Anda di halaman 1dari 23

PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pasar Modal


Dosen Pengampu: Dr. Rani Sri Agustina, SH., MH.

Disusun Oleh Kelompok 6:

Anita Rosyana Devi (1111190021)

Neng Fitriyani (1111190321)

Nury Intani (1111190221)

Reski Oki Syahputra (1111190218)

Sri Ayuni (1111190081)

Yanthi Khairani (1111190201)

Kelas 5A

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah “Penyelesaian Sengketa Pasar Modal” tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Hukum Pasar Modal.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah


satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca guna menambah
pengetahuan dan pengalaman. Makalah ini penulis akui masih banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Serang, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3

2.1 Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Melalui jalur Litigasi ........... 3

2.2 Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Melalui Jalur Non-Litigasi... 6

2.3 Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Syariah ................................. 9

2.4 Kasus Penyelesaian Sengketa Pasar Modal melalui Jalur Litigasi dan
Non-Litigasi...............................................................................................10

BAB III PENUTUP...............................................................................................14

3.1 Kesimpulan...........................................................................................14

3.2 Saran.....................................................................................................14

DAFTARPUSTAKA.............................................................................................15

ii
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Sektor perekonomian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dan
tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat. Dalam melakukan
kegiatannya, masyarakat banyak terlibat pada sektor ini. Mulanya kegiatan
perekonomian memiliki tujuan untuk memenuhi kehidupan manusia. Hingga
kemudian berkembang menjadi kegiatan perekonomian yang bertujuan untuk
memperoleh laba sebanyak-banyaknya.
Pada sektor perekonomian salah satu yang banyak berkembang adalah
pada bidang jasa keuangan. Jasa keuangan memiliki banyak jenis salah satunya
adalah Pasar Modal. Pasar modal memiliki peran yang sangat penting yaitu
sebagai sarana pembiayaan dan investasi yang mana sangat berpengaruh dalam
kegiatan pembangunan nasional. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal, pasar modal didefinisikan sebagai “kegiatan yang
bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan
Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi
yang berkaitan dengan Efek”. Pasar modal atau capital market merupakan pasar
untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan,
baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun
instrumen lainnya.
Pasar modal sebagai salah satu sektor keuangan yang memiliki peran
penting dalam kegiatan pembangunan nasional tentu memerlukan stabilitas pasar
yang baik, tangguh, teratur, wajar, efisien dan berdaya saing global. Salah satu
faktor agar terciptanya pasar modal Indonesia yang tangguh dan berdaya saing
global adalah dengan tersedianya sistem perdagangan Efek yang mampu bersaing
dengan pasar modal mancanegara. Maka dari itu pemerintah terus mendorong
pengembangan sistem perdagangan menuju ke tingkat efisiensi yang paling tinggi
tanpa mengabaikan faktor keteraturan dan kewajaran serta senantiasa mengikuti
prosedur keterbukaan pasar modal sesuai dengan standard internasional dalam
kerangka memberikan perlindungan baik kepada pelaku maupun investor
(Simamarta, 2015).

1
Namun demikian, nyatanya banyak persoalan yang terjadi seperti
sengketa, maupun pelanggaran hukum pada pasar modal yang tak terelakkan.
Sengketa maupun pelanggaran hukum pada pasar modal tentunya merugikan
pasar modal selain itu juga berpengaruh pada para investor pasar modal. Dengan
demikian, sebagaimana yang sudah dipaparkan diatas bahwa sengketa dan
pelanggaran hukum pasar modal adalah suatu hal yang tak terhindarkan maka
perlu diketahui dan diteliti bagaimana penyelesaian sengketa pasar modal
berdasarkan peraturan perundang-undangan, baik melalui litigasi maupun non-
litigasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyelesaian sengketa pasar modal melalui jalur litigasi?
2. Bagaimana penyelesaian sengketa pasar modal melalui jalur non-litigasi?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa pasar modal syariah
4. Sebutkan kasus penyelesaian sengketa pasar modal melalui jalur litigasi
dan non-litigasi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa pasar modal melalui
jalur litigasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa pasar modal melalui
jalur non-litigasi.
3. Untuk meengetahui bagaimana penyelesaian sengketa pasar modal syariah
4. Untuk mengetahui contoh kasus penyelesaian sengketa pasar modal
melalui jalur litigasi dan non-litigasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Melalui Jalur Litigasi


Mekanisme penyelesaian sengketa yang dipilih oleh pihak yang
bersengketa idealnya adalah mekanisme yang memberikan keuntungan yang
maksimal serta kerugian paling sedikit bagi mereka. Para pihak harus dapat
memperkirakan dengan baik strategi dalam menyelesaikan sengketa sehingga
memberikan solusi yang terbaik dengan perhitungan yang matang. Secara umum,
dikenal adanya penyelesaian sengketa secara litigasi (melalui pengadilan formal)
dan non-litigasi (diluar pengadilan formal).
Menurut Efa Laela Fakriah, cara penyelesaian sengketa (bisnis) jika dilihat
dari sudut pandang prosesnya dapat dilakukan melalui litigasi yang merupakan
mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan
pendekatan hukum formal. Pendekatan hukum formal mengatur penyelesaian
sengketa tunduk pada ketentuan hukum acara perdata sebagai hukum prosedur
atau hukum formil.
Didalam hukum acara perdata dikenal para pihak yang memiliki kaitan
langsung dalam suatu perkara. Dalam hukum acara perdata inisiatif mengenai ada
atau tidak adanya perkara harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang
merasa bahwa haknya atau hak mereka dilanggar yaitu disebut dengan penggugat
atau para penggugat. Walaupun terdapat pihak yang secara nyata dirugikan oleh
tindakan atau perbuatan orang lain yang melanggar hukum, maka perkara baru
ada ketika pihak yang dirugikan tersebut melngajukan inisiatif untuk menuntut
haknya. Selama tidak ada pihak yang menuntut atau berinisiatif untuk berperkara,
maka tidak akan ada sengketa beserta penyelesaian sengketanya. Dengan
demikian, adanya perkara perdata dimulai ketika adanya pengajuan gugatan
melalui pengadilan tingkat pertama. Proses beracara di pengadilan negeri pada
dasarnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bgaian pendahuluan/persiapan,
pemeriksaan, di pengadilan negeri.
Berdasarkan pengaturannya, UUPM mendefinisikan secara formal
mengenai pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran

3
umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek”.
Pasar modal (capital market) sendiri merupakan pasar untuk berbagai instrument
keuangan jangka panjang yang dapat diperjual belikan, baik surat utang (obligasi),
ekuiti (saham), reksa dana, instrument derivative, maupun instrument lainnya.
Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan dan institusi lain
(misalnya pemerintah, swasta, dll) serta sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, walaupun pasar modal
merupakan bidang yang cukup highly regulated, akan tetapi memiliki potensi
pelanggaran yang cukup tinggi, hal tersebut dikarenakan kegiatan pasar modal
senantiasa berkaitan dengan transaksi investasi dengan nilai ekonomis yang
tinggi. Para pelaku di pasar mosal memiliki kepentingan bsinis masing-masing
yang kadangkala berbenturan dan merugikan pihak lainnya.
Hukum pasar modal mengatur beberapa pelanggaran yang terdapat di
sektor pasar modal berdasarkan UUPM, yaitu:
1. Sanksi pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud di dalam pasal 102
UUPM;
2. Sanksi pelanggaran pidana sebagaimana diatur di dalam pasawwwwl 103
sampai dengan pasal 110 UUPM; dan
3. Pelanggaran perdata sebagaimana dimaksud di dalam pasal 111 UUPM.
Dalam pasal 111 UUPM mengatur bahwa setiap hak yang menderita
kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas UUPM atau peraturan
pelaksanaannya dapat menuntut ganti kerugian, baik sendiri-sendiri maupun
Bersama-sama dengan pihak lain yang memiliki tuntutan yang serwupa, terhadap
pihak atau pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.
Ketentuan tersebut selaras dengan aturan mengenai perbuatan melanggar hukum
di dalam pasal 1365 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu untuk mengganti kerugian
tersebut. Dalam kaitannya dengan pasar kegiatan di pasar modal, siapapun pelaku
pasar modal yang merasa dirugikan secara hukum dapat mengawjukan gugatan
perdata. Pelanggaran atau sengketa perdata di bidang pasar modal dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

4
1. Segi sumber sengketa yaitu bersumber dari perbuatan yang melanggar
hukum atau wanprestasi atas perjanjian.
2. Segi pelaku yaitu tiga pola pelanggaran yang lazim terjadi di pasar modal,
yakni dilakukan yang dilakukan secara individual, secara berkelompok
dan pola pelanggaran yang berupa menyuruh pihak lain untuk melakukan
pelanggaran.
3. Segi dasar hukum yaitu berdasarkan hukum konvensional dan berdasarkan
hukum syariah.
Penyelesaian secara alternatif, penyelesaian sengketa dapat dilakukan
melalui mekanisme secara litigasi yaitu melalui suatu pemeriksaan persidangan di
pengadilan. Suatu sengketa perdata terjadi apabila terdapat terdapat pihak yang
merasa hak atau kepentingannya terganggu, artinya diduga terdapat pelanggaran
hak atau kepentingan keperdataan. Keadaan demikian perlu dipulihkan dengan
cara mengembalikan semua ke kondisi yang seharusnya sesuai dengan hukum.
Artinya, adanya penyimpangan hukum tersebut perlu diluruskan dengan
menegakkan hukum yang seharusnya. Hal demikian dapat dikatakan sebagai
penegakan hukum dalam hal terjadi pelanggaran hukum perdata.
Walaupun penyelesaian sengketa dibutuhkan untuk menyewlaraskan
kembali kaidah dengan kondisi konkrit, akan tetapi suatu penyelesaian sengketa
perdata melalui secara litigasi (penyelesaian formal melalui pengadilan) tidak
dapat terwujud tanpa adanya inisiatif dari pihak yang “merasa” hak dan
kepentingannya terganggu dan mengajukan gugatan melalui pengadilan.
Secara teori peranan litigasi sendiri dalam penyelesaian sengketa pasar
modal pada dasarnya merupakan upaya untuk penegakan hukum pasar modal
dalam kondisi terjadinya pelanggaran perdata. Tujuannya adalah untuk
memulihkan dan menyelaraskan kembali kondisi tersebut serta menciptakan
kepastian hukum bagi pihak-pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal serta
melindungi kepentingan para pelaku pasar modal dari praktik yang merugikan
sehingga tercipta pasar modal yang wajar, teratur dan efisien. Penyelesaian secara
litigasi dianggap dapat lebih memberikan kepastian hukum.
Penyelesaian sengketa jalur litigasi memiliki kelemahan dalam mencapai
keadilan karena lamanya proses pengadilan, konfidensial perkara yang sirna

5
karena adanya adanya publisitas pengadilan, biaya yang relative mahal dan
pengadilan litigasi dikatakan akan menghasilkan keputusan yang bersifat
pemenangan untuk pihak pemenang lalu mengambil segalanya ( Winner takes all)
yang non koperatif dimana para pihak tidak merasa sama-sama menang. 1 Maka
dari itu, APS menjadi preferensi.
Preferensi APS daripada litigasi sebagai alternatif, antara lain karena
proses yang lebih cepat, biaya lebih murah, sifatnya informal, kerahasiaan
terjamin, adanya kebebasan memilih pihak ketiga yang memiliki keahlian di
bidangnya, dapat menjaga hubungan persahabatan dalam pencapaian penyelesaian
sengketa secara kooperatif, lebih mudah mengadakan perbaikan-perbaikan,
bersifat final, pelaksanaan tatap muka yang pasti, dan tata cara penyelesaian
sengketa diatur oleh para pihak sendiri.2

2.2 Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Melalui Jalur Non-Litigasi


Dalam proses penyelesaian di pengadilan umunya membutuhkan waktu
yang relatif lama, tidak hanya itu juga kemampuan hakim atau pengetahuan hakim
seringkali terbatas yang hal tersebut dapat berdampak terhadap putusan yang
dihasilkan. Oleh karena banyak kelemahan penyelesaian sengketa di pengadilan,
penyelesaian sengketa dipengadilan kurang diterima dalam dunia bisnis, karena
kurang sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis. Oleh sebab itu para pelaku bisnis di
pasar modal lebih memilih menyelesaikan sengketa secara non litigasi atau
penyelesaian segketa alternatif. Karena penyelesaian sengketa alternatif
memberikan pilihan kemudahan yaitu, proses yang lebih cepat, biaya lebih murah,
sifatnya informal, kerahasiaan terjamin, adanya kebebasan memilih pihak ketiga
yang memiliki keahlian di bidangnya, dapat menjaga hubungan persahabatan
dalam pencapaian penyelesaian sengketa secara kooperatif, bersifat final,
pelaksanaan tatap muka yang pasti, dan tata cara penyelesaian sengketa diatur
oleh para pihak sendiri.
Ada beberapa model penyelesaian sengketa alternatif yang dapat dipilih
yaitu, mediasi, negosiasi, konsiliasi, pendapat mengikat (binding opinion) dan

1
I Made Widyana, 2007, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Cetakan Pertama, Indonesia
Bussines Law Center bekerja sama dengan Kantor Hukum Gani Djemat Partners, Jakarta, Hal. 21.
2
Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum, Cetakan ke-6, Kencana Prenada Media

6
arbitrase. Awal mula di akuinya penyelesaian sengketa walternatif dapat ditelisik
dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman
(yang sekarang Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman), dalam Penjelasan Pasal 3 Undang - Undang Nomor 14 tahun 1970
berisi “ bahwa disamping peradilan Negara, tidak diperkenankan lagi adanya
peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan badan peradilan Negara.
Penyelesaian perkara diluar Pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan”.Keberadaan penyelesaian sengketa
alternatif dikukuhkan lagi dengan disahkanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Pilihan penyelesaian sengketa dalam pasar modal yang dilakukan secara
non-litigasi pada umumnya melalui Lembaga arbitrase yang dilakukan oleh suatu
badan arbitrase yang bersifat institusional atau badan arbitrase yang bersifat
permanen.3 Seperti Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Menurut
keputusan BAPMI No. KEP-02/BAPMI/11.2009 tentang peraturan dan tata acara
pasar modal Indonesia, sengketa atau perbedaan pendapat yang dapat di
selesaikan melalui BAPMI adalah yang berhubungan dengan kegiatan di bidang
pasar modal di Indonesia dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dikuasai sepenuhnya oleh para pihak. Menurut
keputusan BAPMI No. KEP-02/BAPMI/11.2009 tentang perwaturan dan tata
acara BAPMI, pasal 1 ayat 2c, subyek hukum atau pihak yang dapat
menyelesaikan sengketa di BAPMI antara lain, bursa efek, Lembaga kliring dan
penjaminan, Lembaga penunjang pasar modal, orang perorangan pemegang izin,
wakil penjamin emisi efek, wakil perantar pedagang efek, wakil manager
investasi, dan yang melakukan investasi di pasar modal di Indonesia, yang
mempunyai maksud untuk mengajukan penyelesaian sengketa di BAPMI
berdasarkan peraturan dan acara BAPMI.
Alternatif penyelesaian melalui BAPMI
Di dalam BAPMI, para pihak yang bersengketa dapat memilih tiga alternatif
metode penyelesaian sengketa, yaitu:
1. Gagasan mengikat

3
Ibid. Hal. 25.

7
"Gagasan mengikat" BAPMI adalah gagasan yang diberikan oleh BAPMI atas
dasar permintaan para pihak mengenai penafsiran suatu kepastian yang kurang
jelas di dalam akad supaya di selang para pihak tidak terjadi lagi perbedaan
penafsiran yang mampu membuka perselisihan lebih jauh.
BAPMI akan memberikan gagasan mengikat secara tertulis dan
ditandatangani oleh ketua BAPMI selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari kerja
setelah dimulainya pemeriksaan, yang disampaikan melewati surat tercatat,
bukannya dalam suatu forum pertemuan.
Gagasan mengikat yang diberikan oleh BAPMI bersifat final dan mengikat
para pihak yang memohonnya, oleh karenya tidak dapat diajukan perlawanan atau
bantahan. Gagasan mengikat itu wajib segera dilaksanakan dalam waktu 30 hari
sejak diterbitkan, dan setiap tingkah laku yang dibuat yang bertentangan dengan
gagasan mengikat merupakan pelanggaran akad.
2. Mediasi
Mediasi BAPMI adalah metode penyelesaian masalah melewati
perundingan di selang para pihak yang bersengketa dengan bantuan pihak ketiga
yang netral dan independen yang dinamakan mediator yang bersifat fasilitator
pertemuan faedah menolong masing-masing pihak mengerti perspektif, letak dan
kebutuhan pihak lain sehubungan dengan permasalahan yang tengah dihadapi dan
bersama-sama mencari solusi penyelesaiannya. Tujuan dari Mediasi adalah
dicapainya perdamaian di selang para pihak yang bermasalah.
Anggota mediasi akan berlanjut selama 14 hari kerja dalam pertemuan
(hearing) yang tertutup untuk umum yang dilaksanakan di tempat yang dikuatkan
oleh BAPMI atau tempat lain yang disepakati oleh para pihak.
3. Arbitrase
Arbitrase BAPMI adalah metode penyelesaian sengketa dengan
menyerahkan kewenangan kepada pihak ketiga yang netral dan independen - yang
dinamakan arbiter faedah memeriksa dan mengadili perkara pada tingkat pertama
dan terakhir. Keputusan yang dijatuhkan oleh arbiter tersewbut bersifat final dan
mengikat untuk para pihak yang tidak dapat diajukan banding.
Pemeriksaan dalam anggota arbitrase BAPMI akan berlanjut paling lama
180 hari kerja terhitung sejak arbiter tunggal / majelis arbitrase terbentuk. Arbiter

8
dapat memperpanjang jangka waktu tersebut dengan persetujuan pemohon dan
termohon.
Macam-Macam Arbiter BAPMI
Di dalam anggota arbitrase BAPMI dikenal 2 macam arbiter, yaitu arbiter
tetap (arbiter BAPMI) dan arbiter selalu berubah (ad hoc) yang diseleksi dan
diangkatkan oleh pengurus BAPMI berdasarkan integritas dan kompetensi di
aspek pasar modal menurut latar belakang keahliannya masing-masing yang
sebagian berlatar belakang praktisi, berbakat hukum, akuntan dan akademisi.

2.3 Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Syariah

2.3.1 Melalui Jalur Litigasi


Kewenangan oleh undang-undang untuk menyelesaikan sengketa pasar
modal syariah dalam jalur litigasi yaitu melalui Pengadilan Agama. Dalam UU
3/2006, Peradilan Agama berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara di tingkat pertama antara orang-orang beragama islam di bidang
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi
syariah. Kegiatan ‘ekonomi syariah’ meliputi: bank syariah, lembaga keuangan
mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi
syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah,
pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah,
dan bisnis syariah.
2.3.2 Melalui Jalur Non – Litigasi
Adapun penyelesaian sengketa pasar modal syariah secara nonlitigasi
dapat dilakukan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa yang
meliputi konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli sebagaimana
diatur UU 30/1999. Oleh karena pasar modal syariah berjalan berdasarkan prinsip
syariah, maka lembaga arbitrase yang digunakan adalah Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS). Dalam rangka mendukung penguatan kerangka hukum
dalam pengembangan pasar modal syariah, perlu dibentuk satu regulasi khusus
berupa undang-undang pasar modal syariah yang di dalamnya mengatur secara
komprehensif dari ketentuan umum hingga penyelesaian sengketa dengan
memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama dalam penyelesaian
sengketa

9
secara litigasi. Dalam regulasi tersebut juga diatur mengenai penyelesaian
sengketa pasar modal syariah secara non-litigasi dengan memberikan kewenangan
kepada Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai lembaga
penyelesai sengketanya.

2.4 Kasus Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Melalui Jalur Litigasi dan
Non-Litigasi
2.4.1 Kasus Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Melalui Jalur Litigasi
Terdapat beberapa perkara juga yang berada di area kegiatan pasar modal
yang diselesaikan melalui pengadilan, diantaranya perkara-perkara antara PT.
Sumalindo Lestari Jaya Tbk., dan lainnya. dengan pemegang sahamnya yaitu
Deddy Hartawan Jamin, dengan Putusan Mahkamah Agung R.I.Nomor
3017/K/PDT/2011 tanggal 12 Septeber 2012 dan Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor 02/PDTG/2013/PN.Jkt.Sel tanggal 5 Desember 2013 yang
telah dikuatkan pula dalam putusan pemeriksaan banding. Perkara-perkara
tersebut secara umum merupakan sengketa antara pemegang saham dengan
emiten yang berkaitan dengan keterbukaan informasi publik termasuk kepada
investor. Keterbukaan informasi merupakan salah satu hal yang terpenting di
pasar modal, mengingat berdasarkan informasi tersebutlah setiap keputusan
investasi di pasar modal dilakukan oleh para investor.
Selain itu, belum lama ini terdapat pula perkara dalam ranah pasar modal
yaitu Gugatan Perdata Nomor 618/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel tanggal 21 November
2017 yang diajukan oleh Benny Tjokrosaputro terhadap beberapa pihak
diantaranya Goldman Sachs International, Citibank N.A., dan PT. Ficomindo
Buana Registrar, yang putusannya dikuatkan oleh Putusan Pengadilan
TinggiJakarta pada tanggal 23 Juli 2018. Perkara ini berkaitan dengan gugatan
yang diajukan Benny Tjokrosaputro kepada para tergugat terkait dengan transaksi
re-purchase (REPO) atas sejumlah saham PT. Hanson Internasional Tbk.
berdasarkan perjanjian REPO antara Benny Tjokrosaputro dengan Platinum Value
A.F L.P dan Newrick Holding Ltd.
Dalam putusan tingkat pertama pada perkara tersebut, Majelis Hakim
pemeriksa perkara mengabulkan sebagian gugatan dari penggugat. Tergugat
selanjutnya mengajukan banding, dan kemudian putusan banding menguatkan

1
putusan pengadilan tingkat pertama. Secara umum, perkara tersebut berkaitan erat
dengan transaksi yang umumnya dilakukan di pasar modal yaitu transaksi REPO.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 09/POJK.04/2015 tentang
Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan (Repo)
(selanjutnya disebut sebagai “POJK 09/2015”), Transaksi Repurchase Agreement
yang selanjutnya disebut Transaksi Repo adalah kontrak jual atau beli Efek
dengan janji beli atau jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Secara umum Majelis Hakim berpendapat bahwa tergugat (sebagai pihak ketiga)
bertanggung jawab atas suatu kewajiban yang timbul berdasarkan perjanjian yang
dibuat oleh penggugat dengan pihak lain. Terlihat terdapat kekeliruan dalam
menafsirkan struktur dan pemahaman atas transaksi repo tersebut.
Dari dua perkara tersebut dapat dilihat bahwa, dalam penyelesaian
sengketa perdata pasar modal melalui pengadilan negeri, gugatan yang diajukan
pada dasarnya adalah gugatan dengan dasar perbuatan melanggar hukum. Pasal
111 UUPM Juncto. Pasal 1365 KUHPerdata memang memberikan hak kepada
para pihak yang dirugikan untuk mengajukan gugatan dengan dasar perbuatan
melanggar hukum. Dari segi para pihak, kasus PT. Sumalindo Lestari Jaya
digugat oleh pemegang sahamnya, sedangkan pada kasus Benny Tjokrosaputro,
gugatan diajukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian REPO kepada pihak
ketiga yang menerima pengalihan saham. Para pihak yang terlibat tampaknya
belum mencangkup kepentingan dalam jumlah banyak dari sisi kuantitas,
walaupun dari sisi kualitas kepemilikan saham adalah cukup besar. Dengan
demikian, pada dasarnya terdapat beberapa gugatan perdata terkait pelanggaran
hukum perdata di bidang pasar modal yang diperiksa dan diputus oleh pengadilan
negeri pada praktiknya.

2.4.2 Kasus Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Melalui Jalur Non-Litigasi


Kasus sengketa pasar modal yang pernah di selesaikan di BAPMI antara
lain sengketa antara PT. Nikko Securities Indonesia dengan PT. Bank Permata
Tbk. Sengketa tersebut berkaitan dengan kegagalan Manajer Investasi (PT. Nikko
Securities Indonesia) melaksanakan kewajiban pembayaran kepada PT Bank
Permata Tbk. Sengketa tersebut menggunakan layanan arbitrase di BAPMI. hal

1
ini dapat diketahui karena BAPMI mengeluarkan putusan arbitrase BAPMI-
004/ARB-03/VIII/2011 atas permohonan yang diajukan oleh PT. Bank Permata
Tbk.
Dari putusan yang dikeluarkan BAPMI tersebut ternyata belum mampu
memberi kepuasan pada PT. Nikko Securities Indonesia. Putusan tersebut
menghukum PT. Nikko Securities Indonesia karena telah merugikan Investor
GBF, maka berkewajiban untuk mengganti kekurangan pembayaran yang telah
dibayarkan terlebih dahulu (ditalangi) oleh PT. Bank Permata Tbk kepada
Investor GBF sebesar 35% dari keseluruhan dana talangan sebagaimana sengketa
yang diperkarakan, dan membayarkannya kepada PT. Bank Permata Tbk paling
lambat 30 hari kalender sejak PT Nikko Securities Indonesia menerima salinan
putusan.
Merasa tidak puas terhadap putusan yang dikeluarkan oleh BAPMI dan
juga menurut tergugat telah terjadi beberapa kejanggalan seperti mengabaikan
fakta hukum yang ada. Maka, PT. Nikko Securities Indonesia kemudian
mengajukan permohonan pembatalan Putusan Arbitrase (BAPMI) kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dari permohonan pembatalan yang sudah di
ajukan tersebut, kemudian PN Jakarta Pusat mengadili dan mengeluarkan Putusan
513/Pdt.GARB/2012/PN.Jkt.Pst yang isinya membatalkan Putusan Nomor
BAPMI-004/ARB-03/VII/2011. Tidak berhenti sampai di situ, kemudian PT.
Bank Permata Tbk dan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang
merasa tidak puas oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemudian
mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung.
PT. Bank Permata Tbk dan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia
(BAPMI) melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa Pengadilan Negeri (Judex
Facti) telah bertindak melebihi kewenangan yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan untuk mengadili. Judex Facti memeriksa ulang materi pokok
yang telah diperiksa, dipertimbangkan, dan diputus oleh Majelis Arbitrase
BAPMI sebelumnya. Padahal kewenangan tersebut dimiliki oleh Judex Juris
bukanlah Judex Facti. Atas permohonan yang diajukan, Mahkamah Agung RI
(Judex Jurist) mengeluarkan Putusan Nomor 169 K/Pdt.Sus-arbt/2013 yang isinya

1
menguatkan Putusan BAPMI dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat nomor 513/Pdt.G-ARB/2012/PN.Jkt.Pst
Dari contoh kasus tersebut dapat dilihat bahwa putusan arbitrase yang
dikenal bersifat final and binding, ternyata memiliki ketentuan yang memberikan
kesempatan kepada pihak yang kurang puas terhadap putusan tersebut
mengajukan upaya hukum yakni dengan mengajukan permohonan pembatalan
putusan arbitrase tersebut. Ketentuan tersebut tertuang dalam pasal 70 Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang berisi: “Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan
permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-
unsur sebagai berikut : a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan,
setelah putusan dijatuhwkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; b. setelah
putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh pihak lawan ; atau c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat
yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa”.
Adanya ketentuan tersebut, membuat pihak yang puas terhadap putusan
arbitrase harus menunggu proses upaya hukum tersebut. Terlepas dari ad anya
ketentuan tersebut. Keberadaan BAPMI sebenarnya merupakan kebutuhan.
Kebutuhan akan penyelesaian sengketa yang efisien dan murah di pasar modal.
Dimana dengan hadirnya BAPMI dapat menghapus keraguan investor yang
berinvestasi di pasar modal terhadap keefektifan lembaga peradilan di Indonesia
khususnya di pasar modal.

1
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri memiliki peran dalam
upaya menegakkan hukum dengan memulihkan konflik sehingga masing-masing
pihak yang bersengketa memperoleh apa yang seharusnya berdasarkan hukum
materiil di rahan pasar modal. Secara teori peranan litigasi sendiri dalam
penyelesaian sengketa pasar modal pada dasarnya merupakan upaya untuk
penegakkan hukum pasar modal dalam kondisi terjadinya pelanggaran perdata.
Tujuannya adalah untuk memulihkan dan menyelaraskan kembali kondisi tersebut
serta menciptakan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang yang melakukan
kegiatan di pasar modal dari praktik yang merugikan sehingga tercipta pasar
modal yang wajar, teratur dan efisien, penyelesaian secara litigasi dianggap dapat
lebih memberikan kepastian hukum.
Sedangkan peran BAPMI sebagai mediator adalah hanya untuk
memfasilitasi pertemuan dan perundingan dalam kerangka mediasi dengan tujuan
untuk mencapai suatu penyelesaian antara para pihak yang bersengketa.
Sedangkan, peran BAPMI trekait pendapat mengikat adalah untuk membantu para
pihak dalam menafsirkan suatu ketentuan yang kurang jelas di dalam perjanjian
agar diantara para pihak tidak terjadi lagi perbedaan penafsiran yang bisa
membuka perselisihan lebih jauh dan pendapat ini bersifat final serta mengikat
para pihak
3.2 SARAN
Mengingat berdasarkan uraian terdapat beberapa pelanggaran hukum yang
dilakukan pihak-pihak di pasar modal yang merugikan pihak lainnya tapi tidak
ada upaya untuk menuntut kembali haknya, maka perlu dipikirkan kembali
bagaimana mekanisme yang memberikan kemudahan untuk menuntut haknya.
Kemudian selain itu perlu dikembangkan pola-pola gugatan yang di wakili oleh
Otoritas Jasa Keuangan yang mewakili pihak yang dirugikan, gugatan kelompok
dalam hal pihak yang dirugikan berjumlah banyak, (misal masyarakat investor),
serta penggunaan mekanisme gugatan sederhana.

1
DAFTAR PUSTAKA

Adha, Syaichul Dan Sri Indrawati. (2014). Wewenang Otoritas Jasa

Keuangan(OJK) Terhadap Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Oleh


Badan Abitrase Pasar Modal Indonesia. Jurnal ilmu hukum, 2(2) , 3.
https//ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/8200

Hudiata, Edi. 2017. Rekonstruksi Hukum Penyelesaian Sengketa Pasar Modal

Syariah: Penguatan Aspek Regulasi Untuk Memberikan Aspek Kepastian.


Jurnal Hukum dan Peradilan. 6(2).
https://www.researchgate.net/publication/318832713_REKONSTRUKSI_
HUKUM_PENYELESAIAN_SENGKETA_PASAR_MODAL_SYARIA
H_PENGUATAN_ASPEK_REGULASI_UNTUK_MEMBERIKAN_KE
PASTIAN_HUKUM_RECONSTRUCTION_OF_LEGAL_DISPUTE_SE
TTLEMENT_OF_ISLAMIC_CAPITAL_MARKET_STRENGTHENIN

Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada

Media

Putri, Sherly Ayuna dkk. (2019). Penyelesaian Sengketa Hukum Pasar Modal

Pada Pengadilan Negeri. Jurnal Ilmiah Hukum Dejure, 4(1), 161-162.


https://journal.unsika.ac.id/index.php/jurnalilmiahhukumdejure/artice/dow
nload/1867/1496/5106

Rahmawati, Ema Dan Lastuti Abubakar. (2019). Peranan Penyelesaian Sengketa

Pasar Modal: Suatu Tinjauan Atas Perkara Perdata Terkait Transaksi


Repo. Jurnal Bina Mulia Hukum, 4(1), 135-138.
http//jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/jbmh/issue/archive

Widyana, I Made. 2014. Alternatif Penyelesaian Sengketa & Abitrase. Jakarta:

Fikahati Naeska

1
SESI TANYA JAWAB

1. Penanya : Ryan Prianggih

Penjawab : Sri Ayuni & Anita Rosyana Devi

(Pertanyaan)

Bagaimana putusan arbitrase dapat mempunyai kekuatan memaksa? apakah


BAPMI mempunyai kekuasaan untuk memaksanya?

(Jawaban):

Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 mewajibkan putusan arbitrase didaftarkan


kepada panitera pengadilan negeri setempat. Sejak didaftarkan itu putusan
arbitrase mengikat dan bisa dilaksanakan, begitu pula sebaliknya jika tidak
didaftarkan maka putusan arbitrase tidak mengikat dan tidak bisa dilaksanakan.
BAPMI tidak mempunyai tangan untuk memaksakan pelaksanaan suatu putusan
arbitrase, pihak yang mempunyai kekuasaan untuk melakukan hal tersebut adalah
pengadilan. Oleh karena itu Undang-undang mengatur apabila ada pihak yang
tidak bersedia melaksanakan putusan arbitrase yang sudah didaftarkan, maka
pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada ketua
pengadilan negeri setempat. Ketua pengadilan negeri membubuhkan perintah
eksekusi pada lembar putusan arbitrase tanpa memeriksa kembali pokok perkara
serta pertimbangan dalam putusan arbitrase, ia hanya memeriksa kewenangan
arbitrase untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang bersangkutan. Dalam
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa: "Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian
perkara di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase ". Dengan
demikian penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui arbitrase tetap dipebolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya
mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh eksequatur atau perintah
untuk menjalankan dari Pengadilan.Kemudian karakteristik perjanjian arbitrase
dimana, perjanjian arbitrase mempunyai karakteristik, salah satu nya antara lain
adalah perjanjian arbitrase ini merupakan perjanjian tambahan (accessoir) dari
perjanjian pokoknya. Tanpa perjanjian arbitrase, perjanjian pokok dapat berdiri
sendiri dengan sempurna. Sebaliknya tanpa adanya perjanjian pokok, para pihak
tidak mungkin mengadakan ikatan perjanjian arbitrase. Ini berarti perjanjian
pokok menjadi dasar lahirnya klausula atau perjanjian arbitrase. Pelaksanaan
perjanjian pokok tidak bergantung pada perjanjian arbitrase. Sebaliknya,
pelaksanaan perjanjian arbitrase bergantung pada perjanjian pokoknya, jika
perjanjian pokok yang tidak sah, maka dengan sendirinya perjanjian arbitrase
batal dan tidak mengikat para pihak.

2. Penanya : Farika Rahayu

Penjawab : Reski Oki & Neng Fitriyani

(Pertanyaan)

Apabila pelaku pasar modal sudah mencantumkan di dalam perjanjian akan


menyelesaikan sengketa ke pengadilan atau lembaga arbitrase lain, apakah kini
dengan adanya BAPMI pengadilan atau lembaga arbitrase lain menjadi tidak lagi
berwenang?

(Jawaban):

Pilihan forum penyelesaian sengketa secara prinsip adalah merupakan kebebasan


dari para pihak untuk memilih dan menyepakatinya, inilah prinsip kebebasan
berkontrak yang dianut oleh sistem hukum perdata Indonesia. Jika para pihak di
dalam perjanjian sudah sepakat setiap sengketa akan diselesaikan ke pengadilan,
maka harus ke pengadilan, dan lembaga lain menjadi tidak berwenang. Demikian
pula jika para pihak di dalam perjanjian sudah sepakat setiap sengketa akan
diselesaikan ke lembaga arbitrase X, maka harus ke lembaga arbitrase X, dan
pengadilan atau lembaga arbitrase lain menjadi tidak berwenang. Yang terpenting
adalah para pihak tidak mengatur 2 pilihan forum penyelesaian di dalam
kontraknya, misalnya dengan menyebutkan "akan diselesaikan melalui BAPMI
atau Pengadilan Negeri yang berwenang". Klausula itu akan menimbulkan
kerancuan di dalam pelaksanaannya di kemudian hari.

3. Penanya : Miranti Wulandari

Penjawab :Yanthi Khairani & Nury Intani

(Pertanyaan)

Apabila terdapat ketidakpuasan para pihak yang terlibat dalam sengketa pasar
modal terhadap putusan yang dikeluarkan oleh BAPMI, bisakah di lakukan
sebuah upaya hukum lebih lanjut?

(Jawaban):

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase menghasilkan suatu putusan arbitrase


yang bersifat final and binding, yaitu merupakan suatu putusan akhir dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Dengan demikian,
terhadap putusan arbitrase tidak dapat diajukan upaya hukum banding, kasasi
ataupun peninjauan kembali. Hal ini merupakan salah satu kelebihan arbitrase
untuk menghindarkan sengketa yang semakin berkepanjangan. Namun, tidak
dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya tidak semua putusan yang dihasilkan
melalui arbitrase ini akan memberikan kepuasan kepada para pihak. Ada kalanya
putusan arbitrase tidak dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak. Hal itu bisa
disebabkan karena ada hal-hal dalam putusan sengketa diragukan keabsahannya
atau ada alasan lain. Dalam hal ini, pengadilan memiliki peran yang besar dalam
mengembangkan arbitrase. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memperbolehkan campur tangan
pengadilan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase jika salah satu pihak
merasa tidak puas terhadap suatu putusan arbitrase, yaitu dengan cara mengajukan
permohonan pembatalan putusan arbitrase yang diajukan kepada Pengadilan
Negeri. Pada dasarnya, untuk mengajukan suatu permohonan pembatalan putusan
arbitrase harus didasarkan pada alasan-alasan yang tercantum dalam pasal 70
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Akan tetapi, alasan-alasan yang digunakan sebagai dasar
pembatalan putusan arbitrase hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase
yang sudah didaftarkan di pengadilan dan harus terlebih dahulu dinyatakan
dengan putusan pengadilan.

Penanya 1 : Eva Fadilah

Apabila pelaku pasar modal sudah mencantumkan di dalam perjanjian akan


menyelesaikan sengketa ke pengadilan atau lembaga arbitrase lain, apakah kini
dengan adanya BAPMI pengadilan atau lembaga arbitrase lain menjadi tidak lagi
berwenang?

Penanya 2 : Raden Roro Adhelia

sengketa apa saja yang dapat diselesaikan melalui arbitrase dan keuntungan apa
yang didapat bila memilih menyelesaikan sengketa melalui arbitrase?

Penanya 3 : Irnie Mela Yusnita

Bagaimana jika kontrak tidak mencantumkan klausul penyelesaian sengketa


melalui jalur arbitrase? Apakah bisa nantinya sengketa tersebut diselesaikan
melalui jalur arbitrase ?

Penjawab : Reski Oki & Neng Fitriyani


Pilihan forum penyelesaian sengketa secara prinsip adalah merupakan kebebasan
dari para pihak untuk memilih dan menyepakatinya, inilah prinsip kebebasan
berkontrak yang dianut oleh sistem hukum perdata Indonesia. Jika para pihak di
dalam perjanjian sudah sepakat setiap sengketa akan diselesaikan ke pengadilan,
maka harus ke pengadilan, dan lembaga lain menjadi tidak berwenang. Demikian
pula jika para pihak di dalam perjanjian sudah sepakat setiap sengketa akan
diselesaikan ke lembaga arbitrase X, maka harus ke lembaga arbitrase X, dan
pengadilan atau lembaga arbitrase lain menjadi tidak berwenang.

Yang terpenting adalah para pihak tidak mengatur 2 pilihan forum penyelesaian di
dalam kontraknya, misalnya dengan menyebutkan "akan diselesaikan melalui
BAPMI atau Pengadilan Negeri yang berwenang". Klausula itu akan
menimbulkan kerancuan di dalam pelaksanaannya di kemudian hari.

Selain itu juga penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan


apabila telah ada suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum
dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa,
atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul
sengketa, artinya selama ada perjanjian arbitrase sengketa dapat di selesaikan
melalui arbitrase, baik itu berupa klausula suatu perjanjian sebelum timbul
sengketa maupun perjanjian khusus arbitrase yang dibuat setelah ada sengketa.

Anda mungkin juga menyukai