Anda di halaman 1dari 28

PERKEMBANGAN INDUTRIALISASI DI INDONESIA

Makalah

OLEH
ROBET SINAGA
NIM 16612011122

UNIVERSITAS ANTAKUSUMA PANGKALAN BUN


PROGRAM STUDI MANAJEMEN EKONOMI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini dibuat berdasarkan kebutuhan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Perekonomian Indonesia, serta untuk kebutuhan kami agar dapat lebih memahami tentang
perkembangan industrialisasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini karena keterbatasan referensi.
Mengingat keterbatasan itu, maka penulis membuka selebar-lebarnya kritik dan saran dari ibu
dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia khusunya, serta dari rekan-rekan pembaca pada
umumnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pangkalan Bun

                                                                                    2020
           
                                                                 
    
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................                   


KATA PENGANTAR............................................................................                   
DAFTAR ISI..........................................................................................                   
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah........................................................                   
1.2  Rumusan Masalah..................................................................                   
1.3  Tujuan Penulisan....................................................................                   
1.4  Manfaat Penulisan.................................................................                   
BAB II PEMBAHASAN
            2.1 Pengertian Industrialisasi                
            2.2 Klasifikasi Industri                 
            2.3 Sejarah Sektor Industri di Indonesia                
            2.4 Perkembangan Industrialisasi                 
            2.5 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional               
            2.6 Masalah Keterbelakangan Industrialisasi di Indonesia             
            2.7 Faktor-Faktor Pembangkit Dan Penghambat Industri di Indonesia        
            2.8 Sumber-Sumber Pemghematan dan Keuntungan Industri             
            2.9 Pengaruh Perkembangan Perindustrian Terhadap Perekonomian            
            2.10 Tahap Perkembangan Industri                          
            2.11 Pertumbuhan Industri di Indonesia Era Globalisasi          
            2.12 Permasalahan Dalam Industri Manufaktur
            2.13 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Sektor Industri                                 
2.14 Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Perindustrian di Indonesia
BAB III PENTUP
            3.1 Simpulan................................................................................                   
            3.2 Saran......................................................................................                   
DAFTAR PUSTAKA
            
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah


Pada saat sekarang ini, negara Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan
pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan
yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, Alinea ke 4, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan negara tersebut, pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat
yang adil dan makmur yang merata, materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang
aman, tenteram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib dan damai.
Guna mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia tersebut di atas, pemerintah telah
berupaya melakukan berbagai kegiatan, termasuk salah satu diantaranya adalah mendorong
laju perekonomian nasional. Pertumbuhan laju industri merupakan andalan pemerintah dalam
upaya meningkatkan perekonomian di Indonesia. Perekonomian di Indonesia tidak akan
berkembang tanpa dukungan dari peningkatan perindustrian sebagai salah satu sektor
perekonomian yang sangan dominan di zaman sekarang.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
1.2.1        Apa pengertian industrialisasi ?
1.2.2        Apa saja klasifikasi industry yang ada ?
1.2.3        Bagaimana sejarah sektor industri di Indonesia ?
1.2.4        Bagaimana perkembangan industrialisasi ?
1.2.5        Bagaimana perkembangan sektor industri manufaktur nasional ?
1.2.6        Apa masalah keterbelakangan industrialisasi di Indonesia ?
1.2.7        Apa faktor-faktor pembangkit dan penghambat industri di Indonesia ?
1.2.8        Apa saja sumber-sumber penghematan dan keuntungan industri ?
1.2.9        Apa pengaruh perkembangan perindustrian terhadap perekonomian ?
1.2.10    Apa saja tahap perkembangan industri ?
1.2.11    Bagaimana pertumbuhan industri di Indonesia pada era globalisasi ?
1.2.12    Apa saja permasalahan dalam industri manufaktur ?
1.2.13    Bagaimana strategi dan kebijakan pembangunan sektor industri ?
1.2.14    Bagimana upaya pemerintah dalam meningkatkan perindustrian di Indonesia ?

1.3  Tujuan Pembuatan


Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perekonomian
Indonesia serta untuk menambah informasi mengenai perkembangan industrialisasi di
Indonesia

1.4  Manfaat Pembuatan


Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak, terutama kepada kawan-kawan mahasiswa, masyarakat, dan
semua pihak yang sekiranya membutuhkan informasi seperti yang dapat disajikan di dalam
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Industrialisasi


Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang merubah sistem
pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa
diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi
pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi.
Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi di mana perubahan sosial dan
perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Ada beberapa teori tentang industri atau industrialisasi yang dikemukakan oleh para
ahli, Diantaranya adalah :
1.      Menurut Boediono definisi Industrialisasi adalah :
Proses percepatan pertumbuhan produksi barang industri yang dilaksanakan di dalam
negri, yang diimbangi dengan pertumbuhan yang serupa di bidang permintaannya (yang
berasal dari dalam negri sendiri maupun luar negri). Industrialisasi akan terhambat apabila
aspek produksinya atau aspek permintaanya atau keduannya terhambat pertumbuhannya.
2.      Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang industri adalah :
Kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau
barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. (Pasal 1 ayat 2)
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pengertian industrialisasi adalah suatu
proses untuk mengelolah bahan-bahan baku konsumsi dan barang-barang yang olah lebih
lanjut dengan memperhatikan aspek produksi dan aspek permintaan.

3.     Menurut klasifikasi Jean Fourastie,sebuah ekonomi terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama
terdiri dari produksi komoditas (pertanian, peternakan, ekploitasi sumber daya mineral).
Bagian kedua proses produksi barang untuk dijual dan bagian ketiga sebagai industri layanan.
Proses industrialisasi didasarkan pada perluasan bagian kedua yang kegiatan ekonominya
didominasi oleh kegiatan bagian pertama.
2.2  Klasifikasi Industri
1.      Klasifikasi Industri berdasarkan Bahan Baku
Tiap-tiap industri membutuhkan bahan baku yang berbeda, tergantung pada apa yang akan
dihasilkan dari proses industri tersebut. Berdasarkan bahan baku yang digunakan, industri
dapat dibedakan menjadi:
         Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam.
Misalnya: industri hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan industri hasil kehutanan
         Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasilhasil industri lain.
Misalnya: industri kayu lapis, industri pemintalan, dan industri kain.
         Industri fasilitatif atau disebut juga - industri tertier. Kegiatan industrinya adalah dengan
menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain. Misalnya: perbankan, perdagangan,
angkutan, dan pariwisata.
2.      Klasifikasi Industri berdasarkan Tenaga Kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
         Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat
orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota
keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau
anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/ tahu,
dan industri makanan ringan.
         Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri
industri kecil adalah memiliki modal yang relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari
lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri
batubata, dan industri pengolahan rotan.
         Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang.
Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki
keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu.
Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
         Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri
besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan
saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih
melalui uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil, industri
mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.
3.      Klasifikasi Industri berdasarkan Produksi yang dihasilkan
Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
         Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu
pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati atau
digunakan secara langsung. Misalnya: industri anyaman, industri konveksi, industri makanan
dan minuman.
         Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan
pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan. Misalnya: industri pemintalan
benang, industri ban, industri baja, dan industri tekstil.
         Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat
dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan berupa
jasa layanan yang dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya:
industri angkutan, industri perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata.
4.      Klasifikasi Industri berdasarkan Bahan Mentah
Berdasarkan bahan mentah yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
         Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang diperoleh dari hasil
kegiatan pertanian. Misalnya: industri minyak goreng, Industri gula, industri kopi, industri
teh, dan industri makanan.
         Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang berasal dari hasil
pertambangan. Misalnya: industri semen, industri baja, industri BBM (bahan bakar minyak
bumi), dan industri serat sintetis.
         Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat mempermudah dan
meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan. Misalnya: industri perbankan, industri
perdagangan, industri pariwisata, industri transportasi, industri seni dan hiburan.
5.      Klasifikasi Industri berdasarkan Lokasi Unit Usaha
Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri.
Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi:
         Industri berorientasi pada pasar (market oriented industri), yaitu industri yang didirikan
mendekati daerah persebaran konsumen.
         Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri), yaitu industri yang
didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak
angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.
         Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu industri yang
didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon
(dekat dengan batu gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan
amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
         Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya
bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri
pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
         Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry), yaitu industri yang
didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja,
karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana
saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.
6.      Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:
         Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah
jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain.
Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.
         Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi
sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen.
Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri
meubeler.
7.      Klasifikasi industri berdasarkan barang yang dihasilkan
Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
         Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi lainnya.
Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan industri percetakan.
         Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk dikonsumsi.
Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri minuman.
8.      Klasifikasi industri berdasarkan modal yang digunakan
Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
         Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN), yaitu industri yang memperoleh
dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri). Misalnya: industri
kerajinan, industri pariwisata, dan industri makanan dan minuman.
         Industri dengan penanaman modal asing (PMA), yaitu industri yang modalnya berasal dari
penanaman modal asing. Misalnya: industri komunikasi, industri perminyakan, dan industri
pertambangan.
         Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang modalnya berasal dari
hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. Misalnya: industri otomotif, industri transportasi,
dan industri kertas.
9.      Klasifikasi Industri berdasarkan subjek pengelola
Berdasarkan subjek pengelolanya, industri dapat dibedakan menjadi:
         Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat, misalnya: industri
meubeler, industri makanan ringan, dan industri kerajinan.
         Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik Negara yang dikenal
dengan istilah BUMN, misalnya: industri kertas, industri pupuk, industri baja, industri
pertambangan, industri perminyakan, dan industri transportasi.
10.  Klasifikasi Industri berdasarkan cara pengorganisasian
Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti: modal, tenaga
kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan cara pengorganisasianya,
industri dapat dibedakan menjadi:
         Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil, teknologi sederhana,
pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih
sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri
kerajinan dan industri makanan ringan.
         Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative besar, teknologi
cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak tetap, dan
lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala regional). Misalnya: industri bordir, industri
sepatu, dan industri mainan anak-anak.
         Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar, teknologi canggih
dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil,
pemasarannya berskala nasional atau internasional. Misalnya: industri barang-barang
elektronik, industri otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan.
11.  Klasifikasi Industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian industri
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan
oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah
sebagai berikut:
         Industri Kimia Dasar (IKD)
Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan: modal yang besar, keahlian yang
tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk kelompok IKD
adalah sebagai berikut:
1)      Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri bahan kimia tekstil.
2)      Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri asam sulfat, dan industri kaca.
3)      Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri pestisida.
4)      Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp, dan industri ban.
         Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin
berat atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai
berikut:
1)      Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya: mesin traktor, mesin hueler, dan
mesin pompa.
2)      Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin pemecah batu, buldozer, excavator, dan
motor grader.
3)      Industri mesin perkakas, misalnya: mesin bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin pres.
4)      Industri elektronika, misalnya: radio, televisi, dan komputer.
5)      Industri mesin listrik, misalnya: transformator tenaga dan generator.
6)      Industri kereta api, misalnya: lokomotif dan gerbong
7)      Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil, motor, dan suku cadang kendaraan
bermotor. Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang dan helikopter.
8)      Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi baja, industri alumunium, dan
industri tembaga.
9)      Industri perkapalan, misalnya: pembuatan kapal dan reparasi kapal.
10)  Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya: mesin produksi, peralatan pabrik, the blower,
dan kontruksi.
         Aneka Industri (AI)
Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacammacam barang
kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1)      Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi
2)      Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi, dan
radio.
3)      Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik, obatobatan, dan pipa.
4)      Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan
kemasan.
5)      Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer
         Industri Kecil (IK)
Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi
sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya: industri kerajinan, industri
alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).
         Industri pariwisata
Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata.
Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya: pertunjukan seni dan budaya),
wisata pendidikan (misalnya: peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum
geologi), wisata alam (misalnya: pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan
kehutanan), dan wisata kota (misalnya: melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan,
wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).
2.3 Sejarah Sektor Industri di Indonesia
Tahun 1920an industri modern di Indonesia hampir semua dimiliki oleh orang asing,
walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industry rumah
tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek,
kerajinan tekstil, dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco
(BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi
yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan
menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang
mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah
system dan pola kenijakan ekonomi dari sector perkebunan ke sector industry, dengan
memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industry baru.
           Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industry yang ada ketika itu
mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang logam,
semuanya milik asing. Pada masa PD II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun setelah
pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan
diangkutnya barang capital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha). Setelah
Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sector industry dan menawarkan investasi walau
dalam tahap coba-coba. Tahun 1951 pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi
Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industry kecil pribumi
dan memberlakukan pembatasan industry besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan
Cina.
2.4 Perkembangan Industrialisasi
Perkembangan industi yang pesat dewasa ini memang tidak terlepas dari proses
perjalanan panjang penemuan-penemuan baru dalam bidang industria di mana selain
penemuan-penemuan baru di bidang industry masih ada lagi factor yang menyebabkan terjadi
industrialisasi, di antaranya yaitu pengaruh dari perkembangan revolusi hijau. Di mana
revolusi hijau ini menyebabkan upaya untuk melakukan modernisasi yang berdampak pada
perkembangan industrialisasi yang ditandai dengan adanya pemikiran ekonomi rasional.
Pemikiran tersebut akan mengarah pada kapitalisme. Dengan industrialisasi juga merupakan
proses budaya dimana dibagun masyarakat dari suatu pola hidup atau berbudaya agraris
tradisional menuju masyarakat berpola hidup dan berbudaya masyarakat industri.
Perkembangan industri tidak lepas dari proses perjalanan panjang penemuan di bidang
teknologi yang mendorong berbagai perubahan dalam masyarakat. Industrialisasi ini juga
berhasil menjerat Indonesia untuk masuk didalamnya, dimana Industrialisasi di Indonesia
ditandai oleh :
a)      Tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja.
b)      Banyaknya tenaga kerja terserap ke dalam sektor-sektor industri.
c)      Terjadinya perubahan pola-pola perilaku yang lama menuju pola-pola perilaku yang baru
yang bercirikan masyarakat industri modern diantaranya rasionalisasi.
d)     Meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat di berbagai daerah khususnya di kawasan
industri.
e)      Meningkatnya kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan hasil-hasil industri baik pangan,
sandang, maupun alat-alat untuk mendukung pertanian dan sebagainya.
Dari hal di atas, pemerintah Indonesia mulain tertarik akan perkembangan
industrialisasi di Indonesia. Untuk itu pemerintah berupaya untuk meningkatkan
industrialisasi di Indonesia, upaya yang dilakukan pemerintah diantaranya yaitu:
a)      Meningkatkan perkembangan jaringan informasi, komunikasi, transportasi untuk
memperlancar arus komunikasi antarwilayah di Nusantara.
b)      Mengembangkan industri pertanian
c)      Mengembangkan industri non pertanian terutama minyak dan gas bumi yang mengalami
kemajuan pesat.
d)     Perkembangan industri perkapalan dengan dibangun galangan kapal di Surabaya yang
dikelola oleh PT.PAL Indonesia.
e)      Pembangunan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang kemudian berubah menjadi
PT. Dirgantara Indonesia.
f)       Pembangunan kawasan industri di daerah Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan, dan Batam.
Dengan adanya tekhnologi baru dan revolusi industry, masyarakat dunia sekarang ikut
menikmati segala macam barang dan jasa yang bermutu dan jumlahnya pun semakin
meningkat. Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang turut menikmati kemajuan dari
perkembangan industry.

2.5 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional


Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan
sangat pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan
sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena
kinerja ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industry manufaktur merupakan
contributor utama.
Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur di Indonesia selama
ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector yang sama di Negara-negara lain.
Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur
terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan
output rata-ratanya termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini
menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi
dibandingkan Malaysia dan Thailand.

2.6 Masalah Keterbelakangan Industrialisasi di Indonesia


Dari jumlah penduduk indonesia termasuk negara sedang berkembang terbesar ketiga
setelah india dan cina. Namun diluar dari segi industrialisasi indonesia dapat dikatakan baru
mulai, salah satu indikator dari industrialisasi adalah sumbangan sektor industri dalam GDP
(gross domestic product). Dari ukuran ini sektor industri di Indonesia sangat tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara utama di asia. Dua ukuran lain adalah besarnya nilai
tambah yang dihasilkan sektor industri dan nilai tambah perkapita.
Dari segi ukuran  mutlak sektor industri diindonesia masih sangat kecil, bahkan kalah
dengan negara-negara kecil di Asia seperti Singapura, Hongkong dan tawan. Secara perkapita
nilai tambah sektor industri termasuk yang paling rendah di Asia. Indikator lain tingkat
industrialisasi adalah produksi listrik perkapita dan prosentase produksi listrik yang
digunakan oleh sektor industri. Di indonesia produksi listrik perkapita sangat rendah, dan dari
tinggkat yang rendah ini hanya sebagian kecil digunakan oleh konsumen industri.
Keadaan sektor industri selama tahun 1950 an dan 1960 an pada umumnya tidak
menggembirakan karna iklim politik pada waktu itu yang tidak menentu. Kebijakan
perindustrian selama awal tahun 1960 an mencerminkan filsafat proteksionalisme dan
etatisme yang ekstrim, dengan akibat kemacetan produksi. Sehingga sektor produksi praktis
tidak berkembang ( stagnasi ). Selain itu juga disebabkan karna kelangkaan modal dan tenaga
kerja ahli yang memadai .
Perkembangan sektor industri mengalami kemajuan yang cukup mengesankan pada
masa PJP I, hal ini dapat dilihat dari jumlah unit usaha, tenaga kerja yang diserap, nilai
keluaran yang dihasilkan, sumbangan devisa dan kontribusi pembentukan PDB, serta
pertumbuhannya sampai terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.

2.7 Faktor-Faktor Pembangkit Dan Penghambat Industri di Indonesia


A.    Pembangkit.
Ada beberapa faktor yang dapat membangkitkan perindustrian diindonesi, diantaranya adalah
:
1.      Struktur organisasi
Dilakukan inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor.
Sebagai pihak yang membawa,mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi.
2.      Ideologi
Perlu sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan suatu teknologi apakah
menganut tecno-nasionalism,techno-globalism, atau techno-hybrids.
3.      Kepemimpinan
Pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal
ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
B.     Penghambat
Faktor-Faktor yang dapat menghambat perkembangan perindustrian adalah :
1.      Keterbatasan teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektifitas dan
kemampuan produksi.
2.      Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan
mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.

3.      Keterbatasan dana pemerintah


Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan
infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi
2.8 Sumber-Sumber Pemghematan dan Keuntungan Industri
1.      Proteksi dan pola indutrialisasi di Indonesia
Kebijaksanaan proteksionisme di Indonesia terutama mengandalkan dari pada tarif bea
masuk yang tinggi dan pembatasan kuantitatif berupa larangan total atas impor barang-barang
tertentu, seperti kendaraan-kendaraan bermotor dan barang-barang elektronika. Dalam hal-hal
di mana kapasitas domestik suatu industri dianggap sudah memadai untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, pemerintah Indonesia juga berkecenderungan untuk mengeluarkan
larangan total atas impor. Sejak neraca pembayaran Indonesia mengalami deficit yang besar
dalam transaksi berjalannya. ada tahun 1982-1983 , maka hambatan-hambatan atas impor
barang-barang jadi telah bertambah lagi.  Apa dampaknya dari kebijaksanaan proteksionistis
atas perkembangan sektor industri di Indonesia ? Di satu pihak adanya hambatan impor atas
berbagai barang impor telah mendorong banyak investasi, di cabang- cabang industry yang
menikmati proteksi tersebut. Malahan banyak investor asing pada akhir tahun 1960-an dan
awal tahun 1970-an justru tertarik untuk menanamkan modal mereka di Indonesia untuk
menghindarkan diri dari hambatan-hambatan impor yang dikenakan terhadap barang-barang
mereka yang sebelumnya diekspor ke Indonesia. Di berbagai cabang industry yang
menikmati proteksi rupanya telah terjadi “kelebihan investasi” (over- investment), sehingga
cabang-cabang industri ini kemudian manghadapi masalah kelebihan kapasitas yang cukup
gawat, yang tidak memungkinkan industry-industri ini untuk menarik manfaat dari skala
ekonomi (economic of scale) (penurunan dalam biaya rata-rata jangka panjang jika tingkat
produksi ditingkatkan). Disamping ini proteksi yang diberikan kepada berbagai cabang
industri tidak memberikan dorongan kepada para industriawan untuk mencapai tingkat
efisiensi operasional yang tinggi. Artinya, menekan biaya rata-rata sampai tingkat yang
serendah mungkin. Dampak lain dari kebijaksanaan proteksinistis atas perkembangan sektor
industri Indonesia adalah terjadinya alokasi sumber-sumber daya produktif yang kurang
efisien. Dengan ini diartikan bahwa sumber daya produktif justru mengalir ke bidang-bidang
di mana Indonesia justru tidak atau belum mempunyai kenunggulan komparatif, yaitu
industri-industri yang menghasilkan barang-barang yang padat modal. Di lain pihak
produksi-produksi barang-barang di Indonesia justru mempunyai keunggulan komparatif
yang lebih besar, yaitu barang-barang padat karya tetapi kurang mandapat rangsangan yang
memadai. Dengan kata lain, kebijaksanaan protrksionistis di Indonesia telah banyak
mendorong produksi barang-barang yang dapat menggantikan barang-barang impor,
sedangkan barang-barang jadi yang dapat diekspor kurang atau tidak mendapat rangsangan
sama sekali.  Dengan tingkat proteksi efektif yang akan mencapai beberapa ratus persen bagi
berbagai barang konsumsi bertahan lama, seperti kendaraan bermotor, maka tidak
mengherankan bahwa cabang-cabang industry yang menghasilkan jenis-jenis barang jadi ini
sebenarnya menghasilkan nilai tambah yang negative jika di ukur dengan harga internasional.
Hel ini berarti bahwa pembuatan barang-barang tersebut akan memerlukan banyak devisa
daripada jika barang-barang tersebut diimpor dalam bentuk utuh. Dengan demikian maka
timbul suatu struktur industry yang kurang efisien dan yang menghasilkan barang-barang jadi
dengan biaya-biaya yang tinggi dengan mutu yang kurang memadai. Dengan pasaran dalam
negeri yang dilindungi ketat terhadap saingan impor menjadikan para industriawan tidak
termotivasi untuk meningkatkan produktivitas dan memperbaiki mutu barang-barang mereka.
2.      Promosi Ekspor
Melonjaknya harga minyak pada tahun 1970-an memungkinkan pemerintah menerapkan
tingkat bunga di bawah tingkat keseimbangan pasar dan menyalurkan kredit dengan suku
bunga rendah pada sector prioritas. Di topang oleh bantuan luar negeri dan melonjaknya
penerimaan negara dari minyak dan gas, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang
cepat dan neraca pembayaran yang relative sehat sejak tahun 1973. Pengeluaran pemerintah
yang dibiayai pendapatan migas menjadi mesin utama pertumbuhan untuk keseluruhan
perekonomian. Ekspor miugas pun menyumbang sebagian besar devisa. Pendapatan dari
migas memungkinkan Indonesia untuk membangun dasar industri, baik industri hulu maupun
industri strategis. Banyak di antaranya merupakan badan usaha milik negara seperti baja,
semen, dan pupuk. Inisiatif pemerintah untuk membangun industri berat dicerminkan oleh
kenaikan tajam dalam pangsa barabg-barang logam dan produksi pengolahan industri berat
antara tahun 1975-1980.
3.      Teknologi
Indonesia sebagai negara yang berkembang harus mengejar ketertinggalan teknologi lewat
industri berteknologi tinggi yang terpilih. Namun, tidak salah pula jika kita memerlukan
adanya visi efisiensi dalam proses transformasi teknologi. Teknoekonomi merupakan
merupakan suatu kemampuan memanfaatkan teknologi secara efisien dan efektif.
Kemampuannya mencakup kemampuan memilih teknologi, mengoperasikan proses,
menghasilkan barang dan jasa, serta mengelola perubahan. Perubahan pada paradigma
teknoekonomi memunculkan system teknologi yang baru dan menimbulkan pengaruh yang
menyeluruh pada semua sisi perekonomian. Perubahan pada paradigma teknoekonomi akan
menimbulkan produk baru dan proses teknologi baru pada sebuah bentuk industri baru.
Perubahan demikian menyebabkan perubahan pada struktur biaya input, produksi, serta
distribusi pada perekonomian secara keseluruhan. Sehingga dengan adanya teknologi akan
menghemat biaya-biaya proses produksi dalam industri. Keuntungan-keuntungan industri :
1.      Merubah keaadaan yang serba bergantung pada luar negeri, untuk menjadikan ekonominya
lebih self sufficient. Sebab umumnya negara-negara tersebut masih memiliki struktur
ekonomi yang berat sebelah, yaitu merupakan negara agraris, yang sekaligus merupakan
ekonomi ekspor. Kekayaan-kekayaan alam yang mereka miliki dengan berbagai hasil
tambangnya, kesuburan tanah yang menghasilkan berbagai hasil pertanian, sebagian besar
belum mampu mengolah sendiri sehingga harus dijual ke luar negeri. Begitu pula segala
kebutuhan barang-barang sampai beras yang merupakan hasil pertanian juga masih harus
diimpor. Lebih-lebih peralatan-peralatan modal untuk memajukan industrinya, alat-alat
transport dan sebagainya, yang belum mampu dibuat sendiri jelas harus diimpor. Dengan
keadaan yang demikian negara tersebut dalam keadaan yang sangat lemah, dilihat dari segi
ekspor maupun impor.
2.      Dengan industrialisasi diharapkan dapat meningkatkan produktifitas tenaga kerja, dengan
mempergunakan teknologi yang lebih modern.
3.      Menambah lapangan-lapangan kerja baru untuk memperkecil jumlah  pengangguran.
4.      Dari segi neraca pembayaran, dimaksudkan agar secepatnya dapat memperbaiki neraca
pembayaran yang selalu defisit. Maksudnya sekalipun dalam jangka pendek adanya
industrialisasi terpaksa banyak mengimpor mesin-mesin, alat-alat transport, sehingga
memerlukan devisa yang sangat besar, tetapi lama-kelamaan diharapkan adanya industry-
industri substitusi impor akan mengurangi devisa yang kita butuhkan sebaliknya kita mampu
memperbesar ekspor kita.
2.9 Pengaruh Perkembangan Perindustrian Terhadap Perekonomian
            Arti penting perindustrian terhadap perkembangan perekonomian dapat dilihat dari
arah kebijakan ekonomi yang tertuang dalam GBHN 2000-2004, yaitu “Mengembangkan
perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan membangun
keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai negara maritim dan
agraris sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian dalam
arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata serta industri kecil dan kerajinan
rakyat, serta mengembangkan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam rangka
meningkatkan daya saing global dengan membuka aksesbilitas yang sama terhadap
kesempatan kerja dan berusaha bagi segenap rakyat dan seluruh daerah melalui keunggulan
kompetitif terutama berbasis keunggulan SDA dan SDM dengan menghapus segala bentuk
perlakuan diskriminatif dan hambatan”.
            Selanjutnya disebutkan dalam Undang-Undang No 25 tahun 2001 tentang Program
Pembangunan Ekonomi Nasional (Propenas) yang mengamanatkan bahwa dalam rangka
memacu penigkatan daya saing global dirumuskan lima strategi utama, yaitu pengembangan
ekspor, pengembangan industri, penguatan institusi pasar, pengembangan pariwisata dan
peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa perkembangan industri
sangat penting untuk menghadapi persaingan ketat, baik di pasar dalam negeri maupun pasar
ekspor dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia. Hal tersebut kembali
dipertegas dalam konsiderans Undang-Undang Perindustrian (Undang-Undang Nomor 5 Th.
1984) yang menyatakan bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi
dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh
karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan
peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber
daya alam, manusia, dan dana yang tersedia.
            Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik pengertian bahwa perkembangan industri
membawa pengaruh yang sangat besar sekali terhadap perkembangan perekonomian
Indonesia. Industri memegang peranan yang menentukan dalam perkembangan
perekonomian sehingga benar-benar perlu didukung dan diupayakan perkembangannya.

2.10 Tahap Perkembangan Industri


Pada akhir abad Pertengahan kota-kota di Eropa berkembang sebagai pusat kerajinan
dan perdagangan. Warga kota (kaum Borjuis) yang merupakan warga berjiwa bebas menjadi
tulang punggung perekonomian kota. Mereka bersaing secara bebas untuk kemajuan dalam
perekonomian. Pertumbuhan kerajinan menjadi industri melalui beberapa tahapan, seperti
berikut.

1.      Sistem Domestik


Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kerajinan rumah (home industri). Para pekerja
bekerja di rumah masing-masing dengan alat yang mereka miliki sendiri. Bahkan, kerajinan
diperoleh dari pengusaha yang setelah selesai dikerjakan disetorkan kepadanya. Upah
diperoleh berdasarkan jumlah barang yang dikerjakan. Dengan cara kerja yang demikian,
majikan yang memiliki usaha hanya membayar tenaga kerja atas dasar prestasi atau hasil.
Para majikan tidak direpotkan soal tempat kerja dan gaji.

2.      Manufaktur
Setelah kerajinan industri makin berkembang diperlukan tempat khusus untuk bekerja agar
majikan dapat mengawasi dengan baik cara mengerjakan dan mutu produksinya. Sebuah
manufaktur (pabrik) dengan puluhan tenaga kerja didirikan dan biasanya berada di bagian
belakang rumah majikan. Rumah bagian tengah untuk tempat tinggal dan bagian depan
sebagai toko untuk menjual produknya. Hubungan majikan dengan pekerja (buruh) lebih
akrab karena tempat kerjanya jadi satu dan jumlah buruhnya masih sedikit. Barang-barang
yang dibuat kadang-kadang juga masih berdasarkan pesanan.
3.      Sistem pabrik
Tahap sistem pabrik sudah merupakan industri yang menggunakan mesin. Tempatnya di
daerah industri yang telah ditentukan, bisa di dalam atau di luar kota. Tempat tersebut untuk
untuk tempat kerja, sedangkan majikan tinggal di tempat lain. Demikian juga toko tempat
pemasaran hasil industri diadakah di tempat lain. Jumlah tenaganya kerjanya (buruhnya)
sudah puluhan, bahkan ratusan. Barang-barang produksinya dibuat untuk dipasarkan.
2.11 Pertumbuhan Industri di Indonesia Era Globalisasi
Pertumbuhan Ekonomi (PDB) Indonesia pada Triwulan II-2011 dibandingkan
Triwulan II-2010 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 6,49 persen. Pertumbuhan ini
didukung oleh semua sektor, yang mana pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh Pengangkutan
dan Komunikasi sebesar 10,65 persen, Perdagangan Hotel & Restoran sebesar 9,64 persen,
dan Konstruksi sebesar 7,4 persen. Industri pengolahan non migas tumbuh sebesar 6,61
persen. Hal ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun 2010
yang hanya tumbuh sebesar 5,12 persen.
Sampai pada tahun 2011 triwulan II, struktur Perekonomian Indonesia masih tetap
didominasi oleh sektor industri pengolahan sebesar 24,30 persen ini jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (15,6 persen)
dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (13,7 persen). Kontribusi sektor industri pada
Triwulan II-2011 ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I tahun 2011 sektor
industri pengolahan non migas pada triwulan I tahun 2011  menyumbang sekitar 21,1 persen.
Sektor industri telah memberikan sumber pertumbuhan ekonomi yang terbesar yaitu sebesar
1,6 persen. Sama halnya dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang juga
memberikan sumber pertumbuhan ekonomi sebesar 1,6 persen. Sektor pengangkutan dan
komunikasi sebesar 1,0 persen, sedangkan sumber pertumbuhan dari sektor lainnya masih
kecil yaitu dibawah 1,0 persen.
Ditinjau dari komponen-komponen penggunaan PDB bahwa pengeluaran konsumsi
rumah tangga mempunyai konstribusi terbesar terhadap PDB yaitu sebesar 54,3 persen pada
triwulan II tahun 2011 dengan laju pertumbuhan sebesar 2,6 persen, pembentukan modal
tetap bruto sebesar 31,63 persen dengan sumber pertumbuhan sebesar 2,1 persen.
Berdasarkan analisis pertumbuhan per cabang industri Triwulan II/ 2011, untuk
pertama kalinya sejak 2005 pertumbuhan industri non migas berada di atas pertumbuhan
ekonomi (ekonomi hanya sebesar 6,4 persen dan sektor pengolahan industri non-migas 6,61
persen). Dan dari 9 cabang industri non migas seluruhnyamemiliki pertumbuhan positif.
Pertumbuhan industri non migas tertinggi dicapai oleh Industri Logam Dasar, Besi dan Baja
sebesar 15,48 persen diikuti Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 9,34 persen
dan Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki sebesar 8,03 persen. Adapun nilai
pertumbuhan industri non migas terendah dicapai oleh Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan
Lainnya sebesar 3,01 persen. Namun, secara keseluruhan hasil tersebut cukup
menggembirakan karena pertumbuhan sektor industri barang kayu tersebut pada beberapa
tahun sebelumnya memiliki nilai negatif.
Sampai dengan Triwulan II ini pertumbuhan industri yang dapat dicapai sebesar
6,61 persen dengan nilai PDB sebesar Rp. 144.750,6 miliar. Pertumbuhanpada triwulan II
tahun 2011 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan pada triwulan yang sama
tahun 2010 (5,12 persen). Hal ini didukung oleh kinerja semua cabang industri yang semakin
membaik, dan memiliki pertumbuhan positif seperti industri logam dasar, besi dan baja;
industri Makanan, Minuman dan Tembakau; serta industri tekstil, barang kulit & alas kaki.
Pertumbuhan industri non-migas selama semester I/2011 dibandingkan dengan
semester I/2010 mencapai pertumbuhan sebesar 6,20  persen lebih tinggi dibandingkan
dengan semester I/2010 sebesar 4,72 persen, namun masih lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan ekonomi semester I/2011 yang sebesar 6,48 persen.
Kondisi tersebut  menggambarkan bahwa perkembangan  sektor industri sudah bangkit.
Dalam rangka menjaga nilai pertumbuhan Industri Non Migas yang saat ini sudah berada di
atas pertumbuhan ekonomi perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif dan meminimalkan
biaya ekonomi tinggi melalui akselerasi pembangunan infrastruktur dan hilirisasi. Di samping
itu, perlu diperhatikan lingkungan global saat ini yang persaingannya semakin ketat sehingga
pembangunan industri perlu dipercepat dan dilakukan secara terintegrasi dengan sektor
ekonomi lainnya. 
Ditinjau dari aspek regional, struktur perekonomian Indonesia pada Triwulan II-2011
masih didominasi oleh kelompok provinsi di Jawa dan Sumatera. Kelompok provinsi di
Jawa memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 57,7 persen, kemudian
diikuti oleh Sumatera sebesar 23,5 persen, Kalimantan 9,5 persen, Sulawesi 4,7 persen, Bali
dan Nusa Tenggara 2,5 persen serta Maluku dan Papua 2,1 persen.
Provinsi yang memberikan sumbangan terbesar di Jawa  adalah DKI
Jakarta (16,2 persen), Jawa Timur (14,8 persen), Jawa Barat (14,3 persen) dan Jawa Tengah
(8,4 persen). Sedangkan provinsi penyumbang terbesar di Sumatera adalah Riau (6,6 persen),
Sumatera Utara (5,3 persen) dan Sumatera Selatan (3,1persen). Adapun provinsi penyumbang
terbesar di Kalimantan adalah Kalimantan Timur sebesar 6,4 persen, sedangkan provinsi
penyumbang terbesar di Sulawesi adalah Sulawesi Selatan sebesar 2,3 persen.
Berdasarkan hal tersebut, percepatan pembangunan industri di daerah perlu terus
dilakukan melalui pendekatan:
Pertama, mengkonsentralisasikan lokasi pembangunan industri pada wilayah yang
memiliki potensi keunggulan komperatif yang besar melalui pembangunan pusat-pusat
pertumbuhan industri (growth center), dilengkapi dengan mengembangkan klaster industri
dan pengembangan kompetensi inti industri daerah. Pendekatan ini dilakukan secara terpadu
dengan sektor ekonomi lainnya.
Kedua : meningkatkan kemampuan masyarakat dilokasi industri tersebut, sehingga
dituntut masyarakat untuk investasi di bidang pendidikan di dukung oleh fasilitas yang
disediakan pemerintah dan swasta, sehingga akan memberikan dampak positif bagi
pembangunan industri yang semakin efisien dan efektif serta memberikan dampak berguna
bagi daerah setempat.
Ketiga : Meningkatkan investasi di sektor industri yang dapat dilakukan oleh pihak
swasta dan investasi infrastruktur yang diharapkan dilakukan oleh pihak pemerintah dan
swasta.
Keempat : Peningkatan penguasaan pasar dalam negeri melalui upaya pemanfaat
produk dalam negeri dan penguasaan pasar internasional.
Pendekatan yang digunakan dalam mempercepat pembangunan industri dilakukan
dengan mengkombinasikan pendekatan sektoral yaitu mengembangkan klaster industri dan
pendekatan regional yang berlandaskan pada keunggulan komparatif yang dimiliki oleh
masing-masing daerah.
2.12 Permasalahan Dalam Industri Manufaktur
Secara umum, industry manufaktur di Negara-negara berkembang masih terbelakang
jika dibandingkan dengan sector yang sama di Negara maju, walaupun di Negara-negara
berkembanga ada Negara-negara yang industrinya sudah sangat maju.
Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah
yang dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang
bersifat structural dan yang bersifat organisasi.

I. Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:


1.    Basis ekspor & pasar masih sempit walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya
alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
a.       terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
b.      Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada, Turki & Norwegia
c.       USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil & pakaian jadi dari
Indonesia
d.      Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah terpengaruh oleh
perubahan permintaan produk di pasar terbatas
e.       Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan harga muncul pesaing
baru seperti cina & vietman
f.       Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor internal seperti
tuntutan kenaikan upah
2.    Ketergantungan impor sangat tinggi
1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia,
elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling
dengan hasil:
a)      Nilai impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi diatas 45%
b)      Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepada impor bahan
baku, komponen &  input perantara  masih tinggi.
c)      PMA sector manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku & komponen dari LN
d)     Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan organisasi dan
keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
e)      Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan pemasaran masih
terbatas
3.    Tidak ada industri berteknologi menengah
a)      Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen) terhadap
pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
b)      Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas, besi & baja) thd
ekspor menurun 1985 – 997
c)      Produksi produk dg teknologi rendah berkembang pesat.
4.    Konsentrasi regional
Industri menengah & besar terkonsentrasi di Jawa.
II. Kelemahan organisasi
1.      Industry skala kecil dan menengah (IKM) masih underdeveloped
2.      Konsentrasi pasar
3.      Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi
4.      Lemahnya SDM
2.13 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Sektor Industri
1.      Strategi Subtitusi Impor (inward-looking)
  Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
  Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
  Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan
mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor.
Pertimbangan yang lazim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a.       SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b.      Potensi permintaan dalam negeri memadai
c.       Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d.      Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e.       Dapat mengurangi ketergantungan impor

2.      Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia


  Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
  Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
  Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
  Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi
3.      Strategi Promosi Ekspor (outward-looking)
  Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
  Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari
pemerintah
  Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk
yang   dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
  Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi
yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif
4.      Kebijakan industrialisasi
  Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
  Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan
pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
  Diberlakukannya Undang-undang PMA
2.14 Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Perindustrian di Indonesia
            Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah dalam upayanya mendorong laju
perkembangan perindustrian di Indonesia. Baik kegiatan di bidang penyusunan regulasi yang
diperkirakan dapat mendorong laju perkembangan perindustrian, maupun kebijakan riil
melalui pemberdayaan departemen yang terkait. Sasaran pembangunan sektor industri dan
perdagangan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut :
a)    Terwujudnya pengembangan industri yang mempunyai keunggulan kompetitif berdasarkan
keunggulan komparatif dengan mengacu kepada pengembangan klaster industri, sehingga
tercipta struktur industri yang kokoh dan seimbang;
b) Terwujudnya peningkatan daya saing nasional melalui peningkatan kemampuan
profesionalisme sumber daya manusia, penguasaan penggunaan teknologi dan inovasi, serta
pemenuhan ketentuan standar keamanan, kesehatan, dan lingkungan baik nasional maupun
internasional;
c)      Terciptanya perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja secara merata di sektor industri
dan perdagangan;
d)     Terciptanya peningkatan utilisasi kapasitas produksi, sehingga mampu meningkatkan kinerja
sektor industri dan perdagangan;
e)      Tersedianya kebutuhan masyarakat luas dengan harga yang wajar dan mutu yang bersaing
melalui kelancaran distribusi barang dan peningkatan pelayanan informasi pasar yang
terintegrasi;
f)       Terciptanya profesionalisme pelaku usaha dan kelembagaan perdagangan, sehingga kegiatan
perdagangan barang dan jasa di dalam negeri semakin berkembang;
g)      Terwujudnya iklim usaha yang kondusif dengan menerapkan mekanisme pasar tanpa
distorsi, serta terjaminnya perlindungan konsumen sehingga tercipta pemahaman konsumen
akan hak dan kewajibannya dalam upaya tertib mutu, tertib usaha dan tertib ukur;
h)      Terselenggaranya kegiatan Bursa Berjangka sebagai tempat lindung nilai (hedging) dan
tempat pembentukan harga (price discovery) secara efisien dan memiliki daya saing yang
kuat;
i)        Terselenggaranya pengembangan Ware House Receipt System (WRS) yang mendukung
peningkatan efisiensi distribusi nasional dan memperlancar pembiayaan dalam perdagangan
komoditi (trade financing);
j)        Terselenggaranya sistem Pasar Lelang Lokal (PLL) melalui mekanisme pasar yang
transparan dan efisien yang memungkinkan produsen/petani memperoleh pendapatan yang
proporsional dengan harga yang terjadi di tingkat nasional atau internasional;
k)      Terwujudnya peningkatan partisipasi Indonesia melalui peningkatan diplomasi perdagangan,
baik dalam kegiatan kerjasama bilateral, regional maupun multilateral yaitu dalam forum
negosiasi persetujuan-persetujuan WTO, ASEAN, APEC, Kerjasama Komoditi Internasional,
serta kerjasama Badan-Badan Dunia lainnya;
l)        Terwujudnya peningkatan penyediaan dan penyebarluasan informasi pasar mengenai
peluang pasar internasional dan hasil-hasil kerjasama industri dan perdagangan kepada dunia
usaha, khususnya usaha kecil menengah;
m)    Terwujudnya peningkatan penggunaan bahan baku dalam negeri;
n)      Terwujudnya budaya organisasi yang lebih berorientasi kepada pencapaian sasaran;
o)      Terwujudnya keterpaduan peran pemerintah di sektor industri dan perdagangan;
p)      Terwujudnya peningkatan sinergi dalam pemanfaatan sumber daya serta peningkatan kinerja
pelayanan sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam era otonomi daerah. Di bidang regulasi,
untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu
melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya
tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah sudah saatnya untuk
melakukan pembaharuan Undang-Undang Perindustrian yang berlaku, dimana Undang-
Undang tersebut sudah sangat dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan
perekonomian dan perindustrian yang ada pada saat ini. Masalah ini menjadi semakin terasa
penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa
peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri
selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi
tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak berkaitan satu
dengan yang lain.
            Selanjutnya di bidang birokrasi, optimalisasi atas pemberdayaan departemen-
departemen yang terkait sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan perkembangan
perindustrian sebagaimana yang telah digariskan dalam cita-cita pembangunan nasional.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan SDM, pemangkasan birokrasi dalam
perijinan usaha dan lain sebagainya yang tujuan utamanya adalah meningkatkan
perkembangan perindustrian.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pengaruh atau dampak perkembangan industri sangat besar sekali terhadap
perkembangan perekonomian Indonesia. Industri memegang peranan yang menentukan
dalam perkembangan perekonomian sehingga benar-benar perlu didukung dan diupayakan
perkembangannya.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan perindustrian di Indonesia dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu dari segi regulasi yang dilakukan dengan memperbarui Undang-
Undang Perindustrian yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan, dan dari segi birokrasi
yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas SDM dan mempermudah
pengurusan ijin usaha.

3.2 Saran
Dengan melihat pengaruh perindustrian terhadap perkembangan perekonomian, maka
sudah selayaknya apabila pemerintah bersikap serius dan segera melakukan perubahan, baik
terhadap regulasi maupun birokrasi yang terkait dengan perindustrian agar pendapatan
ekonomi nasional ikut semakin meningkat seiring berkembangnya era globalisasi
DAFTAR PUSTAKA

Kharisma. 2010. Ekonomi untuk Sekolah Menengah Atas Semester II. Solo: CV. HaKa MJ
Rosyidi, Suherman. 2011. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA

Anda mungkin juga menyukai