Anda di halaman 1dari 18

MATA KULIAH KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS

“PENATAAN ULANG KOPERASI SIMPAN PINJAM DI INDONESIA”

OLEH:
KELOMPOK 9

IKA SHELVIA CHANDRA 220304036


ARMELIANY SYAHPUTRI 220304037
WAHYU ARIQAH SYAKIRAH DAMANIK 220304073
MEIDITA KANAYA 220304160

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2024

DOSEN : KRISTIAWAN HADINATA GINTING,


NILAI
S.E., M.SI.

HARI/TANGGAL : SELASA, 19 MARET 2024

KELAS : AGR 4

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan...................................................................................................... 2
1.3. Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 14
3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 14
3.2. Saran...................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang telah lama dikenal di
Indonesia. Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang perkoperasian
“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Koperasi di Indonesia ada beberapa jenis diantaranya koperasi
produsen, koperasi konsumen, koperasi simpan pinjam, koperasi primer dan
koperasi sekunder. Data koperasi di Indonesia saat ini mencapai 138.140 unit
dengan jumlah KSP sebanyak 71.933 unit dan Non KSP sebanyak 66.207 unit.
Sehingga koperasi yang paling mendominasi terdapat di Indonesia adalah Koperasi
Simpan Pinjam (KSP). Ditinjau dari kegiatan usaha yang dijalankan, koperasi
simpan pinjam pada dasarnya memiliki fungsi yang sama dengan perbankan atau
lembaga keuangan lainnya yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
tabungan dan deposito serta menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman atau
kredit (Ayu, 2018).
Koperasi merupakan suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai tujuan
atau kepentingan bersama. Jadi koperasi merupakan bentukan dari sekelompok
orang yang memiliki tujuan bersama. Kelompok orang inilah yang akan menjadi
anggota koperasi yang didirikannya. Pembentukan koperasi berdasarkan asas
kekeluargaan dan gotong royong khususnya untuk membantu para anggotanya yang
memerlukan bantuan baik berbentuk barang ataupun pinjaman uang.
Peran koperasi di Indonesia sangat penting terutama dalam perekonomian
nasional. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat (1)
yang mengatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan.” Bangun perusahaan yang sesuai dengan asas kekeluargaan
adalah koperasi.
Koperasi merupakan suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai tujuan
atau kepentingan bersama. Jadi koperasi merupakan bentukan dari sekelompok
orang yang memiliki tujuan bersama. Kelompok orang inilah yang akan menjadi
anggota koperasi yang didirikannya. Pembentukan koperasi berdasarkan asas
kekeluargaan dan gotong royong khususnya untuk membantu para anggotanya yang
memerlukan bantuan baik berbentuk barang ataupun pinjaman uang.
Faktor penting demi terwujudnya koperasi yang berkualitas adalah dengan
melalui peranpemerintah dalam bentuk perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan terkait koperasi harus ditaati dan dijalankan oleh semua
pihak. Kekuasaan tertinggi pada koperasi berada di tangan para anggota sebagai

1
pemilik koperasi itu sendiri. Setiap anggota pun memiliki hak yang sama dalam
setiap keputusan yang sudah dibuat. Koperasi dibentuk dengan tujuan
menyejahterakan setiap anggotanya, untuk itu koperasi harus dijalankan secara
terus-menerus. Koperasi yang dikelola harus dilaksanakan secara produktif, efektif
dan efisien. Sehingga koperasi dituntut untuk memiliki kemampuan dalam
mewujudkan pelayanan usaha.

1.2.Tujuan
1. Memahami dampak perubahan-perubahan peraturan UU 25 tahun 1992, UU
No.11 Tahun 2020 jo. Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU
Cipta Kerja), dan UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan
Penguatan Sektor Keuangan terhadap Koperasi Simpan Pinjam di
Indonesia.
2. Mengetahui bagaimana literasi keuangan masyarakat saat ini mengenai
Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia.
3. Mengetahui apakah Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia masih memegang
teguh prinsip-prinsip atau jati diri koperasi.
4. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya penyelewengan pada
“koperasi simpan pinjam” yang menyebabkan citra nya menjadi buruk.
5. Memberikan solusi berdasarkan data serta kerangka teoritis dan analitis.

1.3.Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk melaksanakan diskusi
kelompok dengan judul “ Penataan Ulang Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia”
dan menambah wawasan serta memenuhi nilai mata kuliah Koperasi dan
Kelembagaan Agribisnis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Dampak Undang-Undang Cipta Kerja dan Pengembangan Sektor


Keuangan terhadap Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia

Undang-undang Cipta Kerja No.11 tahun 2020 memiliki semangat untuk


perubahan yang diyakini dapat membuka lapangan kerja dan penyerapan tenaga
kerja yang cukup besar,dilakukan salah satunya adalah kemudahan untuk memulai
usaha rintisan, kemudahan tersebutdiharapkan dapat menciptakan entrepreneur
baru dan membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri dan menuju Indonesia
sebagai negara maju. Perubahan yang diberikan tidak sepenuhnya diterima oleh
para pekerja karena alasan berkurangnya hak-hak pekerja yang beberapanya adalah
dimungkinkannya pekerja menjadi karyawan kontrak seumur hidupnya,serta
berkurangnya manfaat pesagon yang diterima. Namun penulis berkesimpulan
bahwa kebutuhan yang utama adalah adanya keseimbangan antara pengusaha dan
pekerja, tidak adil bila pengusaha dibebani oleh biaya tenaga kerja yang cukup
besar dan berpengaruh pada daya saing khususnya menuju perdagangan global,
namun juga kurang manusiawi bila pekerja tidak memperoleh hak-haknya untuk
keamanan dan kenyamanan bekerja Perjalanan bangsa Indonesia yang mengalami
tekanan ekonomi membuat suatu pandangan bahwa kesejahteraan diukur dari
tingginya pendidikan dan bekerja pada perusahaan asing, pegawai pemerintah,
ataupun profesi tertentu (dokter,insinyur, dIl) membuat masyarakat terikat pada
kebutuhan mencari kerja. kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan suatu
kesempatan dan jalan keluar dari ketidakpastian dunia usaha, wirausaha dapat
dilakukan bersamaan dengan pekerjaan pokok sebagai seorang pegawai kantoran
dengan memanfaatkan teknologi internet atau bahkan menjadi wirausaha secara
mandiri dan membangun potensi diri secara penuh. Wirausaha menawarkan
penghasilan tidak terbatas namun perlu didukung oleh pengetahuan, kemauan serta
kesempatan yang sekarang ini terbuka luas. undang undang cipta kerja seharusnya
menjadi perluasan bagi masyarakat untuk menjadi moment bagi suatu paradigma
baru dengan membangun usaha sendiri, menjadi pengendali atas diri sendiri dan
tidak bergantung pada satu sumber saja.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan
Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) merupakan sebuah jawaban bagi
permasalahan setiap sektor jasa keuangan khususnya lembaga pembiayaan
dengan harapan akan mengurangi potensi permasalahan yang dihadapi kedepan
dengan semakin kompleksnya perkembagan pembiayaan.Selain itu UU ini
dapat mengoptimalkan fungsi intermediasi kepada usaha sektor produktif,
meningkatkan inklusi dan literasi sektor jasa keuangan, mengembangkan dan

3
memperkuat eksosistem sektor keuangan, serta mampu menciptakan sinergi
dan koordinasi yang baik antar regulator serta meningkatkan daya saing
masyarakat,sehingga dapat berusaha secara efektif dan efisien. Pada akhirnya
lembaga jasa keuangan khususnya perusahaan pembiayaan dapat meningkatkan
kontribusinya dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Secara
teoritis, riset ini memberikan catatan bahwa tanpa komitmen penuh semua baik
dari pembuat undang-undang, pelaksana undang-undang, maupun pengawas
undang-undang, maka akan sulit mewujudkan Pengembangan dan Penguatan
Sektor Keuangan khususnya bagi lembaga pembiayaan. Oleh sebab itu, sinergitas
bisa menjadi kunci utama dalam mewujudkan penguatan tersebut.
Undang-undang Cipta Kerja No. 11 tahun 2020 dan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK)
memiliki dampak yang signifikan terhadap koperasi simpan pinjam di Indonesia.
Pertama, Undang-undang Cipta Kerja bertujuan untuk mendorong kemudahan
memulai usaha rintisan dengan harapan menciptakan entrepreneur baru dan
meningkatkan kemandirian ekonomi Indonesia. Namun, dampaknya tidak
sepenuhnya positif bagi karyawan, karena adanya potensi pengurangan hak-hak
pekerja, seperti kemungkinan menjadi karyawan kontrak seumur hidup dan
berkurangnya manfaat pesangon yang diterima. Ini dapat mengakibatkan
ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan pekerja, termasuk anggota koperasi
simpan pinjam, terutama jika mereka mengandalkan pekerjaan konvensional
sebagai sumber pendapatan utama.
Kedua, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK bertujuan untuk
mengembangkan dan memperkuat sektor keuangan, termasuk lembaga
pembiayaan. Melalui upaya ini, diharapkan terjadi peningkatan fungsi intermediasi
ke usaha sektor produktif serta peningkatan inklusi dan literasi keuangan. Dalam
konteks koperasi simpan pinjam, hal ini dapat berarti lebih banyak akses terhadap
pembiayaan yang dapat membantu pertumbuhan usaha anggota koperasi. Namun,
perlu diperhatikan bahwa implementasi undang-undang ini juga memerlukan
komitmen penuh dari berbagai pihak, termasuk pembuat undang-undang,
pelaksana, dan pengawas, agar dapat mengoptimalkan manfaatnya bagi lembaga
pembiayaan seperti koperasi simpan pinjam.
Secara keseluruhan, dampak dari kedua undang-undang tersebut terhadap
koperasi simpan pinjam sangat tergantung pada bagaimana kebijakan yang diambil
dan diimplementasikan. Penting untuk mencapai keseimbangan antara mendorong
kewirausahaan dan perlindungan hak-hak pekerja agar masyarakat dapat merasakan
manfaat ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Selain itu, sinergi antar regulator
dan pihak terkait menjadi kunci utama dalam memastikan efektivitas dan efisiensi
dari upaya-upaya tersebut. Dengan demikian, perubahan-perubahan peraturan
tersebut dapat memberikan dampak yang kompleks bagi koperasi simpan pinjam di

4
Indonesia, dengan harapan bahwa keseluruhan dampaknya akan mendukung
pertumbuhan dan keberlangsungan sektor tersebut.

2.2. Literasi Keuangan Untuk Meningkatkan Kapasitas dan Kualitas Sumber


Daya Manusia Pada Koperasi Simpan Pinjam

Menurut Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal


33 ayat (1) menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya Pasal 33 ayat (4) UUD 1945
menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Berdasarkan UUD 1945
pasal 33 tersebut, koperasi adalah bentuk usaha yang paling cocok. Koperasi
dibentuk dan dikelola oleh para anggota dengan tujuan untuk meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan para anggotanya. Dalam skala besar pembentukan koperasi
bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Remund (2010) menjelaskan bahwa literasi keuangann sebagai salah satu alat
ukur seseorang terhadap pengetahuan keuangan serta pemahaman konsep keuangan
dan memiliki keyakinan serta mampu dalam mengatur keuangan serta mengambil
keputusann mengenai keuangannnjangka pendek, perencanaan keuangan jangka
panjang, dan memperhatikan kejadian serta kondisi ekonomi yang ada. Kepala Sub
bagian Pelaksana Edukasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan yaitu Bapak Nizhomy
Rahman menjelaskan bahwa berdasarkan hasil survey nasional mencatat bahwa
dalam literasi keuangan yang dimiliki masyarakat di Indoneia masih rendah yaitu
sekitar 29,7% pada tahun 2016 dan pada tahun 2019 telah meningkat menjadi
38,03%. Dengan rendahnya tigkat literasi keuangan yang dimiliki masyarakat
berdampak pada perencanaan keuangan yang salah serta pengelolaannya sehingga
tidak terjadi pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Saat ini, literasi keuangan masyarakat, khususnya terkait Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) di Indonesia, masih menunjukkan tingkat yang rendah. Banyak
anggota masyarakat, terutama di daerah pedesaan, kurang memahami konsep dasar
keuangan dan manajemen keuangan yang sehat. Ini tercermin dari kurangnya
pemahaman mereka tentang pentingnya menabung, berinvestasi, dan mengelola
keuangan secara bijaksana melalui koperasi simpan pinjam. Hal ini tercermin dari
rentetan kasus penipuan dan penggelapan dana yang terjadi. Masyarakat belum
cukup memahami risiko dan tata kelola koperasi, sehingga rentan menjadi korban
praktik-praktik yang merugikan. Berikut beberapa kondisi literasi keuangan
Indonesia beberapa tahun terakhir ini :

5
1. Menurut Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022, literasi
keuangan masyarakat terkait Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia masih
belum optimal. Meskipun telah terjadi peningkatan, masih ada sebagian
besar masyarakat yang kurang memahami konsep dasar keuangan, termasuk
pengelolaan dana yang tepat melalui KSP.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Koperasi dan Keuangan Mikro
(PSKKM) Universitas Indonesia pada tahun 2021 menemukan bahwa
literasi keuangan terkait KSP masih rendah di kalangan masyarakat. Hal ini
tercermin dari kurangnya pemahaman tentang manfaat, risiko, dan prosedur
yang terkait dengan berinvestasi atau meminjam dari KSP.
3. Hasil survei yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada
tahun 2021 juga mengungkapkan bahwa literasi keuangan masyarakat
terkait KSP masih perlu ditingkatkan. Meskipun terjadi peningkatan
kesadaran, masih banyak anggota masyarakat yang belum memiliki
pengetahuan yang memadai tentang cara mengelola dana secara efektif
melalui KSP.
Dari sumber-sumber tersebut, dapat disimpulkan bahwa literasi keuangan
masyarakat, khususnya terkait dengan Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia, masih
memiliki ruang untuk peningkatan yang signifikan. Upaya edukasi dan peningkatan
pemahaman tentang konsep keuangan serta manfaat yang ditawarkan oleh KSP
tetap menjadi prioritas untuk mencapai inklusi keuangan yang lebih luas di
masyarakat.

2.3. Integritas Prinsip-prinsip Koperasi dalam Koperasi Simpan Pinjam di


Indonesia

Sebagian besar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) di Indonesia masih berusaha


untuk memegang teguh prinsip-prinsip dan jati diri koperasi. Namun, ada juga
beberapa kasus di mana KSP mungkin melanggar prinsip-prinsip tersebut. Sebagai
contoh, beberapa KSP mungkin terlibat dalam praktik-praktik yang bertentangan
dengan prinsip koperasi, seperti memberikan pelayanan kepada non-anggota
koperasi, penyalahgunaan dana nasabah, atau kurangnya transparansi dalam
pengelolaan keuangan.
Jati diri koperasi adalah identitasnya yang tidak terbentuk secara instan,
melainkan melalui proses panjang selama bertahun-tahun. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta bahwa kekuatan koperasi
berasal dari tujuannya dan semakin kuat dengan praktik-praktik yang dilakukan.
Hal yang sama berlaku untuk jatidiri koperasi yang semakin kokoh karena
pengalaman dan praktik yang telah dilakukan, membedakannya dari jenis badan
usaha lainnya. Ia juga mengatakan bahwa koperasi setidak-tidaknya melaksanakan

6
empat asas atau prinsip yaitu tidak boleh dijual dan dikedaikan barang-barang
palsu, harga barang harus sesuai harga barang setempat, ukuran harus benar dan
terjamin, jual beli dengan tunai.
Sebagai sebuah badan usaha/perusahaan, koperasi mempunyai jati diri yang
termuat dalam Undang-Undang No 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, yaitu
terdiri dari definisi, prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi. Definisi koperasi
menurut Undang-Undang No 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian sudah
disebutkan dalam subbab pengertian. Prinsip-prinsip koperasi tersebut antara lain
yang pertama yaitu:
1. Keanggotaannya bersifat sukarela dan terbuka, hal ini bermakna bahwa sifat
keanggotaan koperasi tidak boleh dipaksakan dan tidak boleh membedakan
suku agama dan ras.
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis, artinya bahwa dalam proses
pengambilan keputusan yang bersifat strategis harus melibatkan anggota.
Dalam pengambilan keputusan ini semua anggota mempunyai hak suara,
yang dikenal dengan one man one vote, yaitu satu orang anggota
mempunyai hak satu suara, tanpa memperhatikan besaran modal yang
dimiliki masing-masing anggota tersebut dalam koperasi.
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besaran
jasa masing-masing anggota, hal ini bermakna bahwa jika pada akhir
periode dilakukan perhitungan hasil usaha dan koperasi memperoleh
surplus atau sisa hasil usaha, sebagian surplus tersebut akan dibagikan
kepada anggota sesuai kesepakatan. Pembagian surplus kepada setiap
anggota didasarkan pada besaran proporsi partisipasi atau keikutsertaan
anggota dalam mengembangkan usaha koperasi. Partisipasi tersebut
dihitung dari nilai transaksi yang dilakukan setiap anggota selama satu
periode akuntansi, yang mana jenis transaksinya tergantung dari jenis
koperasi.
4. Balas jasa atas modal yang terbatas. Modal dalam sebuah perusahaan
bersifat pasif, dan keberadaan modal berakibat adanya beban bagi koperasi,
maka pemberian balas jasa kepada anggota dibatasi agar tidak membebani
koperasi. Pembatasan atas balas jasa kepada anggota ini dibatasi agar
anggota lebih banyak berpartisipasi pada pengembangan usaha koperasi
yaitu dengan melakukan transaksi.
5. Kemandirian, yang menunjukkan bahwa koperasi harus mampu tidak
bergantung pada organisasi lain. Kemandirian koperasi dapat bermakna
bahwa koperasi bukan merupakan bagian dari organisasi apapun dan
manapun, mandiri secara finansial, mandiri dalam pengambilan keputusan
dan mandiri secara legalitas status.

7
6. Pendidikan perkoperasian, yaitu dapat dimaknakan bahwa koperasi harus
mampu melakukan pendidikan perkoperasian kepada para anggotanya
sehingga mereka memahami akan kewajiban dan haknya dalam
berkoperasi, mengerti tentang tata kelola organisasi koperasi secara sosial
dan ekonomi, serta hal-hal lain yang terkait dengan perkoperasian. Agar
koperasi dapat berkembang dan maju sehingga memberikan manfaat kepada
anggotanya maka prinsip pendidikan perkoperasian ini harus diterapkan
sejak anggota baru menjadi anggota, karena jika anggota memahami
berbagai hal tentang perkoperasian maka mereka akan paham secara benar
bagaimana harus berpartisipasi. Kemajuan sebuah koperasi harus didukung
dan diusahakan oleh anggota, pengurus dan pengawas.
7. Kerjasama antar koperasi. Untuk memajukan sebuah organisasi maka tidak
akan lepas dengan kerjasama dengan pihak lain, karena kita tidak akan
mampu melakukan segala sesuatu dengan sendirian. Demikian pula dengan
badan usaha koperasi juga dalam memajukan usaha dan meningkatkan
kesejahteraan anggota akan lebih mudah dan cepat jika dilakukan dengan
cara bersinergi dengan koperasi yang lain. Bentuk kerjasama dengan
koperasi lain dapat berupa hubungan sebagai vendor/supplier, distributor,
kerjasama penghimpunan dan penyaluran pada koperasi simpan pinjam
Meskipun banyak KSP yang berusaha memegang teguh prinsip-prinsip
koperasi, ada juga beberapa KSP yang terlibat dalam praktik-praktik yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip koperasi, yang dapat merugikan anggota dan
mengganggu stabilitas ekonomi masyarakat yang dilayani. Oleh karena itu, penting
bagi KSP untuk terus mengutamakan prinsip-prinsip koperasi dan memastikan
transparansi dan akuntabilitas dalam semua operasi mereka.

2.4. Faktor Penyebab Penyelewengan Pada Koperasi Simpan Pinjam Yang


Menyebabkan Citranya Menjadi Buruk

Koperasi berasal dari kata cooperation atau cooperative yang berarti kerja sama.
Dalam Pengertian yang lebih luas, Casselman dalam Firdaus (2002: 39)
mengatakan bahwa “cooperation Is an economic system with social contrast
(koperasi adalah suatu sistem ekonomi yang Mengandung unsur sosial)”. Koperasi
adalah sebuah organisasi yang menekankan kerja sama dan kekeluargaan dalam
mencapai kesejahteraan anggotanya. Dalam konsep ekonomi, koperasi merupakan
sistem ekonomi dengan dimensi sosial yang kuat. Artinya, koperasi tidak hanya
bertujuan untuk mencari keuntungan, tetapi juga untuk memperbaiki nasib dan
meningkatkan taraf hidup anggotanya melalui kerja sama yang adil dan demokratis.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, koperasi didasarkan pada prinsip
terbuka dan sukarela, yang berarti siapapun dapat menjadi anggota tanpa

8
memandang golongan atau status sosial. Meskipun sering dianggap sebagai wadah
bagi mereka yang lemah ekonominya, koperasi sebenarnya memiliki potensi besar
dalam menggerakkan ekonomi kerakyatan dan memberdayakan masyarakat.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan, seperti Instruksi Presiden
Nomor 18 Tahun 1998, yang bertujuan untuk meningkatkan pembinaan dan
pengembangan koperasi. Kebijakan tersebut memberikan kesempatan yang luas
bagi masyarakat untuk membentuk dan mengelola koperasi tanpa batasan wilayah
kerja, sehingga koperasi dapat lebih mandiri dan bebas dalam melakukan aktivitas
usahanya.
Meskipun demikian, koperasi masih menghadapi berbagai kendala dalam
pengembangannya sebagai badan usaha. Beberapa kendala tersebut meliputi
kebutuhan akan dukungan kebijakan yang lebih memihak kepada koperasi,
perbaikan tata kelola internal, serta peningkatan kesadaran dan keterampilan
anggota koperasi dalam mengelola usaha mereka. Dalam konteks ini, koperasi
dianggap sebagai soko guru perekonomian nasional yang sesuai dengan prinsip-
prinsip ekonomi yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Adapun faktor-faktor penyebab penyelewengan pada koperasi simpan pinjam
yang menyebabkan citranya menjadi buruk:
1. Penyimpangan prinsip-prinsip koperasi
Beberapa koperasi mungkin melanggar prinsip dasar pendirian koperasi,
seperti memberikan pelayanan kepada non-anggota koperasi. Tindakan
semacam ini bertentangan dengan prinsip koperasi yang seharusnya
berorientasi pada keanggotaan dan kekeluargaan.
2. Penyalahgunaan dana nasabah
Penyalahgunaan dana nasabah oleh pengurus koperasi merupakan
penyimpangan serius yang dapat merugikan anggota. Misalnya, dalam
kasus penggelapan dana yang dilakukan oleh pengurus koperasi dengan
memberikan pelayanan kepada non-anggota.
3. Ketidaktransparanan dan penggelapan
Beberapa koperasi mungkin tidak transparan dalam mengelola
keuangannya atau bahkan terlibat dalam praktik penggelapan dana. Hal ini
dapat menciptakan ketidakpercayaan di antara anggota dan masyarakat
umum, yang pada gilirannya merusak citra koperasi.
4. Kegagalan dalam menjalankan fungsi ekonomi
Koperasi yang gagal dalam memenuhi tugas pokoknya untuk meningkatkan
ekonomi anggotanya dapat menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan di
kalangan anggota. Misalnya, jika koperasi tidak mampu memberikan
pelayanan yang optimal atau tidak mampu memberikan manfaat ekonomi
yang diharapkan bagi anggotanya.
5. Ketidakprofesionalan pengelola

9
Kurangnya SDM yang handal dan profesional dalam mengelola koperasi
dapat menyebabkan berbagai kesalahan dan penyimpangan dalam
operasional koperasi. Misalnya, dalam kasus program pencangkokan
manajer PNS di koperasi yang tidak berjalan efektif karena kurangnya
indikator kinerja yang jelas.
6. Kurangnya pengawasan dan control
Koperasi yang kurang memiliki sistem pengawasan dan pengendalian
internal yang efektif rentan terhadap penyelewengan. Kurangnya audit
internal dan kontrol yang lemah terhadap pengelolaan dana dapat memicu
penyalahgunaan kepercayaan dan penyelewengan.
7. Ketergantungan terhadap bantuan pemerintah
Pengurus koperasi terbiasa hanya mengharapkan bantuan atau distribusi
barang dari pemerintah, sehingga kehilangan inisiatif untuk menciptakan
lapangan usaha sendiri.
8. Campur tangan partai politik
Koperasi mulai dimanfaatkan sebagai alat perjuangan politik, yang
menyebabkan kehilangan kemurniannya sebagai badan ekonomi
demokratis.
9. Kurangnya pengawasan dan pembinaan
Kurangnya pengawasan dan pembinaan dari pemerintah dan lembaga
terkait menyebabkan koperasi tidak beroperasi sesuai dengan prinsip-
prinsipnya.
10. Kecurangan dalam pemberian kredit
Penyelewengan juga dapat terjadi melalui pemberian kredit yang tidak
sesuai prosedur atau tidak mempertimbangkan kemampuan anggota untuk
membayar. Pengurus yang tidak berintegritas mungkin memberikan kredit
kepada pihak yang tidak layak atau menggunakan dana tersebut untuk
kepentingan pribadi.
11. Ketidakstabilan manajemen internal
Koperasi yang mengalami ketidakstabilan dalam manajemen internalnya,
seperti sering bergantinya pengurus atau kurangnya struktur pengawasan
yang efektif, rentan terhadap penyelewengan. Hal ini dapat menciptakan
celah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan
yang merugikan koperasi.
12. Kurangnya pendidikan dan kesadaran anggota
Kurangnya pendidikan dan kesadaran anggota koperasi tentang hak-hak dan
tanggung jawab mereka dapat membuat mereka rentan terhadap penipuan
atau penyalahgunaan dana oleh pengurus koperasi. Kesadaran akan
pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan koperasi dapat
membantu mencegah terjadinya penyelewengan.

Faktor-faktor ini menyebabkan citra koperasi simpan pinjam menjadi buruk


karena menciptakan ketidakpercayaan, kekecewaan, dan keraguan di antara

10
anggota dan masyarakat umum terhadap integritas dan keberlanjutan koperasi. Oleh
karena itu, perlu langkah-langkah yang serius dalam memperkuat pengawasan
internal, meningkatkan integritas dan profesionalisme pengurus, serta
meningkatkan pendidikan dan kesadaran anggota tentang pentingnya pengelolaan
yang transparan dan akuntabel. Pemerintah juga perlu berperan aktif dalam
memberikan regulasi yang ketat dan memberikan sanksi bagi pelanggaran yang
terjadi untuk mencegah dan menangani penyelewengan dalam koperasi guna
memulihkan dan memperbaiki citra koperasi tersebut.

2.5. Masalah dan Solusi yang Dihadapi KSP di Indonesia


Koperasi mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha
bersama dari orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas. Dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki keterbatasan
ekonomi, Pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang serius terhadap
pertumbuhan dan perkembangan koperasi-koperasi.
Masalah dan solusi yang dapat diambil untuk mengatasi berbagai permasalahan
yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia yaitu :
1. Koperasi jarang peminatnya
Koperasi memiliki sedikit minat dari masyarakat karena ada persepsi yang
berkembang bahwa koperasi hanya cocok untuk golongan ekonomi
menengah ke bawah. Oleh karena itu, penting untuk melakukan sosialisasi
kepada masyarakat tentang konsep koperasi. Dengan sosialisasi ini
diharapkan pengetahuan masyarakat mengenai koperasi akan meningkat,
dan mereka akan menyadari bahwa koperasi sebenarnya adalah bentuk
ekonomi partisipatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Hal ini diharapkan dapat mendorong minat masyarakat untuk bergabung
dengan koperasi.
2. Kualitas sumber daya yang terbatas
Kesulitan dalam perkembangan koperasi disebabkan oleh berbagai faktor,
termasuk kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM). Fokus utama adalah
pada pengurus koperasi, yang sering kali merupakan tokoh masyarakat
dengan jabatan ganda, menyebabkan kurangnya fokus pada pengelolaan
koperasi. Selain itu, banyak pengurus koperasi yang sudah lanjut usia, yang
kapasitasnya terbatas. Penting untuk memberikan arahan tentang koperasi
kepada generasi muda melalui pendidikan agar mereka dapat berperan aktif
dalam koperasi. Partisipasi generasi muda dianggap penting karena dapat
meningkatkan tanggung jawab dan efisiensi dalam pengelolaan koperasi.
3. Banyaknya pesaing dengan usaha yang sejenis.
Persaingan adalah sesuatu yang tak terhindarkan, namun penting bagi kita
untuk memahami cara menghadapinya. Jika kita tidak peka terhadap

11
lingkungan persaingan, maka kita berisiko tersingkir. Namun, dengan
memahami bagaimana menyikapinya, koperasi dapat bertahan dan
berkembang. Dalam menghadapi pesaing, kita perlu memiliki strategi
khusus, seperti menyesuaikan harga barang/jasa, sistem kredit, dan
memberikan pelayanan maksimal. Meskipun mungkin sulit bagi koperasi
untuk bersaing dalam hal harga, namun hal ini dapat diatasi melalui sistem
kredit dengan pembayaran yang dapat dilakukan secara mingguan atau
bulanan sesuai perjanjian. Dengan demikian, diharapkan dapat menarik
minat masyarakat untuk bergabung sebagai anggota koperasi.
4. Keterbatasan modal
Pemerintah harus memberikan perhatian kepada koperasi yang mengalami
kesulitan dalam masalah modal. Dengan menyediakan modal, koperasi
dapat mengembangkan usahanya sehingga tetap bertahan dan berkembang.
Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting, di mana individu yang
memiliki dana lebih dapat menempatkannya di koperasi sebagai modal
usaha.
5. Partisipasi anggota
Sebagai anggota dari koperasi seharusnya mereka mendukung program-
program yang ada di koperasi dan setiap kegiatan yang akan dilakukan harus
melalui keputusan bersama dan setiap anggota harus mengambil bagian di
dalam kegiatan tersebut.
6. Perhatian pemerintah
Pemerintah harus mengawasi aktivitas koperasi agar dapat memberikan
bantuan saat koperasi mengalami kesulitan, seperti menyalurkan dana.
Namun, pemerintah juga harus berhati-hati agar tidak terlalu ikut campur
dalam urusan internal koperasi, terutama jika hal tersebut dapat
menghambat pertumbuhan koperasi. Sebaiknya, pemerintah mengambil
langkah-langkah kebijakan yang mendukung perkembangan koperasi.
7. Manajemen koperasi
Dalam operasional koperasi, manajemen memiliki peran penting, mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, hingga pengawasan.
Manajemen ini sangat vital dalam pengambilan keputusan, sambil tetap
memperhatikan partisipasi anggota. Apabila semua aktivitas koperasi dapat
dijalankan efisien dan setiap anggota turut serta aktif, serta didukung oleh
motivasi yang baik dari pemerintah, koperasi akan dapat berjalan dengan
lancar.
Dengan mempertimbangkan bahwa koperasi berdasarkan prinsip
Swadaya atau kemandirian, hal yang paling penting adalah memiliki
kepercayaan dan keyakinan bahwa masyarakat, meskipun mungkin
terbelakang, memiliki potensi untuk mengembangkan dan meningkatkan

12
kehidupan mereka sendiri secara dinamis. Meskipun kita mengakui adanya
perbedaan dalam proses percepatan, prinsip Swadaya atau kemandirian
tidak hanya berkaitan dengan aspek material seperti kemampuan untuk
mengumpulkan modal, tetapi juga mencakup aspek mental dan spiritual
seperti kemampuan untuk membentuk sikap solidaritas dan kesadaran diri.

13
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Perubahan Undang-Undang Cipta Kerja No.11 tahun 2020 dan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor
Keuangan memiliki semangat untuk merangsang pertumbuhan ekonomi
dan kewirausahaan di Indonesia. Meskipun memberikan kemudahan dalam
memulai usaha dan potensi untuk meningkatkan jumlah wirausaha baru,
perubahan tersebut juga menyebabkan ketidakpuasan dari beberapa pekerja
karena pengurangan hak-hak mereka. Penting untuk mencapai
keseimbangan antara kepentingan pengusaha dan pekerja serta memastikan
sinergi dalam implementasi peraturan-peraturan tersebut untuk mendukung
pertumbuhan dan keberlangsungan sektor koperasi simpan pinjam di
Indonesia.
2. Literasi keuangan masyarakat, khususnya terkait dengan Koperasi Simpan
Pinjam di Indonesia, masih memiliki ruang untuk peningkatan yang
signifikan. Upaya edukasi dan peningkatan pemahaman tentang konsep
keuangan serta manfaat yang ditawarkan oleh KSP tetap menjadi prioritas
untuk mencapai inklusi keuangan yang lebih luas di masyarakat.
3. Meskipun KSP ditekankan pada prinsip terbuka dan sukarela, koperasi
masih menghadapi berbagai kendala dalam pengembangannya, yang dapat
menciptakan penyelewengan dalam operasionalnya. Faktor-faktor seperti
penyimpangan prinsip-prinsip koperasi, penyalahgunaan dana nasabah,
ketidaktransparanan, dan kurangnya pengawasan, mengakibatkan citra
koperasi simpan pinjam menjadi buruk.
4. Koperasi memiliki peran penting dalam menyusun usaha bersama untuk
orang-orang dengan keterbatasan ekonomi, dan Pemerintah Indonesia
memberikan perhatian serius terhadap pertumbuhan dan perkembangan
koperasi. Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
koperasi di Indonesia, beberapa solusi dapat diambil. Dengan prinsip
Swadaya atau kemandirian, koperasi dapat berkembang dengan
mempercayai potensi masyarakat untuk meningkatkan kehidupan mereka
sendiri secara dinamis, baik secara material maupun mental serta spiritual.

3.2. Saran

Untuk meningkatkan kinerja dan keberlangsungan koperasi simpan pinjam


di Indonesia, penting untuk mengimplementasikan beberapa langkah strategis.
Pertama, perkuat manajemen internal dengan meningkatkan kualitas SDM, baik

14
melalui pelatihan dan pengembangan kompetensi maupun rekrutmen pengurus
yang berkualitas. Kedua, tingkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan dana anggota dengan menerapkan sistem pengawasan yang efektif dan
audit internal yang teratur. Selain itu, koperasi perlu mengembangkan strategi
pemasaran yang inovatif dan meningkatkan aksesibilitas layanan keuangan kepada
anggota, termasuk pemanfaatan teknologi digital untuk memperluas jangkauan.
Dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mendukung serta
pengawasan yang terkoordinasi juga menjadi kunci dalam meningkatkan stabilitas
dan pertumbuhan koperasi simpan pinjam di Indonesia.

Untuk citra koperasi, diperlukan langkah-langkah serius dalam memperkuat


pengawasan internal, meningkatkan integritas dan profesionalisme pengurus, serta
meningkatkan pendidikan dan kesadaran anggota tentang pentingnya pengelolaan
yang transparan dan akuntabel. Pemerintah juga perlu berperan aktif dalam
memberikan regulasi yang ketat dan memberikan sanksi bagi pelanggaran yang
terjadi untuk mencegah dan menangani penyelewengan dalam koperasi guna
memulihkan dan memperbaiki citra koperasi tersebut

15
DAFTAR PUSTAKA

Arifianto, H. (2015). Peran Koperasi Simpan Pinjam dan Efektifitas Kredit dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Anggota (Studi pada Koperasi Simpan
Pinjam Lestari Mandiri Kecamatan Lawang Kabupaten Malang).Jurnal
Ilmiah.

Asmini, Sudiyarti, N., Ieke Wulan Ayu, & Iskandar, S. (2018). KOPERASI
SEBAGAI MEDIA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MENUJU
KEMANDIRIAN. Jurnal Pengembangan Masyarakat Lokal, 1(1), 1–7.

BPS. (2021). Survei Literasi Keuangan Masyarakat Indonesia. Jakarta : BPS

Hasyim & Camelia Fanny Sitepu. (2018). Perkembangan Ekonomi Koperasi Di


Indonesia.https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/niagawan/article/v
iewFile/10751/9644

Hidayatullah, A. (2020)"Peran Koperasi Simpan Pinjam Dalam Meningkatkan


Akses Keuangan Masyarakat,", Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan
Terapan, vol. 7, no. 5.

OJK. (2022). Laporan Tahunan OJK. Jakarta: OJK

Safrina, M., & Bachruddin, M. Z. (2020). Analisis Literasi Keuangan Masyarakat


Terhadap Koperasi Simpan Pinjam Di Kecamatan Padang Barat Kota
Padang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, 5(2), 394-
406.

Salim Al Idrus . (2020). Strategi Pengembangan Koperasi Indonesia Menuju


Koperasi Mandiri [cooperation,social enterprise , independent
economic] file:///C:/Users/User/Downloads/294-1012-1-PB.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai