Anda di halaman 1dari 26

PERKEMBANGAN MUTAKHIR PENJUALAN EFEK DI PASAR

MODAL TENTANG STANDAR INTERNASIONAL

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pasar Modal

Dosen Pengampu: Ibu Dr. Rani Sri Agustina, S.H., M.H.

Oleh Kelompok 4 Kelas 5A

Nama:

1. Aisyia Jeanna Aprilie Florensia (1111190011)


2. Irfi Silvia Amanda (1111190161)
3. Irnie Mela Yusnita (1111190331)
4. Raden Roro Adhellia Salsabila (1111190378)
5. Rainaldi Nurdiansyah (1111190271)
6. Tia Putri Anggraeny (1111190311)

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

FAKULTAS HUKUM PRODI ILMU HUKUM

2021
KATA PENGANTAR

Makalah dengan judul Perkembangan Mutakhir Penjualan Efek di Pasar Modal


tentang Standar Internasional ini ditulis selain untuk memenuhi tugas hukum pasar modal
semester 5, makalah ini juga ditulis untuk menguraikan bagaimana aturan yang berlaku dan
bagaimana kenyataannya.
Pada saat pembuatan makalah ini penulis mengalami beberapa kendala seperti
kurangnya sumber referensi mengenai pembahasan penelitian ini dan sulitnya membagi
waktu untuk mengerjakan tugas-tugas lain.
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt., atas izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr. Rani Sri Agustina, S.H., M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah
hukum pasar modal, dan dukungan teman-teman serta keluarga yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Penulis berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai referensi bacaan.

Tangerang, 03 November 2021

Penulis,

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1

DAFTAR ISI...............................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.................................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

2.1 Apakah yang dimaksud dengan Prinsip Demutualisasi dan apa saja keuntungan dalam
konsep Demutualisasi ?.........................................................................................................3

2.2. Mengapa pengembangan Self Regulator itu sangat penting bagi bursa efek
?...............................................................................................................................................5

2.4. Apakah yang terdapat didalam Prinsip Good Corporate Governance dan tahap – tahap
apa saja yang digunakan perusahaan yang telah berhasil menerapkan GCG ?.......................11

BAB III PENUTUP..................................................................................................................17

3.1. Kesimpulan....................................................................................................................17

3.2. Saran..............................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................19

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pasar modal bukan merupakan hal yang asing bagi kita. Setiap orang dapatmelakukan
transaksi di dalam pasar modal. Tidak dapat dipungkiri bahwa pasar modal memiliki
peran yang cukup besar bagi perekonomian suatu negara karena mempunyaidwi fungsi,
yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.1 Di sisi lain pasar modal juga merupakan
salah satu instrumen ekonomi utama yang dapat digunakan oleh berbagailembaga baik
domestik maupun internasional. Hal ini disebabkan keberadaan pasarmodal dapat
membuka kesempatan berusaha baru, baik bagi emiten maupun lembaga penunjang pasar
modal
lainnya.
Demutualisasi proses perubahan struktur kepemilikan organisasi dari struktur
kepemilikan yang terbatas pada anggota menjadi struktur kepemilikan yang lebih luas.
Proses demutualisasi akan diikuti perubahan orientasi organisasi dari orientasi non profit
menjadi berorientasi profit.2 Demutualisasi dinilai sebagai cara yang tepat bagi suatu
bursa efek untuk meningkatkan daya saing suatu Bursa Efek dengan Bursa Efek
lainnya.
Agar kegiatan pasar modal dapat berjalan dengan baik, diperlukan lembaga yang
mengatur dan mengawasi kegiatannya. Untuk itulah kemudian dibentuk Self-Regulatory
Organization (SRO) atau Organisasi Regulator Mandiri. SRO terdiri dari 3 lembaga yang
masing-masing mempunyai fungsi dan wewenang yang berbeda. Ketiganya bekerjasama
untuk dapat mencapai kegiatan pasar modal yang teratur dan efisien. Namun masih
banyak yang belum mengetahui eksistensi dan fungsi dari ketiga lembaga SRO
tersebut.
Dalam pengelolaan investasi atau perusahaan yang baik akan dibutuhkan tata kelola
yang baik pula, dalam tata pemerintah biasa dikenal dengan konsep GG (Good Governance),
GCG (Good Corporate Governance), GIG (Good Investment Governance). Sebenarnya kata
kuncinya adalah itikad baik untuk mewujudkan tata kelola yang baik, perlunya pembaruan
sikap dan perilaku birokrasi dalam melayani kepentingan umum.3

1Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab Edisi 2, Jakarta:
Salemba Empat, 2006, hlm. 2
2
Tim Studi Demutualisasi Bursa Efek, Kajian Demutualisasi Lembaga Bursa Efek di Indonesia, Jakarta, Mei 2002
3
Muhamad Sadi Is, Hukum Perusahaan Di Indonesia, (Jakarta:Kencana,2016), Hlm.217

1
1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut

1. Apakah yang dimaksud dengan Prinsip Demutualisasi dan apa saja keuntungan dalam
konsep Demutualisasi ?
2. Mengapa pengembangan Self Regulator itu sangat penting bagi bursa efek ?
3. Apakah yang terdapat didalam Prinsip Good Corporate Governance dan tahap – tahap
apa saja yang digunakan perusahaan yang telah berhasil menerapkan GCG ?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan Prinsip Demutualisasi dan apa saja
keuntungan dalam konsep Demutualisasi
2. Untuk mengetahui pengembangan Self Regulator yang sangat penting bagi bursa efek
3. Untuk mengetahui Prinsip Good Corporate Governance dan tahap – tahap apa saja
yang digunakan perusahaan yang telah berhasil menerapkan GCG

2
BAB II
PEMBAHASA
N

2.1. Perkembangan Penjualan Efek di Pasar Modal tentang Standar

Internasional (Prinsip Demutualisasi)

Demutualisasi ialah pemisahan antara keanggotaan dan kepemilikan suatu bursa efek.
Demutualisasi dilakukan untuk mengembangkan pasar modal dalam rangka mengikuti
pertumbuhan ekonomi global. Perkembangan pasar modal dunia telah memungkinkan
tumbuhnya transnational corporations yang tidak lagi memiliki identitas negara asal melalui
mekanisme merjer dan akuisisi. Sasaran pengembangan pasar modal dalam rangka
mengantisipasi perkembangan global dilakukan antara lain restrukturisasi bursa efek, LKP,
dan LPP untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing pasar modal Indonesia dan
memastikan Bursa LKP serta LPP siap menghadapi perubahan pasar yang dinamis.
Demutualisasi mengubah struktu kepemilikan bursa efek dari yang semula hanya dimiliki
oleh anggotanya menjadi dapat dimiliki oleh publik dan sekaligus diiringi perubahan
orientasi dari non profit motive menjadi profit motive.4

Latar belakang diperlukannya penerapan demutualisasi Bursa Efek dan SRO lainnya
di Indonesia ialah karena:5

1. Kebutuhan dana

2. Peningkatan good corporate governance

3. Pengembangan produk

4. Pengembangan infrastruktur

5. Peningkatan nilai saham bursa efek

6. Pengembangan pasar

7. Sarana pelepasan kepemilikan saham

4
Nindyo Pramono, “Menyibak Masa Lalu, Menggapai Masa Depan Pasar Modal Indonesia Menuju
Milenium III, Jurnal Hukum, No. 25, Vol. 11, 2014, hlm. 15.
5
Ibid., hlm. 16.
3
Saat ini demutualisasi sudah diterapkan di negara-negara asia misalnya Hong Kong.
Hong Kong memulai demutualisasi dengan melakukan penggabungan dua bursa efek yaitu:

1. The stock exchange of Hong Kong

2. Hong Kong Furutes Exchange Limited

Demutualisasi di Hong Kong juga dilakukan dengan melakukan penggabungan 3


perusahaan kliring yaitu H.K. Securities Clearing Company Limited, H.K.Clearing
Corporation Limited, dan SEHK Options Clearing House Limited, pada bulan Maret 2000. 6
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penggabungan dan demutualisasi bursa di Hong
Kong antara lain : evolusi global, kecendrungan integrasi, persaingan perdagangan, kemajuan
teknologi, pasar yang semakin terbuka, kelemahan bursa berdasarkan keanggotaan, struktur
pasar yang terfragmentassi, dan perubahan teknologi. Demutualisasi dapat meningkatkan
transparansi informasi dan sekaligus kualitas tata kelola bursa sebagai suatu badan usaha
serta memungkingkan bursa sebagai untuk meningkatkan partisipasi pemodal oleh karena itu
Hong Kong menerapkan konsep demutualisasi bursa ini. Selain Hong Kong demutualisasi
juga terjadi di 52 bursa di dunia antara lain Australia, Amsterdam, Frankfurt, Stockholm,
Singapura, Toronto. Demutualisasi mempunyai 2 model yaitu:7

1. Direct Demutualization, pada model ini masing-masing kelembagaan Bursa Efek atau
Kelembagaan SRO yang lain akan melakukan demutualisasi sendiri-sendiri dengan
melakukan penawaran saham kepada pihak lain di luar pengguna jasanya. Artinya
apabila diterapkan dalam Pasar Modal Indonesia maka lembaga SRO akan melakukan
demutualisasi sendiri dalam hal ini SRO yang ada di Pasar modal Indonesia ialah
Bursa Efek, KPEI, KSEI, dan SIPF.

2. Holding Company, dalam model ini kelembagaan Bursa Efek dan SRO yang ada akan
mendirikan perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas dan lembaga SRO
akan menjadi anak perusahaan. Nantinya perusahaan induk akan melakukan
penawaran sahamnya kepada publik sehingga menjadi perusahaan publik dan
kegiatan SRO atau beberapa kegiatan supporting sevices dilaksanakan oleh AP.

6
Irwan Adi Ekaputra, Demutualisasi Bursa Efek Indonesia, Lembaga Management Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, hlm. 1.
7
Nindyo Pramono, Op,Cit., hlm. 16.

4
Untuk menerapkan diantara kedua model tersebut di Indonesia harus terlebih dahulu
dikaji yang mendalam khususnya berkaitan dengan peraturan perundang-undangan terkait
bidang Pasar Modal seperti UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan, UU Nomor 9
Tahun 1969 tentang BUMN, UU Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, dan peraturan
terkait lainnya. Dengan adanya proses demutualisasi bursa akan memperoleh keuntungan
antara lain:8

1. Bermotif mencari laba sehingga diharapkan mendorong corporate governance yang


lebih baik dan menciptakan manajemen bursa yang semakin professional dan
kompetitif

2. Kepemilikan saham tidak terbatas pada anggota, dan memungkinkan terjadinya


pengalihan saham secara bebas jika dicatatkan di bursa efek

3. Ada pemisihan yang jelas antara pemilik, pengambil keputusan, dan pelaku pasar

4. Penambahan modal dapat dilakukan melalui berbagai sumber

5. Dapat bertumbuh secara anorganik melalui merjer dan akuisisi

Pada akhirnya konsep demutualisasi ini memang diperlukan dalam pengembangan


bursa, terlebih dengan kemajuan teknologi dan perkembangan ekonomi global. Demutualisasi
bursa akan menimbulkan dampak yang positif bagi negara-negara yang menerapkannya.
Demutualisasi ini dapat menjadi sarana untuk memfasilitasi perubahan yang harus dijalani
oleh suatu bursa. Demutualisasi akan menimbulkan beberapa keuntungan bagi bursa, namun
untuk mensukseskan konsep demutualisasi ini para pemegang saham dan pemangku
kepentingan harus berkomitmen untuk memajukan pasar modal secara konsisten tidak hanya
mencari keuntungan.

2.2. Independensi Regulator Pasar Modal

Menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (2017:16),


“Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan
untuk tidak memihak kepada siappaun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun . pemeriksa juga

8
Irwan Adi Ekaputra, Op. Cit., hlm. 3.

5
harus objektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam
melaksanakan tanggung jawab profesionalnya”.
Atau yang bisa diambil ksimpulan Indepedensi artinya adalah suatu sikap netral,
tindakan dan cara pandang yang tidak berpihak pada siaapun dan pada saat mengambil
keputusan atau apapun tidak dipengaruhi oleh siapapun.
Pada tanggal 28 Pebruari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam dan LK) telah menerbitkan sebuah aturan yang mengatur mengenai
independensi akuntan yang memberikan jasa di pasar modal, yaitu dengan berdasarkan
Peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-
86/BL/2011 tentang Independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa di Pasar Modal.
Seperti yang dberitahukan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal 28
Pebruari 2011, Bahwa Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut adalah benttuk penyempurnaan
atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan memilimi tujuan untuk memberikan
kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa
profesional sesuai bidang tugasnya. Dan ini adalah Keputusan-keputusannya,
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3608);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal
(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3617) sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2004
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4372);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang
Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal (Lembaran
Negara
Tahun 1995 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3618);
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/M
Tahun 2011;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008
tentang Jasa Akuntan Publik;

6
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR
MODAL
DAN LEMBAGA KEUANGAN TENTANG INDEPENDENSI
AKUNTAN YANG MEMBERIKAN JASA DI PASAR MODAL.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
-2-
Pasal 1
Ketentuan mengenai independensi Akuntan yang
memberikan jasa di Pasar Modal, diatur dalam Peraturan
Nomor VIII.A.2 sebagaimana dimuat dalam Lampiran
Keputusan ini.
Pasal 2
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Ketua
Bapepam dan LK Nomor: Kep-310/BL/2008 tanggal 1
Agustus 2008 tentang Independensi Akuntan yang
Memberikan Jasa di Pasar Modal dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 28 Februari 2011

2.3. Pengembangan Self Regulatory Organizer

Pasar modal tidak dapat beroperasi tanpa adanya trust atau kepercayaan. Investor
dapat dengan mudah meninggalkan pasar yang terbukti tidak mampu melindungi investornya
untuk mencari pasar lain lebih dapat dipercaya. Sebaliknya, peraturan perundang-undangan
yang dilegislasi oleh Pemerintah sering kali kurang responsif terhadap kebutuhan pasar
modal dan investor menghadapi risiko berupa waktu dan biaya yang timbul dari regulasi yang
tidak perlu.

Melihat manfaat dan tantangan yang dihadapi industri pasar modal, perumusan
regulasi di pasar modal perlu diatur sedemikian rupa. Regulasi yang ada tidak boleh terlalu
longgar sehingga kepentingan dan kepercayaan investor tetap terlindungi. Namun regulasi
7
juga tidak boleh terlalu ketat (over regulated) karena akan membatasi aktivitas ekonomi

8
pelaku pasar. Perumusan regulasi perlu dilakukan secara efektif, efisien dengan
memperhatikan best practise di pasar modal sehingga daya saing dan integritas pasar dapat
terjaga.

Bertitik tolak dari kondisi tersebut, pemerintah seharusnya memberikan peran yang
lebih besar melalui skema Self Regulatory Organization (selanjutnya disebut SRO).SRO
adalah organisasi privat yang bergerak dibidang industri, pembuat kebijakan atau fungsi-
fungsi kepentingan publik di bawah pengawasan/supervisi dari regulator bursa. SRO
biasanya merupakan kombinasi unik dari kepentingan privat dengan peran regulator
pemerintah, yang diwujudkan melalui regulasi yang efektif dan efisien bagi industri pasar
modal yang kompleks dan dinamis. 9

SRO dalam bentuk yang paling lengkap menjalankan 3 (tiga) fungsi utama, antara
lain:

(1) Pembuatan peraturan (rule making) yakni membuat dan menetapkan peraturan yang
mengatur tata tertib anggota dan pihak lain yang terlibat

(2) Pengawasan (supervision) yakni mengawasi anggota, dan pasar serta memonitor
kepatuhan terhadap peraturan;

(3) Penegakan hukum (enforcement) yakni menegakkan kepatuhan terhadap peraturan


dengan cara menyelidiki pelanggaran serta menjatuhkan sanksi kepada yang
melanggar.10

International of Security Commisions Oganization (IOSCO) menyatakan bahwa SRO


diterapkan untuk meningkatkan kapasitas dalam pengaturan dan mendorong kepatuhan
anggota bursa atas regulasi yang ada. Selain itu, SRO juga dapat diarahkan sebagai wujud
pengawasan pasar modal oleh regulator. Penerapan SRO dapat mendorong terciptanya pasar
modal yang lebih efisien, dan pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian.11

International Organization of Securities Commisions (IOSCO), (2007), Model for Effective Self
9

Regulation, : United Nations Conference on Trade & Development, hlm. 2.

John Carson, (2010), Self-Regulation in Securities Markets, Working Paper for World Bank
10

Financial Sector Policy Group, World Bank, hlm. 6


11
Ibid, hlm. 32

9
UU Nomor 8 Tahun 1995 secara implisit menyebutkan bahwa Bursa Efek adalah
SRO. Pasal 9 ayat (1) beserta Penjelasannya menyatakan bahwa Bursa Efek berwenang
menetapkan peraturan bagi anggotanya sehingga ketentuan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek
mempunyai kekuatan mengikat yang wajib ditaati oleh anggotanya. Bursa Efek juga
mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan melalui pemeriksanaan oleh Satuan.
Pemeriksa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 12 ayat (1) UU 8/1995.

Dengan adanya kewenangan untuk menetapkan peraturan maka dapat dikatakan


bahwa Bursa Efek mempunyai fungsi sebagai regulator. Padahal berdasarkan Pasal 7 ayat (1)
UU 8/1995 fungsi Bursa Efek adalah sebagai fasilitator pasar modal. Dengan kata lain
terdapat dualisme fungsi Bursa Efek. Selain itu, Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU 21/2011) juga
menyatakan secara tegas bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal. Artinya,
dalam pasar modal terdapat 2 (dua) regulator yaitu OJK dan Bursa Efek.

Dualisme fungsi Bursa Efek perlu mendapat perhatian khusus. Perlu diketahui secara
pasti fungsi utama Bursa Efek beserta kewenangan dari masing-masing fungsi. Serta penting
untuk digali korelasi Bursa Efek sebagai SRO dengan OJK dalam rangka pengaturan dan
pengawasan pasar modal. Dengan mengetahui fungsi, kewenangan serta korelasi tersebut,
diharapkan tidak terjadi tumpang tindih kebijakan sehingga perdagangan Efek yang teratur,
wajar dan efisien dapat tercapai.

Sebagai SRO, Bursa Efek dalam melaksanakan fungsinya dapat mengalami konflik
kepentingan. Konflik kepentingan merupakan resiko terbesar dari SRO. Konflik timbul
karena Bursa Efek sulit untuk objektif dalam melakukan pengawasan dan penindakan kepada
Anggota Bursa yang melakukan pelanggaran. Potensi ini sangat besar mengingat Anggota
Bursa adalah pemegang saham Bursa Efek itu sendiri. Bursa Efek seolah–olah dihadapkan
pada dua kepentingan berbeda yaitu kepentingan melindungi investor dan kepentingan
memfasilitasi Anggota Bursa selaku pemegang saham untuk mencari keuntungan sebanyak-
banyaknya.

Bursa Efek diwajibkan untuk melindungi kepentingan investor melalui


penyelenggaran sistem dan atau sarana pendukung dan mengawasi kegiatan Anggota Bursa

10
Efek.12Keberadaan sistem dan atau sarana pendukung dimaksud memungkinkan Bursa Efek
melakukan pengawasan terhadap anggotanya dengan efektif. Pengawasan yang memadai
sangat diperlukan mengingat Anggota Bursa rentan terkena moral hazard dengan
menyalahgunakan kedudukannya sebagai pemegang saham.

Karakteristik Bursa Efek sebagai SRO Sebagai institusi yang berbadan hukum
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT), Bursa Efek mempunyai perbedaan dengan PT
pada umumnya. Apabila PT pada umumnya didirikan melalui perjanjian untuk melakukan
kegiatan usaha dengan tujuan mencari keuntungan (profit oriented), maka Bursa Efek
sebagaimana diamanatkan oleh UU 8/1995 didirikan dengan tujuan untuk menyelenggarakan
perdagangan Efek yang teratur, wajar dan efisien.

Sifat pengaturan SRO Bursa Efek hanya mencakup hal-hal yang bersifat teknis
operasional serta manajerial. Hal ini dilatarbelakangi anggapan bahwa SRO dianggap yang
paling mengetahui kebiasaan dan kondisi pasar sehingga diberikan sebagian kewenangan
pengaturan. Harapannya adalah SRO dapat lebih cepat merespon perkembangan pasar dan
perumusan regulasi akan lebih efektif dan efisien.

Fungsi utama regulator pasar modal dibebankan pada OJK. Apabila Bursa Efek
sebagai front line responsibility bertugas melakukan pengaturan dalam ranah mikro, maka
OJK sebagai regulator utama bertugas melakukan pengaturan dalam ranah makro. Dalam
menjalankan tugasnya, OJK diberikan kewenangan secara luas oleh UU 21/2011 termasuk
menyetujui atau menolak peraturan Bursa Efek. Inilah karakteristik ketiga SRO Bursa Efek
yakni perlunya persetujuan OJK dalam proses penetapan peraturan Bursa.

Mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
46/POJK.04/2016 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan oleh Bursa Efek (selanjutnya
disebut POJK 46/2016) OJK berwenang memberikan persetujuan atau penolakan paling
lambat 60 (enam puluh) hari sejak permohonan diterima. Persetujuan ini bersifat mutlak,
ketiadaan persetujuan OJK menyebabkan peraturan tersebut tidak dapat diberlakukan. Selain
itu terhadap peraturan yang dimintakan persetujuan, OJK juga memiliki kewenangan antara
lain: mengubah materi pengaturan, meminta tambahan informasi, meminta penafsiran
peraturan dan membatalkan penafsiran. OJK berdasarkan UU 21/2011 juga diberikan
kewenangan untuk mencabut peraturan Bursa Efek.

12
Pasal 7 ayat (2) UU 8/1995

11
Setiap peraturan yang ditetapkan baik oleh Bursa Efek Indonesia ataupun oleh OJK
harus saling mendukung dalam terciptanya pasar yang wajar, efektif dan efisien. Para
investor akan menilai keberadaan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
sebagai alat untuk menentukan pola sekaligus keputusan investasinya. Peraturan perundangan
yang lengkap dan efektif akan membuahkan kepercayaan masyarakat dan pada gilirannya
akan menghasilkan integritas pasar, pertumbuhan dan kemajuan pasar modal. 13

Pengawasan pemerintah (regulator) merupakan elemen esensial dari struktur SRO


untuk memastikan bahwa kepentingan masing- masing stakeholder terwakili dan diberikan
pertimbangan yang memadai sehingga tercipta mekanisme check and balances. Mengingat
konflik kepentingan tidak dapat dihindari dari konsep SRO, maka yang diutamakan bukanlah
menghilangkan konflik, melainkan menjamin bahwa konflik ditangani secara tepat, dan
memastikan bahwa konflik tidak mempengaruhi tindakan dan kebijakan organisasi. 14
SRO
dan regulator harus menggunakan pendekatan yang luas dalam mengatasi konflik
kepentingan. Menurut ICSA dalam mengelola konflik kepentingan SRO harus menyusun
struktur, kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa potensi konflik kepentingan dalam
kegiatan pengaturan, perdagangan atau penegakan hukum dikelola secara tepat dengan cara:

(1) Membuat batasan secara jelas antara kegiatan pengaturan dengan kegiatan
perdagangan atau pengawasan,
(2) Membuat organ/badan terpisah untuk mengawasi fungsi pengaturan SRO, (3)
(3) Memisahkan struktur organisasi terkait pengaturan dan perdagangan;
(4) Tanggung jawab pengaturan oleh SRO harus ditentukan secara jelas;
(5) Menyusun kebijakan dan prosedur dalam menangani konflik kepentingan.

Tujuan dari pengawasan adalah memastikan bahwa SRO memenuhi syarat serta
tanggung jawab hukum dan mampu menjalankan fungsi regulasinya secara efektif.
Pengawasan SRO oleh regulator juga dibutuhkan dalam rangka menjamin akuntabilitas SRO
dan penanganan konflik kepentingan secara tepat.

Adanya pengawasan regulator terhadap SRO membantu mewujudkan perdagangan


efek yang teratur, wajar dan efisien melalui perumusan regulasi yang efektif dan efisien.
Regulasi yang ada tidak boleh membatasi aktivitas ekonomi (baik itu di perusahaan ataupun

13
Jusuf Anwar, (2008), Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Bandung: Alumni,
hlm. 118
14
John Carson, Op.cit, hlm. 41

12
aktivitas perdagangan di pasar modal) atau membatasi proses alokasi sumber daya dan
inovasi. Idealnya regulasi pasar modal harus mendorong daya saing Bursa melalui
penyelarasan dengan best practise pasar modal untuk menghindari perpindahan aliran dana
kepada pasar modal lain yang lebih lemah regulasinya.15

SRO memiliki peraturan dan ketentuan yang mengikat bagi pelaku pasar modal
sebagai fungsi pengawasan untuk mencegah praktik perdagangan yang dilarang. Lembaga
SRO di Pasar Modal Indonesia adalah:

1.) Bursa Efek: pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana
untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan efek diantara mereka (UUPM Pasal 1). Bursa Efek Indonesia
(BEI) didirikan dengan tujuan menyelenggarakan perdagangan efek yang teratur,
wajar dan efisien. Bursa Efek Indonesia bertugas untuk menyelenggarakan
perdagangan efek yang teratur wajar dan efisien, menyediakan sarana pendukung
serta mengawasi kegiatan anggota bursa efek, menyusun rancangan anggaran tahunan
dan pengunaan laba Bursa Efek dan melaporkannya ke OJK. Fungsi bursa lainnya
adalah menjaga kelangsungan pasar (market liquidity) dan menciptakan harga efek
yang wajar.
2.) KPEI: PT Kliring Penjamin Emisi Indonesia adalah pihak yang menyelenggarakan
jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa (UUPM Pasal 1). Kliring
atas transaksi saham di bursa adalah proses penentuan hak dan kewajiban yang timbul
dari kegiatan perdagangan efek di BEI. KPEI didirikan dengan tugas untuk
menyediakan jasa kliring dan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan
efisien serta menjamin penyerahan secara fisik baik saham maupun uang. Saham
KPEI mayoritas dimilik oleh BEI dan sisanya hanya dapat dimiliki oleh Perusahaan
Efek, Biro Administrasi Efek dan Bank Kustodian.
3.) KSEI: PT Kustodian Sentral Efek Indonesia adalah pihak yang menyelenggarakan
kegiatan kustodian yang tersentralisir bagi bank kustodian, perusahaan efek dan pihak
lain (UUPM Pasal 1). Penyelesaian transaksi perdagangan saham di bursa adalah
dengan memberi kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi anggota bursa efek
yang timbul dari transaksi bursa. KSEI didirikan dengan tugas untuk menyediakan

15
Ibid, hlm. 19

13
jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi yang teratur, wajar dan efisien,
mengamankan pemindahtanganan efek serta penyelesaiannya (settlement) (UUPM
Pasal 14). Pemegang saham KSEI adalah Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro
administrasi Efek dan Bank Kustodian.
4.) SIPF (Indonesia Securities Investment Protection Fund) Penyelenggara Dana
Perlindungan Pemodal adalah Perseroan yang telah mendapatkan izin usaha dari OJK
untuk menyelenggarakan dan mengelola Dana Perlindungan Pemodal. Dalam hal ini
diamanatkan kepada Indonesia SIPF.

2.4. Pengertian dan Konsep Dasar

Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory
dan agency theory (Chinn,2000; Shaw,2003). Stewardship theory dibangun di atas asumsi
filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya,
mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap
pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang
saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat
dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun
stakeholder.Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson,
memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham,
akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak
yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan
selanjutnya, agency theorymendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan
kenyataan yang ada. Berbagai pemi-kiran mengenai corporate governance berkembang
dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh
kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Good corporate governance (GCG) secaradefinitif merupakan sistem yang mengatur


dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama,
pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure)
secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan stakeholder. Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep
good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness,

14
transparency,accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena
penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja
yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif berkembang
sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun
1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD (kelompok Negara-
negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999.

Prinsip-Ptrinsip GCG

Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:

1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses


pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil
dan relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen
yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang ber-laku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjikan pentahapan yang
cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat
kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan
dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-
perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan
berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).
a. Tahap Persiapan

15
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment,
dan 3) GCG manual building. Awareness building merupakan langkah awal untuk
membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli
independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui
seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya
untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam
penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level
penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna
mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi
penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan
untuk mengidentifikasi aspek-aspek apa yang perlu mendapatkan perhatian
terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk
mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG
assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan
dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman
implementasi GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan
bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan
antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keselu-ruhan
anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:
- Kebijakan GCG perusahaan
- Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
- Pedoman perilaku
- Audit commitee charter
- Kebijakan disclosure dan transparansi
- Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
- Roadmap implementasi
b. Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai
implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan
berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai
pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim
khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan

16
direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion
di perusahaan.
2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG
yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat
top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan.
Imple-mentasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan
(change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan
oleh implementasi GCG.
3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi
mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses
bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini
dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau
sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin
dalam seluruh aktivitas perusahaan.
c. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilaku-kan secara teratur dari waktu ke
waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan
dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring
atas praktik GCG yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat
memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan
yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring
juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di
lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali
kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga
dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi
yang diberikan.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sasaran pengembangan pasar modal dalam rangka mengantisipasi perkembangan


global dilakukan antara lain restrukturisasi bursa efek, LKP, dan LPP untuk meningkatkan
efisiensi dan daya saing pasar modal Indonesia dan memastikan Bursa LKP serta LPP siap
menghadapi perubahan pasar yang dinamis. Perkembangan pasar modal dapat dilakukan
dengan menggunakan prinsip demutualisasi. Demutualisasi akan menimbulkan beberapa
keuntungan bagi bursa, namun untuk mensukseskan konsep demutualisasi ini para pemegang
saham dan pemangku kepentingan harus berkomitmen untuk memajukan pasar modal secara
konsisten tidak hanya mencari keuntungan. Demutualisasi mempunyai dua model, yaitu :
Direct Demutualization dan Holding Company. Untuk menerapkan kedua model tersebut
Indonesia memerlukan pembaruan undang-undang pasar modal seperti UU Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perusahaan, UU Nomor 9 Tahun 1969 tentang BUMN, UU Nomor 4 Tahun
1998 tentang Kepailitan, dan peraturan terkait lainnya. pemerintah juga harus memberikan
peran yang lebih besar melalui skema Self Regulatory Organization (selanjutnya disebut
SRO). Penerapan SRO dapat mendorong terciptanya pasar modal yang lebih efisien, dan pada
akhirnya akan meningkatkan perekonomian. Dalam regulasi,SRO secara implisit diatur
dalam Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1995. Karakteristik Bursa Efek sebagai SRO
Sebagai institusi yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT), Bursa
Efek mempunyai perbedaan dengan PT pada umumnya. Apabila PT pada umumnya didirikan
melalui perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha dengan tujuan mencari keuntungan
(profit oriented), maka Bursa Efek sebagaimana diamanatkan oleh UU 8/1995 didirikan
dengan tujuan untuk menyelenggarakan perdagangan Efek yang teratur, wajar dan efisien.
Pengawasan pemerintah (regulator) merupakan elemen esensial dari struktur SRO untuk
memastikan bahwa kepentingan masing- masing stakeholder terwakili dan diberikan
pertimbangan yang memadai sehingga tercipta mekanisme check and balances. Lembaga
SRO di pasar modal meliputi : Bursa Efek,KPEI,KSEI dan SIPF (Indonesia Securities
Investment Protection Fund). Dalam melakukan SRO suatu perusahaan harus memperhatikan
prinsip Good Corporate Governance (GCG).

18
3.2. Saran

Untuk melakukan pengembangan pasar modal,diperlukan pembaruan regulasi untuk


menyesuaikan ketentuan dalam standar internasional sehingga sikap pengembangan pasar
modal tidak menyimpang dan mewakili kepentingan masing-masing stakeholder.
Pengembangan pasar modal juga harus tetap memperhatikan prinsip Good Corporate
Governance (GCG) untuk mencapai implementasi perusahaan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Jusuf. 2008. Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Bandung:
Alumni.

Anwar, B. A. (2019). Karakteristik Bursa Efek Sebagai Self-Regulatory Organization. Justitia


Jurnal Hukum, 3(1).

Irwan Adi Ekaputra, Demutualisasi Bursa Efek Indonesia, Lembaga Management Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

International Organization of Securities Commisions (IOSCO). 2007. Model for Effective


Self Regulation, : United Nations Conference on Trade & Development.

John Carson. 2010. Self-Regulation in Securities Markets. Working Paper for World Bank
Financial Sector Policy Group, World Bank.

JANUARITA, R. T. P. (2006). Pedoman umum good corporate governance Indonesia.

Njatrijani, R., Rahmanda, B., & Saputra, R. D. (2019). Hubungan Hukum dan Penerapan
Prinsip Good Corporate Governance dalam Perusahaan. Gema Keadilan, 6(3), 242-267.

Siaran Pers Bersama SP 21/DHMS/OJK/III/2020 dan PR No: 033/BEI.SPR/03-2020.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

20
NOTULENSI

1. PENANYA : Ryan prianggih


Dalam prinsip-prinsip good corporate gorvernance diatas, apa korelasinya dari regulasi
dalam SRO, apakah sudah terpenuhi nilai prinsip2 diatas dalam pengembangan SRO?

PENJAWAB : Irnie Mela Yusnita


Korelasi peranan implementasi prinsip Good Corporate Governance adalah untuk memberikan
mekanisme dan pedoman dalam memberikan keseimbangan bagi para stakeholders dalam
memenuhi kepentingannya masing masing. Melalui prinsip Good Corporate Governance
kepentingan yang saling bertentangan itu dicoba di keseimbangan. Apabila anggota
stakeholders terpenuhi kepentingan secara maksimum tanpa harus merugikan kepentingan
stakeholders lainnya, maka titik ekuilibrium tercapai dan pada saat itu kepentingan perusahaan
akan gerimis kan dengan utuh.
Pengawasan pemerintah (regulator) merupakan elemen esensial dari struktur SRO untuk
memastikan bahwa kepentingan masing-masing stakeholder terwakili dan diberikan
pertimbangan yang memadai sehingga tercipta mekanisme check and balances. Mengingat
konflik kepentingan tidak dapat dihindari dari konsep SRO, maka yang diutamakan bukanlah
menghilangkan konflik, melainkan menjamin bahwa konflik ditangani secara tepat, dan
memastikan bahwa konflik tidak mempengaruhi tindakan dan kebijakan organisasi.

2. PENANYA : Eva Fadillah


Salah satu elemen penting dalam keterbukaan yaitu kewajiban bagi emiten untuk tiap
kali memutakhirkan informasi. Sehubungan dengan kebutuhan kebutuhan investor untuk
mendapatkan data dan informasi yang mutakhir dalam melakukan keputusan investasi,
apakah kewajiban untuk melakukan pemutakhiran data ini dibebankan juga kepada dan
harus dilakukan oleh emiten?

PENJAWAB : Raden Roro Adhellia


Undang-undang pasar modal memang tidak secara tegas membebankan adanya
kewajiban ini kepada emiten. Tetapi ini bukan berarti bahwa kewajiban untuk
melakukan updating itu tidak ada. Pasal 86 ayat (1) a dan b., misalnya, menyatakan
bahwa emiten yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif atau perusahaan

21
publik wajib menyampaikan laporan secara berkala dan laporan peristiwa material
kepada BAPEPAM dan mengumumkan laporan.

22

Anda mungkin juga menyukai