Anda di halaman 1dari 121

SKRIPSI

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING DI DAERAH PESISIR PANTAI


DESA BOGAK KECAMATAN TANJUNG TIRAM
KABUPATEN BATU BARA
TAHUN 2022

Oleh:
RIKI IRAWAN PANJAITAN
NIM. 193313010044

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI,

DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

MEDAN

2023
DETERMINAN KEJADIAN STUNTING DI DAERAH PESISIR
PANTAI DESA BOGAK KECAMATAN TANJUNG TIRAM
KABUPATEN BATU BARA
TAHUN 2022

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RIKI IRAWAN PANJAITAN


Nim. 193313010044

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI,
DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING DI DAERAH PESISIR PANTAI


DESA BOGAK KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU
BARA TAHUN 2022

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

Riki Irawan Panjaitan


NIM. 193313010044

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadaoan Tim Penguji Skripsi


Pada Tanggal 06 Mei 2023 dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat
Untuk Diterima

Tim Penguji

Pembimbing Penguji

Herbert Wau, SKM., M.P.H., CHCSA Eva Ellya Sibagariang, SKM., M.Kes.
NIDN. 0107118602 NIDN. 0113058406

Medan, 06 Mei 2023


Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Ilmu Kesehatan
Univeritas Prima Indonesia
Dekan,

Prof. Dr. dr. H. Gusbakti Rusip, M.sc., Sp.KKLP(K)., PKK., AIFM.,AIFO-K


NIDN. 0017085703

ii
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan kami juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diajukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar Pustaka.

Medan, Mei 2023

Riki Irawan Panjaitan

iii
ABSTRAK

Determinan Kejadian Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak


Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2022

Riki Irawan Panjaitan


NIM: 193313010044
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Ilmu Kesehatan
Universitas Prima Indonesia

Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular berkaitan dengan masalah gizi,


baik itu sebagai penyakit maupun faktor risiko. Salah satu masalah gizi yang
berkaitan dengan tumbuh kembang anak ialah stunting atau kerdil yang diperoleh
sejak berada di kandungan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor
yang memiliki hubungan kejadian stunting di Desa Bogak Kecamatan Tanjung
Tiram Kabupaten Batu Bara. Rancangan penelitian yang digunakan ialah
Unmatched Case Control yang dilakukan secara retrospektif untuk menilai berapa
besar peran faktor risiko terhadap kejadian stunting yang dilakukan pada bulan
Juli 2022. Populasi pada penelitian ini adalah balita stunting di Desa Bogak
berjumlah 32 balita. Metode total sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi
digunakan untuk pengambilan sampel. Besar sampel berjumlah 64 balita, terdiri
dari 32 balita stunting (kasus) 32 balita tidak stunting (control) dengan
perbandingan 1:1 dan ibu balita sebagai responden. Analisis yang digunakan pada
penelitian ini ialah Chi- square. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga (p= 0,030), sanitasi
lingkungan (p= 0,026), Riwayat penyakit infeksi (p= 0,043), dan jarak kelahiran
(p= 0,039) dengan kejadian stunting di Desa Bogak. Diperlukan upaya
penyuluhan Kesehatan oleh dinas dan tenaga Kesehatan terkait untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak stunting bagi balita
kedepannya.

Kata Kunci: Stunting, Pendapatan Keluarga, Sanitasi Lingkungan, Riwayat


Penyakit Infeksi, jarak kelahiran

iv
ABSTRACT

Determinants of Stunting in the Coastal Area of Bogak Village, Tanjung


Tiram District, Batu Bara Regency in 2022

Riki Irawan Panjaitan


Reg No: 193313010044
Major Public Helath Science
Faculty of Medicine, Dentistry, and Health Sciences
University of Prima Indonesia

The increase in the prevalence of non-communicable diseases is related to


nutritional problems, both as a disease and as a risk factor. One of the nutritional
problems related to the growth and development of children is stunting which is
acquired since they were in the womb. This study aims to determine the factors
that have a relationship with the incidence of stunting in Bogak Village, Tanjung
Tiram District, Batu Bara Regency. The study design used was a retrospective
Unmatched Case Control to assess the role of risk factors for stunting which was
carried out in July 2022. The population in this study was stunting toddlers in
Bogak Village, totaling 32 toddlers. The total sampling method with inclusion and
exclusion criteria was used for sampling. The sample size was 64 toddlers,
consisting of 32 stunted toddlers (cases) 32 toddlers who were not stunted
(control) with a ratio of 1:1 and the toddler’s mother as the respondent. The
analysis used in this study is Chi-square. The results showed that there was a
significant relationship between family income (p= 0.030), environmental
sanitation (p= 0.026), history of infectious diseases (p= 0.043), and birth spacing
(p= 0.039) with the incidence of stunting in Bogak Village. Health education
efforts are needed by related health agencies and personnel to increase public
awareness about the impact of stunting on toddlers in the future.

Keywords: Stunting, Family Income, Environmental Sanitation, History of


Infectious Diseases, birth spacing

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Riki Irawan Panjaitan

Tempat /Tanggal Lahir : Tanah Rakyat, 10 Desember 2000

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Anggota Keluarga : 5 Bersaudara

Alamat Rumah : Dusun II Desa Tanah Rakyat, Asahan

Riwayat Pendidikan

1. 2007 – 2012 : SD Negeri 016503 Tanah Rakyat

2. 2012 – 2015 : SMP Negeri 1 Pulo Bandring

3. 2015 – 2018 : SMA Negeri 2 Kisaran

4. 2019 – 2023 : Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat

Universitas Prima Indonesia

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas Segala Rahmat dan

Karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“Determinan Kejadian Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2022” yang bertujuan untuk

memenuhi salah satu persyaratan kelulusan di Fakultas Kedokteran, Kedokteran

Gigi, dan Ilmu Kesehatan Universitas Prima Indonesia.

Dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis Skripsi

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. dr. I. Nyoman E.I, M.Kes, AIFM, Selaku Ketua Pembina Yayasan

Universitas Prima Indonesia Medan yang telah memberikan fasilitas dan

kemudahan selama perkuliahan sampai penulis menyelesaikan Skripsi ini.

2. Dr. Chrismis Novalinda Ginting, M.Kes, Selaku Rektor Universitas Prima

Indonesia Medan yang telah memberikan kesempatan pada penulis dalam

mengikuti pendidikan .

3. Prof. Dr. dr. H. Gusbakti Rusip, M.Sc., Sp.KKLP., PKK., AIFM., AIFO-

K, Selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Ilmu

Kesehatan (FKKGIK) Universitas Prima Indonesia yang telah

memberikan izin dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Santy Deasy Siregar, SKM, M.Kes, Selaku Wakil Dekan 3

Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Ilmu Kesehatan (FKKGIK)

vii
Universitas Prima Indonesia yang telah memberikan izin dan kemudahan

dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Herbert Wau, SKM., M.P.H., CHCSA, Selaku Dosen Pembimbing

yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau, memberikan

kritik, saran, dan pengarahan kepada Penulis dalam proses penulisan

skripsi ini.

6. Ibu Eva Ellya Sibagariang, SKM., M.Kes, sebagai dosen pengulas yang

telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan administrasi Program Studi SI - Kesehatan

Masyarakat Universitas Prima Indonesia yang telah memberikan bantuan

dan dorongan serta memberi bekal penulis dengan ilmu pengetahuan.

8. Bapak drg. Wahid Khusyairi, M.M, sebagai Kepala Dinas Kesehatan,

Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Batu Bara

yang telah membantu dan memberikan izin penelitian.

9. Seluruh Staf Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana Kabupaten Batu Bara yang telah banyak membantu.

10. Ibu Aprita Sari Damanik, SKM, Selaku Petugas Gizi di Puskesmas

Tanjung Tiram yang telah memberikan arahan sehingga penelitian dapat

diselesaikan dengan baik.

11. Terima kasih untuk kader posyandu Desa Bogak yang dengan senang hati

menemani peneliti mengumpulkan data.

viii
12. Terima kasih untuk kedua orang tua saya dan keempat saudara saya yang

senantiasa memberikan doa, kasih sayang, cinta, motivasi dan dukungan

dalam proses penyelesaian Skripsi.

13. Terima kasih kepada teman – teman Seangkatan Program Studi SI-

Kesehatan Masyarakat terkhusus peminatan Epidemilogi yang selalu

membantu, menemani, dan memberikan semangat kepada penulis dalam

penyelesaian Skripsi ini.

14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu

persatu.

Demikian kata pengantar ini, apabila penulis masih terdapat kekurangan

dalam penyusunan skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi

ini.

Medan, Mei 2023

Riki Irawan Panjaitan

DAFTAR ISI

ix
Halaman Sampul.......................................................................................................i
Halaman Pengesahan...............................................................................................ii
Surat Pernyataan Keaslian Skripsi..........................................................................iii
Abstrak....................................................................................................................iv
Abstract....................................................................................................................v
Daftar Riwayat Hidup.............................................................................................vi
Kata Penghantar.....................................................................................................vii
Daftar Isi..................................................................................................................x
Daftar Gambar......................................................................................................xiii
Daftar Tabel..........................................................................................................xiv
Daftar Lampiran.....................................................................................................xv
BAB I Pendahuluan.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. 7
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………...8
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................................8
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………………9
1.4.1 Bagi Tempat Penelitian......................................................................9
1.4.2 Bagi Responden.................................................................................9
1.4.3 Bagi Akademik..................................................................................9
BAB II Tinjauan Pustaka.......................................................................................10
2.1 Stunting ………………………………………………………………...10
2.1.1 Pengertian Stunting..........................................................................10
2.1.2 Epidemiologi Stunting.....................................................................11
2.1.3 Program Penanganan Stunting.........................................................12
2.1.4 Pencegahan Stunting........................................................................13
2.2 Pendapatan Keluarga …………………………………………………..14
2.2.1 Pengertian Pendapatan Keluarga.....................................................14
2.2.2 Indikator Pendapatan Keluarga........................................................15
2.3 Pola Pemberian Makan ………………………………………………...15
2.3.1 Aturan Pola Pemberian Makan........................................................16
2.4 Sanitasi Lingkungan …………………………………………………... 17
2.5 Riwayat Penyakit Infeksi ………………………………………………18
2.6 Usia Ibu Menikah ……………………………………………………... 19
2.6.1 Pengertian Pernikahan......................................................................19
2.6.2 Usia Menikah...................................................................................19
2.7 Jarak Kelahiran ………………………………………………………...21
2.7.1 Pengertian Jarak Kelahiran..............................................................21
2.7.2 Jarak Kelahiran Ideal.......................................................................21

x
2.8 Kerangka Konsep ……………………………………………………... 22
2.9 Hipotesis Penelitian……………………………………………………. 23
BAB III Metode Penelitian....................................................................................25
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………………………. 25
3.1.1 Jenis Penelitian.................................................................................25
3.1.2 Rancangan Penelitian.......................................................................25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………..25
3.2.1 Lokasi Penelitian..............................................................................25
3.2.2 Waktu Penelitian..............................................................................26
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………………..26
3.3.1 Populasi Penelitian...........................................................................26
3.3.2 Sampel Penelitian.............................................................................26
3.4 Metode Pengumpulan Data …………………………………………… 27
3.4.1 Data Primer......................................................................................27
3.4.2 Data Sekunder..................................................................................27
3.5 Definisi Operasional Variabel ………………………………………… 27
3.6 Aspek Pengukuran ……………………………………………………..32
3.7 Metode Pengolahan Data ………………………………………………35
3.8 Metode Analisis Data …………………………………………………. 35
3.8.1 Analisis Univariat............................................................................36
3.8.2 Analisis Bivariat...............................................................................36
BAB IV Hasil Penelitian........................................................................................37
4.1 Tahapan Pengumpulan Data …………………………………………...37
4.2 Gambaran Umum Tempat Penelitian …………………………………. 38
4.3 Karakteristik Responden dan Balita …………………………………... 39
4.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Ibu..............................39
4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan............................40
4.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak.......................40
4.3.4 Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin.............................40
4.3.5 Karakteristik Balita Berdasarkan Usia.............................................41
4.4 Analisis Univariat ……………………………………………………...42
4.4.1 Pendapatan Keluarga........................................................................42
4.4.2 Pola Pemberian Makan....................................................................42
4.4.3 Sanitasi Lingkungan.........................................................................43
4.4.4 Riwayat Penyakit Infeksi.................................................................43
4.4.5 Usia Ibu Menikah.............................................................................44
4.4.6 Jarak Kelahiran................................................................................44
4.5 Analisis Bivariat ………………………………………………………. 45
4.5.1 Hubungan Pendapatan Keluarga terhadap Kejadian Stunting.........45
4.5.2 Hubungan Pola Pemberian Makan terhadap Kejadian Stunting......46

xi
4.5.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Stunting..........47
4.5.4 Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi terhadap Kejadian Stunting...48
4.5.5 Hubungan Usia Ibu Menikah terhadap Kejadian Stunting..............49
4.5.6 Hubungan Jarak Kelahiran terhadap Kejadian Stunting..................50
BAB V Pembahasan...............................................................................................51
5.1 Hubungan Pendapatan Keluarga Terhadap Kejadian Stunting ……….. 51
5.2 Hubungan Pola Pemberian Makan dengan Kejadian Stunting ………...53
5.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Stunting …………...56
5.4 Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting ……... 58
5.5 Hubungan Usia Ibu Menikah dengan Kejadian Stunting ……………...61
5.6 Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian Stunting ………………...63
BAB VI Penutup....................................................................................................66
6.1 Kesimpulan …………………………………………………………….66
6.2 Saran …………………………………………………………………...67
Daftar Pustaka........................................................................................................69
Lampiran................................................................................................................76
Lampiran I ……………………………………………………………………. 76
Lampiran II ……………………………………………………………………77
Lampiran III …………………………………………………………………...82
Lampiran IV ………………………………………………………………….. 86
Lampiran V ……………………………………………………………………95
Lampiran VI ………………………………………………………………….. 97

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Konsep..............................................................................22

xii
Gambar 4. 1 Peta Desa Bogak...............................................................................39

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Distribusi frekuensi usia ibu balita


Tabel 4. 2 Distribusi frekuensi pekerjaan ibu balita
Tabel 4. 3 Distribusi jumlah anak pada ibu balita
Tabel 4. 4 Distribusi frekuensi jumlah jenis kelamin balita
Tabel 4. 5 Distribusi frekuensi usia balita
Tabel 4. 6 Distribusi frekuensi pendapatan keluarga
Tabel 4. 7 Distribusi frekuensi pola pemberian makan
Tabel 4. 8 Distribusi frekuensi sanitasi lingkungan
Tabel 4. 9 Distribusi frekuensi riwayat penyakit infeksi
Tabel 4. 10 Distribusi frekuensi usia ibu menikah
Tabel 4. 11 Distribusi frekuensi jarak kelahiran
Tabel 4. 12 Hubungan Pendapatan Keluarga terhadap Kejadian Stunting
Tabel 4. 13 Hubungan Pola Pemberian Makan terhadap Kejadian Stunting
Tabel 4. 14 Hubungan Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Stunting
Tabel 4. 15 Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi terhadap Kejadian Stunting
Tabel 4. 16 Hubungan Usia Ibu Menikah terhadap Kejadian Stunting
Tabel 4. 17 Hubungan Jarak Kelahiran terhadap Kejadian Stunting

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persetujuan Menjadi Responden............................................. 76


Lampiran 2 Kuesioner Penelitian............................................................... 77
Lampiran 3 Master Data Penelitian............................................................ 82
Lampiran 4 Output/Hasil SPSS.................................................................. 86
Lampiran 5 Dokumentasi........................................................................... 95
Lampiran 6 Surat (Survei, Penelitian dan Balasan)................................... 97

xv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pertumbuhan serta perkembangan anak di Indonesia merupakan hal yang

sangat perlu diperhatikan dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) ke

depannya untuk membangun generasi emas Indonesia. Untuk mencapai generasi

emas Indonesia diperlukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat khususnya

keberhasilan dalam pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular dan

masalah gizi (Bedasari et al., 2021). Peningkatan prevalensi penyakit tidak

menular berkaitan dengan masalah gizi, baik itu sebagai suatu penyakit maupun

faktor risiko.

Seiring dengan perkembangan kehidupan yang cenderung modern, membuat

masalah gizi menjadi salah satu fokus utama dalam kesehatan khususnya masalah

kekurangan gizi. Meningkatnya angka kekurangan gizi diiringi dengan

meningkatnya angka kelebihan gizi yang menyebabkan munculnya istilah double

burden of malnutrition (Agustina dan Rahmadhena, 2020).

Salah satu masalah kekurangan gizi yang berkaitan dengan tumbuh kembang

anak ialah stunting atau kerdil yang diperoleh sejak berada di kandungan. Stunting

merupakan salah satu masalah kesehatan global yang berkaitan dengan nutrisi

pada anak. Nutrisi yang kurang pada anak berkaitan dengan tumbuh kembang.

Stunting sendiri merupakan defisit perkembangan serta pertumbuhan pada anak

yang berhubungan dengan tinggi badan yang tidak seimbang dengan umurnya.

1
2

Anak yang dikatakan stunting jika tinggi badannya masih kurang dari seharusnya

atau yang biasa disebut kerdil (Munir et al., 2021). World Health Organization

(WHO) juga menetapkan -2 Standar Deviasi (SD) pertumbuhan anak, yang

dimana jika seorang anak memiliki tinggi badan berdasarkan umur (TB/U) kurang

dari standar yang ditentukan, maka anak tersebut mengalami stunting (AbuKishk

et al., 2020).

Menurut WHO angka prevalensi kejadian stunting di dunia mengalami

peningkatan sebesar 0,7%, dimana pada tahun 2019 sebesar 21,3% atau sekitar

144 juta jiwa dan pada tahun 2020 meningkat sebesar 22% atau sekitar 149,2 juta

jiwa (Zaharia et al., 2021). Peningkatan prevalensi kejadian stunting di dunia juga

berkaitan dengan pandemik Covid-19.

Indonesia pernah menempati urutan ke-2 di kawasan Asia Tenggara dan ke-5

di dunia (pada tahun 2018) dengan angka prevalensi stunting sebesar 30,8% yang

berarti bahwa 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting (Daracantika, Ainin

and Besral, 2021). Prevalensi stunting di Indonesia mencapai angka 27,7% (pada

tahun 2019) dan sudah menyentuh angka 24,4 % pada tahun 2021 (SSGI, 2021).

Sehingga, dalam kurun waktu 2 tahun terdapat penurunan dan diharapkan dapat

terus turun ke angka 14% pada tahun 2024 sesuai dengan target pemerintah

Indonesia.

Meskipun angka prevalensi stunting di Indonesia dari tahun ke tahun

cenderung menurun, namun di beberapa provinsi masih tergolong tinggi. Salah

satu ialah Sumatera Utara dengan angka prevalensi 25,8% yang masih tergolong

tinggi karena masih di atas prevalensi Indonesia (SSGI, 2021). Urutan 3 (tiga)
3

tertinggi berdasarkan Kabupaten/kota Mandailing Natal (47,7%), Padang Lawas

(42,0%), Pakpak Bharat (40,8%), sedangkan Kabupaten/kota yang memiliki

prevalensi balita stunting terendah yaitu Deli Serdang hanya sebesar (12,5%).

Salah satu wilayah pesisir pantai di Sumatera Utara yang memiliki angka stunting

di atas prevalensi provinsi yaitu Kabupaten Batu Bara dengan angka prevalensi

sebesar (30,9%).

Berdasarkan hasil kegiatan Rembuk Stunting, Kabupaten Batu Bara ditetapkan

sebagai Kabupaten Lokasi Fokus (lokus) dalam penurunan masalah gizi stunting

di provinsi Sumatera Utara (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2021).

Hasil rekapitulasi Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara menetapkan 25 desa dari

7 kecamatan yang ditetapkan sebagai lokus stunting. Kecamatan Tanjung Tiram

merupakan salah satu wilayah lokus dengan angka stunting tertinggi di kabupaten

Batu Bara yaitu sebesar 3,94% (dari 2868 balita yang ditimbang, 113 balita

mengalami stunting) data tersebut diperoleh dari bidang kesehatan masyarakat

Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara pada tanggal 9 Maret 2022.

Salah satu desa binaan wilayah kerja puskesmas Tanjung Tiram yang sebagian

besar wilayahnya berada di pesisir pantai dengan angka prevalensi stunting

tertinggi ialah Desa Bogak yang merupakan lokus stunting di Kabupaten Batu

Bara. Adanya prioritas lokus stunting yang dilakukan pemerintah merupakan

salah satu bentuk upaya guna mempercepat penurunan angka stunting di

Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Kejadian stunting sangat berkaitan dengan gizi, dapat dilihat dari gizi yang

diberikan oleh orang tua dari waktu di dalam kandungan hingga lahir ke dunia
4

(Putu et al., 2021). Sehingga masih sangat diperlukan pencegahan serta

penanganan stunting di Indonesia. Nutrisi yang diberikan pada 1.000 Hari

Pertama Kehidupan (HPK) merupakan langkah awal dalam pencegahan masalah-

masalah gizi yang hingga kini masih menjadi masalah kesehatan secara global

(Tatu, Mau dan Rua, 2021). Kekurangan gizi dalam kurun waktu yang lama,

menyebabkan balita mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan

perkembangannya. Inilah hal yang sering tidak disadari oleh orang tua.

Terkadang dalam kehidupan sehari-hari, pemenuhan gizi yang dianggap

berlebihan juga menghambat pertumbuhan balita karena kurangnya pengetahuan

ibu dalam memenuhi asupan gizi yang baik, buruk, dan cenderung berlebihan.

Dalam hal ini, peran orang tua sangat besar terutama ibu. Keluarga memiliki

banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting di Indonesia seperti

pendapatan keluarga, pengetahuan ibu, dan pola asuh ibu (Zogara dan Panteleon,

2020). Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga penentu perkembangan dan

pertumbuhan anak.

Ketidaksiapan mental serta alat reproduksi ibu dalam hamil, melahirkan dan

merawat anak juga berpengaruh terhadap kejadian stunting. Setiap tahunnya

terdapat hampir 2 juta pasangan yang menikah, sementara itu prevalensi stunting

di Indonesia pada tahun 2021 yaitu 24,4%. Artinya 400 ribu diantaranya

berpotensi stunting (BKKBN SUMUT,2021). Kurangnya kesiapan dalam

membangun rumah tangga sangat berpengaruh pada anak di masa yang akan

datang.
5

Stunting pada anak balita menyebabkan banyak masalah dalam

pertumbuhannya kedepannya, seperti anak akan mengalami gangguan berpikir

dengan kemampuan otak yang cenderung melambat, sistem imun atau kekebalan

tubuh yang kurang baik sehingga anak akan mudah sakit, dan anak akan

cenderung tidak aktif dan lincah karena hambatan pertumbuhan otot sejak balita

sehingga memungkinkan anak akan cenderung malas bergerak dan berisiko

mengalami obesitas dan penyakit tidak menular lainnya seperti diabetes mellitus

(DM), jantung, hipertensi, stroke hingga disabilitas di masa lansia (Nuraeni dan

Suharno, 2020)

WHO menyebutkan bahwa terdapat faktor yang secara langsung

menyebabkan stunting, salah satunya ialah penyakit infeksi seperti diare dan

cacingan (Mashar, Suhartono dan Budiono, 2021). Penyakit infeksi juga dikatakan

memiliki hubungan dengan gizi kurang. Beberapa faktor menjadi penyebab

stunting berkaitan erat dengan sosial-ekonomi (Maulidah, Rohmawati dan

Sulistiyani, 2019).

Sanitasi lingkungan secara tidak langsung menyebabkan penyakit infeksi yang

berkaitan dengan kejadian stunting. Kurangnya air bersih, pembuangan kotoran

(jamban sehat), pencucian alat makan dan masak yang tidak steril, serta

lingkungan sekitar rumah yang kumuh juga mengindikasikan keterkaitan antara

sanitasi lingkungan dengan stunting (Adriany et al., 2021). Studi yang dilakukan

di Maluku menunjukan lingkungan yang sanitasi lingkungan yang buruk memiliki

kontribusi dalam permasalahan stunting (Inamah et al., 2021).


6

Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu penyebab kejadian

stunting (Sari Juane Sofiana, Yuliono dan Safitri, 2021). Protein merupakan

nutrisi asam amino dengan fungsi untuk memperbaiki jaringan sel agar bekerja

dengan baik dimana 20% dari tubuh manusia terbentuk dari protein. Susu, telur,

daging, dan ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang dianjurkan

untuk pertumbuhan serta perkembangan balita (Hannawiyah dan Layla Imroatu,

2021). Protein hewani seperti susu, telur, dan daging memerlukan biaya yang

lebih mahal dalam pemenuhan sumber protein hewani bagi masyarakat pesisir

pantai.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang mudah ditemui di

wilayah pesisir pantai. Kandungan protein yang tinggi pada ikan membuat ikan

sangat mudah dicerna oleh sistem pencernaan balita. Kebutuhan balita dalam

mengkonsumsi ikan yaitu 85-141 gram per minggunya atau setara dengan satu

ekor ikan. Asam amino pada ikan yang lebih tinggi dari sumber protein hewani

lainnya, membuat ikan dapat dijadikan alternatif pemenuhan nutrisi protein pada

balita yang tinggal di wilayah pesisir pantai (Aneta dan Sahami, 2021).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang lakukan di wilayah kerja

Puskesmas Tanjung Tiram yaitu Desa Bogak diketahui bahwa proporsi stunting di

desa tersebut adalah 9,94% (dari 322 balita yang ditimbang, 32 balita mengalami

stunting). Saat survei pendahuluan penulis melihat bahwa 2 dari 5 ibu yang

diwawancarai ternyata kedua anaknya mengalami stunting dengan jarak umur

masing – masing anak yaitu kurang dari 2 tahun. Hasil wawancara dengan 5 ibu

balita ternyata semuanya balita yang diamati terkena penyakit infeksi yang
7

berulang (cacingan dan diare). pola pemberian makan ternyata kurang dari 3 kali

dalam sehari dan terdapat 4 balita yang memiliki gizi kurang (BB/TB). Hasil

observasi lingkungan di desa Bogak terdapat beberapa yang tidak memiliki

jamban (80%), tempat pembuangan sampah (90%), kamar mandi yang tidak layak

(80%), serta air yang kurang bersih, berwarna, dan berbau (60%). Kelima ibu

balita yang diwawancarai menikah pada usia kurang dari 19 tahun dengan

pekerjaan suami sebagai nelayan yang penghasilan perbulan tidak tetap. Sebagian

masyarakat masih mengira bahwa kondisi anak khususnya balita yang pendek

merupakan faktor keturunan dan merupakan kejadian yang biasa yang terjadi

sehingga banyak ibu yang mengabaikan asupan gizi anak.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang

determinan kejadian stunting di daerah pesisir pantai Kabupaten Batu Bara tahun

2022.

I.2 Rumusan Masalah

Prevalensi stunting tahun 2021 di Sumatera Utara (25,8%) yang masih di atas

prevalensi Indonesia (24,4%) menunjukkan masih kurangnya penanganan serta

pencegahan stunting di Sumatera Utara. Terdapat 22 kabupaten/kota di Sumatera

Utara dengan angka stunting di atas prevalensi provinsi yang rata-rata didominasi

oleh daerah pesisir pantai seperti kabupaten Batu Bara. Berbagai studi tentang

stunting telah banyak untuk mengidentifikasi determinan kejadian stunting pada

balita. Penelitian untuk meneliti determinan kejadian stunting di daerah pesisir

pantai masih jarang dilakukan, padahal pemahaman tentang determinan kejadian

stunting di wilayah pesisir pantai sangat penting karena wilayah tersebut kaya
8

akan ikan sebagai protein hewani. Dengan demikian masalah penelitian ini adalah

Determinan Kejadian Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui determinan kejadian stunting di daerah pesisir pantai Desa

Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2022.

I.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh pendapatan keluarga dengan

kejadian stunting di wilayah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2022.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh pola pemberian makan dengan

kejadian stunting di wilayah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2022.

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh sanitasi lingkungan dengan

kejadian stunting di wilayah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2022.

4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh riwayat penyakit infeksi dengan

kejadian stunting di wilayah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2022.

5. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh usia ibu menikah dengan kejadian

stunting di wilayah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara tahun 2022.


9

6. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh jarak kelahiran dengan kejadian

stunting di wilayah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara tahun 2022.

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan masukan dan kajian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Batu

Bara untuk menurunkan angka prevalensi stunting pada balita serta sebagai

referensi untuk membuat langkah pencegahan serta penanganan stunting di

Kabupaten Batu Bara.

I.4.2 Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi

kepada responden untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam upaya

pencegahan serta penanganan stunting di keluarga.

I.4.3 Bagi Akademik

Sebagai bahan masukan dan untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dalam melaksanakan

penelitian tentang determinan stunting.


10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Stunting

II.1.1 Pengertian Stunting

Stunting (kerdil) adalah kondisi gagal tumbuh dan kembang anak yang

disebabkan oleh kekurangan gizi serta nutrisi yang diberikan pada 1.000 Hari

Pertama Kehidupan (HPK) serta memiliki efek jangka panjang hingga dewasa

bahkan lansia.

Stunting merupakan hambatan tumbuh kembang yang tidak hanya

disebabkan oleh asupan nutrisi, tetapi juga bisa disebabkan oleh masalah

kesehatan lainnya (Zogara and Panteleon, 2020). Pengukuran stunting

didasarkan pada indeks pengukuran Tinggi Badan dengan Umur (TB/U) atau

Panjang Badan dengan Umur (PB/U) dengan ambang batas (Z-score) -2 SD

atau yang biasa disebut tinggi referensi Internasional.

Pemenuhan gizi yang diberikan pada balita dianggap sebagai suatu

indikator dalam penanganan dan pencegahan stunting pada balita, padahal

pemberian nutrisi ataupun gizi yang baik sebaiknya perlu diperhatikan sejak

balita masih di dalam kandungan. Nutrisi yang diberikan pada ibu semasa

hamil mempengaruhi bagaimana tumbuh kembang anak kedepannya

(Suhartin, 2020)

Beberapa studi terkini menyebutkan bahwa stunting berkaitan dengan

tingkat prestasi (IQ) yang rendah, tingkat pendidikan rendah dan berpengaruh

terhadap pendapatan yang rendah pada dewasa. Perlu perhatian khusus dalam

11
12

penanganan stunting, karena juga dapat mempengaruhi mental serta kehidupan

anak sejak dini (Setiawan, Machmud and Masrul, 2018).

II.1.2 Epidemiologi Stunting

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) menyatakan bahwa

masih ada 24,2% atau 5,33 juta balita di Indonesia yang berbadan pendek, ini

menunjukkan bahwa epidemiologi stunting di Indonesia masih tergolong

tinggi. Secara global, angka prevalensi stunting mengalami penurunan selama

20 tahun belakangan ini, yaitu pada tahun 2000 prevalensi stunting secara

global mencapai 203,6% sedangkan pada tahun 2021 mencapai 149,2%.

Meskipun terjadi penurunan, namun angka persebaran stunting di dunia tidak

merata di beberapa kawasan seperti beberapa negara yang berada di benua

Afrika.

Angka prevalensi stunting benua asia juga masih tergolong tinggi,

mengingat bahwa persebaran kasus stunting didominasi oleh Negara-negara

berkembang. Standar rendahnya angka prevalensi stunting jika dibawah angka

20% sesuai dengan standar WHO (Nursyamsiyah, Yulida Sobrie, 2019).

Seperti yang pernah terjadi pada tahun 2018, dimana Indonesia menempati

urutan ke-2 angka prevalensi stunting dengan urutan pertama Timor Leste.

Pada tahun 2021, Indonesia mengalami penurunan angka prevalensi

stunting dengan angka yang lebih rendah dari tahun sebelumnya. Stunting

secara tidak langsung mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas serta

morbiditas yang berhubungan dengan penyakit penyertanya seperti karena

infeksi dan penyakit tidak menular yang diakibatkan oleh stunting.


13

II.1.3 Program Penanganan Stunting

Penangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan Intervensi

Sensitif pada sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai

berusia 6 tahun (Atikah, Rahayu, 2018).

 Intervensi Gizi Spesifik

Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang berhubungan secara langsung

mengatasi penyebab terjadinya stunting dan berkaitan dengan masalah

kesehatan seperti pencegahan infeksi, asupan makan, status gizi, kesehatan

lingkungan, serta penyakit menular.

Adapun 9 (Sembilan) poin dalam intervensi gizi spesifik, yaitu:

1. Promosi dan konseling menyusui.

2. Tata laksana gizi buruk.

3. Pemantauan dan promosi pertumbuhan.

4. Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dan balita kurus.

5. Promosi dan konseling Pemberian Makanan Bayi dan Anak

(PMBA).

6. Tablet tambah darah bagi remaja, WUS, dan ibu hamil.

7. Suplementasi mikronutrien.

8. Pemeriksaan kehamilan dan imunisasi.

9. Manajemen terpadu balita sakit.

 Intervensi Gizi Sensitif


14

Intervensi sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan secara tidak

langsung dengan penyebab stunting yang umumnya berada di luar masalah

kesehatan.

Intervensi sensitif terbagi menjadi 4 jenis yaitu:

1. Penyediaan air minum dan sanitasi.

2. Pelayanan gizi dan kesehatan.

3. Peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi.

4. Peningkatan akses pangan bergizi.

II.1.4 Pencegahan Stunting

Dalam penurunan angka prevalensi stunting, dibutuhkan peran pemerintah

serta masyarakat dalam upaya pencegahan stunting di Indonesia. Adapun 3

(tiga) pembagian dalam pencegahan stunting, yaitu primer, sekunder, dan

tersier. Berikut merupakan pencegahan-pencegahan stunting yang perlu

dilakukan:

 Primer, dengan upaya intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif

sesuai dengan Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Stunting di

Indonesia sesuai dengan aturan Kementerian Kesehatan tahun 2019.

 Sekunder, melalui peningkatan pengetahuan remaja putri dalam mencegah

stunting melalui pendidikan mengenai kesehatan reproduksi di sekolah-

sekolah, memberikan edukasi terkait gizi yang baik, pemberian tablet

tambah darah kepada remaja putri dan penyediaan Pelayanan Kesehatan

Peduli Remaja (PKPR) di setiap puskesmas sebagai intervensi kesehatan.


15

 Tersier, melalui pemberdayaan orang terdekat seperti pendekatan sosial

dan kesehatan. Peran tokoh masyarakat dalam mempromosikan keluarga

berencana. Peran suami dalam diskusi terkait jumlah anak, jarak kelahiran,

alat kontrasepsi yang digunakan, serta pentingnya konseling pra nikah

mengenai masalah reproduksi.

II.2 Pendapatan Keluarga

II.2.1 Pengertian Pendapatan Keluarga

Pemenuhan kebutuhan sehari-hari sering sekali berkaitan dengan

pendapatan keluarga yang dihasilkan dari pekerjaan. Pendapatan keluarga

berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

Pendapatan merupakan sejumlah uang yang diperoleh seseorang dari hasil

bekerja yang biasanya ditetapkan dengan standar UMK (Upah Minimum

Kerja).

Apabila kemiskinan mengakibatkan kebutuhan pangan tingkat rumah

tangga, maka secara otomatis penyakit akibat kekurangan gizi pasti akan

muncul. Sehingga, kekurangan gizi (malnutrisi) berkaitan dengan kemiskinan

atau pendapatan keluarga yang rendah (Roficha, Suaib and Hendrayati, 2018).

Beck (2019) menyebutkan bahwa pendapatan yang mengalami kenaikan

akan berpengaruh terhadap kesehatan dan keadaan keluarga yang sempurna.

Akan tetapi, pendapatan atau daya beli yang meningkat tidak bisa mengubah

dampak akibat konsumsi makanan yang kurang gizi sebelumnya. Sehingga

ketika anak sudah stunting, namun pemenuhan gizi terlambat, dampak akibat

gizi kurang yang diberikan sulit untuk dihindari.


16

(Nuraeni and Suharno, 2020) melakukan penelitian di Majalengka

memberikan informasi bahwa status ekonomi keluarga berpengaruh terhadap

kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan.

II.2.2 Indikator Pendapatan Keluarga

Kriteria yang digunakan sebagai indikator atau landasan yang digunakan

dalam penentuan tingkat pendapatan keluarga menurut (Bramastuti, 2009)

yaitu:

1. Penghasilan yang diterima sebulan

2. Pekerjaan

3. Anggaran biaya sekolah

4. Beban keluarga yang ditanggung

Dari keempat poin diatas, secara mendasar dapat dikatakan bahwa

indikator dari pendapatan keluarga dapat dilihat dari ketersediaan pangan,

sandang, papan, dan pakaian atau terpenuhinya kebutuhan pokok serta

sekunder dengan tambahan kebutuhan tersier.

II.3 Pola Pemberian Makan

Pemenuhan gizi yang baik dilihat dari pola pemberian makan yang

dilakukan oleh seseorang setiap hari. Pola makan merupakan kegiatan yang

dilakukan secara berulang dan terbiasa dalam mengatur jumlah makanan, jenis

makanan, serta waktu makan. Pola pemberian makan pada balita masih diatur

oleh orang tua. Setiap nutrisi yang masuk ke dalam tubuh balita harus

diperhatikan keseimbangannya.
17

Pemberian makan pada balita bertujuan untuk memasukkan nutrisi yang

untuk proses tumbuh kembang yang optimal. Pemberian makan yang salah

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita di masa

sekarang dan yang akan datang (Milda Riski Nirmala Sari and Leersia Yusi

Ratnawati, 2018).

Pola pemberian makan anak perlu diperhatikan kesimbangannya mulai

dari asupan karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin, serta nutrisi lainnya.

Pemenuhan nutrisi yang seimbang jenis, jumlah, serta waktunya dapat

menghindarkan balita dari kejadian stunting dan penyakit tidak menular

seperti diabetes.

Sehingga, pola pemberian makan pada balita memiliki hubungan dengan

kejadian stunting sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

(Qolbi, Munawaroh and Jayatmi, 2020) di Bekasi.

II.3.1 Aturan Pola Pemberian Makan

Rekomendasi Ikatan Dokters Anak Indonesia dalam aturan pemberian

makan (feeding rules) pada balita yaitu:

1. Jadwal

Jadwal makan balita dibagi menjadi 2 yaitu makanan utama dan makanan

selingan (snack). Makanan utama dilakukan tiga kali sehari dan makan

selingan (snack) dua kali sehari dengan pemberian susu 2 – 3 kali sehari,

disarankan hanya konsumsi air putih diantara waktu makan dan tidak

boleh makan lebih dari 30 menit.

2. Lingkungan
18

Disarankan menciptakan lingkungan yang menyenangkan tanpa ada

paksaan untuk makan dan tidak boleh ada seperti televisi, mainan, gadget,

dan lain-lain saat makan serta jangan memberikan makanan sebagai

reward atau hadiah.

3. Prosedur

Ajak balita untuk makan sendiri, bila balita tidak mau makan tawarkan

makanan tanpa ada paksaan atau bujukan dan bila tidak mau makan, akhiri

proses makan.

II.4 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan merupakan upaya untuk mewujudkan lingkungan fisik

seperti air, tanah, dan udara yang bersih dan sehat dalam upaya peningkatan

kesehatan yang setinggi-tingginya di dalam kesehatan masyarakat. Menurut

WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya dalam

pengendalian seluruh faktor-faktor lingkungan fisik manusia (air, tanah, dan

udara) yang kemungkinan besar menimbulkan hal yang bersifat merugikan

bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.

Sanitasi lingkungan mencakup pemenuhan air bersih, ketersediaan jamban

sehat, makanan yang bersih dan sehat, pengolahan limbah sampah rumah

tangga, penerapan cuci tangan dengan sabun, pengolahan air minum dan

beberapa persyaratan dalam pemenuhan kesehatan lingkungan yang baik di

pemukiman maupun lingkungan fisik.


19

Lingkungan berkaitan dengan stunting dilihat dari resiko infeksi yang

dapat berpengaruh terhadap balita. Lingkungan yang kumuh memiliki peluang

besar untuk menimbulkan beberapa penyakit infeksi seperti diare dan cacingan

pada balita yang memicu risiko kejadian stunting yang menghambat

pertumbuhan dan perkembangan balita kedepannya. Sehingga, terciptanya

sanitasi lingkungan yang bersih berpengaruh terhadap kejadian stunting pada

balita (Inamah et al., 2021).

Sangat jarang ditemukan jamban sehat di daerah pesisir pantai karena

keadaan lingkungan yang sering mengalami pasang surut gelobang laut.

Minimnya jamban sehat menyebabkan munculnya beberapa penyakit infeksi

akibat tinja atau feses yang mencemari lingkungan. Sehingga sering muncul

kasus diare di daerah pesisir pantai yang menghambat pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Penelitian yang dilakukan di Pantai Cermin menyebutkan bahwa terdapat

hubungan antara sanitasi lingkungan dan perolehan sumber air minum

terhadap kejadian stunting (Agustia, 2020).

II.5 Riwayat Penyakit Infeksi

Stunting dapat disebabkan oleh riwayat penyakit infeksi. Penyakit infeksi

adalah sekumpulan penyakit yang diakibatkan oleh mikroorganisme seperti

bakteri, virus, jamur, dan parasit. Infeksi adalah masukanya mikroorganisme

ataupun kuman ke dalam tubuh dan berkembang biak hingga menimbulkan

gejala penyakit bagi manusia dan dikatakan akut jika sudah menginfeksi

selama 14 hari di tubuh manusia. Balita merupakan usia rentan mengalami


20

penyakit infeksi karena herd immunity pada balita belum optimal untuk

menangkal penyebab infeksi. Dalam proses tumbuh kembang anak, penyakit

infeksi kerap menjadi penghambat. Salah satu penyakit infeksi adalah diare,

cacingan, tuberkulosis, difteri, dan masih banyak lagi.

Diantara kecukupan gizi dengan penyakit infeksi memiliki hubungan

timbal balik dan sebab akibat. Balita yang mengalami gizi kurang, pasti akan

mengalami penyakit infeksi karena nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk

menghambat bakteri masuk ke dalam tubuh sangat kurang. Sedangkan balita

yang mengalami penyakit infeksi pasti akan mengalami gizi buruk karena

nutrisi yang dikonsumsi hanya tidak membentuk jaringan-jaringan pada tubuh

melainkan diserap oleh bakteri maupun mikroorganisme yang ada di dalam

tubuh.

Infeksi sangat mempengaruhi tubuh seperti berkurangnya nafsu makan,

penurunan absorpsi makanan di bagian usus, penyerapan nutrisi penting bagi

tubuh untuk tumbuh kembang anak, serta metabolisme tubuh. Hasil penelitian

yang dilakukan Kabupaten Banjar menunjukkan bahwa riwayat penyakit

infeksi sangat berpengaruh terhadap gizi balita sehingga berpengaruh dalam

tumbuh kembang anak, seperti penurunan imun tubuh sehingga kemungkinan

besar balita akan mudah terserang oleh penyakit infeksi lainnya di masa yang

akan datang (Tauhidah, 2020).


21

II.6 Usia Ibu Menikah

II.6.1 Pengertian Pernikahan

Menurut Kementerian Kesehatan RI, pernikahan adalah akad atau janji

nikah yang diucapkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan awal

dari kesepakatan bagi calon pengantin untuk saling memberi ketenangan

(sakinah) dengan mengembangkan hubungan atas dasar saling cinta dan kasih

(mawaddah wa rahmah). Pernikahan merupakan awal terbentuknya suatu

keluarga. Kualitas anak berpengaruh terhadap kualitas dari orang tua.

II.6.2 Usia Menikah

Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa

pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan

pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kemudian tiga tahun yang lalu,

undang-undang tersebut direvisi menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 yang

berlaku sejak 15 Oktober 2019 yang menyebutkan bahwa usia minimal

pernikahan yaitu 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Maka, jika

menikah di bawah umur tersebut dikatakan pernikahan dini.

Pernikahan dini menurut WHO adalah pernikahan sebelum usia 18 tahun,

yang berlaku baik bagi anak laki-laki maupun perempuan, tetapi kenyataanya

lebih umum terjadi pada anak perempuan. Indonesia menduduki peringkat

ke-2 di ASEAN dan peringkat ke-8 di dunia dalam kasus perkawinan anak.

Menurut Koalisi Perempuan Indonesia (2019) menyebutkan bahwa 1 dari 8

remaja putri Indonesia sudah melakukan perkawinan sebelum usia 18 tahun.


22

Sekitar 400 – 500 anak remaja usia 10-17 tahun beresiko menikah dini

akibat pandemic covid-19. Peningkatan angka kehamilan tidak direncanakan

serta pengajuan dispensasi pernikahan atau pernikahan di bawah umur juga

terjadi. Pada tahun 2020, terdapat lebih dari 64 ribu pengajuan dispensasi

pernikahan anak bawah umur. Pernikahan dini serta kehamilan yang tidak

direncanakan berisiko menyebabkan gizi kurang hingga stunting pada balita.

Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten

Mamasa menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara umur ibu menikah

dengan kejadian stunting. Mayoritas usia rentan terjadi stunting adalah di

bawah 19 tahun atau biasa disebut pernikahan dini yang sangat memicu

kejadian stunting karena semakin muda usia ibu menikah, maka semakin tidak

ada kesiapan fizik dan mental seorang ibu dalam melahirkan dan mengurus

anak (Yulius, Abidin and Liliandriani, 2020).

II.7 Jarak Kelahiran

II.7.1 Pengertian Jarak Kelahiran

Jarak kelahiran merupakan interval antara dua kelahiran yang secara

berurutan yang dilakukan oleh wanita. Jarak kelahiran yang cenderung

berdekatan memiliki efek negatif bagi kesehatan ibu hingga kesehatan balita

kedepannya. Setelah melahirkan, wanita memerlukan waktu untuk pemulihan

pasca persalinan sehingga tidak dianjurkan untuk melakukan persalinan

dengan kurun waktu yang berdekatan.


23

II.7.2 Jarak Kelahiran Ideal

Jarak kelahiran yang ideal ialah 3 tahun atau minimal 2 tahun (24 bulan)

pasca kelahiran sebelumnya (Kementerian PPN/ Bappenas, 2018).

Perencanaan jarak kelahiran dari anak pertama ke anak kedua atau seterusnya

perlu dilakukan. Selain untuk menghindari efek samping terhadap ibu hamil,

jarak kelahiran dapat mencegah terjadinya stunting karena pemberian nutrisi

serta kasih sayang lebih terfokus pada balita dan dapat memberikan asi full

selama 24 bulan.

Jarak kelahiran secara signifikan mempengaruhi kejadian stunting karena

belum optimalnya kesehatan Rahim ibu untuk hamil kembali dan berpengaruh

terhadap pemenuhan nutrisi pada balita yang kurang optimal (Azriful et al.,

2018)

Ummah (2015) menyebutkan beberapa alasan perlunya jarak kelahiran, yaitu:

1. Belum pulihnya kondisi rahim pasca kehamilan sebelumnya.

2. Dapat menimbulkan beberapa resiko kehamilan seperti anemia.

3. Resiko pendarahan pasca persalinan.

4. Waktu untuk menyusui serta merawat balita akan terbagi.

II.8 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dari penelitian Determinan Kejadian Stunting di

Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu

Bara Tahun 2022.

Variabel Independen Variabel Dependen


24

Pendapatan Keluarga

Pola Pemberian Makan

STUNTING
Sanitasi Lingkungan

Riwayat Penyakit
Infeksi

Usia Ibu Melahirkan

Jarak Kelahiran

Gambar 2. 1
Kerangka konsep Determinan Kejadian Stunting di Daerah Pesisir Pantai
Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

II.9 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

Ha : ada hubungan pendapatan keluarga dengan Determinan Kejadian

Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.


25

Ho : tidak ada hubungan pendapatan keluarga dengan Determinan Kejadian

Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

Ha : ada hubungan pola pemberian makan dengan Determinan Kejadian

Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

Ho : tidak ada hubungan pola pemberian makan dengan Determinan Kejadian

Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

Ha : ada hubungan sanitasi lingkungan dengan Determinan Kejadian Stunting

di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

Ho : tidak ada hubungan sanitasi lingkungan dengan Determinan Kejadian

Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

Ha : ada hubungan riwayat penyakit infeksi dengan Determinan Kejadian

Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

Ho : tidak ada hubungan riwayat penyakit infeksi dengan Determinan

Kejadian Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan

Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.


26

Ha : ada hubungan usia ibu menikah dengan Determinan Kejadian Stunting di

Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara Tahun 2022.

Ho : tidak ada hubungan umur ibu menikah dengan Determinan Kejadian

Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

Ha : ada hubungan jarak kelahiran dengan Determinan Kejadian Stunting di

Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara Tahun 2022.

Ho : tidak ada hubungan jarak kelahiran dengan Determinan Kejadian

Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.


BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

III.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan survei analitik untuk mengetahui

Determinan Kejadian Stunting di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak

Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

III.1.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah Case Control yaitu jenis penelitian yang

menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen

(pendapatan keluarga, pola pemberian makan, sanitasi lingkungan, riwayat

penyakit infeksi, umur ibu menikah, dan jarak kelahiran) dan variabel

dependen (stunting) tidak dilakukan pada saat yang sama atau secara

retrospektif. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi subyek yang

mengalami stunting (kelompok kasus) dan mencari subyek yang tidak

mengalami stunting (kelompok kontrol). Desain penelitian case control dapat

dipergunakan untuk menilai berapa besarkah peran faktor resiko dalam

kejadian penyakit.

III.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

III.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilaksanakan dengan pertimbangan yang sesuai

dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan di awal,

27
28

maka obyek penelitian ini adalah Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara.

III.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2022.

III.3 Populasi dan Sampel Penelitian

III.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang mengalami

stunting di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara yaitu

sebanyak 32 balita berdasarkan data Dinas Kesehatan Batu Bara pada tahun

2021.

III.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu balita

yang bertempat tinggal di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara. Penelitian ini menggunakan Total Sampling dari kasus stunting

yang ada di Desa Bogak yaitu sebanyak 32 balita sebagai kelompok kasus dan

juga kelompok kontrol (balita tidak stunting) sebanyak 32 balita. Jadi jumlah

sampel dalam penelitian ini sebanyak 64 balita dengan perbandingan

kelompok kasus dengan kelompok kontrol sebesar 1:1. Adapun responden

dalam penelitian ini ialah ibu balita.

Adapun kriteria pada sampel penelitian adalah :

 Kriteria inklusi :

a. Menyetujui untuk ikut dalam proses penelitian sebagai responden yang

ditandai dengan bersedia menandatangani informed consent.


29

b. Berdomisili di Desa Bogak, Kecamatan Tanjung Tiram

 Kriteria eksklusi :

a. Tidak menyetujui untuk ikut dalam proses penelitian sebagai responden.

b. Tidak berdomisili di Desa Bogak, Kecamatan Tanjung Tiram

III.4 Metode Pengumpulan Data

III.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh laangsung oleh peneliti yang

bersumber dari responden. Data primer dikumpulkan dari hasil pengukuran

dan data hasil wawancara dengan responden yang memiliki balita yang

bertempat tinggal di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Baru

Bara. Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah

dengan menyebarkan kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada

responden.

III.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh secara langsung dari

peneliti, biasanya data bersumber dari buku, internet, data kesehatan, instansi

pemerintahan dan lain-lain. Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari

Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 untuk melihat prevalensi

stunting di Indonesia meliputi Provinsi dan Kabupaten/kota. Selanjutnya data

diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara untuk melihat prevalensi

stunting di setiap kecamatan serta desa – desa di Kabupaten Batu Bara.


30

III.5 Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional variabel penelitian merupakan penjelasan dari

masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian terhadap indikator-

indikator yang membentuknya.


31

Tabel 3. 1 Definisi Operasional Determinan Kejadian Stunting Di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram
Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

No. Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
1. Stunting keadaan status gizi anak Dilihat dari indeks Microtoise Ordinal 1. Stunting (Z
yang dinilai dari panjang antropometri berdasarkan dan score > -2 SD)
badan atau tinggi badan TB/U sesuai Kementerian menentukan 2. Normal (Z
menurut umur yang Kesehatan. status gizinya score < -2 SD)
kurang dari -2 standar dengan
deviasi (Kementerian standar WHO
Kesehatan, 2011).
Keadaan seorang anak
yang menurut hasil
pencatatan atau pelaporan
Dinas Kesehatan memiliki
tinggi badan sekian dan
sekian
2. Pendapatan Pendapatan merupakan Batas kriteria UMR (Upah Wawancara Ordinal Tinggi (2)
Keluarga sejumlah uang yang Minimum Regional) menurut (Kuesioner)
diperoleh seseorang dari BPS untuk daerah pedesaan Rendah (1)
hasil bekerja yang yaitu:
biasanya ditetapkan a.Tinggi (>Rp.1.735.000)
dengan standar UMK b.Rendah (<Rp.1.735.000)
(Upah Minimum Kerja)
ataupun standar
penghasilan berdasarkan
domisili tempat tinggal
seperti pedesaan atau
32

perkotaan atau biasa


disebut UMR (Upah
Minimum Regional).
3. Pola Pola pemberian makan Menurut (Setiyowati, 2018), Wawancara Nominal Baik (2)
p Pemberian oleh orang tua kepada pola pemberian makan yang (kuesioner)
Makan anak – anaknya yang baik dikategorikan menjadi: Buruk (1)
dilihat dari frekuensi, jenis a. baik apabila makan 3 kali
dan diberikan sesuai sehari dengan jam makan
dengan jam yang teratur. teratur seperti jam 8, jam 12,
dan jam 18 dengan pemberian
makan yang beragam dan
seimbang.

b. buruk apabila makan kurang


dari 3 kali sehari dengan jam
makan yang tidak teratur tanpa
pemberian makan yang
beragam dan seimbang.
4. Sanitasi Sanitasi lingkungan Dalam penelitian (Agustia, Wawancara Ordinal Baik (2)
Lingkungan merupakan upaya untuk 2020), sanitasi lingkungan (kuesioner)
mewujudkan lingkungan dikategorikan menjadi: Buruk (1)
fisik seperti air, tanah, dan a. Baik apabila sarana air
udara yang bersih dan bersih, sarana pembuangan
sehat dalam upaya limbah, tempat pembuangan
peningkatan kesehatan sampah, dan jamban memenuhi
yang setinggi-tingginya di syarat.
dalam kesehatan
masyarakat. b. Buruk apabila sarana air
33

bersih, sarana pembuangan


limbah, tempat pembuangan
sampah, dan jamban tidak
memenuhi syarat.
5. Riwayat Infeksi adalah masukanya Berdasarkan teori yang Wawancara Ordinal Tidak (2)
Penyakit mikroorganisme ataupun dilakukan oleh (Himawati and (kuesioner)
Infeksi kuman ke dalam tubuh dan Fitria, 2020) menunjukkan anak Ya (1)
berkembang biak hingga dikatakan memiliki riwayat
menimbulkan gejalainfeksi jika:
penyakit bagi manusia dan a. Ya apabila balita pernah
dikatakan akut jika sudah mengalami diare, cacingan,
menginfeksi selama 14 maupun ISPA.
hari di tubuh manusia
(Himawati and Fitria, 2020). b. Tidak apabila balita tidak
pernah mengalami diare,
cacingaan, maupun ISPA.
6. Usia Ibu Umur minimal menikah Berdasarkan UU RI Nomor 1 Wawancara Nominal Cukup (2)
Menikah seorang ibu ialah 19 tahun Tahun 1974 pasal 7 ayat 1, (kuesioner)
berdasarkan UU RI Nomor yaitu: Kurang (1)
1 Tahun 1974 pasal 7 ayat a. cukup jika usia ibu menikah
1, dan usia minimal >19 tahun
seorang wanita untuk b. kurang jika usia ibu
hamil ialah 20 tahun menikah <19 tahun
karena organ
reproduksinya sudah
matang dan siap.
7. Jarak Jarak kelahiran merupakan Jarak kelahiran yang Wawancara Ordinal Baik (2)
kelahiran interval antara dua disarankan oleh (Kementerian (kuesioner)
34

kelahiran yang secara PPN/ Bappenas, 2018) ialah: Buruk (1)


berurutan yang dilakukan a. Baik apabila jarak kelahiran
oleh wanita. memiliki interval 2 tahun.

b. Buruk apabila jarak


kelahiran memiliki interval
kurang dari 2 tahun.
35

III.6 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dilakukan terhadap pendapatan keluarga, pola

pemberian makan, sanitasi lingkungan, riwayat penyakit infeksi, umur ibu

menikah, dan jarak kelahiran terhadap kejadian stunting. Diberikan masing –

masing pertanyaan dan diberikan skor dan kategori masing-masing

sebagaimana diuraikan dibawah ini:

 Variabel Independen

1) Pendapatan keluarga

Tingkat pendapatan keluarga pada penelitian ini berpatokan dengan

UMK kabupaten Batu Bara yaitu Rp. 3.191.570 dengan kategori

sebagai berikut:

a) Tinggi, dikatakan tinggi apabila pendapatan lebih dari Rp.

1.735.000. (kode 2)

b) Rendah, dikatakan rendah apabila pendapatan kurang dari

Rp. 1.735.000. (kode 1)

2) Pola pemberian makan

Pola pemberian makan diatur berdasarkan frekuensi serta jam saat

makan, dengan kategori:

a) Baik, dikatakan baik apabila makan 3 kali sehari dengan

jam makan teratur seperti jam 8, jam 12, dan jam 18. (kode

2)

b) Buruk, dikatakan buruk apabila makan kurang dari 3 kali

sehari dengan makan makan yang tidak teratur. (kode 1)


36

3) Sanitasi lingkungan

Sanitasi lingkungan merupakan upaya mewujudkan lingkungan fisik

yang sehat, adapun kategori yang dibuat yaitu:

a) Baik, dikatakan apabila sarana air bersih, sarana

pembuangan limbah, tempat pembuangan sampah, dan

jamban memenuhi syarat. (kode 2)

b) Buruk, dikatakan buruk apabila sarana air bersih, sarana

pembuangan limbah, tempat pembuangan sampah, dan

jamban tidak memenuhi syarat. (kode 1)

4) Riwayat penyakit infeksi

Penyakit infeksi secara langsung menghambat pertumbuhan serta

perkembangan balita dan merupakan penyebab stunting. Adapun

kategori yang dibuat yaitu:

a) Ya, apabila balita pernah mengalami diare, cacingan,

maupun ISPA. (kode 1)

b) Tidak, apabila balita tidak pernah mengalami diare,

cacingan, maupun ISPA. (kode 2)

5) Umur ibu menikah

Berkaitan dengan ketidakmatangan organ reproduksi dan mental ibu

dalam mengandung, melahirkan, serta merawat balita. Kategori

yang dibuat yaitu:

a) Cukup, dikatakan cukup apabila ibu menikah dengan usia

>19 tahun. (kode 2)


37

b) Kurang, dikatakan kurang apabila ibu menikah dengan usia

<19 tahun. (kode 1)

6) Jarak kelahiran

Jarak kelahiran mempengaruhi kesiapan ibu dalam membagi kasih

sayang serta mengatur keluarganya, adapun kategori dalam

penelitian ini yaitu:

a) Baik, dikatakan baik apabila jarak kelahiran dengan interval

2 tahun. (kode 2)

b) Buruk, dikatakan buruk apabila jarak kelahiran dengan

interval kurang dari 2 tahun. (kode 1)

 Variabel Dependent

1) Stunting

Untuk mengetahu apakah stunting yang dialami oleh anak responden

berkiatan dengan pendapatan keluarga, pola pemberian makan,

sanitasi lingkungan, riwayat penyakit infeksi, umur ibu menikah,

dan jarak kehamilan. Dengan menyebarkan kuesioner secara

langsung kepada responden di Desa Bogak Kecamatan Tanjung

Tiram Kabupaten Batu bara. Adapun kategori yang ditentukan,

yaitu:

a) Stunting (Z score > -2 SD). (kode 1)

b) Normal (Z score < -2 SD). (kode 2)


38

III.7 Metode Pengolahan Data

Menurut (Notoatmodjo, 2012) proses pengolahan data ini melalui tahap-

tahap sebagai berikut :

1. Editing

Peneliti akan memeriksa data yang sudah diperoleh untuk memeriksa

apakah terdapat kekeliruan dalam pengisian kuesioner dan peneliti

juga melakukan pengecekan dan perbaikan isi formulir atau kuesioner

pada tahap ini.

2. Coding

Pada tahap ini, kuesioner yang sudah melalui tahap edit atau sunting

selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding yaitu dengan mengubah

data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi data yang berbentuk

angka atau bilangan.

3. Entry

Di tahap ini data akan diolah dengan menggunakan software SPSS

(Statistical Product and Service Solutions) di komputer.

4. Tabulating

Pada tahap ini, data kemudian dimasukkan ke dalam tabel agar dapat

mempermudah dalam mengolah dan membaca data.

III.8 Metode Analisis Data

Setelah melalui tahap pengolahan data, selanjutnya dilakukan tahap

analisis data dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat

(Notoatmodjo, 2018).
39

III.8.1 Analisis Univariat

Metode analisis data secara univariat bertujuan menjelaskan dan

mendeskripsikan karakteristik dari setiap variabel penelitian. Bentuk dari

analisis univariat tergantung jenis datanya. Untuk data Numerik maka

digunakan nilai Mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada

umumnya analisis univariat menghasilkan distribusi frekuensi dan

persentasenya dari tiap variabel.

III.8.2 Analisis Bivariat

Pada hasil analisis univariat akan diketahui karakteristik dari setiap

variabel, lalu kemudian dilanjutkan ke tahap analisis bivariat. Dimana pada

analisis bivariat akan dilakukan dua variabel yang diduga berhubungan atau

berkorelasi. Analisis bivariat dilakukan dengan mendeskripsikan data dari dua

variabel secara silang dengan menggunakan uji chi-square (X²) pada tingkat

kepercayaan 95% (α=0.05) untuk melihat hubungan antara variabel bebas

dengan variabel terikat.


40
BAB IV

HASIL PENELITIAN

IV.1 Tahapan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa prosedur, yang pertama

dengan menyerahkan surat izin penelitian pada pihak terkait di Dinas

Kesehatan Kabupaten Batu Bara dan UPT Puskesmas Tanjung Tiram.

Kemudian setelah mendapatkan balasan bahwa penelitian tentang Determinan

Kejadian Stunting Di Daerah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung

Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2022 telah mendapatkan izin maka

penelitian mulai dilakukan pada tanggal 25 Juli 2022 dengan jumlah

responden 64 responden. Penelitian dilakukan di Desa Bogak dan didampingi

oleh kader posyandu dengan menyebarkan kuesioner kepada responden secara

door to door. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai pukul 09.00-18.00

WIB.

Proses penelitian diawali peneliti meminta izin kepada ibu balita untuk

menjadi responden dengan menandatangani lembar permohonan menjadi

responden (informed consent). Bila responden setuju, maka peneliti

memberikan lembar kuesioner mengenai determinan kejadian stunting yang

kemudian dijawab oleh responden. Pada tanggal 25 Juli 2022 data dan

jawaban kuesioner dari 64 responden telah terkumpul. Kemudian peneliti

melakukan analisis data dengan menggunakan program SPSS (Statistical

Package For Social Science) pada komputer.


42

IV.2 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Desa Bogak merupakan salah satu desa di Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara. Desa Bogak terletak pada daerah pantai dengan

ketinggian 3 – 5 meter di atas permukaan laut. Secara geografis batas – batas

wilayah Desa Bogak sebagai berikut:

Sebelah Utara : Selat Malaka

Sebelah Timur : Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi

Sebelah Selatan : Kelurahan Tanjung Tiram

Sebelah Barat : Desa masjid Lama Kecamatan Talawi

Luas wilayah Desa Bogak adalah 325 Ha, memiliki jarak 1 Km dari

ibukota Kecamatan, 31 Km dari ibukota Kabupaten, dan 157 Km dari ibukota

Provinsi. Dan secara administrasi Desa Bogak terdiri dari 10 dusun. Penduduk

Desa Bogak berjumlah 4.576 jiwa dengan jumlah laki – laki sebanyak 2.407 jiwa

dan perempuan sebanyak 2.169 jiwa. Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa

Bogak adalah sebagai nelayan.


43

Gambar 4. 1
Peta Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

IV.3 Karakteristik Responden dan Balita

IV.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Ibu

Tabel 4. 1 Distribusi frekuensi usia ibu balita di Desa Bogak

Usia Ibu Status Kejadian Stunting Total


Stunting Tidak
Stunting
f % f % f %
< 21 tahun 2 3,1 3 4,7 5 7,8
21 – 35 19 29,7 12 18,7 31 48,4
tahun
> 35 tahun 11 17,2 17 26,6 28 43,8
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.

Berdasarkan table 4.1 di atas, menunjukkan bahwa usia ibu balita paling

banyak tersebar pada usia 21 – 35 tahun yaitu sebanyak 31 orang (48,4%).


44

IV.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4. 2 Distribusi frekuensi pekerjaan ibu balita di Desa Bogak

Jenis Pekerjaan Status Kejadian Stunting Total


Stunting Tidak Stunting
f % f % f %
IRT/ Tidak 31 48,4 28 43,8 5 92,2
Bekerja 9
Nelayan 0 0 2 3,1 2 3,1
Wiraswasta 1 1,5 1 1,5 2 3,1
Lainnya 0 0 1 1,5 1 1,6
Total 32 50,0 32 50,0 6 100,0
4
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.

Berdasarkan tabel 4.2, sebagian hampir keseluruhan dari responden

memiliki jenis pekerjaan sebagai IRT/tidak bekerja dengan jumlah sebanyak

59 orang (92,2%).

IV.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak

Tabel 4. 3 Distribusi jumlah anak pada ibu balita di Desa Bogak

Jumlah anak Status Kejadian Stunting Total


Stunting Tidak Stunting
f % f % f %
1 anak 2 3,1 4 6,3 6 9,4
2 anak 11 17,2 7 10,9 18 28,1
> 2 anak 19 29,7 21 32,8 40 62,5
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.

Berdasarkan tabel 4.3, para responden sebagian besar memiliki jumlah

anak > 2 anak dengan jumlah responden sebanyak 40 orang (62,5%).

IV.3.4 Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4. 4 Distribusi frekuensi jumlah jenis kelamin balita di Desa Bogak


45

Jenis Status Kejadian Stunting Total


Kelamin Stunting Tidak Stunting
f % f % f %
Laki - Laki 17 26,6 18 28,1 35 54,7
Perempuan 15 23,4 14 21,9 29 45,3
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.

Berdasarkan tabel 4.4, penyebaran balita stunting dengan jenis kelamin

laki – laki yaitu sebanyak 17 balita (26,6%) dan yang tidak stunting sebanyak

18 balita (28,1%). Sedangkan penyebaran stunting pada balita dengan jenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 15 balita (23,4%) dan yang tidak stunting

sebanyak 14 balita (21,9%).

IV.3.5 Karakteristik Balita Berdasarkan Usia

Tabel 4. 5 Distribusi frekuensi usia balita di Desa Bogak

Usia Balita Status Kejadian Stunting Total


Stunting Tidak
Stunting
f % f % f %
0 – 24 bulan 12 18,7 14 21,9 26 40,6
25 – 60 20 31,1 18 28,1 38 59,4
bulan
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.
Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat bahwa prevalensi kejadian stunting

pada balita dengan usia 0 – 24 bulan sebanyak 12 balita (18,7%) sedangkan

pada usia 25 – 60 bulan prevalensi stunting lebih banyak yaitu sebanyak 20

balita (31,1%). Persebaran balita yang tidak stunting pada umur 0 – 24 bulan

sebanyak 14 balita (21,9%) sedangkan pada umur 25 – 60 bulan sebanyak 18

balita (28,1%).
46

IV.4 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

masing – masing variabel independen (pendapatan keluarga, pola pemberian

makan, sanitasi lingkungan, riwayat penyakit infeksi, umur ibu menikah, jarak

kelahiran) dengan uraian berikut ini :

IV.4.1 Pendapatan Keluarga

Tabel 4. 6 Distribusi frekuensi pendapatan keluarga di Desa Bogak

Pendapatan Status Kejadian Stunting Total


Keluarga Stunting Tidak Stunting
f % f % f %
Rendah 26 40,6 19 29,7 45 70,3
Tinggi 6 9,4 13 20,3 19 29,7
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.
Berdasarkan tabel 4.6, memperlihatkan bahwa kelompok kasus (stunting)

dengan pendapatan keluarga yang rendah yaitu sebesar 40,6% sedangkan

kelompok kontrol (tidak stunting) dengan pendapatan keluarga rendah sebesar

29,7%.

IV.4.2 Pola Pemberian Makan

Tabel 4. 7 Distribusi frekuensi pola pemberian makan balita di Desa Bogak

Pola Pemberian Makan Status Kejadian Stunting Total


Stunting Tidak
Stunting
f % f % f %
Buruk 15 23,4 14 21,9 29 45,3
Baik 17 26,6 18 28,1 35 54,7
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.
47

Berdasarkan tabel 4.7, prevalensi stunting justru lebih banyak terjadi pada

pola pemberian makan yang baik yaitu sebanyak 17 balita (26,6%) sedangkan

pada balita yang tidak stunting sebanyak 18 balita (28,1%).

IV.4.3 Sanitasi Lingkungan

Tabel 4. 8 Distribusi frekuensi sanitasi lingkungan di Desa Bogak

Sanitasi Lingkungan Status Kejadian Stunting Total


Stunting Tidak
Stunting
f % f % f %
Buruk 26 42,2 21 34,4 47 76,6
Baik 6 7,8 11 15,6 17 23,4
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.

Berdasarkan tabel 4.8, dapat diketahui bahwa prevalensi kejadian stunting

dengan kondisi lingkungan buruk yaitu sebesar 42,2% dan yang tidak stunting

dengan sanitasi lingkungan buruk sebesar 34,4%.

IV.4.4 Riwayat Penyakit Infeksi

Tabel 4. 9 Distribusi frekuensi riwayat penyakit infeksi pada balita di Desa Bogak

Riwayat Penyakit Infeksi Status Kejadian Stunting Total


Stunting Tidak
Stunting
f % f % f %
Ya 28 43,8 23 35,9 51 79,7
Tidak 4 6,2 9 14,1 13 20,3
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.

Berdasarkan tabel 4.9, prevalensi stunting pada balita yang memiliki

riwayat penyakit infeksi (cacingan, diare, maupun ISPA) ialah sebanyak 28


48

balita (43,8%) dan pada kelompok yang tidak stunting sebanyak 23 balita

(35,9%).

IV.4.5 Usia Ibu Menikah

Tabel 4. 10 Distribusi frekuensi usia ibu menikah di Desa Bogak

Usia Ibu Status Kejadian Stunting Total


Menikah Stunting Tidak Stunting
f % f % f %
Kurang 11 15,6 16 25,0 27 40,6
Cukup 21 34.4 16 25,0 37 59,4
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.

Berdasarkan tabel 4.10, dapat dilihat bahwa kejadian stunting terjadi

sebanyak 11 kasus (40,7%) pada ibu yang menikah kurang dari 19 tahun dan

yang tidak stunting sebanyak 16 balita (59,3%). Sedangkan kasus stunting

pada balita dengan usia ibu menikah lebih dari 19 tahun terdapat 21 balita

(56,8%) sedangkan pada balita yang tidak stunting sebanyak 16 balita

(43,2%).

IV.4.6 Jarak Kelahiran

Tabel 4. 11 Distribusi frekuensi jarak kelahiran di Desa Bogak

Jarak Kelahiran Status Kejadian Stunting Total


Stunting Tidak Stunting
f % f % f %
Buruk 12 18,8 5 7,8 17 26,6
Baik 20 31,2 27 42,2 47 73,4
Total 32 50,0 32 50,0 64 100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2022.

Berdasarkan tabel 4.11, jarak kelahiran yang buruk (<2 tahun) pada balita

yang stunting sebanyak 12 kasus (18,8%) sedangkan pada balita yang tidak
49

stunting sebanyak 5 kasus (7,8%). Namun, pada jarak kelahiran yang baik (>2

tahun) terdapat 20 balita (42,6%) balita yang mengalami stunting sedangkan

pada kelompok yang tidak stunting terdapat 27 balita (57,4%).

IV.5 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah lanjutan analisis yang dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara 2 variabel yaitu variabel independen (pendapatan keluarga,

pola pemberian makan, sanitasi lingkungan, riwayat penyakit infeksi, usia ibu

menikah, dan jarak kelahiran) dan dependen (kejadian stunting) yang diduga

memiliki hubungan. Uji yang digunakan dalam analisis ini menggunakan uji

Chi-Square dengan tujuan untuk mengetahui apakah variabel terduga

mempunyai pengaruh atau tidak dengan sampel yang dilakukan pada

penelitian.

IV.5.1 Hubungan Pendapatan Keluarga terhadap Kejadian Stunting

Analisis hubungan pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting pada

balita di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dapat

dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4. 12 Hubungan Pendapatan Keluarga terhadap Kejadian Stunting pada


Balita Di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

Pendapatan Status Kejadian Stunting OR


Keluarga Stunting Tidak P (95% CI)
Stunting
n % n %
Rendah 26 40,6 19 29,7 2,965
Tinggi 6 9,4 13 20,3 0,030 (0,954 –
Jumlah 32 50,0 32 50,0 9,214)

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus

pendapatan keluarga rendah lebih banyak 70,3%, dibandingkan dengan


50

kelompok control 29,7%. Hasil analisis hubungan pendapatan keluarga

terhadap kejadian stunting menggunakan uji chi-square diperoleh p-value

sebesar 0,030 (p<0,05). Artinya terdapat hubungan yang bermakna antara

pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita di Desa Bogak.

Pekerjaan orang tua balita yang mayoritas sebagai nelayan membuat

penghasilan bergantung pada cuaca dan upah yang diperoleh dalam jumlah

sedikit.

Pada tabel 4.12, diperoleh nilai OR yaitu 2,965 artinya responden dengan

pendapatan keluarga rendah berisiko memiliki balita stunting sebesar 2 kali

lipat daripada responden dengan pendapatan keluarga tinggi. Lower Bound

dan Upper Bound menunjukkan batas atas dan batas bawah OR, yang

memiliki bahwa pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap kejadian

stunting dengan risiko sebesar 0,954 kali lipat memiliki balita stunting dan

paling besar berisiko sebesar 9,214 kali lipat balita dapat menderita stunting.

IV.5.2 Hubungan Pola Pemberian Makan terhadap Kejadian Stunting

Analisis hubungan pola pemberian terhadap kejadian stunting pada balita

di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dapat dilihat

pada tabel 4.13.

Tabel 4. 13 Hubungan Pola Pemberian Makan terhadap Kejadian Stunting pada


Balita Di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

Pola Pemberian Status Kejadian Stunting OR


Makan Stunting Tidak P (95% CI)
Stunting
n % n %
Buruk 15 23,4 14 21,9 1,134
Baik 17 26,6 18 28,1 0,063 (0,424 – 3,037)
51

Jumlah 32 50,0 32 50,0


Tabel 4.13 menunjukkan bahwa pola pemberian makan baik ternyata

memiliki jumlah kasus lebih banyak yaitu sebesar 26,6% dibandingkan

dengan pola pemberian makan yang buruk yaitu 23,4%. Rata – rata responden

melakukan pola makan yang baik dengan durasi dan memberikan protein

setiap harinya. Hasil analisis hubungan pola pemberian makan terhadap

kejadian stunting dengan uji chi-square diperoleh p-value 0,063 (p> 0,05)

yang memiliki arti bahwa pola pemberian makan tidak memiliki hubungan

dengan kejadian stunting di Desa Bogak. Pada tabel 4.13, diperoleh nilai OR

yaitu 1,134 artinya responden yang memberikan pola makan yang buruk

memiliki berisiko 1 kali memiliki anak balita stunting dibandingkan responden

yang memberikan pola makan baik.

IV.5.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Stunting

Analisis hubungan sanitasi lingkungan terhadap kejadian stunting pada

balita di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dapat

dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4. 14 Hubungan Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Stunting pada


Balita Di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

Sanitasi Lingkungan Status Kejadian Stunting OR


Stunting Tidak P (95% CI)
Stunting
n % n %
Buruk 26 42,2 23 34,4 1,696
Baik 6 7,8 9 15,6 0,026 (0,532 – 5,494)
Jumlah 32 50,0 32 50,0

Pada tabel 4.14, dapat dilihat bahwa kelompok kasus (stunting) dengan

sanitasi lingkungan yang buruk memiliki persentase sebesar 42,2% dan


52

mereka yang memiliki sanitasi yang baik hanya sebesar 7,8%. Pada uji chi-

square yang dilakukan untuk melihat hubungan kedua variabel, didapat nilai

p-value sebesar 0,026 (<0,05) yang artinya bahwa sanitasi lingkungan

memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting di Desa Bogak.

Pada tabel 4.14, menunjukkan perolehan nilai OR. Pada variabel sanitasi

lingkungan diperoleh nilai OR sebesar 1,696 yang bermakna bahwa responden

yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk berisiko 1 kali memiliki anak

balita stunting dibandingkan dengan responden yang memiliki sanitasi

lingkungan yang baik. Sanitasi lingkungan pada wilayah pesisir pantai

cenderung buruk karena kondisi rumah berupa rumah panggung, keadaan

lingkungan yang padat sehingga kekurangan lahan serta kebiasaan membuang

sampah baik sampah rumah tangga ataupun kotoran dibuang secara

sembarangan.

IV.5.4 Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi terhadap Kejadian Stunting

Analisis hubungan riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian stunting

pada balita di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

dapat dilihat pada tabel 4.15.

Tabel 4. 15 Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi terhadap Kejadian Stunting pada


Balita Di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

Riwayat Penyakit Status Kejadian Stunting OR


Infeksi Stunting Tidak P (95% CI)
Stunting
n % n %
Ya 28 43,8 23 35,9 2,739
Tidak 4 6,2 9 14,1 0,043 (0,746–10,056)
Jumlah 32 50,0 32 50,0
53

Tabel 4.15, menunjukkan bahwa balita yang memiliki riwayat penyakit

infeksi pada kelompok kasus sebanyak 43,8% sedangkan pada balita yang

tidak memiliki riwayat penyakit infeksi sebesar 6,2%. Prevalensi kejadian

stunting pada balita yang pernah mengalami penyakit infeksi (diare, cacingan,

maupun ISPA) lebih banyak daripada pada balita yang tidak mengalami

riwayat infeksi sebelumnya. Penyakit infeksi yang paling banyak diderita oleh

balita di Desa Bogak ialah cacingan bahkan dalam tahap yang lebih kronis

yaitu keluarnya cacing melalui mulut dan hidung balita.

Hasil analisis chi-square diperoleh nilai p-value sebesar 0,043 (<0,05),

artinya bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit

infeksi pada balita dengan kejadian stunting. Berdasarkan nilai OR pada tabel

4.15 didapatkan nilai sebesar 2,739 yang artinya bahwa responden yang

memiliki balita dengan riwayat penyakit infeksi memiliki resiko 2 kali terkena

stunting dibandingkan dengan responden yang memiliki balita tetapi tidak

memiliki riwayat penyakit infeksi.

IV.5.5 Hubungan Usia Ibu Menikah terhadap Kejadian Stunting

Analisis hubungan usia ibu menikah terhadap kejadian stunting pada balita

di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dapat dilihat

pada tabel 4.16.

Tabel 4. 16 Hubungan Usia Ibu Menikah terhadap Kejadian Stunting pada Balita
Di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

Usia Ibu Menikah Status Kejadian Stunting OR


Stunting Tidak P (95% CI)
Stunting
n % n %
54

Kurang 11 15,6 16 25,0 0,524


Cukup 21 34,4 16 25,0 0,311 (0,192 – 1,433)
Jumlah 32 50,0 32 50,0

Berdasarkan tabel 4.16, menunjukkan bahwa usia ibu menikah pada

kelompok kasus lebih banyak pada usia ibu menikah dengan kategori cukup

yaitu sebesar 34,4% dan pada kategori kurang sebanyak 15,6%. Rata- rata dari

responden menikah di umur lebih dari 19 tahun. Pada uji chi-square yang

dilakukan didapatkan nilai p-value 0,311 (>0,05) sehingga dapat diartikan

bahwa variabel usia ibu menikah tidak memiliki hubungan yang bermakna

dengan kejadian stunting di Desa Bogak.

Nilai OR yang diperoleh yaitu 0,524, sehingga dapat diartikan bahwa

responden yang usia menikah kurang memiliki risiko sebanyak 0,524

memiliki anak balita yang stunting dibandingkan dengan responden yang

memiliki usia menikah cukup. Dari nilai OR tersebut dapat diketahui bahwa

usia ibu menikah merupakan faktor protektif.

IV.5.6 Hubungan Jarak Kelahiran terhadap Kejadian Stunting

Analisis hubungan jarak kelahiran terhadap kejadian stunting pada balita

di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dapat dilihat

pada tabel 4.17.

Tabel 4. 17 Hubungan Jarak Kelahiran terhadap Kejadian Stunting pada Balita Di


Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

Jarak Kelahiran Status Kejadian Stunting OR


Stunting Tidak P (95% CI)
Stunting
n % n %
Buruk 12 18,8 5 7,8 3,240
Baik 20 31,2 27 42,2 0,039 (0,983-10,680)
55

Jumlah 32 50,0 32 50,0

Berdasarkan tabel 4.17, menunjukkan bahwa jarak kelahiran yang baik

pada kelompok kasus memiliki persentase lebih besar 31,2% dibandingkan

dengan jarak kelahiran yang buruk yaitu 18,8%. Pada analisis lanjutan yang

dilakukan yaitu uji chi-square diperoleh nilai p-value 0,039. Artinya bahwa

jarak kelahiran memiliki hubungan dengan kejadian stunting di Desa Bogak,

mengingat bahwa rata- rata responden memiliki anak dengan jarak kelahiran 2

tahun tetapi sewaktu hamil masih memiliki anak yang membutuhkan ASI

eksklusif.

Pada tabel 4.17, didapat nilai OR 3,240 yang memiliki makna bahwa

responden yang memiliki jarak kelahiran yang buruk berisiko 3 kali memiliki

anak balita yang stunting dibandingkan dengan responden yang memiliki jarak

kelahiran yang baik.


BAB V

PEMBAHASAN

V.1Hubungan Pendapatan Keluarga Terhadap Kejadian Stunting

Hasil uji chi-square diperoleh nilai p = 0,030 (<0,05) terdapat hubungan yang

bermakna antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita di

Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara. Pendapatan

keluarga merupakan faktor risiko kejadian stunting, dapat dilihat dari perolehan

nilai OR = 2,965 yang menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendapatan

keluarga rendah berisiko 2 kali memiliki balita yang mengalami kejadian stunting

dibandingkan dengan responden yang memiliki pendapatan tinggi.

Pendapatan keluarga berkaitan dengan kemampuan dari keluarga untuk

memenuhi kebutuhan mulai dari sandang, pangan, dan papan. Pendapatan

keluarga yang tinggi memiliki peluang untuk pemenuhan kebutuhan yang

sederhana hingga kompleks. Sedangkan pada pendapatan keluarga yang rendah

memiliki masalah dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari dan Wihelmia Febriany (2020), di

Lampung Tengah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian

stunting dengan pendapatan keluarga. Penelitian yang sama dilakukan oleh

Saadong et al., (2021), menunjukkan bahwa terdapat hubungan kejadian stunting

dengan pendapatan keluarga.


57

Namun pendapat ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Juwita et al., (2019) dengan hasil penelitian bahwa tidak terdapat hubungan antara

pendapatan keluarga dengan kejadian stunting dikarenakan pendapatan keluarga

dianggap hanya sebagai media pemenuhan kebutuhan sehingga tidak secara

langsung menjadi faktor risiko kejadian stunting. Keadaan kondisi ekonomi

keluarga dapat dilihat dari pendapatan keluarga, dimana keluarga dengan

pendapatan rendah dapat mempengharui asupan gizi dan nutrisi yang bersumber

dari pangan (Arini et al., 2022). Pendapatan keluarga sebagian besar akan

digunakan untuk keperluan pangan baik pada kelompok pendapatan rendah

maupun tinggi, namun tidak menutup kemungkinan jika keperluan yang

dikeluarkan tidak menciptakan adanya keragaman konsumsi pangan.

Keragaman konsumsi pangan juga menjadi salah satu indikator yang perlu

diperhatikan. Seperti pada penelitian ini, masih terdapat 6 balita (9,4%) yang

mengalami stunting meskipun memiliki orang tua dengan pendapatan keluarga

yang tinggi. Hal ini karena balita tersebut ternyata memiliki pola pemberian

makan yang buruk serta sebelumnya balita pernah mengalami diare akut yang

disebabkan oleh kelalaian orang tua dalam proses pemberian makan baik itu dari

bahan pangan, proses pengolahan pangan, serta didukung oleh sanitasi lingkungan

yang buruk sehingga berpotensi menyebabkan penyakit infeksi lainnya.

Pendapatan keluarga yang lebih dari UMR (Upah Minimum Regional)

seharusnya mampu menciptakan pemenuhan gizi balita, karena hal yang memiliki

pengaruh kuat dalam perkembangan serta pertumbuhan balita ialah keadaan sosial

ekonomi keluarga (Simamora, Santoso dan Setiyawati, 2019). Namun, pada hasil
58

penelitian juga ditemukan adanya keraguan orang tua dalam memenuhi kebutuhan

gizi anaknya dan terjadi baik pada orang tua dengan pendapatan dibawah UMR

maupun diatas UMR. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Krisnana, Pratiwi dan

Cahyadi (2020), bahwa terdapat beberapa pertimbangan orang tua dalam

pemenuhan gizi balita meskipun berada pada level pendapatan yang tinggi, karena

pendapatan orang tua tidak hanya digunakan untuk kebutuhan pangan.

Dari hasil penelitian dan beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa

baik pendapatan rendah maupun tinggi, semua balita tetap memiliki peluang

mengalami stunting. Namun terdapat perbedaan pada keluarga dengan pendapatan

tinggi, dapat dilihat dari upaya orang tua dalam pemenuhan keberagaman pangan

yang berkualitas dan seimbang. Berbeda dengan status pendapatan rendah, upaya

pemenuhan pangan hanya dilakukan seadanya dan seminimal mungkin. Sehingga

balita rentan mengalami stunting kebanyakan berasal dari status ekonomi keluarga

yang rendah, hal ini juga didukung oleh indikator lainnya seperti lingkungan

hidup yang tidak mendukung.

V.2Hubungan Pola Pemberian Makan dengan Kejadian Stunting

Hasil dari penelitian ini mendapatkan nilai p-value = 0,062, yang memiliki arti

bahwa tidak terdapat hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian

stunting di Desa bogak. Pola pemberian makan tidak memiliki hubungan karena

beberapa balita yang diteliti memiliki pola makan yang dengan frekuensi serta

asupan protein yang baik setiap harinya. Namun, nilai OR yang didapat yaitu

1,134 yang memiliki arti bahwa responden yang memiliki balita dengan pola
59

pemberian makan yang buruk berisiko 1 kali terkena stunting dibandingkan

responden yang memiliki balita dengan pola makan yang baik.

Pola pemberian makan merupakan tahap awal dalam penentuan status gizi

balita. Pola pemberian makan yang baik memberikan dampak pada kesehatan

tumbuh kembang balita kedepannya. Pola pemberian makan harus memperhatikan

frekuensi serta asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh balita. Keragaman

pangan sebagai sumber asupan nutrisi bagi balita menjadi masalah gizi utama

pada kejadian stunting (Nugroho, Sasongko dan Kristiawan, 2021). Hal ini

dikarenakan balita merupakan kelompok rawan kekurangan gizi.

Pola pemberian makan tidak memiliki hubungan dengan kejadian stunting

pada anak balita di daerah pesisir Desa Bonto Ujung Kecamatan Tarowang

Kabupaten Jeneponto yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adha et

al., (2021) dengan judul Aspek pola asuh, pola makan, pendapatan keluarga

dengan kejadian stunting.

Meskipun tidak terdapat hubungan pola pemberian makan dengan kejadian

stunting, namun variabel tersebut berisiko 1 kali terjadi stunting pada balita

dengan pola pemberian makan yang buruk. Terdapat 23,4% balita dengan pola

pemberian makan yang buruk serta mengalami stunting dikarenakan kurangnya

biaya dalam pemenuhan kebutuhan gizi yang lengkap sehingga balita dalam

kesehariannya selalu mengkonsumsi makanan instan dan pada beberapa kasus

terdapat praktek pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang terlalu dini.

Pemberian MPASI yang dini memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan dan


60

perkembangan balita. Stigma masyarakat mengenai balita yang rewel karena

kurang kenyang mengkonsumsi ASI atau susu formula, membuat para orang tua

memberikan MPASI terlalu dini tanpa melakukan konsultasi dengan dokter anak

(Fitri & Ernita, 2019).

Selain hal di atas, perlunya pengetahuan orang tua akan makro dan mikro

nutrisi yang dikonsumsi balita juga memberikan pengaruh terhadap tumbuh

kembang anak. Hal ini sesuai dengan systematic review yang dilakukan oleh

Salamung et al., (2020), didapatkan hasil bahwa pengetahuan orang tua terutama

ibu merupakan faktor pendamping dalam pemenuhan nutrisi yang baik kepada

anak melalui pemberian makan seperti asupan vitamin C serta zat besi yang

terkadang lepas kendali dari perhatian orang tua.

Kekurangan vitamin C pada balita berpengaruh pada penghambatan sintetis

protein dan kolagen sehingga berdampak pada tumbuh kembang balita sedangkan

kekurangan zat besi memililiki dampak pada sistem imun balita yang berdampak

pada mudahnya balita mengalami penyakit infeksi dan tertular penyakit (Bening,

Margawati dan Rosidi, 2017). Kerentanan balita akan penyakit infeksi sangat

tinggi, sehingga diperlukan kesadaran orang tua dalam pemenuhan nutrisi yang

penting untuk balita.

Pada hasil penelitian, pola pemberian makan responden di Desa Bogak sudah

baik, dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa tidak terdapat hubungan antara pola

pemberian makan dengan kejadian stunting. Namun, terdapat beberapa faktor

lainnya yang tidak mendukung pertumbuhan serta perkembangan balita di Desa


61

Bogak. Tetapi, secara statistik pola pemberian makan yang buruk berpeluang 1

kali terjadi pada balita di Desa Bogak.

V.3Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Stunting

Pada penelitian ini menunjukkan hasil uji Chi-square didapatkan nilai p =

0,026 (<0,05) terdapat hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan

dengan kejadian stunting di Desa Bogak. Sehingga, sanitasi lingkungan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian stunting. Analisa yang

dilakukan juga memperoleh nilai OR = 1,134 yang menunjukkan bahwa

responden yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk berisiko 1 kali memiliki

balita stunting daripada responden yang memiliki sanitasi lingkungan yang baik.

Sanitasi lingkungan merupakan upaya penyediaan air yang cukup kualitas

serta kuantitasnya untuk keperluan rumah tangga, adanya jamban sehat untuk

keluarga, pembuangan sampah serta limbah yang layak, pemusnahaan binatang –

binatang pembawa penyakit seperti (nyamuk, lalat, kutu, dan binatang lainnya),

serta terwujudnya rumah yang sehat untuk keluarga. Isu Kesehatan mengenai

peningkatan sanitasi lingkungan yang layak bagi masyarakat sejak tahun 2000

sudah direncanakan dalam Millenium Development Goals (MDGs) (Marni, 2020).

Sanitasi lingkungan pada penelitian ini dilihat dari sisi sarana air bersih, sarana

pembuangan limbah, tempat pembuangan sampah, dan jamban memenuhi syarat.

Sejalan dengan hasil penelitian Aisah, Dewi Ngaisyah dan Rahmuniyati

(2019) menunjukkan adanya hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian

stunting yang dilihat dari nilai p = 0,000, namun pada hasil nilai OR = 0,429 yang
62

menunjukkan bahwa sanitasi lingkungan hanya merupakan faktor protektif

terhadap kejadian stunting. Adapun hasil sejalan juga diperlihatkan pada

penelitian Hanifa dan Mon (2021) yang dilakukan di NTT menunjukkan bahwa

sanitasi lingkungan merupakan salah satu faktor resiko dari kejadian stunting

dengan nilai p = 0,000 dan nilai OR = 6,349 yang berarti bahwa responden yang

dengan sanitasi lingkungan yang buruk berisiko 6 kali memiliki balita stunting

dibandingkan responden yang memiliki sanitasi lingkungan yang baik.

Lokasi penelitian yang berada di wilayah pesisir pantai secara langsung

membuat sanitasi lingkungan di daerah tersebut cenderung buruk. Dapat dilihat

dari kebiasaan responden yang cenderung membuang sampah di parit ataupun

langsung ke laut, kepemilikan jamban yang masih jauh dari kata layak, serta

perolehan air bersih yang masih sulit. Sehingga sanitasi lingkungan dianggap

sebagai faktor langsung yang dapat menghambat pertumbuhan balita dan juga

memiliki kaitan dengan nutrisi (Rahayu Putri, Yuni handayani dan Pramita Sari,

2022).

Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa kurangnya wawasan para

responden mengenai sanitasi lingkungan yang baik, sehingga kesadaran untuk

menciptakan sanitasi lingkungan yang baik masih sangat kurang. Terciptanya

sanitasi lingkungan yang baik juga harus didukung kebersihan individu (personal

hygine). Kebersihan seorang ibu akan menciptakan sanitasi lingkungan yang baik

bagi keluarga yang akan berdampak baik kedepannya. Hal ini juga didukung oleh

hasil penelitian Arini et al., (2022), yang menemukan bahwa balita yang

mengalami stunting ialah balita yang tinggal dilingkungan yang tidak memiliki
63

tempat cuci tangan, tidak tersedianya air bersih, tidak memiliki saluran

pembuangan limbah rumah tangga, kurangnya manajemen pembuangan sampah,

serta jamban yang tidak sehat.

Pada saat penelitian, peneliti menemukan bahwa mayoritas responden (75,8%)

tidak memiliki jamban yang sesuai syarat. Kebanyakan responden hanya memiliki

jamban dengan melubangi papan dan tinja langsung dibuang ke parit, sungai

maupun laut yang berada di bawah lantai rumah. Pada kenyataannya, tinja yang

dibuang ke parit mengapung dipermukaan air dan berisko menimbulkan penyakit

infeksi. Jamban yang tidak sehat dan tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan

penyebaran bakteri dengan mudah terutama pada kelompok rentan seperti balita

(Choirunnisa, Indrayani dan Anshor, 2020).

Sehingga, diharapkan para responden dapat menciptakan lingkungan yang

sehat untuk menciptakan keluarga yang bebas dari stunting. Karena sanitasi

lingkungan merupakan upaya Kesehatan yang dilakukan untuk memelihara dan

menjaga kebersihan lingkungan agar keluarga terhindar dari penyakit seperti

stunting yang dapat menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas

(Zahrawani, Nurhayati dan Fadillah, 2022).

V.4Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting

Hasil uji chi-square pada penelitian ini memperoleh nilai p = 0,043 yang

memiliki makna bahwa riwayat penyakit infeksi memiliki hubungan terhadap

kejadian stunting di Desa Bogak. Pada analisis lanjutan yang dilakukan

didapatkan nilai OR = 2.739 yang bermakna bahwa balita yang dengan riwayat
64

infeksi memiliki risiko 2 kali lipat mengalami stunting dibandingkan balita tanpa

riwayat infeksi sebelumnya. Balita yang memiliki riwayat infeksi sebagian besar

berasal dari kelompok dengan pola pemberian makan yang buruk serta sanitasi

lingkungan yang buruk.

Faktor lainnya yang mempengaruhi kejadian stunting adalah riwayat penyakit

infeksi seperti diare, cacingan, maupun ISPA pada balita. Pada beberapa balita

stunting ditemukan bahwa balita sering mengalami sakit terutama penyakit infeksi

sehingga memiliki kemungkinan bahwa balita yang stunting memiliki riwayat

penyakit infeksi sebelumnya (Tandang, Adianta dan Nuryanto, 2018).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Indriyani et al., (2021) dengan hasil

penelitian bahwa terdapat hubungan Riwayat penyakit infeksi pada balita terutama

diare dengan kejadian stunting dan menyebutkan bahwa efek yang merugikan dari

penyakit infeksi pada pertumbuhan balita dapat dihindari ataupun dikurangi

dengan memperbaiki gizi sehingga balita memiliki herd immunity yang kuat dan

terhindar dari penyakit infeksi. Penelitian yang sama oleh Sutriyawan et al. (2020)

juga memiliki hasil bahwa Riwayat penyakit infeksi memiliki hubungan dengan

kejadian stunting dan pada beberapa balita ternyata tidak memiliki riwayat

imunisasi yang lengkap sehingga rentan terhadap penyakit infeksi.

Setiap balita stunting yang diteliti di Desa Bogak pernah mengalami cacingan

bahkan ke tahap yang akut seperti askariasis (cacing yang keluar dari rongga

mulut). Diare yang dialami oleh balita juga terjadi sangat sering bahkan sudah ke

tahap diare akut. Keberadaan lalat yang sangat banyak di daerah tersebut serta
65

kebiasaan para balita yang makan tanpa cuci tangan terlebih dahulu dan kebiasaan

balita Buang Air Besar (BAB) di halaman, teras, maupun ruang tamu rumah

secara langsung dapat menyebabkan balita sering mengalami penyakit diare dan

cacingan. Jika kondisi tersebut berjalan dalam waktu cukup lama tanpa adanya

upaya pemenuhan gizi yang cukup untuk proses pemulihan, maka akan semakin

banyak balita yang mengalami stunting (Wulandari, Rahayu dan Darmawansyah,

2019).

Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak ditemukan pada

balita stunting di Desa Bogak. Balita yang mengalami stunting lebih rentan

mengalami diare dengan durasi sakit yang sangat lama hingga harus mendapatkan

pelayanan dari pelayanan Kesehatan seperti puskesmas hingga rumah sakit

(Akrom et al., 2022). Penyebab diare pada balita stunting di Desa Bogak

dikarenakan tidak terbiasanya baik ibu maupun balita melakukan Cuci Tangan

Pakai Sabun (CTPS) baik sebelum maupun sesudah makan. Hal yang sama juga

terdapat pada penelitian di Tanzania secara potong lintang oleh (Modern, Sauli

and Mpolya, 2020).

Penyakit infeksi lainnya yang memiliki hubungan dengan stunting adalah

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Hal ini sesuai dengan penelitian

Himawati and Fitria (2020) menyebutkan bahwa ISPA berdampak pada penuruan

BB/U maupun TB/U pada balita akibat terjadi penurunan intake makanan selama

mengalami sakit, sementara tubuh mengalami peningkatan kebutuhan

metabolisme. ISPA merupakan penyakit yang perlu diperhatikan sejak dini

terutama pada balita karena berdampak pada beberapa aspek kehidupan. Seperti
66

Bangladesh yang memiliki prevalensi stunting tinggi dengan Riwayat penyakit

ISPA yang sangat tinggi juga, sehingga memberikan beban ganda penyakit

(double burden diseases) di wilayah tersebut (Sultana et al., 2019).

Riwayat penyakit infeksi merupakan hal yang sangat berhubungan dengan

stunting. Terjadinya penyakit infeksi menyebabkan balita kekurangan asupan

nutrisi dari tubuh sehingga mengganggu tumbuh kembang balita yang berisiko

terjadinya stunting (Permatasari and Sumarmi, 2018). Hal yang sama juga

disebutkan pada penelitian (Sajalia et al (2018) pada balita stunting di Lombok

Utara dimana sebagian balita dengan Riwayat penyakit infeksi memiliki berat

badan sangat kurus karena mengalami penurunan nafsu makan selama menderita

penyakit infeksi.

V.5Hubungan Usia Ibu Menikah dengan Kejadian Stunting

Pada hasil uji chi-square diperoleh nilai p = 0,311 yang bermakna bahwa usia

ibu menikah tidak memiliki hubungan dengan kejadian stunting di Desa Bogak.

Hasil analisa diperoleh nilai OR = 0, 524 yang memiliki arti bahwa variabel usia

ibu menikah merupakan faktor protektif terhadap kejadian stunting di Desa

Bogak.

Pernikahan serta kehamilan dini menyebabkan ketidaksiapan mental seorang

ibu dalam proses mengasuh anak. Pernikahan dibawah 19 tahun berisiko

menimbulkan masalah kesehatan bagi ibu serta calon bayinya kelak (Margowati

dan Suharyanti, 2020).


67

Hasil penelitian ini memiliki kesamaan pada penelitian yang dilakukan oleh

Zulhakim, Ediyono, dan Kusumawati (2022) yang dilakukan di Lombok Tengah

dengan perolehan nilai p = 0,644 yang bermakna bahwa usia ibu menikah terlalu

dini tidak memiliki hubungan dengan kejadian stunting. Pendapat ini juga

didukung pada penelitian Aninora dan Satria (2022) dengan hasil hubungan usia

ibu menikah dengan stunting setelah diuji menggunakan chi-square tidak

memiliki hubungan yang bermakna.

Namun, terdapat pendapat yang berbeda pada penelitian Windasari, Syam, dan

Kamal (2020) yang menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara usia ibu

menikah dengan stunting yang dapat dilihat dari ketidaksanggupan seorang ibu

muda untuk memenuhi gizi pada balita dan terkadang berkaitan dengan status

ekonominya.

Pada saat penelitian, responden kebanyakan menikah di usia lebih dari 19

tahun dan jika ada yang menikah di usia kurang dari 19 tahun sewaktu hamil dan

melahirkan responden sudah pada usia yang matang secara fisik dan psikis.

Penelitian Claudia (2022) menyimpulkan bahwa semakin dini usia ibu menikah

maka semakin besar berpeluang memiliki anak dengan tumbuh kembang yang

buruk, tetapi secara statistik usia ibu menikah ternyata tidak memiliki hubungan

dengan kejadian stunting.

Hal tersebut juga berhubungan dengan status ekonomi karena pada 11 balita

(15,6%) yang mengalami stunting dengan usia ibu menikah kurang dari 19 tahun

kebanyakan balita tersebut merupakan anak pertama dan rata – rata kedua orang
68

tua balita merupakan pasangan baru menikah dalam kurun waktu < 2 tahun

dengan tingkat ekonomi yang rendah. Proses pembentukan awal rumah tangga

merupakan awal yang sulit karena bertambahnya anggota keluarga yang harus

diberi penghidupan.

Status gizi balita ditentukan setelah lahir dan disaat itulah peran sorang ibu

sangat dibutuhkan. Budaya di wilayah Asia seperti Indonesia yang memberikan

tanggung jawab serta pola asuh anak semuanya bergantung pada ibu (Laksono et

al., 2022).

V.6Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian Stunting

Pada hasil uji chi-square diperoleh nilai p = 0,039 yang bermakna bahwa jarak

kelahiran memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stunting di Desa

Bogak. Nilai OR yang diperoleh ialah 3.240 yang berarti bahwa responden yang

memiliki balita dengan jarak kelahiran yang buruk berisiko 3 kali memiliki balita

stunting dibandingkan responden yang memiliki balita dengan jarak kelahiran

yang baik.

Jarak kehamilan yang normal adalah lebih dari 2 tahun sehingga dapat

menghindari ibu dari pertumbuhan janin yang buruk, persalinan yang panjang

serta pendarahan yang abnormal karena rahim yang belum siap. Jarak kelahiran

berpengaruh terhadap tumbuh kembang balita karena berkaitan dengan

kemampuan orang tua dalam mengasuh anak. Jarak kelahiran secara tidak

langsung berpengaruh terhadap kejadian stunting yang dikaitkan dengan asupan


69

gizi, memilki anak dengan jarak lahir kurang dari 2 tahun beresiko akan

menyebabkan anak memiliki pola makan yang buruk (Mukhlis dan Yanti, 2020).

Penelitian yang sama dilakukan oleh Azriful et al., (2018) dengan hasil

penelitian dengan uji chi-square bahwa jarak kelahiran memiliki hubungan dengan

kejadian stunting juga dikarenakan jarak kelahiran yang dekat menyebabkan

orang tua kerepotan dalam merawat anak sehingga kurang optimal dalam proses

tumbuh kembang anak. Pendapat yang sama juga didapatkan dari hasil penelitian

Anasari dan Suryandari (2022) di Banyumas dengan hasil bahwa terdapat

hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian stunting.

Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun banyak ditemukan pada responden yang

memiliki balita stunting. Pada saat penelitian, peneliti menemukan fakta bahwa

terdapat 24 dari 64 responden tidak melakukan program Keluarga Berencana

(KB). Sehingga banyak dari responden yang memiliki jumlah anak lebih dari 2 di

Desa Bogak. Jumlah anak lebih dari 2 dengan jarak kelahiran < 2 tahun

merupakan faktor ganda penyebab tingginya stunting di Desa Bogak. Dengan

adanya 2 hal tersebut membuat responden kurang fokus dalam mengurus tumbuh

kembang anak, sehingga balita kekurangan asupan nutrisi serta kasih sayang dari

kedua orang tua.

Jarak kelahiran >3 tahun dapat menurukan risiko stunting sebanyak 29%

dibandingkan jarak kelahiran <2 tahun (Zakaria dan Suma, 2020). Jarak lahir yang

cukup juga memiliki dampak positif bagi ibu, karena ibu dapat pulih dengan baik
70

dan pemenuhan nutrisi yang baik untuk kehamilan berikutnya sehingga lahirlah

bayi yang sehat dan terhindar dari stunting (Saaka dan Aggrey, 2021).
71

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan

1. Dalam penelitian dengan indikator pendapatan keluarga hasil penelitian

terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di

daerah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara Tahun 2022.

2. Dalam penelitian dengan indikator pola pemberian makan hasil penelitian

tidak terdapat hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian

stunting di daerah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

3. Dalam penelitian dengan indikator sanitasi lingkungan hasil penelitian

terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian stunting di

daerah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara Tahun 2022.

4. Dalam penelitian dengan indikator riwayat penyakit infeksi hasil

penelitian terdapat hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan

kejadian stunting di daerah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung

Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2022.

5. Dalam penelitian dengan indikator usia ibu menikah hasil penelitian tidak

terdapat hubungan antara usia ibu menikah dengan kejadian stunting di


72

daerah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara Tahun 2022.

6. Dalam penelitian dengan indikator jarak kelahiran hasil penelitian terdapat

hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian stunting di daerah pesisir

pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

Tahun 2022.

VI.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan tentang determinan kejadian

stunting di daerah pesisir pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Tahun 2022, maka peneliti memberikan saran yaitu sebagai

berikut:

1. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan para tenaga Kesehatan di Kecamatan Tanjung Tiram beserta

kader posyandu Desa Bogak dapat menjalankan program penyuluhan

kesehatan dan informasi terbaru terkait stunting untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat mengenai bahayanya stunting. Serta perlu dilakukan

evaluasi untuk menilai apakah program yang dilaksanakan sudah tepat

guna dan sasaran.

2. Bagi Responden

Diharapakan kepada responden untuk selalu memperhatikan kebersihan

lingkungan sekitar serta sadar akan bahayanya stunting bagi balita.

Meningkatnya angka kesadaran responden akan kebutuhan gizi,

lingkungan yang baik, serta kasih sayang dapat menekan angka kejadian
73

stunting di Desa Bogak dan menciptakan tumbuh kembang anak yang

optimal.

3. Bagi Akademik

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pedoman

dalam melakukan penelitian – penelitian selanjutnya mengenai determinan

kejadian stunting.
DAFTAR PUSTAKA

AbuKishk, N. et al. (2020) ‘Anemia prevalence in children newly registered at


UNRWA schools: a cross-sectional study’, BMJ open, 10(9), p. e034705.
Available at: https://doi.org/10.1136/bmjopen-2019-034705.

Adriany, F. et al. (2021) ‘Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Pengetahuan dengan


Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Puskesmas Rambah’, Jurnal
Kesehatan Global, 4(1), pp. 17–25. Available at:
https://doi.org/10.33085/jkg.v4i1.4767.

Adha, A. et al. (2021) ‘Analisis Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting
pada Balita di Kabupaten Jeneponto’, Al Gizzai; Public HealthNutrition
Journal, 1(2), pp. 71 – 82.

Agustia, A. (2020) ‘Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020’, Skripsi, pp. 1–146.

Agustina, S.A. dan Rahmadhena, M.P. (2020) ‘Analisis Determinan Masalah Gizi
Balita’, Jurnal Kesehatan, 11(1), pp. 008–014. Available at:
https://doi.org/10.24252/kesehatan.v7i2.54.

Aisah, S., Dewi Ngaisyah, R. dan Rahmuniyati, M.E. (2019) ‘Personal Hygiene dan
Sanitasi Lingkungan Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Desa
Wukirsari Kecamatan Cangkringan’, Seminar Nasional UNRIYO. 5(2).

Akrom, A. et al. (2022) ‘Infection and undernutrition increase the risk of stunting
among rural children’, International Journal of Public Health Science, 11(3),
pp. 920–926. Available at: https://doi.org/10.11591/ijphs.v11i3.21592.

Anasari, T dan Suryandari, A.E (2022) ‘Hubungan Riwayat Hipertensi dan Jarak
Kelahiran dengan Kejadian Stunting’, Jurnal Bina Cipta Husada,18(1), pp.107
– 117.

Aneta, A. and Sahami, F.M. (2021) ‘Pelatihan Pengolahan Ikan Malalugis


(Decapterus macarellus) Kepada Ibu-Ibu Pkk Desa Tihu Kecamatan
Bonepantai Kabupaten Bone Bolango Malalugis Fish (Decapterus macarellus)
Processing Training To the Family Welfare Empowerment Organization
( PKK ) in Tihu ’, Panritta Abdi, 5(3), pp. 466–474.

Arini, D. et al. (2022) ‘Impact of socioeconomic change and hygiene sanitation during
pandemic COVID-19 towards stunting’, International Journal of Public Health
Science, 11(4), pp. 1382–1390.
75

Atikah, Rahayu, dkk. (2018) Stunting dan Upaya Pencegahannya, Buku stunting dan
upaya pencegahannya. Yogyakarta: Penerbit CV Mine.

Azriful et al. (2018) ‘Determinan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24’, Al-Sihah :
Public Health Science Journal, 10(2), pp. 192–203.

Bedasari, H. et al. (2021) ‘Implementasi Kebijakan Cegah Stunting Di Desa Sepedas


Kelurahan Pasir Panjang Kabupaten Karimun 1)’, Jurnal Awam, 1(2), pp. 45–
50.

Bening, S., Margawati, A. dan Rosidi, A. (2017) ‘Zinc deficiency as risk factor for
stunting among children aged 2-5 years’, Universa Medicina, 36(1), p. 11.
Available at: https://doi.org/10.18051/univmed.2017.v36.11-18.

Choirunnisa, R., Indrayani, T. dan Anshor, F.L. (2020) ‘Analysis Of Factors Related
To Stunting In Toddlers Aged 25-59 Months In Puspasari Village,
Puspahiyang, Tasikmalaya 2019’, STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(1),
pp. 177–182. Available at: https://doi.org/10.30994/sjik.v9i1.279.

Daracantika, A., Ainin, A. dan Besral, B. (2021) ‘Pengaruh Negatif Stunting terhadap
Perkembangan Kognitif Anak’, Jurnal Biostatistik, Kependudukan, dan
Informatika Kesehatan, 1(2), p. 113. Available at:
https://doi.org/10.51181/bikfokes.v1i2.4647.

Fitri, L dan Ernita. (2019) ‘ Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dan MP ASI Dini
dengan Kejadian Stunting pada Balita’, Jurnal Ilmu Kebidanan, 8(1), p. 19 –
24.

Hanifa, F. dan Mon, N.I. (2021) ‘Hubungan Sanitasi Lingkungan, Berat Lahir dan
Panjang Lahir dengan Stunting pada Anak Usia 25-72 Bulan’, Jurnal Ilmiah
Kebidanan Indonesia, 11(3), pp. 163–170.

Hannawiyah dan Layla Imroatu, Z. (2021) ‘Strategi Peningkatan Konsumsi Ikan


Sebagai Upaya Penanggulangan Stunting di Desa Baruh, Kecamatan Sampang
Kabupaten Sampang’, IV(1), pp. 45–49.

Himawati, E.H. dan Fitria, L. (2020) ‘Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Atas
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia di Bawah 5 Tahun di Sampang’,
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 15(1), p. 1. Available at:
https://doi.org/10.26714/jkmi.15.1.2020.1-5.

Inamah, I. et al. (2021) ‘Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Stunting pada Anak
Balita di Daerah Pesisir Pantai Puskesmas Tumalehu Tahun 2020’, Jurnal
Kesehatan Terpadu (Integrated Health Journal), 12(2), pp. 55–61. Available
76

at: https://doi.org/10.32695/jkt.v12i2.139.

Indriyani, R. et al. (2021) ‘Hubungan Kebersihan diri, Sanitasi, dan Riwayat Penyakit
Infeksi Enterik (diare) dengan Kejadian Stunting pada balita usia 24-60
bulan’, Jurnal Dunia Kesmas, 10(1), pp. 56–65. Available at:
http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/duniakesmas/index.

Juwita, S. et al. (2019) ‘Hubungan Jumlah Pendapatan Keluarga dan Kelengkapan


Imunisasi Dasar dengan Kejadian Stunting pada Balita di Kabupaten Pidie’,
Jurnal Kedokteran Naggroe Medika, 2(4).

Kementerian PPN/ Bappenas (2018), Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan


Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota, Rencana Aksi Nasional dalam
Rangka Penurunan Stunting: Rembuk Stunting.

Krisnana, I., Pratiwi, I.N. dan Cahyadi, A. (2020) ‘The relationship between socio-
economic factors and parenting styles with the incidence of stunting in
children’, Systematic Reviews in Pharmacy, 11(5), pp. 738–743. Available at:
https://doi.org/10.31838/srp.2020.5.106.

Laksono, A.D. et al. (2022) ‘Factors Related to Stunting Incidence in Toddlers with
Working Mothers in Indonesia’, International Journal of Environmental
Research and Public Health, 19(17). Available at:
https://doi.org/10.3390/ijerph191710654.

Margowati, Sri. (2020) ‘Mapping Faktor Penyebab Stunting pada Balita di Desa
Suronalan Mapping Faktor’, Proceeding of The URECOL, pp. 198 – 204.

Marni, L. (2020) ‘Dampak Kualitas Sanitasi Lingkungan Terhadap Stunting’, Jurnal


Stamina, 3(12), pp. 865–872.

Mashar, S.A., Suhartono, S. dan Budiono, B. (2021) ‘Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak: Studi Literatur’, Jurnal Serambi
Engineering, 6(3), pp. 2076–2084. Available at:
https://doi.org/10.32672/jse.v6i3.3119.

Milda Riski Nirmala Sari dan Leersia Yusi Ratnawati (2018) ‘Hubungan Pengetahuan
Ibu tentang Pola Pemberian Makan dengan Status Gizi Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gapura Kabupaten Sumenep’, Amerta Nutrition, 2(2), pp.
182–188. Available at: https://doi.org/10.20473/amnt.v2.i2.2018.182-188.

Modern, G., Sauli, E. dan Mpolya, E. (2020) ‘Correlates of diarrhea and stunting
among under-five children in Ruvuma, Tanzania; a hospital-based cross-
sectional study’, Scientific African, 8, p. e00430. Available at:
77

https://doi.org/10.1016/j.sciaf.2020.e00430.

Mukhlis Hendra dan Rahmita Yanti. (2020) ‘ Faktor – Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24 – 59 Bulan’, In Prosiding
Seminar Kesehatan Perintis, 3(1).

Munir, Z. et al. (2021) ‘Efektivitas Poster Pemberian Nutrisi Anak Terhadap


Pengetahuan Orangtua Tentang Pemberian Nutrisi Dalam Pencegahan
Stunting Di TK Bina Anaprasa Nurul Jadid’, Jurnal Keperawatan Profesional,
9(2).

Notoatmodjo, S. (2012) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho, M.R., Sasongko, R.N. dan Kristiawan, M. (2021) ‘Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Usia Dini di Indonesia’, Jurnal
Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2). Available at:
https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i2.1169.

Nuraeni, R. dan Suharno (2020) ‘Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kerjadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan’, Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 5(10), p. 55.

Nurmalasari, Y. dan Wihelmia Febriany, T. (2020) ‘Hubungan Tingkat Pendidikan


Ibu dan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 6 –
59 Bulan’, Jurnal Kebidanan, 5(2).

Nursyamsiyah, Yulida Sobrie, B.S. (2019) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan’, Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.

Permatasari, D.F. dan Sumarmi, S. (2018) ‘Differences of Born Body Length, History
of Infectious Diseases, and Development between Stunting and Non-Stunting
Toddlers’, Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(2), p. 182. Available at:
https://doi.org/10.20473/jbe.v6i22018.182-191.

Putu, N. et al. (2021) ‘GEMAKES : Sosisalisasi Stunting dan Upaya Pencegahannya


melalui Edukasi Stunting’, Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat,1,pp.1–6.

Qolbi, P.A., Munawaroh, M. dan Jayatmi, I. (2020) ‘Hubungan Status Gizi Pola
Makan dan Peran Keluarga terhadap’, pp. 167–175.

Rahayu Putri, M., Yuni handayani, T. dan Pramita Sari, D. (2022) ‘Pengaruh Sanitasi
Lingkungan Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita’, Jurnal Kesehatan
Mercusuar, 5(1), pp. 63–68. Available at:
78

http://jurnal.mercubaktijaya.ac.id/index.php/mercusuar.

Roficha, H.N., Suaib, F. dan Hendrayati (2018) ‘Pengetahuan Gizi Ibu dan Sosial
Ekonomi Keluarga Terhadap Status Gizi Balita Umur 6-24 Bulan’, Media Gizi
Pangan, 25(1), pp. 39–46.

Saadong, D. et al. (2021) ‘BBLR, Pemberian ASI Eksklusif, Pendapatan Keluarga,


dan Penyakit Infeksi Berhubungan dengan Kejadian Stunting’, Jurnal
Kesehatan Manarang, 7, pp. 52–58.

Saaka, M. dan Aggrey, B. (2021) ‘Effect of Birth Interval on Foetal and Postnatal
Child Growth’, Scientifica, 5(4), pp. 1–9. Available at:
https://doi.org/10.1155/2021/6624184.

Sajalia, H., Dewi, Y.L.R. dan Murti, B. (2018) ‘Life Course Epidemiology on the
Determinants of Stunting in Children Under Five in East Lombok, West Nusa
Tenggara’, Journal of Maternal and Child Health, 03(04), pp. 242–251.
Available at: https://doi.org/10.26911/thejmch.2018.03.04.01.

Salamung, N. et al. (2020) ‘Complementary Feeding with Genesis Stunting in


Children: A Systematic Review’, D’Nursing and Health Journal (DNHJ), 1(2),
pp. 61–68. Available at: https://doi.org/10.36835/dnursing.v1i2.43.

Sari Juane Sofiana, M., Yuliono, A. dan Safitri, I. (2021) ‘Journal of Community
Engagement in Health Sosialisasi Pemanfaatan Pangan Hasil Laut dan
Diversifikasi Olahannya Sebagai Usaha Menanggulangi Stunting Pada Anak
Balita di Kalimantan Barat’, Journal of Community Engagement in Health,
4(1), pp. 103–112.

Setiawan, E., Machmud, R. dan Masrul, M. (2018) ‘Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018’,
Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), p. 275. Available at:
https://doi.org/10.25077/jka.v7.i2.p275-284.2018.

Simamora, V., Santoso, S. dan Setiyawati, N. (2019) ‘Stunting and development of


behavior’, International Journal of Public Health Science (IJPHS), 8(4), p.
427. Available at: https://doi.org/10.11591/ijphs.v8i4.20363.

SSGI (2021) buku saku hasil studi status gizi indonesia (SSGI) tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota tahun 2021, Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952.

Suhartin, P. (2020) ‘Factors That Are Related To Stunting Events In South Konawe
79

District’, Jurnal Ilmiah Kebidanan (Scientific Journal of Midwifery), 6(2), pp.


95–104.

Sultana, M. et al. (2019) ‘Prevalence, determinants and health care-seeking behavior


of childhood acute respiratory tract infections in Bangladesh’, PLoS ONE,
14(1), pp. 1–18. Available at: https://doi.org/10.1371/journal.pone.0210433.

Sutriyawan, A. et al. (2020) ‘Hubungan Status Imunisasi dan Riwayat Penyakit


Infeksi dengan Kejadian Stunting pada Balita; Studi Retrospektif’, Journal of
Midwifery, 8(2), pp. 1–9.

Tandang, V.S.Y., Adianta, I. ketut A. dan Nuryanto, I.K. (2018) ‘Hubungan ASI
Eksklusif dan Riwayar Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting pada Balita
di Wilayah Puskesmas Wae Nakeng Tahun 2018’, Jurnal Kesehatan Nasional,
3(1), pp. 128–133.

Tatu, S.S., Mau, D.T. dan Rua, Y.M. (2021) ‘Faktor-Faktor Resiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa Kabuna
Kecamatan Kakuluk Mesak Kabupaten Belu’, Jurnal Sahabat Keperawatan,
3(01), pp. 1–17. Available at: https://doi.org/10.32938/jsk.v3i01.911.

Tauhidah, N.I. (2020) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting


Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tatah Makmur Kabupaten Banjar’,
Journal of Midwifery and Reproduction, 4(1), p. 13. Available at:
https://doi.org/10.35747/jmr.v4i1.559.

Windasari, Dewi Purnama, Ilham Syam, dan Lilis Sarifa Kamal (2020) ‘Faktor
Hubungan dengan Kejadian Stunting di Puskesmas Tamalate Kota Makassar’,
AcTion: Aceh Nutrition Journal, 5(1), pp. 27 – 34.

Wulandari, Rahayu, F. dan Darmawansyah (2019) ‘Hubungan Sanitasi Lingkungan


dan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stuting di Wilayah Kerja
Puskesmas Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara’, Avicenna, 4(2), pp. 6–13.

Yulius, Y., Abidin, U.W. dan Liliandriani, A. (2020) ‘Hubungan Pernikahan Dini
Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilaya Kerja Puskesmas Tawalian
Kecamatan Tawalian Kabupaten Mamasa’, Journal Peqguruang: Conference
Series, 2(1), p. 279. Available at: https://doi.org/10.35329/jp.v2i1.1636.

Zaharia, S. et al. (2021) ‘Sustained intake of animal-sourced foods is associated with


less stunting in young children’, Nature Food, 2(4), pp. 246–254. Available at:
https://doi.org/10.1038/s43016-021-00259-z.

Zahrawani, T.F., Nurhayati, E. dan Fadillah, Y. (2022) ‘Hubungan Kondisi Jamban


80

Dengan Kejadian Stunting Di Puskesmas CicalengkaTahun 2020’, Jurnal


Integrasi Kesehatan & Sains, 4(1), pp. 1–5. Available at:
https://doi.org/10.29313/jiks.v4i1.7770.

Zakaria, R. dan Suma, J. (2020) ‘Determinants of Stunting in Children Aged 24-59


Months in Gorontalo, Indonesia’, Journal of Maternal and Child Health,
05(03), pp. 287–296.

Zogara, A. dan Panteleon, M. (2020) ‘Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Stunting pada Balita’, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(2), pp.
103-111 kejadian stunting pada balita di Desa Kair.

Zulhakim, Z., Ediyono, S., dan Kusumawati, H. N. (2022) ‘Hubungan Pernikahan


Dini dan Pola Asuh Baduta (0 – 23 Bulan) terhadap Kejadian Stunting’, Jurnal
Kesehatan Kusuma Husada’ 13(1). pp. 84 – 92.

 
81

LAMPIRAN

Lampiran I

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Calon Responden
Di Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program
Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Prima Indonesia akan melakukan
penelitian atas nama:
Nama : Riki Irawan Panjaitan
NIM : 193313010044
Penelitian berjudul “Determinan Kejadian Stunting di Daerah Pesisir
Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun
2022”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi
responden. Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Semua informasi dan kerahasiaan yang
diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden saya
ucapkan terima kasih.
Bogak, Juli 2022

Peneliti

INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan ketersediaan saya


untuk ikut berpartisipasi menjadi responden penelitian, setelah menerima
penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh
mahasiswa Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Prima
Indonesia yang bernama Riki Irawan Panjaitan. Tanda tangan saya
menunjukkan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Bogak, Juli 2022
Responden
82

( )

Lampiran II

KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KEJADIAN STUNTING DI DAERAH PESISIR
PANTAI DESA BOGAK KECAMATAN TANJUNG TIRAM
KABUPATEN BATU BARA
TAHUN 2022

No. Responden :
Tanggal Wawancara :

A. Identitas Balita
1. Nama :
2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Tempat/ Tanggal Lahir :
4. Umur : …………….. bulan
5. Anak ke : dari bersaudara

B. Identitas Responden
1. Nama :
2. Alamat :
3. Umur : …………….. tahun
4. Pekerjaan : 1. Ibu rumah tangga/Tidak bekerja
2. Petani/Nelayan/Buruh/(………………..)
3. PNS
4. Wiraswasta
5. Lainnya
C. Pengukuran Antropometri
1. Tinggi badan balita : …………….. cm
2. Berat badan balita : …………….. Kg
83

D. Pendapatan Keluarga
Anggota Keluarga Pekerjaan Jumlah penghasilan
(per bulan)
Kepala Keluarga Rp.
Ibu Rp.
TOTAL Rp.

E. Pola Pemberian Makan


1. Dalam sehari, berapa kali anak ibu makan?
a. < 3 kali b. 3 kali

2. Di saat kapan anak ibu makan?


a. tidak tentu b. pagi, siang, sore

3. Apakah setiap harinya anak ibu mengkonsumsi protein hewani?


a. ya, selalu b. kadang-kadang

F. Sanitasi Lingkungan
1. Apa jenis air bersih yang digunakan keluarga sehari – hari?
a. Air ledeng/PDAM d. Sumur gali terlindung
b. Air ledeng eceran/membeli e. Sumur gali tak terlindung
c. Sumur bor/pompa f. Penampungan air hujan

2. Jenis sumber air minum yang digunakan:


a. Air kemasan e. Sumur gali terlindung
b. Air isi ulang f. Sumur gali tak terlindung
c. Air ledeng/PAM g. Penampungan air hujan
84

d. Air ledeng eceran/membeli

3. Apakah air yang digunakan dalam kehidupan sehari – hari jernih, tidak
berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau?
a. Ya b. Tidak

4. Tempat pembuangan air limbah rumah tangga :


a. Penampungan tertutup di c. Penampungan di luar
pekarangan/SPAL pekarangan
b. Penampungan terbuka di d.Tanpa penampungan (di tanah)
pekarangan e. Langsung ke got/sungai

5. Tempat pembuangan/penampungan sampah basah (organic) yang


digunakan :
A, Tempat sampah tertutup b. Tempat sampah terbuka

6. Bagaimana penanganan terhadap sampah rumah tangga?


a. Diangku petugas d. Dibakar
b. Ditimbun dalam tanah e. Dibuang ke parit/laut
c. Dibuat kompos f. Dibuang sembarangan

7. Dimana biasanya anggota keluarga buang air besar (BAB)?


a. Jamban d. Lubang tanah
b. Kolam/selokan e. Pantai/tanah lapang/halaman
c. Sungai/danau/laut

8. Penggunaan fasilitas tempat buang air besar (BAB) anggota keluarga:


a. Milik sendiri c. Umum
b.Milik bersama d. Tidak ada

9. Jenis fasilitas yang digunakan untuk BAB :


85

a. Leher angsa d. Cemplung/cubluk/lubang


b. Plengsengan dengan lantai
c. Cemplung/cubluk/lubang
tanpa lantai

10. Tempat pembuangan akhir kotoran (tinja) :


a. Tangki septik d. Laut
b. SPAL e. Lubang tanah
c. kolam F. Lainnya

G. Riwayat Penyakit Infeksi


1. Apakah anak ibu pernah mengalami diare (BAB cair lebih dari 3 kali
perhari)?
a. Ya b. Tidak

2. Apakah anak ibu pernah mengalami infeksi saluran nafas (batuk, pilek,
demam selama 1 – 2 minggu)?
a. Ya b. Tidak

3. Apakah anak ibu pernah mengalami cacingan?


a. Ya b. Tidak

H. Usia Ibu Menikah


1. Di usia berapa ibu menikah?
a. Di atas 19 tahun b. Di bawah 19 tahun

I. Jarak Kelahiran
1. Jika anak ibu lebih dari satu, apakah jarak lahir antara anak satu dengan
lainnya kurang dari dua tahun?
a. Ya b. Tidak
86

2. Apakah anak ibu yang sekarang sedang diteliti memiliki jarak kelahiran
dua tahun dengan saudaranya?
a. Ya b. Tidak
87

Lampiran III

MASTER DATA

NR UIB PI JA JKB UB TB BB Z S PK PPM SL RPI UIM JKl


(bln)
1 3 2 3 2 38 98,2 12,1 -0,21 2 2 1 1 1 1 2
2 2 1 2 1 43 85,5 10,1 -3,72 1 1 1 2 1 1 2
3 3 1 3 1 18 76 7,9 -2,34 1 2 1 1 1 2 2
4 2 1 2 1 57 98,8 14 2,13 2 1 1 1 1 2 2
5 3 1 3 2 33 84,5 10,7 2,67 1 1 1 1 1 1 2
6 3 4 3 1 18 74 8,5 -23,0 1 2 1 1 1 2 2
7 3 1 3 2 46 88,1 10,5 -2,36 1 1 2 1 1 2 1
8 3 1 3 2 23 86,7 10,4 0,06 2 2 1 2 1 1 2
9 3 1 3 1 54 96,7 13,6 2,27 1 1 1 1 1 1 2
10 3 1 3 2 30 86,6 10,4 -1,57 2 1 2 2 1 2 1
11 2 1 3 2 32 80 9 -3,81 1 1 2 2 1 1 2
12 2 1 3 1 59 97,5 12,8 -2,54 1 1 2 1 1 1 2
13 3 1 3 2 59 96,9 13,4 -2,73 1 2 2 1 1 2 1
14 2 1 2 2 60 106 15,9 0,89 2 2 2 1 1 1 1
15 3 1 3 1 58 93,8 12,8 -3,26 1 2 1 1 1 2 2
16 3 1 3 1 18 70 7,8 6,80 2 2 1 1 1 2 2
17 3 1 3 1 52 95,7 13,8 -2,19 1 1 1 2 1 2 1
18 2 1 2 2 14 70,5 7,8 -3,12 1 1 2 1 1 2 1
19 2 1 2 2 20 75,5 8,6 -3,10 1 1 1 1 1 2 1
20 2 1 3 1 38 93,5 11,9 -0,86 2 1 2 1 1 1 2
21 2 1 1 2 59 104,5 15,8 -1,06 2 1 2 1 2 1 2
88

22 2 1 3 2 11 70 7,1 1,95 2 1 2 1 1 2 2
23 3 1 3 2 1 56,5 4,5 0,94 2 1 2 1 2 2 2
24 2 1 3 2 5 66,8 6,4 0,42 2 1 2 1 2 1 2
25 3 1 3 2 10 68,3 6,5 -2,17 1 1 1 1 2 2 2
26 2 1 2 1 54 106,6 23,4 0,02 2 2 1 1 1 1 2
27 3 1 3 2 60 105 17 1,06 2 2 1 2 1 1 2
28 3 1 3 1 50 108 15 0,83 2 2 2 1 1 2 2
29 2 1 2 2 26 55 4,9 -10,5 1 1 2 1 2 2 2
30 5 5 2 1 11 71 8,3 1,54 2 2 2 2 1 2 2
31 2 1 2 2 33 79 8,3 -4,19 1 1 1 1 1 2 1
32 2 1 2 1 54 94,8 14,8 -2,71 1 1 2 1 1 2 2
33 2 1 3 2 53 87 11,5 -4,32 1 1 2 1 1 2 1
34 2 1 3 1 20 72 8,4 -4,37 1 1 2 1 1 2 1
35 1 1 3 2 42 87,5 11,7 -3,12 1 1 1 1 1 1 1
36 2 1 3 1 42 92,7 12,5 -1,82 2 1 2 2 2 1 2
37 2 1 3 1 26 81 9,9 -2,48 1 1 1 2 1 1 1
38 1 1 1 1 52 99,6 15 -1,39 2 1 1 1 1 1 2
39 3 1 3 2 59 101,3 14,9 -1,76 2 1 1 1 1 2 2
40 2 1 3 1 48 87,5 11,5 -3,76 1 1 1 1 1 2 1
41 2 1 2 1 17 76 8 -2,16 1 1 2 2 1 2 2
42 2 1 2 2 59 100 12,7 -2,14 1 1 2 1 1 2 2
43 3 1 2 1 24 82,5 10,7 -1,85 2 2 2 1 1 2 1
44 3 4 3 1 37 96 13,2 -0,18 2 1 1 1 1 2 1
45 3 1 3 2 1 5,5 3,1 0,15 2 2 2 1 2 2 2
46 1 1 2 1 25 79 6,7 -2,94 1 1 1 1 2 1 2
47 1 1 2 1 3 56,5 3,4 -1,94 2 1 2 1 2 1 2
48 1 1 1 1 29 86 7,1 -1,54 2 1 1 1 1 1 2
89

49 3 1 3 2 9 71,2 7,8 -0,36 2 2 2 1 1 2 2


50 2 1 3 1 60 103,2 15,8 -1,47 2 1 1 1 1 2 2
51 3 1 3 1 12 70 6,8 -2,45 1 2 2 1 1 2 2
52 3 1 3 1 2 58,5 3,9 0,05 2 1 2 1 2 2 2
53 2 1 2 1 34 85,7 10,5 -2,48 1 1 2 1 1 2 2
54 3 1 3 2 16 83,3 11,2 1,02 2 2 1 1 1 1 2
55 2 1 2 2 40 90 11,8 -2,0 2 2 2 2 1 1 2
56 2 1 3 1 50 103 17 -0,32 2 1 2 1 1 1 1
57 2 1 3 2 12 71 9,5 -2,12 1 1 2 1 1 1 1
58 3 1 3 2 24 79 9,1 -2,74 1 1 2 2 1 2 2
59 2 1 1 1 43 86 11,3 -3,65 1 1 2 1 1 2 2
60 2 1 1 1 60 102,2 14,2 -1,62 2 1 1 2 1 2 2
61 2 1 1 2 46 92,8 12,2 -2,24 1 2 2 1 2 1 2
62 2 1 2 1 20 77 8 -2,57 1 1 1 1 1 1 2
63 3 2 3 1 8 71,5 8,3 0,40 2 1 1 2 2 1 2
64 3 1 3 1 2 55 5 -1,78 2 1 2 2 2 2 2

KETERANGAN:

NR : Nomor Responden Z : Nilai z-score Balita


UIB : Usia Ibu Balita S : Status Kejadian Stunting
1. < 21 tahun 1. Stunting
2. 21 – 35 tahun 2. Normal
3. > 35 tahun PK : Pendapatan Keluarga
PI : Pekerjaan Ibu 1. Rendah
1. IRT/Tidak Bekerja 2. Buruk
PPM : Pola Pemberian Makan
90

2. Nelayan 1. Buruk
3. PNS 2. Baik
4. Wiraswasta RPI : Riwayat Penyakit Infeksi
5. Lainnya 1. Ya
JA : Jumlah Anak 2. Tidak
1. 1 anak UIM : Usia Ibu Menikah
2. 2 anak 1. Kurang
3. > 2 anak 2. Cukup
JKB : Jenis Kelamin Balita JKl : Jarak Kelahiran
1. Laki – laki 1. Buruk
2. Perempuan 2. Baik
UB : Usia Balita
TB : Tinggi Badan Balita (cm)
BB : Berat Badan Balita (kg)
91

Lampiran IV

HASIL ANALISIS UNIVARIAT

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Ibu

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


92

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Balita

6. Pendapatan Keluarga

7. Pola Pemberian Makan

8. Sanitasi Lingkungan

9. Riwayat Penyakit Infeksi


93

10. Usia Ibu Menikah

11. Jarak Kelahiran


94

HASIL ANALISIS BIVARIAT

7. Hubungan Antara Pendapatan Keluarga Dengan Kejadian Stunting Di

Wilayah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara tahun 2022.


95

8. Hubungan Antara Pola Pemberian Makan Dengan Kejadian Stunting Di

Wilayah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara tahun 2022.


96

9. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Stunting Di

Wilayah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara tahun 2022.


97

10. Hubungan Antara Riwayat Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Di

Wilayah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara tahun 2022.


98

11. Hubungan Antara Usia Ibu Menikah Dengan Kejadian Stunting Di

Wilayah Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara tahun 2022.


99

12. Hubungan Antara Jarak Kelahiran Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah

Pesisir Pantai Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu

Bara tahun 2022.


100

Lampiran V

DOKUMENTASI

Proses Wawancara Pada Responden

Proses Pengukuran Tinggi Badan Dan Berat Badan Balita


101
102

Lampiran VI

Surat (Survei, Penelitian, dan Balasan)


103
104
105

Anda mungkin juga menyukai