakan bahwa:

“atas impor barang untuk keperluan kegiatan eksplorasi Migas yang diimpor
oleh Kontraktor bagi hasil Migas diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak
dalam rangka impor (PPN dan PPhBM Impor, serta PPH pasal 22 Impor) tidak
dipungut.”

Fasilitas tersebut diberikan sampai dengan berakhirnya kontrak bagi hasil yang
bersangkutan. Keputusan Menteri Keuangan No.176/PMK/011/2009 tentang
Pembebasan bea masuk dan impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan
industri dalam rangka penanaman modal menjelaskan pada Pasal 2 ayat (1):

“Atas impor mesin, barang dan bahan yang dilakukan olehPerusahaan yang
melakukan kegiatan usaha di bidang : industri yang menghasilkan barang; dan/atau
industri yang menghasilkan jasa, dapat diberikan pembebasan bea masuk.”

Pasal 2 ayat (3): Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diberikan sepanjang mesin, barang dan bahan tersebut :

a. Belum diproduksi di dalam negeri;

9
b. Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang
dibutuhkan; atau
c. Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan
industri, berdasarkan daftar mesin, barang dan bahan yang ditetapkan oleh menteri
yang bertanggungjawab di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk,
setelah berkoordinasi dengan instansi teknis yang terkait.

Keputusan Menteri Keuangan No.176/PMK/011/2009 tentang Pembebasan bea


masuk dan impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan industri dalam
rangka penanaman modal dalam Pasal 18 menjelaskan bahwa pada saat Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku maka:

“Keputusan Menteri Keuangan Nomor 298/KMK.05/1997 tentang Ketentuan


Pemindahtanganan Barang Modal Bagi Perusahaan PMA/PMDN atau Non
PMA/PMDN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor
394/KMK.05/1999; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tentang
Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan dalam Rangka
Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa sebagaimana beberapa kali telah
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2005; dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 456/KMK.04/2002 tentang Perpanjangan
jangka waktu impor mesin, barang, dan bahan yang mendapatkan fasilitas
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tentang
Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan dalam Rangka
Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.011/2007, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.”

Pembebasan bea masuk atas impor mesin untuk pembangunan industri,


diberikan untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak
berlakunya keputusan pembebasan bea masuk dan dapat diperpanjang sesuai dengan
jangka waktu pembangunan industri tersebut sebagaimana tercantum dalam surat
persetujuan penanaman modal. Perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan
industri serta siap produksi, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dapat
diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan
produksi paling lama 2 (dua) tahun, sesuai kapasitas terpasang dengan jangka waktu

10
pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan
bea masuk.8

D. Pembebasan atau Keringana Bea Masuk Bahan Baku atau Bahan Penolong
untuk Keperluan Produksi

Pembebasan atau keringanan bea masuk merupakan pelepasan kewajiban atau


pengurangan beban dari investor untuk membayar pungutan pada negara terhadap
bahan baku atau bahan penolong yang diimpor oleh investor untuk keperluan
produksi.

Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman


modal ditentukan bahwa: “pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau
bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan
persyaratan tertentu.”

Dalam pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang


perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean telah ditentukan
11 jenis-jenis barang impor yang dibebaskan dari bea masuk. Pembebasan atau
keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor :

1. Barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka
penanaman modal;
2. Mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri;
3. Barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk
jangka waktu tertentu;
4. Peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan;
5. Bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian,
peternakan, atau perikanan;
6. Hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin;
7. Barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau
penyusutan volume atau berat karena alamiah antara saat diangkut ke dalam
daerah pabean dan saat diberikan persetujuan impor untuk dipakai;
8. Barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum;

8
Keputusan Menteri Keuangan No.176/PMK/011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Impor Mesin
serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan Industri dalam Rangka Penanaman Modal, Pasal 3

11
9. Barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasi olahraga
nasional;
10. Barang untuk keperluan proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman
dan/atau hibah dari luar negeri;
11. Barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan
tujuan untuk diekspor.

Ketentuan tentang pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diatur lebih
lanjut oleh peraturan menteri.9 Salah satu contohnya adalah Keputusan Menteri
Keuangan No.34/PMK/011/2007 tentang keringanan bea masuk atas impor bahan
baku untuk pembuatan komponen kendaraaan bermotor.

Dalam ketentuan ini diatur pembebasan bea masuk terhadap impor bahan baku
untuk pembuatan komponen kendaraan bermotor. Industri kendaraan bermotor
diberikan keringanan bea masuk sehingga tarif akhir bea masuknya menjadi 0% (nol
persen). Ada 160 jenis bahan baku untuk komponen industri, antara lain :10

a. Kawat baja;
b. Flat gunung besi yang bercampur baja dengan lebar lebih dari 600 mm;
c. Flat baja gulung besi, dengan lebar kurang dari 600 mm;
d. Produk baja batangan setengah jadi;
e. Kawat tembaga;
f. Produk berbahan baku tembaga dalam bentuk piringan dan lembaran ketebalan di
atas 0,15 mm
g. Besi dan baja yang diproduksi dalam bentuk benang tabung dan pipa besi.
h. Pipa besi atau baja yang ukan digunakan untuk menyalurkan gas atau minyak;
i. Dan lain-lain.

Apabila kita perhatikan ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


investor atau produsen diberikan pembebasan bea masuk untuk mengimpor bahan
baku atau bahan penolong, baik untuk komponen kendaraan bermotor maupun
komponen-komponen lain misalnya komponen elektronika (Keputusan Menteri
Keuangan No.98/PMK/05/2000), pembuatan bagian-bagian alat besar (Keputusan
Menteri Keuangan No.87/PMK/010/2005), Pembebasan bea masuk dan impor mesin

9
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 26 ayat (3).
10
Salim, HS, Budi Sutrisno, Op.cit., hal. 287-288.

12
serta barang dan bahan untuk pembangunan industri dalam rangka penanaman modal
(Keputusan Menteri Keuangan No.176/PMK/011/2009) sehingga tarif akhir bea
masuknya menjadi 0%.11

E. Pembebasan atau Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Impor


Barang Modal atau Mesin yang belum dapat Diproduksi di Dalam Negeri

Kemudahan lain yang diterima oleh investor, baik domestik maupun asing
yang menanamjan modalnya di Indonesia adalah pembebasan atau penangguhan
Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin, yang belum dapat
diproduksi di dalam negeri (Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007).

Ketentuan tentang pembebasan PPN atas impor barang modal tersebar dalam
berbagai peraturan pemerintah, diantaranya :12

1. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang perubahan atas Peraturan


Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Dalam peraturan pemerintah ini diatur tentang barang dan jasa yang
dibebaskan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Jenis barang dan jasa atas impor
yang dibebaskan dari PPN disajikan berikut ini.

Barang kena pajak tertentu yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan
pajak pertambahan nilai, yakni:

a. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat
angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan
patrol, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya, yang
diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh
Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor tersebut,
dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor
oleh PT (Persero) PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata dan
amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan.

11
Ibid, hal.292.
12
Ibid, hal 292-294.

13
b. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN).
c. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
d. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran
Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, perusahaan
Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional, atau perusahaan penyelenggara
jasa angkutan sungai, danau dan penyelenggara nasional, sesuai dengan
kegiatan usahanya.
e. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan
suku cadang serta peralatan perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang
diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi
pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.
f. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan
serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (Persero) Kereta Api
Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk
oleh PT (Persero) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan
kereta api, suku cadang dan peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan, serta
prasarana, yang akan digunakan oleh PT (Persero) Kereta Api Indonesia.
g. Peralatan berikut suku cadang yang digunakan oleh departemen pertahanan
atau TNI ntuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan nasional yang diimpor
oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen
Pertahanan atau TNI.

Masih ada lagi ketentuan tentang pembebasan PPN atas impor barang
modal dalam berbagai peraturan pemerintah lainnya seperti Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2002 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Tertentu yang bersifat

14
strategis yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 2000 tentang jenis barang dan
jasa yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai.13

F. Penyusutan atau Amortasi yang Dipercepat

Fasilitas lain yang diberikan kepada investor, baik domestik maupun asing
adalah berupa penyusutan dan omortisasi yang dipercepat. Yang menjadi dasar
hukum pemberian fasilitas amortisasi adalah :

1. Pasal 18 ayat (4) huruf e Undang-Undang 25 Tahun 2007 tentang Penanaman


Modal;
2. Pasal 10 sampai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan jo. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang perubahan
ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; dan
3. Pasal 2 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang
fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu
dan/atau di daerah-daerah tertentu.

Amortisasi dapat diartikan sebagai, “pengurangan nilai aktiva tidak berwujud,


seperti merek dagang, hak cipta, dan lain-lain, secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu pada setiap periode akuntansi. Pengurangan ini dilakukan dengan mendebit
akun beban amortisasi terhadap akun aktiva”.14

Fasilitas penyusutan atau amortisasi merupakan kemudahan yang diberikan


kepada investor, berupa pengurangan atau penghapusan terhadap harta kekayaan yang
dimiliki oleh investor, yang digunakan dalam pelaksanaan penanaman modal.

Harta yang dimiliki oleh investor dibagi dua macam, yaitu:

1. Harta berwujud; dan


2. Harta tidak berwujud

Harta berwujud merupakan kekayaan yang nyata, konkret yang dimiliki dan
dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, dan menagih,
dan memelihara penghasilan, degan suatu masa manfaat yang elbih dari satu tahun,
kecuali tanah. Penyusutan yang dapat dilakukan, dalam suatu tahun pajak adalah

13
Ibid, hal.298-300.
14
Ibid, hal.301.

15
jumlah penyusutan dari setiap golongan harta dan penyusutan untuk setiap golongan
harta ditetapkan dengan mengalihkan dasar penyusutan dari golongan itu dengan tarif
penyusutan. Untuk menghitung penyusutan, harta yang dapat disusutkan dibagi
menjadi empat golongan harta, antara lain :15

1. Golongan 1: Harta yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan,
yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari empat tahun;
2. Golongan 2: Harta yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan,
yang mempunyai masa manfaat lebih dari empat tahun dan tidak lebih dari
delapan tahun;
3. Golongan 3: Harta yang dapat disusutkan dan yang tidak termasuk golongan
bangunan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari delapan tahun;
4. Golongan 4: Bangunan dan harta tak bergerak lainnya, termasuk tambahan,
perbaikan atau perubahan yang dilakukan.

Dasar penyusutan setiap golongan harta untuk setiap golongan harta untuk
suatu tahun pajak sama dengan jumlah awal pada ahun pajak untuk golongan harta
itu, ditambah dengan tambahan, perbaikan atau perubahan dan dikurangkan dengan
pengurangan, karena sebab :16

1. Luar biasa, yakni berupa akibat bencana atau karena penghentian sebagian besar
usaha, maka suatu jumlah awal untuk memperoleh dasar penyusutan, dan jumlah
sebesar harga sisa buku itu merupakan kerugian dalam suatu tahun pajak yang
bersangkutan, sedangkan hasil penjualan atau penggantian asumsinya merupakan
penghasilan.
2. Biasa, yakni pengurangan karena sebab biasa, maka penerima netto dari harta
yang bersangkutan dikurangkan dari jumlah awal untuk memperoleh dasar
penyusutan.

15
Ibid, hal.302.
16
Ibid, hal.303.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fasilitas penanaman modal diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha
baik investor asing maupun domestik yang memenuhi kriteria penerima fasilitas
penanaman modal pada bidang-bidang yang telah ditentukan oleh pemerintah. UU
No. 25 Tahun 2007, Pasal 18 memuat ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan
yang diberikan kepada penanam modal (investor) asing maupun domestik. Kesepuluh
fasilitas yang disajikan itu adalah: fasilitas pajak penghasilan (PPh), pembebasan atau
keringanan bea impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri,
pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk
keperluan produksi, pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai (PPN)
atas impor barang modal atau mesin, yang belum dapat diproduksi di dalam negeri,
penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, keringanan pajak bumi dan bangunan
(PBB), pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan, fasilitas hak atas
tanah, fasilitas keimigrasian, perizinan impor. Setiap fasilitas ditawarkan secara
terbuka kepada setiap penanam modal dan harus disesuaikan menurut efektifitas dan
kebutuhan dari penanam modal dalam usaha yang dirintisnya. Hal tersebut juga harus
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
B. Saran

Demikianlan makalah yang dapat kami susun. Semoga makalah dari kami
sedikit membantu dan bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari makalah ini jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan kritikan
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Investasi Asing Sering Merugikan, http://anas99.multiply.com/journal/item/4, diakses


pada 24 Maret 2023 pukul 15.08 WIB.
Harjono, Dhaniswara K., Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2007).
IBR Supanca; Frida Sugondo; Maman Usman; Susy Sulistyawati, Ikhtisar Ketentuan
Penanaman Modal, (Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform
Program (NLRP), 2010)
Indonesia, Undang-Undang NO. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Keputusan Menteri Keuangan No.176/PMK/011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk dan
Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan Industri dalam Rangka
Penanaman Modal
Manihuruk, Bonatua Edynata, Perlakuan dan Pemberian Fasilitas Kepada Penanam Modal
Menurut Prespektif UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Skripsi,
(Medan : Universitas Sumatera Utara, 2012).
Nasutio, Bismar, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Books Terrace & Library, 2007).
Salim, HS, Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007.

18

Anda mungkin juga menyukai