Dosen Pengampu :
Oleh :
Kelas I
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR
Penyusun terlebih dahulu mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT. Dengan
segala rahmat dan nikmat-Nya, makalah yang berjudul “Paradigma Pembangunan
Perekonomian Indonesia” dapat selesai dalam jangka waktu yang cepat. Penyusun juga tidak
lupa berterima kasih kepada pihak yang telah memandu dan memberikan dukungan. Selain
itu, penulis juga berterima kasih kepada Ibu Fivien Muslihatinningsih, S.E, M.Si. karena
banyak membantu dan membimbing penulis dalam segi penulisan dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penyusun
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Paradigma Pertumbuhan Ekonomomi ................................................................... 6
2.2 Paradigma Pembangunan Sosial.....................................................................10
2.3 Paradigma Ekonomi dan Politik.....................................................................16
2.4 Paradigma Pembangunan Manusia................................................................22
Setiap daerah memiliki potensi serta struktur ekonomi yang berbeda-beda. Pemerintah
daerah dalam perencanaan pembangunan ekonomi harus mengidentifikasi potensi-potensi
sumber daya yang ada. Potensi daerah merupakan daya saing daerah dengan daerah lain yang
dapat dikembangkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu
pemerintah daerah harus melakukan perencanaan pembangunan ekonomi agar dapat
mendongkrak laju pertumbuhan ekonominya.
Dalam praktek angka, PNB kurang lazim dipakai, yang lebih populer dipakai adalah
PDB, karena angka PDB hanya melihat batas wilayah, terbatas pada negara yang
bersangkutan.
Utami, Witanti Nur. 2010. Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan. Diakses pada 5
November 2018.https://id.scribd.com/doc/59912204/Pertumbuhan-Ekonomi-Dan-Pemerataan
Dalam hal ini kebijakan sosial yang mendorong arah pembangunan sosial di indonesia
terbagi oleh berberapa sektor diantaranya adalah
1. Sektor pendidikan
2. Sektor kebudayaan
3. Sektor IPTEK dan penelitian
4. Sektor kesehatan
5. Sektor Keluarga Berencana
6. Sektor Kependudukan
7. Sektor Perumahan
Kesepuluh sektor tersebut merupakan bagian dari pembangunan sosial yang menjadi
tumpuan pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan sosial. Kebijakan sosial yang telah di
buat melalui kesepuluh sektor tersebut memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan
kapasitas dan pemberdayaan bagi masyarakat indonesia. Setiap masyarakat berpartisipasi
dalam pembangunan sosial melalui berbagai aspek yang telah dilakukan oleh pemerintah.
Mengacu pada Conyers dalam Suharto (2005. h. 7) bahwa karakteristik utama pembangunan
sosial terdiri dari 3 bagian diataranya:
1) Pembangunan sosial sebagai pemberi layanan sosial yang mencakup program nutrisi
kesehatan, pendidikan, perumahan dsb. Secara keseluruhan pemberian kontribusi
kepada perbaikan standar hidup masyarakat.
2) Pembangunan sosial sebagai upaya penwujudan nilai-nilai kemanusiaan, seperti
keadilan sosial, keamanan dan ketentraman hidup, kemandirian keluarga dan
masyarakat.
3) Pembangunan sosial sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk mengambil keputusan dan mengaktualisasikan diri
Dengan demikian kebijakan sosial yang telah dibuat dalam PJP I merupakan arah
pembangunan sosial yang tepat dalam menangani permasalahan sosial di indonesia. Dimana
kebijakan sosial itu sendiri adalah seperangkat tindakan, kerangka kerja, petunjuk, rencana
dan strategi yang dirancang untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga
pemerintah kedalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang
kesejahteraan sosial. Kebijakan sosial seringkali menyentuh dan berkaitan dengan bidang
sosial seperti kesehatan, pendidikan, perumahan dan rekreasional.
Dari berbagai kebijakan yang telah di buat pada masa pemerintahan Orde Baru sangat
terlihat jelas bagaimana arah kebijakan sosial yang ditujukan untuk meningkatkakan derajat
kesejahteraan sosial itu sendiri dan kebijakan aksi program yang telah dilaksanakan pada
masa lalu, pada intinya memuat komitmen yang tegas dan kuat mengenai perlunya
penanganan segera terhadap penyebab utama masalah sosial yang di kemas dalam tiga
agenda besar yaitu:
Ketiga agenda besar tersebut menjadi dasar arah kebijakan sosial yang akan dilakukan
pada masa berikutnya. Penanganan permasalahan sosial di indonesia dibutuhkan beberapa
pendekatan yang bersihat holostik dan komperhensif melalui kebijakan sosial.
Pada masa Reformasi sekarangpun kebijakan sosial yang dibuat guna mencapai
pembangunan sosial masih terus dilakukan. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai kebijakan
sosial yang dilakukan pemerintah melalui Departemen Sosial (sekarang Kementerian Sosial)
dalam menangani permasalahan Penyandang Masalahan Kesejahteraan Sosial baik melalui
pendekatan Residual berupa bantuan sosial maupun Incremental. Arah yang dicapai dalam
pembangunan sosial pada saat ini tidak hanya pada satu sektor saja yang dikoordinir oleh
Kementrian Sosial, namun sudah mengacu pada berbagai sektor kebijakan sosial yang lebih
luas seperti berbagai program yang telah dilakukan tiap-tiap Kementerian berupa progam
PNPM, KUR, BLT, PKH, PAMSIMAS dan lain sebagainnya. Kebijakan sosial yang bersifat
holistik inilah yang menjadi salah satu tumpuan dari penanganan permasalahan sosial di
indonesia. Dengan demikian kebijakan sosial yang lintas sektor dan terintegrasi merupakan
bagian dari terwujudnya pembangunan sosial di indonesia sampai sekarang.
Pembangunan Kesejahteraan
Sebelum penulis membahas lebih jauh tentang tujuan dari pembangunan untuk
mencapai kesejahteraan maka terlebih dahulu mendefinisikan makna pembangunan yang
sebenarnya karena konsep pembangunan selalu diidentikkan dengan pertumbuhan,
industrialisasi dan modernisasi yang kadang kalanya secara etimologi makna ketiga
pembangunan bertentangan dengan pembangunan sosial yang lebih komperhensif demi
terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Secara etimologi pembangunan adalah
menumbuhkan, mengembangkan, meningkatkan atau mengubah secara bertahap. Dengan
demikian pembangunan bisa diartikan sebagai proses memajukan atau memperbaiki suatu
keadaan melalui berbagai tahap terencana dan berkesinambungan.
Meskipun dimensi pembangunan menunjuk pada setiap gerak dan aktivitas demi
perbaikan kualitas hidup secara luas, dalam realitas keseharian makna pembangunan hanya
perbaikian fisik atau ekonomi suatu masyarakat. Perubahan paradigma pembangunan yang
hanya sebatas oconomic oriented menjadi lebih komperhensif dan integralistik melalu
pembagunan berbasis pada manusia. Dengan demikian maka kesadaran untuk merumuskan
kembali konsepsi pembangunan itu harus mengupayakan keterlibatan semua pihak tanpa
terkecuali agar pembangunan yang dicapai tidak mengalami hambatan dan kesenjangan bagi
seluruh warga negara indonesia.
Definisi Politik
Sesuatu seni (art) dan ilmu (science) dalam mengelola (memanaje) sesuatu
(kepentingan dan kekuasaan) yang tidak mungkin menjadi mungkin dan yang mungkin
menjadi tidak mungkin (uncertainties). Serta menjadi seni dan ilmu dalam mengelola
alternatif-alternatif untuk pengambilan keputusan dan kebijaksanaan (publik maupun bisnis).
Maka jika disimpulkan Politic is who get’s, what, when, how (Harold Laswell).
Mengamati setiap isu atau kebijakan pembangunan langsung maupun tidak langsung
yang melibatkan kepentingan publik pada level makro (pemerintah, kelompok)
maupun mikro (individu).
Mengamati fenomena pembangunan secara interaktif dan komprehensif yaitu dari
segi proses dan dampaknya.
Mengkaji dan menganalisis keputusan politik dan kebijakan publik menyangkut
persoalan ekonomi dan politik dalam pembangunan mengenai kesediaan barang-
barang (goods) dan jasa pelayanan (services) yang diperlukan oleh publik.
Tujuan ekonomi politik pembangunan mengembangkan proposisi atau hipotesisi
terkait kemungkian hasil ukur (outcomes) dari suatu proses pertukaran sumber-sumber baik
yang berssifat non ekonomis (biaya sosial dan politik) maupun yang memiliki sifat ekonomis
Birokrasi di Indonesia memiliki dua prestasi, posisif dan negative. Dampak positif
pada zaman orde baru, misalnya Prof. Haryono Soeyono mampu menghasilkan program KB
dan berhasil, sementara di Filipina tidak berhasil, sebab birokrasinya tidak mampu
menundukkan gereja dengan para pendeta dan pasturnya menjadi salah satu contohnya
(Prof. Dr. Didik J Rachbini, 2011 dalam Prof. Dr. Nur Syam, M.Si). Di Indonesia sendiri juga
sempat terjadi praktik yang salah. Dimana dalam UUD sendiri msesuai dengan pemikiran
Hatta Indonesia menganut sosialisme, namun dalam pelaksanaannya justru berjalan dengan
sistem kapitalisme. Contohnya, ketika pasar untuk komoditi cengkeh, maka bukan negara
yang mengatur pasar, tetapi yang datang justru Tomi yang kemudian melakukan keputusan
pasar yang merugikan petani cengkeh.
Indonesia saat ini memasuki G-20. Pada tahun 2030 diperkirakan Indonesaia akan
menjadi negara sepuluh atau enam besar dunia. Dunia kompetisi nasional masih berada
diangka 49, dengan birokrasi berada diperingkat 120-an. Namun permasalahan ekonomi yang
dialami yaitu karena kita tidak mempunyai konsep yang jelas. Didalam UUD dinyatakan
bahwa menganut ekonomi kekeluargaan akan tetapi didalam praktiknya justru liberal.
Sehingga akhirnya menyebabkan adanya gap antara yang kaya dan miskin. Contohnya pada
Maka solusi yang diberikan dalam mengentas kemiskinan yakni dengan fokus pada
masing-masing daerah yang memiliki kekhasan didalam pengentasan kemiskinan melalui
otonomi daerahnya. Sebagai contoh seperti Provinsi Gorontalo dengan komoditi jagungnya,
Kabupaten Malang dengan agroindustrinya dan sebagainya sesuai keunggulan daerahnya
masing-masing. Sehingga kesimpulannya, harus ada kreativitas dari para pemimpin daerah
untuk menyejahterakan masyarakatnya dan hal itu menjadi visi dari seluruh aparat
pemerintah. Jika hal ini bisa dilakukan, maka kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat
Pembukaan UUD 1945 akan bisa dicapai (Prof. Dr. Didik J Rachbini, 2011 dalam Prof. Dr.
Nur Syam, M.Si).
Sebenarnya, ilmu ekonomi politik telah diperkenalkan oleh Adam Smith ketika
menulis bukunya yang monumental tentang kemakmuran negara. Namun, perkembangannya
dari waktu ke waktu tidak terlalu pesat sebagai ilmu ekonomi politik, melainkan bercabang-
cabang menjadi bidang-bidang ilmu tersendiri. Pendekatan Ekonomi Politik Baru juga
berbeda dengan pendekatan ilmu sosial dan politik konvensional. Dimana pendekatan EPB
berusaha untuk memahami realitas politik dan bentuk-bentuk sikap sosial lainnya dalam
kerangka analisis yang dianalogikan pada aktor individual yang rasional. Asumsi dasar dari
pendekatan pilihan rasional ini bahwa manusia pada dasarnya egois, rasional, dan selalu
berupaya untuk memaksimumkan utilitas dan keuntungan untuk dirinya. Pendekatan ekonomi
biasanya selalu berhubungan dengan masalah yang berkaitan dengan kelembagaan dan
transaksi dalam kerangka mekanisme pasar. Perkembangan EPB dalam tiga dekade terakhir
ini semakin terlihat jelas dan muncul ke permukaan sehingga menjadi khasanah kekayaan
teori-teori baru. Perkembangannya yang relatif cepat, misalnya ditandai oleh tiga karya
penting, yaitu:
C. Kebijakan Publik : Kelangkaan dan Pilihan (Scarcity, Choice and Public Policy)
Studi yang dilakukan oleh Donald Rotchild dan Robert Curry menjelaskan
hubungan kepentingan individu dengan kepentingan publik. Dimana dalam perspektif
masyarakat Indonesia, terutama pada masa pemerintahan otoriter Orde Baru,
kepentingan individu dianggap buruk dan bertentangan dengan kepentingan umum.
Akan tetapi dalam perspektif yang lain, terdapat kaitannya dengan cara pandang
memperlakukan individu-individu sebagai pengambil sikap yang rasional dan pelaku-
pelaku yang berusaha untuk memaksimumkan suatu utilitasnya.
Contoh kasus dari masalah ini adalah studi dari Rothchild dan Curry di Afrika
Tengah, terkait dengan usaha pemanfaatan sumber-sumber ekonomi yang terbatas
untuk pengentasan kemiskinan secara efektif. Rotchild dan Curry mengingatkan
bahaya penerapan suatu kebijakan tertentu, termasuk yang hanya didasarkan pada
kerangka dan perspektif teori yang rasional. Walaupun perspektif ini sangat
bermanfaat, tetapi penerapannya mesti memperhatikan aspek kompleksitas ini. Itu
berarti bahwa pendekatan EPB pun tetap berhadapan dengan kesulitan sehingga
metode deduktif yang diambil darinya tetap perlu melihat dan mempertimbangkan
secara lebih mendalam tentang realitas sosial yang berkemban di dalamnya.
Masalah yang dihadapi adalah apa yang disebut pendekatan ekonomi politik
baru. Dimana kerangka pemikiran EPB menjadi alat analisis yang tepat dalam kaitan
dengan dinamika perubahan sosial yang memerlukan formulasi dan prioritas
berdasarkan ranking dan pelaksanaan alternatif kebijakannya. Ekonomi politik baru
menyediakan alat yang bermanfaat dalam pencarian interaksi antara organisasi sosial,
politik, dan ekonomi. Pendekatan EPB bisa menjadi jembatan antara bidang-bidang
kajian ilmu ekonomi dan ilmu politik, antara ilmu sosial murni dan ilmu sosial terapan
Pendekatan EPB dengan basis rasional bisa memberi nuansa optimis terhadap
kemungkinan perbaikan kesejahteraan ekonomi yang biasa dilaksanakan di dalam
program-program pembangunan di Afrika.
D. Ekonomi Moral
Ekonomi moral dalam salah satu interpretasinya adalah suatu ekonomi yang
didasarkan pada nilai kebaikan normatif, keadilan dan kejujuran. Ekonomi seperti ini
Untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut, empat hal pokok yang perlu
diperhatikan, yaitu: produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan.
Keempat hal ini, saling tertkait, dan menjadi penentu dalam perumusan kebijakan
pembangunan manusia (dalam arti yang luas).
Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih luas dibandingkan
dengan teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model
pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumberdaya manusia (SDM), pendekatan
kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model
pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi
nasional (GNP). Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input
dari proses produksi (sebagi suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan
melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai agen perubahan
dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan
barang dan jasa kebutuhan hidup.
Hubungan atas bawah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia pada
Gambar 1 adalah jelas. Melalui upaya pembangunan manusia kemampuan dasar dan
ketrampilan tenaga kerja termasuk petani, pengusaha, dan manajer akan meningkat.
Selain itu, pembangunan manusia akan mempengaruhi jenis produksi domestik,
kegiatan riset dan pengembangan teknologi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
komposisi output dan ekspor suatu negara. Kuatnya hubungan timbal balik antara
pertumbuhan dan pembangunan manusia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
kelembagaan pemerintah, distribusi sumberdaya swasta dan masyarakat, modal sosial,
LSM, dan organisasi kemasyarakatan
Pembangunan manusia mencakup konsep yang relatif luas. Salah satu pelopor
pendekatan pembangunan manusia dalam Ilmu Ekonomi Pembangunan adalah
Amartya Sen (1999) melalui konsep human capabilities approach. Pendekatan ini
menekankan pada gagasan kemampuan (capabilities) manusia sebagai tema sentral
pembangunan. Sebelumnya, Ul Haq (1998) juga telah menegaskan, manusia harus
menjadi inti dari gagasan pembangunan, dan hal ini berarti bahwa semua sumberdaya
Dalam konteks ukuran-ukuran pembangunan yang diperluas, Bank Dunia (2000) telah
mengemukakan 3 (tiga) faktor utama pembangunan, yakni pembangunan manusia,
pertumbuhan pendapatan serta kelestarian lingkungan. Indikator pembangunan
manusia disebutkan apabila tercapainya 5 kondisi, yaitu (1) penurunan kemiskinan;
(2) penurunan angka kematian bayi; (3) penurunan ketimpangan pendapatan; (4)
peningkatan melek huruf; serta (5) peningkatan angka harapan hidup (Kaufmann et.al,
2000;4). Sementara itu UNDP sejak tahun 1990 telah mengeluarkan secara berkala
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai ukuran kuantitatif tingkat pencapaian
pembangunan manusia. Indeks ini merupakan teknik komposit terhadap beberapa
indikator tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Secara umum menurut
Bagolin (2004), IPM merupakan salah satu instrumen untuk mengetahui pencapaian
pembangunan manusia suatu negara karena dalam batas-batas tertentu IPM mewakili
tujuan dari pembangunan manusia.
Secara singkat, kebebasan menurut Sen (1999) memiliki elemen dasar yang disebut
kapabilitas atau kemampuan seseorang, baik kemampuan dalam bentuk potensi
menjadi seseorang (beings) maupun untuk melakukan suatu tindakan (doings). Kedua
kapabilitas ini dipandang berharga untuk mencapai aneka bentuk pencapaian aktual
dalam hidup seseorang, yang disebut sebagai functionings. Sehingga, pembangunan
manusia ditujukan kepada peningkatan kapabilitas seseorang agar tercapai perluasan
pilihan yang pada akhirnya memperluas kebebasan manusia. Untuk mencapai tujuan
ini, diperlukan instrumen, yang diperkenalkan Sen dengan istilah kebebasan
instrumental (instrumental freedom). Kebebasan instrumental terdiri dari kebebasan
politik, fasilitas ekonomi, kesempatan sosial, jaminan keterbukaan serta jaminan
perlindungan. Kebebasan politik mencakup semua hak-hak sipil yang dinyatakan
dalam kebebasan berekspresi dan kebebasan pers yang digunakan untuk
menumbuhkan demokrasi. Fasilitas ekonomi menunjuk pada peluang yang
memungkinkan individu dapat memanfaatkan sumberdaya ekonomi, baik untuk
maksud-maksud produksi, konsumsi maupun pertukaran. Peluang tersebut dinyatakan
dalam peningkatan pendapatan per kapita dan distribusi kekayaan nasional kepada
penduduk. Sementara kesempatan sosial terkait dengan tatanan yang membuat
masyarakat memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan memadai. Fasilitas
pendidikan dan kesehatan ini tidak hanya ditujukan kepada kehidupan pribadi, tetapi
kepada masyarakat secara keseluruhan yang dapat mendorong peningkatan partisipasi
dalam kegiatan ekonomi dan politik lebih efektif. Terakhir adalah sistem jaminan
sosial yang dibutuhkan untuk melindungi masyarakat, terutama bagi penduduk miskin
dari kesengsaraan yang lebih parah. Sebagai contoh misalnya di Indonesia melalui
pengadaan beras murah untuk rakyat miskin (Raskin).
Azas pemerataan sebagai salah satu dari Trilogi pembangunan yang akan
diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan, adalah salah satu prinsip
pembangunan manusia. Melalui strategi delapan jalur pemerataan, kebijakan
pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang
tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan
mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan
dan kesehatan yang program pembangunannya dirancang untuk memperluas
jangkauan pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar. Di sektor ekonomi, azas
pemerataan yang diimplementasikan antara lain adalah skema kredit untuk petani
berupa Kredit Usaha Tani (KUT), yang diperkirakan memberikan pengaruh yang
besar oleh karena sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak. Selain itu juga
upaya pemberdayaan dilakukan dengan memberikan kredit untuk melakukan uasaha
bagi penduduk miskin melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan
pendukungnya (P3DT) program Kukesra dan Takesra, Program Pengembangan
Kecamatan (PPK).
Karena hanya mencakup tiga komponen itu, maka IPM harus dilihat sebagai
penyederhanaan dari realita kompleks, yang tercermin dari luasnya dimensi
pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan
kajian dan analisa yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan
manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan
politik, kesinambungan dan pemerataan antar generasi.
Selain itu, IPM merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran
perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli, yang dalam kasus
Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan
tahun 1997. Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak pada menurunnya
tingkat pendapatan yang diakibatkan banyaknya PHK dan menurunnya kesempatan
kerja yang kemudian diperparah oleh tingkat inflasi yang tinggi selama tahun 1997-
1998. Menurunnya kesempatan kerja dalam konteks pembangunan manusia,
merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi
dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk.
Dampak dari krisis pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli
dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan
kapasitas intelektual penduduk.
Kegunaan IPM
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat kinerja
perekonomian, baik di tingkat nasional maupun regional (daerah). Pada dasarnya,
pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output agregat (keseluruhan barang dan jasa
yang dihasilkan oleh kegiatan perekonomian) atau Produk Domestik Bruto (PDB).
PDB sendiri merupakan nilai total seluruh output akhir yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian, baik yang dilakukan oleh warga lokal maupun warga asing yang
bermukim di negara bersangkutan. Sehingga, ukuran umum yang sering digunakan
untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi adalah persentase perubahan PDB untuk
skala nasional atau persentase perubahan PDRB untuk skala propinsi atau
kabupaten/kota.
Kuznets mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan kapasitas dalam
jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai jenis barang dan jasa
kepada penduduk. Dengan demikian, manifestasi dari pertumbuhan ekonomi
diwujudkan dalam peningkatan output jangka panjang atau secara berkesinambungan
(Todaro, 2000:144).
Y = F (K, L, Hc, Z), dimana K adalah modal fisik; L adalah tenaga kerja; Hc adalah
mutu modal manusia; dan Z adalah variabel lain yang berperan dalam pertumbuhan
ekonomi, seperti pengeluaran pemerintah untuk meningkatkan mutu modal manusia
dalam bentuk belanja pendidikan dan kesehatan.
Penelitian tentang pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh Barro (1998) melihat
pengaruh langsung modal manusia yang diwakili oleh tingkat pendidikan dan
pengeluaran pemerintah terhadap PDB serta beberapa variabel lain. Penelitian ini
mengambil sampel 100 negara dan menunjukkan pengaruh positif dari variabel
Ketika tingkat pendapatan atau PDB per kapita rendah akibat dari pertumbuhan
ekonomi yang rendah, menyebabkan pengeluaran rumah tangga untuk peningkatan
pembangunan manusia menjadi turun. Begitu juga sebaliknya, tingkat pendapatan
yang relatif tinggi cenderung meningkatkan belanja rumah tangga untuk peningkatan
pembangunan manusia. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ranis (2004), bahwa
pertumbuhan ekonomi memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan
pembangunan manusia melalui peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan
akan meningkatkan alokasi belanja rumah tangga untuk makanan yang lebih bergizi
dan pendidikan, terutama pada rumah tangga miskin. Dengan kata lain, peningkatan
pendapatan menurut Sen (1999) memberikan kontribusi secara langsung terhadap
peningkatan kapabilitas penduduk. Banyak studi menyebutkan, peningkatan
pendapatan mendorong peningkatan kesehatan dan pendidikan. Studi di Brazil, Chile
dan Nikaragua menunjukkan, bahwa peningkatan pendapatan berpengaruh terhadap
peningkatan beberapa indikator tingkat kesehatan, seperti rasio usia dengan tinggi
badan serta angka harapan hidup ketika lahir (UNDP, 1996; 68-69). Studi-studi lain
juga menyebutkan, peningkatan pendapatan mempengaruhi tingkat pendidikan.
Angka perkiraan di Brazil menyebutkan, bahwa 10% peningkatan pendapatan
mempengaruhi 5% – 8% peningkatan pendidikan. Begitu juga di Pakistan, terdapat
hubungan yang erat antara peningkatan pendapatan dengan rata-rata tahun pendidikan
yang dapat diselesaikan. Studi Lee (1996) di Korea juga menghasilkan pengaruh yang
signifikan tingkat pendapatan dan beberapa variabel lainnya terhadap rata-rata tahun
sekolah (years of schooling) penduduk.
Studi Birdsall, Ross dan Sabot (1995) menunjukkan, jika distribusi pendapatan di
Brazil setara dengan di Malaysia, maka tingkat pendidikan anak-anak keluarga miskin
akan meningkat sebesar 40%. Menurut Ranis (2004), jika penduduk miskin
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi atau dengan kata lain terjadi pengurangan
tingkat kemiskinan, maka akan berpengaruh terhadap peningkatan pembangunan
manusia melalui peningkatan bagian pengeluaran rumah tangga yang dibelanjakan
untuk makanan yang lebih bergizi dan pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut Ramirez et.al (1998), UNDP (1996) dan Ranis (2004), mekanisme alokasi
sumberdaya dari Pemerintah yang memiliki efek terhadap peningkatan pembangunan
manusia dinyatakan dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu (1) rasio pengeluaran Pemerintah
terhadap PDB total. Rasio ini menyatakan berapa persen proporsi belanja Pemerintah
dari total PDB untuk berbagai pengeluaran; (2) rasio pengeluaran Pemerintah untuk
peningkatan pembangunan manusia terhadap total pengeluaran Pemerintah. Rasio ini
menyatakan proporsi pengeluaran Pemerintah untuk peningkatan pembangunan
manusia dari total pengeluaran Pemerintah; (3) rasio pengeluaran prioritas yang
langsung berkaitan dengan kebutuhan peningkatan pembangunan manusia terhadap
total pengeluaran Pemerintah untuk peningkatan pembangunan manusia. Rasio ini
menyatakan proporsi pengeluaran Pemerintah untuk pembangunan manusia pada
bidang-bidang prioritas atau yang cenderung memiliki efek lebih besar terhadap
peningkatan pembangunan manusia dibandingkan dengan bidang-bidang lainnya.
Disebutkan misalnya, alokasi pengeluaran Pemerintah untuk pendidikan dasar
memiliki sumbangan yang lebih besar terhadap pencapaian indikator pembangunan
manusia pada negara-negara yang baru membangun (early stage of development)
dibandingkan untuk pendidikan tinggi (Ramirez, 1998; 5: UNDP, 1996; 70-71). Salah
satu contoh telah dikemukakan oleh studi Psacharopoulus (1972) yang memaparkan,
bahwa di negara-negara sedang berkembang biaya rata-rata seorang mahasiswa setara
dengan 88 kali biaya seorang siswa SD. Tingginya biaya pendidikan tinggi di negara-
negara sedang berkembang tidak diikuti secara proporsional pendapatan yang
diperoleh dari seseorang lulusan perguruan tinggi (PT) dibandingkan dengan di
negara-negara maju.
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Paradigma pembangunan ekonomi telah menjadi acuan konsep maupun teori
ekonomi pembangunan di berbagai belahan dunia. Hukum kemajuan menurut mereka
mesti dengan cara memusnahkan masyarakat tradisi yang lebih mengedepankan
akhlak, moral dan etika dengan menukar tradisi baru yang diusung dari Barat.
Tradisi baru itu mempercayai bahwa manusia mampu menyelesaikan
permasalahan kehidupan ekonominya dengan tanpa harus melibatkan aspek akhlak
maupun etika dalam berbisnis, maka agama mesti dipisahkan daripada aktiviti
ekonomi. Akan tetapi hingga saat ini kemiskinan, kerusakan alam dan berbagai
bentuk ketimpangan social ekonomi, politik terjadi dimana-mana. Bahkan krisis
hutang di eropa juga tidak kunjung selesai, tidak lain disebabkan karena
dampak nyata dari system kapitalis yang kotor, korup dan menodai fitrah
manusia.
Dalam paradigma pertumbuhan ini, kinerja pembangunan hanya diukur dari
indikator-indikator makro ekonomi, seperti pertumbuhan pendapatan riil per kapita,
tingkat pendidikan dan angka harapan hidup. Laju pertumbuhan ekonomi dipengaruhi
oleh beberpa faktor diantaranya faktor sosial, ekonomi dan politik dan tujuan akhirnya
yaitu pembangunan manusia. Tujuan akhir dari sebuah pembangunan ialah untuk
meningkatkan pembangunan manusia karena pembangunan tersebut merupakan
sebuah sarana dan prasana untuk meningkatkan pembangunuan manusia. Ketika
pembangunan manusia di suatu wilayah atau daerah mengalami peningkatan tentu hal
tersebut juga nantinya akan berdampak kepada perekonomian di suatu wilayah atau
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Syam Nur, M.Si. 2011. Ekonoi Politik dan Paradigma Pembangunan.
Official Site Universitas Islam Negeri Surabaya http://nursyam.uinsby.ac.id/
(Diakses pada tanggal 02 November 2018)
Prof. Dr. Rachbini Didick. 2009. Paradigma Ekonomi Politik Pembangunan Indonesia.
Perpustakaan Online http://perpusol-samsam.blogspot.com/ (Diakses pada tanggal
02 November 2018)
Suyanto, Didit. (20116). Konsep dan Kebijakan Pembangunan Indonesia. Literatur Online
https://trimongalah.wordpress.com/2016/02/04/konsep-dan-kebijakan-pembangunan-
manusia/. (Diakses pada Tgl 03 November 2018).