Anda di halaman 1dari 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEKAYAAN INTELEKTUAL

DALAM INDUSTRI KULINER DI INDONESIA

Dosen Pengampuh:

Disusun Oleh:
Nama :
NPM :

PROGRAM
FAKULTAS UNIVERSITAS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan proposal ini dengan baik.

Proposal penulis dapat selesai dengan tepat waktu atas bantuan serta dukungan dari
beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan serta dukungan terhadap penulisan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat membuat tugas ini menjadi lebih baik serta
bermanfaat bagi kami dan juga pembaca.

2 Juni 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................................6
BAB II KERANGKA TEORI..............................................................................................7
2.1 Tinjauan Umum Kekayaan Intelektual...................................................................7
2.2 Implementasi Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesa....................10
BAB II METODE PENELITIAN.....................................................................................14
3.1 Jenis Penelitian..................................................................................................... 14
3.2 Definis Operasional Variabel............................................................................... 14
3.3 Populasi dan Sampel.............................................................................................14
3.4 Alat Ukur Penelitian..............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini dunia industri sedang mengalami perubahan yang dapat disebut dengan Revolusi
Industri 4.0. "Perubahan yang cukup mendasar di suatu bidang" adalah bagaimana kata
"revolusi" dapat dipahami. Sebuah revolusi adalah perubahan signifikan pada cara hidup. Karena
revolusi ini merupakan yang keempat (keempat) berlangsung dalam sejarah kemajuan industri,
maka dikenal dengan Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri Keempat memungkinkan manusia
untuk menggunakan sistem otomasi dalam kehidupan sehari-hari, terutama di bidang industri,
yaitu menggunakan teknologi dan mesin tanpa bantuan tenaga manusia.

Efek baik dan negatif dari fenomena ini memiliki dampak besar pada kehidupan industri.
Pesatnya kemajuan teknologi yang mempermudah akses informasi dan telekomunikasi
merupakan dampak baik yang dirasakan pasca revolusi industri 4. Selain itu, Revolusi Industri
4.0 berpotensi menurunkan biaya produksi serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam
penciptaan barang dan jasa dalam dunia industri. Kelemahan dari kemudahan sistem otomasi
adalah menggantikan tenaga manusia yang tidak lagi diperlukan dengan teknologi mesin, yang
meningkatkan tingkat pengangguran dan menciptakan persaingan yang ketat di pasar tenaga
kerja. Fajrin Rasyid, co-founder Bukalapak, menyatakan bahwa 4.0 sebuah fenomena industri
yang dapat menghilangkan 800 juta lapangan pekerjaan di seluruh dunia karena diambil ahli oleh
robot (Disemadi,2021:56).

Hak kekayaan intelektual (HKI), termasuk paten, hak cipta, hak merek, royalti, dan
desain industri, dipandang memiliki pengaruh signifikan terhadap ekonomi kreatif. Di era
ekonomi kreatif, kekayaan intelektual menjadi hal yang krusial. Inovasi baru akan muncul dalam
bentuk teknologi, desain, karya seni, dan media lainnya karena perusahaan di sektor ekonomi
kreatif sangat mengandalkan kecerdikan sumber daya manusia (SDM). Untuk memberikan
perlindungan hukum kepada penemu dan pencipta atas gagasannya, inovasi tersebut harus
didaftarkan HKI-nya (Alfons, 2018). HKI, kadang-kadang dikenal sebagai "istilah payung" atau
tangkapan hukum untuk beberapa jenis kekayaan intelektual yang ada, adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepada seseorang yang telah menciptakan karya atau penemuan baru. HKI
hadir dalam berbagai bentuk, termasuk paten, merek dagang, desain industri, indikasi geografis,

4
varietas tanaman, desain sirkuit terpadu, rahasia dagang, hak cipta, lisensi, dan waralaba, antara
lain. HAKI adalah cara pemerintah untuk menunjukkan penghargaannya atas waktu dan upaya
yang dilakukan orang untuk menciptakan karya atau gagasan baru dengan memberikan mereka
hak eksklusif dan perlindungan hukum.

Hak eksklusif pencipta atau penemu adalah hak yang dapat mereka gunakan atau batasi
agar tidak terjadi pada orang lain tanpa izin mereka saat membuat, menggunakan, mengekspor,
mengimpor, menjual, atau mendistribusikan suatu karya atau penemuan. Namun pada
kenyataannya masih terdapat beberapa persoalan dan kesulitan dalam penerapan aturan HKI di
Indonesia, khususnya pada masa Revolusi Industri. 4.0

Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merumuskan


tujuan negara sebagai berikut: ”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial..., yang kemudian dituangkan dalam pasal-pasal UUD 1945, yang salah satu aspeknya
menggambarkan kesejahteraan suatu bangsa atas keberhasilannya dalam pembangunan ekonomi.
Dalam pasal 33 UUD 1945 menyebutkan:

1. Perekonomian merupakan usaha bersam bedasarkan asas kekeluargaan.


2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip keadilan, kebersamaan, efisiensi, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional (Alfons,2017)
Lebih lanjut lagi dalam konsideran ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001
menyatakan bahwa ”sumber daya alam/sumber daya agraris meliputi bumi, air, ruang
angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya sebagai rahmat Tuhan Yang
Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan nasional yang wajib disyukuri.

5
Oleh karena itu harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang
dan generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.”
Klausul-klausul tersebut di atas menjadi pedoman penting untuk mengembangkan
konsepsi negara kesejahteraan bagi masyarakat luas tentang bagaimana mengelola
sumber daya alam negara, khususnya bagaimana menjaga kekayaan intelektual (KI).
Kurangnya perlindungan terhadap KI menyebabkan banyak pencurian dan penggunaan
kekayaan intelektual Indonesia, bahkan untuk kepentingan ekonomi negara lain.
Indonesia memiliki konsep perlindungan hukum terhadap barang dan produk yang telah
ada agar yang bernilai ekonomis dapat tetap eksis dan membawa kemakmuran bagi
masyarakat. Seharusnya negara kepulauan dengan pengetahuan, tradisi, dan budaya yang
menghasilkan berbagai barang dan produk dengan potensi ekonomi tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan permasalahan,sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual di Indonesia?
2. Bagaimanakah implementasi proses perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual
dalam industri kuliner di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mendeskripsikan perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual di Indonesia.
2. Mendeskripsikan proses implementasi perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual
dalam industri kuliner di Indoneisa.

6
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Tinjauan Umum Kekayaan Intelektual
Sejarah mendokumentasikan bahwa orang memiliki hak hukum untuk menguasai properti
dan barang sejak awal peradaban hingga saat ini untuk melindungi kepentingan dan kekayaan
mereka. Kekayaan juga telah berubah, seiring dengan peningkatan teknologi konsepsi. Saat ini,
sistem hukum membagi uang menjadi tiga kategori: pertama, kekayaan pribadi, juga dikenal
sebagai aset berwujud, diakui sebagai milik pribadi oleh mayoritas masyarakat; kedua, kekayaan
batin, yang mencakup aset berwujud seperti tanah dan bangunan; dan ketiga, kekayaan yang
dikenal sebagai kekayaan intelektual. Berkaitan dengan KI, setiap negara mengakui hak milik
atas gagasan produk natura, seperti hak cipta, paten, merek dagang, dan rahasia dagang, serta tata
letak sirkuit terpadu dan jenis pembangkit.

Gagasan KI dibangun di atas kreasi intelektual manusia yang menuntut pengorbanan


tenaga, waktu, dan biaya. Karena imbalan yang diterima, pengorbanan semacam itu memberi
nilai ekonomi pada kerja yang dilakukan. Mendorong perlunya pengakuan pekerjaan melalui
perlindungan HKI yang sah berdasarkan konsep tersebut. Secara substantif, pengertian KI adalah
kekayaan yang berkembang atau lahir sebagai hasil dari akal manusia.

KI menurut David Bainbridge dikatakan; “that area of law which concerns legal rights
assosiated with creatif effortor comercial reputation and goodwill. Gagasan David ini terlihat
sangat mirip dengan strategi hukum. Karena diakhiri dengan melihat keprihatinan KI, itu masuk
akan bermuara pada prinsip-prinsip hukum, khususnya yang terkait dengan perlindungan
kekayaan intelektual. Namun pandangan lain menegaskan bahwa KI adalah pengakuan dan
penghargaan seseorang atau badan hukum atas kerja intelektualnya, yang memberikan hak
istimewa kepadanya baik dalam bidang sosial maupun ekonomi.

Secara keseluruhan, ada satu kesamaan antara sistem KI masa lalu yang dibuat dari waktu
ke waktu melalui proses domestik dan standar yang terkandung dalam TRIPs. Proteksi IP untuk
pengembangan dan implementasi sistem masih didorong di dalam negeri. Jika dilihat dari
perspektif kebijakan, KI tidak diakui dan dilindungi hanya demi IC atau sebagai tanggapan
lemah terhadap kewajiban global, melainkan sebagai komponen penting dari infrastruktur hukum

7
dan perdagangan yang diperlukan untuk membuat investasi dan perdagangan lebih
menguntungkan.

Pembahasan ini bertujuan untuk membahas perlindungan hak kekayaan intelektual dari
pembajakan atas karya penemuan di bidang sastra, seni, teknologi, dan ilmu pengetahuan.
Kehadiran TRIPs memiliki konsekuensi baru, dimana adaptasi dituntut untuk terus mengikuti
dinamika pertumbuhan perangkat hukum, yang menimbulkan tantangan baru yang sebelumnya
tidak dapat dijawab oleh peraturan perundang-undangan nasional.

Kalaupun ada peluang dan tantangan, ini adalah situasi yang sangat sulit dan pelik bagi
Indonesia. Indonesia yang kaya sumber daya alam pasti akan menarik investor dengan implikasi
untuk pembangunan hukum, termasuk kebijakan dalam peraturan perundang-undangan,
termasuk bagaimana menyelaraskan persyaratan perjanjian internasional dengan hukum nasional
untuk melestarikan IP yang sudah ada. Persoalannya jauh lebih penting, khususnya bagaimana
pemerintah Indonesia dapat secara efektif meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mendaftarkan karya inovatifnya dan menghindari plagiarisme di seluruh negeri.

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta (“UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta”), Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) pada hakekatnya adalah cara negara untuk
mengungkapkan penghargaan kepada pencipta, penemu, dan perancang dengan memberikan hak
moral dan ekonomi kepada mereka. . Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 adalah
hak yang melekat selamanya pada pencipta untuk: (a) tetap mencantumkan atau tidak
mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan penggunaan ciptaannya untuk umum;
(b) Menggunakan nama asli atau nama samaran; (c) Mengubah ciptaannya sesuai dengan
kesusilaan dalam masyarakat; (e) Mengubah judul dan subjudul ciptaan; dan (f)
Mempertahankan hak mereka.

Hal-hal yang merusak reputasi atau kehormatan seseorang, seperti mendistorsi,


memutilasi, atau mengubah karya. Pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan
keuntungan finansial dari karya mereka. Pencipta/penemu/perancang juga memiliki hak
eksklusif, seperti kuasa untuk melakukan atau melarang orang lain untuk membuat,
menggunakan, mengekspor, mengimpor, menjual, atau mendistribusikan suatu ciptaan/penemuan
tanpa izinnya, selain hak moral dan ekonomi. Hak milik industri dan hak cipta adalah dua jenis
utama HKI. Paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, dan

8
varietas tanaman adalah beberapa jenis hak milik industri. Pencipta karya di bidang humaniora,
sains, dan seni diberikan hak cipta. Perundang-undangan yang mengatur hak cipta di Indonesia
yaitu UU Hak Cipta. Pencipta didefinisikan sebagai “seorang atau lebih yang secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama menghasilkan Ciptaan yang bersifat khas dan pribadi” menurut Pasal
1 Undang-Undang Hak Cipta. Hak Cipta bersifat otomatis, oleh karena itu perlindungan terhadap
suatu ciptaan akan mulai berlaku segera setelah pertama kali diwujudkan dalam bentuk yang
nyata. Pendaftaran tidak diperlukan. Dalam situasi ini, pendaftaran hak cipta hanya berfungsi
sebagai formalitas dan sebagai bukti di pengadilan jika timbul perselisihan mengenai ciptaan.

Selain hak cipta, paten adalah jenis HKI lain yang diberikan kepada penemu yang
menciptakan inovasi teknologi baru. Inventor didefinisikan sebagai “... seorang atau beberapa
orang yang secara bersama-sama melakukan suatu gagasan yang dituangkan dalam suatu
kegiatan yang menghasilkan suatu penemuan” dalam Pasal 1 Undang-Undang Paten (“Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten”) . Solusi keseluruhan untuk beberapa masalah
teknologi diberikan melalui penemuan, yang dapat berupa proses, hasil produksi, peningkatan
dan pengembangan proses, atau peningkatan dan kemajuan hasil produksi. Undang-Undang
Paten memuat aturan-aturan yang berkaitan dengan paten. Ada dua (dua) kategori paten yang
berbeda: paten biasa dan paten sederhana.

Paten sederhana diberikan untuk inovasi yang dikembangkan dari penemuan yang sudah
ada, sedangkan paten biasa diberikan untuk penemuan baru. Kemudian, untuk kepentingan bisnis
dan perlindungan konsumen, merek adalah tanda yang digunakan untuk mengkategorikan dan
membedakan suatu produk dengan produk lainnya. “Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis” atau UU Merek & GI, memuat aturan yang berkaitan
dengan merek. Mempermudah pelanggan untuk mengenali setiap produk adalah tujuan utama
merek. Merek dagang dan merek layanan adalah dua kategori di mana merek dapat
diklasifikasikan. Merek dagang digunakan untuk membedakan satu produk dari produk lain yang
serupa, sedangkan merek layanan digunakan untuk membedakan satu layanan dari layanan lain
yang serupa. Selain itu juga ada merek yang digunakan untuk barang dan jasa dengan fitur yang
sama yang disebut sebagai merek kolektif. Selain itu, menurut Pasal 1 UU Merek dan Indikasi
Geografis, “pengguna indikasi geografis adalah pihak yang mendapat kuasa dari pemegang hak
indikasi geografis yang terdaftar untuk mengolah dan/atau memasarkan barang dan/atau produk

9
berindikasi geografis. dokumen deskripsi adalah catatan tertulis yang memuat rincian tentang
reputasi, kualitas, dan atribut lain dari barang dan/atau produk dalam kaitannya dengan unsur-
unsur geografis yang digunakan indikasi-geografis Indikasi-geografis adalah tanda yang
menunjukkan daerah asal suatu produk yang menunjukkan ciri-ciri khusus yang berkaitan
dengan lingkungan setempat, apakah itu alami, buatan manusia, atau kombinasi keduanya
Peraturan berlaku untuk indikasi geografis.

“Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang” mengatur tentang


rahasia dagang, yang merupakan jenis lain dari HAKI. Rahasia dagang adalah informasi bisnis
atau teknologi yang bernilai uang dan dirahasiakan oleh pemiliknya. Kemudian Satu set tanaman
yang termasuk jenis atau spesies yang sama yang berbeda dari genotipe yang sudah ada
sebelumnya dalam fitur genotipe mereka disebut sebagai varietas tanaman, yang juga dilindungi
oleh HKI. “Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman”
mengatur mengenai varietas tanaman.

2.2 Implementasi Perlidungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia


Proses pendaftaran HKI dapat dilakukan dengan salah satu dari dua cara: deklaratif
(pertama menggunakan) atau konstitutif (pertama mengajukan). Menurut prosedur first-to-file,
orang yang mengajukan permohonan pendaftaran terlebih dahulu akan mendapat perlindungan
hukum atas kekayaan intelektual (Ridla, 2019). Teknik ini digunakan untuk melindungi varietas
tanaman, paten, merek dagang, desain industri, dan rencana tata letak sirkuit terpadu. Sebaliknya,
sistem penggunaan pertama memberikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual kepada
pemilik asli atau pengguna pertama barang tersebut. Pihak pertama memiliki beban pembuktian
jika pihak lain menyatakan bahwa mereka adalah pemilik sah dari kekayaan intelektual yang
bersangkutan.

Sistem KI merupakan hak privat, artinya negara telah memberikan hak eksklusif tersebut
kepada individu yang tidak lebih dari satu orang hadiah atas upaya atau inovasinya,
menginspirasi orang lain untuk mengejar pengembangan lebih lanjut. Pembangunan diantisipasi
untuk dicatat agar pihak lain menghindari pelaksanaannya. Dengan pengembangan yang
memungkinkan, nilai tambah lebih tinggi lagi. Menurut A. Zen Orang Dahulu, gagasan hak
eksklusif KI kepada pemegang hak adalah sebagai berikut: pembayaran yang memadai untuk

10
kreativitas, pemikiran, dan usaha yang telah dilakukan oleh pencipta, penemu, dan perancang.
Last but not least, Hak atas IP adalah kemampuan untuk bertindak sehubungan dengan KI.

“Warisan, hibah, wasiat, dijadikan milik negara, atau melalui perjanjian dengan suatu
akta” adalah segala cara yang dapat dilakukan untuk meloloskan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI), seluruhnya atau sebagian. HKI dialihkan untuk tujuan komersial, yaitu untuk digunakan
oleh atau dengan otorisasi dari pihak lain sesuai dengan kontrak untuk mengeksploitasi hak
ekonomi atas kekayaan intelektual. HAKI tidak dapat dialihkan secara lisan; sebaliknya, harus
dilakukan secara tertulis, khususnya melalui kontrak dengan akta resmi atau akta di bawah
tangan. Kekayaan intelektual dialihkan dengan hibah dan wasiat jika pencipta, penemu, atau
perancang yang ingin melakukannya masih hidup. Lisensi digunakan untuk mentransfer
kekayaan intelektual ketika izin dikeluarkan untuk transaksi.

Semua bentuk kekayaan intelektual yang tercakup dalam undang-undang—termasuk


varietas tanaman, paten, merek dagang, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan
rahasia dagang adalah subjek perlindungan. Kecuali undang-undang menentukan secara berbeda,
hanya kekayaan intelektual yang telah didaftarkan dan diverifikasi oleh sertifikat pendaftaran
yang dilindungi. Kerangka waktu yang berbeda berlaku untuk perlindungan kekayaan
intelektual, adapun contohnya sebagai berikut.

1. Jangka waktu perlindungan atas hak cipta adalah pencipta seumur hidup ditambah 70
tahun setelah pencipta meninggal dunia, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 58
UU Hak Cipta yang menyebutkan “...berlaku selama hidup pencipta dan terus
berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, dihitung
mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya”;
2. Perlindungan atas hak paten sederhana adalah 10 (sepuluh) tahun berdasarkan Pasal 23
ayat 1 UU Paten yang berbunyi “paten sederhana diberikan untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan”, dan perlindungan atas Hak Paten
Biasa adalah 20 (dua puluh) tahun berdasarkan Pasal 22 ayat 1 UU Paten yang berbunyi
“paten diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal
penerimaan”;
3. Perlindungan atas hak merek adalah 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang setiap
kali untuk masa yang sama. Hal ini telah disebutkan dalam Pasal 35 UU Merek & IG

11
yang berbunyi “merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan”;
4. Perlindungan atas hak desain industri adalah 10 (sepuluh) tahun berdasarkan Pasal 5 UU
Desain Industri yang berbunyi “Perlindungan terhadap hak desain industri diberikan
untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejaktanggal penerimaan”;
5. Dengan adanya unsur kerahasiaan dalam Rahasia Dagang, maka perlindungan jangka
waktu atas Rahasia Dagang adalah tanpa batas mengacu pada UU Rahasia Dagang
6. Perlindungan atas Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah 10 (sepuluh) tahun
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UU Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang
berbunyi “(1) Perlindungan terhadap Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan
kepada Menulis Hak sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial
dimanapun, atau sejak tanggal penerimaan,...(3) perlindungan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diberikan selama 10 (sepuluh) tahun”; dan
7. Perlindungan atas varietas tanaman adalah 20 (dua puluh) hingga 25 (dua puluh lima)
tahun sejak tanggal pemberian Hak Varietas Tanaman. Dalam hal ini, jangka waktu 20
(dua puluh lima) tahun diberikan untuk tanaman semusim, dan jangka waktu 25 (dua
puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan. Hal ini tertera dalam UU Perlindungan
Varietas Tanaman.

Setiap peraturan perundang-undangan terkait HKI mengatur mengenai penawaran HKI,


pengaturannya adalah sebagai berikut

1. Pengalihan hak cipta dikarenakan pewarisan, hibah, dan wasiat harus dilakukan secara
tertulis. Hak cipta akan menjadi milik ahli waris ketika pencipta meninggal dunia.
Pelaksanaan hak cipta warisan harus berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Hak cipta akan dijadikan milik negara apabila setelah 70 tahun pencipta meninggal dunia
dan tidak ada ahli waris maupun keluarga yang mengambil alih hak cipta tersebut
2. Paten dapat dialihkan melalui pewarisan, hibah, wasiat, dan hal lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Segala bentuk pelunasan paten wajib dicatat dan
diumumkan, dengan mengajukan permohonan pencabutan paten kepada Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan permohonan tersebut harus disertai dengan
bukti-bukti tertulis;

12
3. Hak Merek dapat dialihkan melalui pewarisan, hibah, wasiat, dan hal lain yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Merek yang dapat dialihkan adalah merek yang
sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebelumnya. Pengalihan
hak atas merek dapat dilakukan pada saat proses permohonan pendaftaran merek.
Pengalihan hak atas merek wajib dipakai kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual dan dicatatkan dalam Daftar Umum Merek;
4. Pengalihan hak atas Desain Industri dapat dilakukan melalui pewarisan, hibah, wasiat,
dan hal lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengalihan tersebut harus
disesuaikan dengan Direktorat
5. Pengalihan hak atas Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat dilakukan melalui
pewarisan, hibah, wasiat, dan hal lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan-
undangan. Seluruh penghancur hak atas Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu harus
menembak ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan menyertakan
dokumen-dokumen terkait dan dicatat dalam Daftar Umum DTLST

13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitin ini adalah penelitian kuantitatif yaitu diperoleh dengan menggunakan
analisis dengan perolehan data melalui teknik sampel atau populasi. Dengan menggunakan
metode kuantitatif, penelitian ini. Penelitian yang menggunakan data numerik atau non-numerik
yang telah dihitung, diproses, dan dievaluasi untuk menguji hipotesis yang dibuat sebelumnya
dan tujuan umum dikenal sebagai penelitian kuantitatif. Cari sebab akibat (causality) dari
sesuatu.

3.2 Definisi Operasional Variabel


1. Pengukuran tentang perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia
2. Pendukung yaitu bidang industri kuliner di Indonesia.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian baik kejadian atau gejala yang nyata dan
abstrak yang dijadikan sebagai sumber data dan memiliki kepribadian tertentu.Populasi yang
digunakan dalam penelitin ini yaitu pelaku industri kuliner yang membutuhkan perlindungan
hukum.

3.4 Alat Ukur Penelitian


Adapun alat ukur penelitian ini menggunakan Kuesioner adalah metode pengumpulan
data yang melibatkan pemberian satu set pernyataan tercetak kepada responden yang dapat
mereka tanggapi.

Ketika peneliti menyadarinya, yakin akan kuantitas yang akan diukur, dan mengetahui
apa yang diharapkan dari responden, maka kuesioner merupakan metode yang efektif untuk
mengumpulkan data. Kuesioner juga dapat digunakan jika responden. cukup banyak dan mereka
tersebar di wilayah yang signifikan. Survei dapat diberikan secara pribadi kepada responden,
dikirim melalui surat atau Internet, dan dapat berupa pernyataan tertutup atau terbuka Sugiyono
(2017:142).

14
DAFTAR PUSTAKA

Alfons, M. (2017). Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Negara Hukum.
Jurfnal Legislasi Indonesia, 13(03), 357-368.
Disemadi, H. S., & Kang, C. (2021). Tantangan Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual
dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Komunikasi
Hukum, 7(1), 54-72.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif. Alfabeta.

15

Anda mungkin juga menyukai