Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Di Susun Oleh :
7 A AKUNTANSI
Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda Rasulullah saw.
Tak lupa kami turut mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah
memberi bantuan dalam mengerjakan makalah ini.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam ilmu mata kuliah Topik Khusus
Dalam Akuntansi khususnya. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi salah satu
acuan bagi pembaca.
Tim penyusun menyadari bahwa dalam proses penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penyusunannya. Namun demikian, kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, tim penyusun dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima masukan, saran, dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya tim penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 28
B. Saran ............................................................................................................................. 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
mengalami kerugian bahkan jumlah kerugian ini dapat melebar menjadi lebih besar mencapai
Rp 18 miliar dari sekitar 81 giro billyet yang dicairkan oleh tersangka.
B. Perumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan Bank Of India Indonesia mengalami kerugian dalam jumlah
besar?
2. Bagaimana aturan bilyet giro yang seharusnya dilakukan?
3. Apa saja sanksi perbankan atas tindak penyalahgunaan transaksi bilyet giro tersebut?
C. Tujuan Analisis
Tujuan penulis dalam kasus PT. Bank India Indonesia Tbk ini, untuk mengetahui
kesalahan apa saja yang dilakukan dalam dunia perbankan, dan dalam penggunaan alat
pembayaran bilyet giro di bank tersebut.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akuntansi Perbankan
1
http://www.ojk.go.id/Booklet-Perbankan-Indonesia-2016.pdf
6
PAPI disusun dengan kerjasama antara Bank Indonesia, perbankan, dan Ikatan
Akuntan Indonesia. Dengan PAPI diharapkan dapat terjadi peningkatan transparansi kondisi
keuangan bank sehingga laporan keuangan bank menjadi semakin relevan, komprehensif,
andal, dan dapat diperbandingkan.
Pemberlakuan PAPI 2008 diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia. Sebagai petunjuk pelaksanaan dari PSAK maka untuk hal-hal yang tidak diatur
dalam PAPI tetap mengacu kepada PSAK yang berlaku.
B. Penggelapan Dana
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penggelapan diartikan sebagai proses,
cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang menggunakan barang secara tidak
sah.
Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan yang menyimpang/menyeleweng, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan
awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan
dari hasil kejahatan
Pengertian yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP,
terdiri dari 5 pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, merupakan tindak
pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi: "Barang siapa dengan
sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian
merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena
bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat)
tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah."[2]
7
Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan
1. Barangsiapa;
2. Dengan sengaja;
3. Melawan hukum (wederrechttelijk) mengaku sebagai milik sendiri (zich toeeigenen)
barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain (enig
goed dat geheel of ten dele aan een ander toebehoort);
4. Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan (anders dan door misdrijf
onder zich hebben).
1) Unsur Barangsiapa
Unsur (bestandeel) barangsiapa ini menunjuk kepada pelaku/ subyek tindak pidana,
yaitu orang dan korporasi. Unsur barang siapa ini menunjuk kepada subjek hukum, baik
berupa orang pribadi (naturlijke persoon) maupun korporasi atau badan hukum (recht
persoon), yang apabila terbukti memenuhi unsur dari suatu tindak pidana, maka ia dapat
disebut sebagai pelaku atau dader.
Bahwa, salah satu unsur yang terdapat dalam Pasal 372 KUHP (Wetboek van
Strafrecht) ialah unsur dengan sengaja (opzettelijk), dimana unsur ini merupakan unsur
subjektif dalam tindak pidana penggelapan, yakni unsur yang melekat pada subjek tindak
pidana, ataupun yang melekat pada pribadi pelakunya. Hal ini dikarenakan unsur
opzettelijk atau unsur dengan sengaja merupakan unsur dalam tindak pidana
penggelapan, dengan sendirinya unsur tersebut harus dibuktikan.
8
4) Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan (anders dan door misdrijf onder
zich hebben)
Bahwa, untuk menentukan terpenuhinya unsur ini, maka pelaku (dader) yang diduga
telah melakukan tindak pidana (strafmaatregel) penggelapan (verduistering) harus menguasai
barang tersebut bukan dengan jalan kejahatan.
Sesuatu benda berada dalam kekuasaan seseorang adalah apabila antara orang itu dengan
bendanya terdapat hubungan yang sedemikian eratnya, sehingga apabila ia akan melakukan
segala perbuatan terhadap benda itu ia dapat segera melakukannya secara langsung dan nyata,
tanpa terlebih dulu harus melakukan perbuatan lain. Benda milik orang lain berada dalam
kekuasaan seseorang bukan karena kejahatanlah yang merupakan unsur dari delik
penggelapan ini, dan ini dapat terjadi oleh sebab perbuatan-perbuatan hukum seperti:
penitipan, perjanjian sewa menyewa, pengancaman, dsb.
(Adami Chazawi, Hukum Pidana III, Produksi Si Unyil, Malang, h. 12 & 15)
C. Penyalahgunaan Jabatan
9
pemerintah, sedangkan pengertian wewenang (competence, bevoegheid), hanyalah
mengenai onderdil tertentu atau bidang tertentu saja. Dengan demikian, wewenang adalah
kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara juridis wewenang
adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk
melakukan hubungan hukum tertentu.
Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar
ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan kewenangan yang
diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya;
Terkait tindak pidana penyalahgunaan wewenang jabatan ini, dimuat dalam pasal 3
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, Bahwa setiap orang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama dua puluh tahun
dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.
Pada dasarnya, penyalahgunaan kewenangan mempunyai karakter atau ciri sebagai berikut:
Setiap pemberian kewenangan kepada suatu badan atau kepada pejabat administrasi
negara selalu disertai dengan tujuan dan maksud atas diberikannya kewenangan tersebut,
sehingga penerapan kewenangan tersebut harus sesuai dengan tujuan dan maksud
diberikannya kewenangan tersebut. Dalam hal penggunaan kewenangan oleh suatu badan
atau pejabat administrasi negara tersebut tidak sesuai dengan tujuan dan maksud dari
10
pemberian kewenangan, maka pejabat administrasi Negara tersebut telah melakukan
penyalahgunaan kewenangan.
Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas legalitas.
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap
penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam sisitem hukum kontinental. Pada negara
demokrasi tindakan pemerintah harus mendapatkan legitimasi dari rakyat yang secara formal
tertuang dalam undang-undang.
Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik.
D. Pencucian Uang
1. Penempatan lPlacement
yakni uang/dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana/kejahatan diubah ke dalam
bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan kecurigaan melalui penempatan kepada sistem
keuangan dengan berbagai cara
11
2. Pelapisan/Layering
yakni melakukan transaksi keuangan yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan
memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening sehingga sulit untuk
dilacak asal muasal dana tersebut yang dengan kata lain menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana tersebut
3. Tahap Integrasi
merupakan tahapan di mana pelaku memasukkan kembali dana yang sudah kabur asal
usulnya ke dalam harta kekayaan yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung,
diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan
untuk membiayai kegaiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan
tindak pidana
Beberapa modus pencucian uang yang banyak digunakan oleh pelaku pencucian uang adalah:
12
h) Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan
identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari
pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana.
i) Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana dari hasil
kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan sumber asal
dananya.
j) Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan
identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan
pendeteksian keberadaan pelaku pencucian uang
Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 2 ayat 1 UU RI No. 8 Tahun 2010)
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
a) korupsi;
b) penyuapan;
c) narkotika;
d) psikotropika;
e) penyelundupan tenaga kerja;
f) penyelundupan migran;
g) di bidang perbankan;
h) di bidang pasar modal;
i) di bidang perasuransian;
j) kepabeanan;
k) cukai;
l) perdagangan orang;
m) perdagangan senjata gelap;
n) terorisme;
o) penculikan;
p) pencurian;
q) penggelapan;
r) penipuan;
s) pemalsuan uang;
t) perjudian;
u) prostitusi;
13
v) di bidang perpajakan;
w) di bidang kehutanan;
x) di bidang lingkungan hidup;
y) di bidang kelautan dan perikanan; atau
z) tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau
lebih,yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar
wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia dan tindak pidana tersebut
jugamerupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Di Indonesia, hal ini diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:
Pertama
Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan
lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).
Kedua
Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap Orang yang menerima
atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut
dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak
Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).
Ketiga
Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak
pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau
14
menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan
yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama
dengan melakukan pencucian uang.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari
hukuman penjarapaling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar
rupiah.
Kliring merupakan sarana atau cara perhitungan hutang-piutang dalam bentuk surat-
surat berharga ( seperti : cek, wesel, bilyet, giro, bukti-bukti penerimaan transfer dari
berbagai kota yang dikeluarkan oleh bank, nota-nota kredit dan surat-surat lainnya yang
semuanya dinyatakan dalam mata uang rupiah dan menurut pimpinan lembaga kliring dapat
diperhitungkan melalui kliring ) atau surat dagang dari suatu bank peserta yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk. Kliring didefinisikan
juga sebagai pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama bank
maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Yang dapat melakukan transaksi kliring adalah setiap bank yang telah memperoleh
izin usaha bank umum dan tidak dihentikan kepesertaannya dalam kliring oleh Bank
indonesia serta berkedudukan di kota dimana diadakan perhitungan kliring diwajiban ikut
serta dalam kliring setempat, yang diharuskan pula memenuhi beberapa persyaratan. Bagi
kantor pusat suatu bank, sekurang-kurangnya telah melakukan usaha dengan izin Menteri
Keuangan selama tiga (3) bulan. Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, keadaan administrasi
pimpinan dan keuangan bank tersebut memungkinkan memenuhi kewajibannya dalam
kliring. Peserta kliring dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
Peserta langsung, adalah bank-bank yang sudah tercatat sebagai peserta kliring
dan dapat memperhitungkan warkat atau notanya secara langsung dengan Bank
Indonesia atau melalui PT Trans Warkat sebagai perantara dengan Bank
Indonesia, contoh Bank Retail, Bank Devisa
Peserta tidak langsung, adalah bank-bank yang belum terdaftar sebagai peserta
kliring akan tetapi mengikuti kegiatan kliring melaui bank yang telah terdaftar
sebagai peserta kliring, seperti BPR
15
Alat Pembayaran Kliring
16
Merupakan dokumen yang berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan
kliring ditempat penyelenggara
3. Formulir Kliring
Formulir yang digunakan untuk proses perhitungan kliring lokal dengan manual
meliputi :
Neraca kliring penyerahan atau pengembalian
Gabungan formulir ini disediakan oleh penyelenggara dan digunakan oleh
penyelenggara untuk menyusun rekapitulasi neraca kliring penyerahn atau
pengembalian
Neraca kliring penyerahan atau pengembalian
Formulir ini disediakan oleh peserta dan digunakan oleh peserta untuk
menyusun neraca kliring penyerahan atau pengembalian atas dasar daftar
warkat kliring penyerahan atau pengembalian
Bilyet saldo kliring
Formulir ini disediakan oleh peserta dan digunakan digunakan oleh peserta
untuk menyusun bilyet saldo kliring berdasarkan neraca kliring penyerahan
dan neraca kliring pengembalian.
Saat ini di Indonesia terdapat 105 penyelenggara kliring lokal, baik yang dilaksanakan
oleh Bank Indonesia maupun pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Transaksi yang
dapat diproses melalui sistem kliring meliputi transfer debet dan transfer kredit yang disertai
dengan pertukaran fisik warkat, baik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain)
maupun warkat kredit. Khusus untuk transfer kredit, nilai transaksi yang dapat diproses
melalui kliring dibatasi di bawah Rp100.000.000,00 sedangkan untuk nilai transaksi
Rp100.000.000,00 ke atas harus dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (Sistem BIRTGS). Dalam melaksanakan kegiatan kliring tersebut, digunakan 4
(empat) jenis sistem yang berbeda yaitu :
17
Sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan,
pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan oleh penyelenggara
secara otomatis.
c. Sistem Semi Otomasi Kliring Lokal atau dikenal dengan SOKL, digunakan di 33
wilayah kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan 37 wilayah kliring
lainnya yang diselenggarakan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan
pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomatis sedangkan pemilahan
warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring.
d. Sistem Manual (di 31 penyelenggara Non-BI).
system penyelenggaraan kliring local yang pelaksanaan perhitungan, Pembuatan
Bilyet Saldo Kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap
peserta.
Kini masyarakat dapat lebih mudah, cepat, dan terjangkau, dalam melakukan transfer
dana melalui sistem kliring nasional. Apabila sebelumnya Layanan Transfer Dana melalui
kliring dilakukan sebanyak 4 kali sehari, saat ini pelayanan ditambah menjadi 5 kali, yaitu
pada pukul 09.00, 11.00, 13.00, 15.00, dan 16.15 WIB, sementara Layanan Kliring Warkat
Debit ditingkatkan menjadi 4 kali (sebelumnya 1 kali). Dengan penambahan layanan tersebut,
dana nasabah akan terkirim dalam jangka waktu maksimal 4 jam. Hal tersebut dimungkinkan
dengan mulai berjalannya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II,
pada Jumat, 5 Juni 2015.
Waktu transfer yang lebih cepat merupakan tahap pertama pengembangan Layanan
Transfer Dana dan Kliring Warkat Debit dari dua tahap rencana pengembangan SKBI
Generasi II. Ke depan Bank Indonesia akan mengembangkan Layanan Multiple Transfer,
yaitu jasa layanan pemrosesan transaksi yang penerima maupun pengirimnya lebih dari satu
pihak (multiple) guna memfasilitasi berbagai pembayaran/penagihan rutin.
SKNBI Generasi II, yang layanannya dibuka dari pukul 06.30 hingga 16.00 WIB
(diperpanjang menjadi 9,5 jam sebelumnya 8 jam), merupakan penyempurnaan dari SKNBI
Generasi I, yang telah berjalan selama 10 tahun. Penyempurnaan dalam SKNBI Generasi II
juga mencakup perluasan akses kepesertaan terhadap Penyelenggara Transfer Dana Selain
Bank Umum, yaitu menambah juga Penyelenggara Transfer Dana (PTD) Non Bank khusus
18
untuk Layanan Transfer Dana (Kliring Kredit). Hal ini memungkinkan masyarakat
melakukan transfer dana ke seluruh wilayah Indonesia secara aman, murah, dan efisien.
Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-
RTGS), terdapat beberapa perbedaan transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, SKNBI
setelmennya dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, setelmennya dilakukan
secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi nasabah yang dapat
diproses melalui SKNBI maksimal sebesar Rp.500.000.000,00 per transaksi, sedangkan
transaksi melalui RTGS minimal sebesar Rp.100.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya
yang dikenakan Bank Indonesia kepada Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp
750,00 per transaksi, sedangkan untuk BI-RTGS sebesar Rp 15.000,00.
Bilyet Giro merupakan surat perintah pemindahbukuan dari nasabah suatu bank
kepada bank yang bersangkutan untuk memindahkan sejumlah uang dari rekeningnya ke
rekening penerima yang namanya disebut. Di sinilah kita dapat melihat peran khusus Bank
yang sangat dibutuhkan, yaitu peranan administratif dari Bank mengenai pemindahbukuan
suatu jumlah tertantu dari rekening giro orang yang berhutang kepada rekening giro penagih
hutang, pada bank yang sama atau bank yang lain. Pembayaran dengan cara ini lazim dikenal
dengan pembayaran secara giral. Pembayaran atau transaksi perdagangan dipandang sudah
lunas atau selesai bilamana pemindahbukuan yang dimaksud di dalam Bilyet Giro sudah
selesai dilaksanakan oleh bank.
1. Nama Bilyet Giro dan nomor seri harus tercantum pada formulir Bilyet Giro,
19
2. Perintah yang jelas tanpa syarat untuk memindahbukukan sejumlah dana atas beban
saldo penarik, yang harus telah tersedia cukup pada saat berlakunya amanat yang
terkandung di dalam Bilyet Giro tersebut,
3. Nama dan tempat Bank yang diperintahkan melakukan pemindahbukuan tersebut,
4. Nama pihak yang harus menerima pemindahbukuan dana,
5. Tanda tangan penarik dan cap/stempel pada badan usaha jika penarik merupakan
perusahaan,
6. Jumlah dana yang dipindah bukukan baik dalam angka maupun bentuk huruf,
7. Tempat dan tanggal penarikan,
8. Tanggal mula efektif berlakunya amanat/perintah dalam Bilyet Giro tersebut, dan
9. Nama bank dimana orang atau pihak yang harus menerimadana pemindahbukuan
tersebut memelihara rekening, sepanjang nama bank penerima diketahui oleh penarik.
Secara fisik, Cek dan Bilyet Giro hampir tidak memiliki perbedaan, tetapi secara
fungsi Cek dan Bilyet Giro memiliki perbedaan yang signifikan, yaitu :
Cek
Cek dapat diuangkan langsung secara tunai.
Pembayaran oleh bank dapat dilakukan atas unjuk (Dapat diendorsmentkan)
Dikenakan biaya materai
Cek berfungsi sebagai surat perintah dari nasabah kepada bank untuk
membayar dengan uang tunai kepada orang yang ditunjuk atau penbawa cek
tersebut.
Cek tidak dapat diuangkan pada bank yang bersangkutan sebelum di beri
tanggal penerbitanya.
Bilyet Giro
Bilyet Giro tidak dapat diuangkan langsung secara tunai
Pemindah bukuan yang dilakukan oleh bank hanya dapat dilakukan atas nama
(Tidak dapat diendosir)
Bebas biaya materai
Bilyet giro berfungsi sebagai surat perintah dari nasabah kepada bank untuk
memindahkan dananya kepada orang yang di tunjuk dan mempunyai rekening
yang jelas pada bank tertentu.
20
Bilyet giro dapat diserahkan bank sebelum tanggal efektif, jika tanggal efektif
tersebut lebih awal dari tanggal penerbitanya
Apabila seseorang menerima Bilyet Giro dan ternyata dananya tidak cukup atau
kosong, maka terhadap penarik ini dikenakan sanksi. Bila penarikan tesebut dilakukan 3 kali
berturut-turut dalam jangka waktu 6 bulan, maka penarik tersebut dapat dimasukkan ke
dalam daftar hitam dari Bank Indonesia, sehingga tidak akan diterima lagi sebagai nasabah
pada Bank di seluruh Indonesia.
Seperti halnya dengan cek, pada Bilyet Giro juga dikenal dengan Bilyet Giro kosong.
Yang dimaksud dengan Cek/Bilyet Giro kosong ialah Cek/Bilyet Giro yang tidak dapat
diuangkan karena uang yang disimpan di Bank yang dimaksudkan tidak mencukupi. Jika
saldo rekening yang bersangkutan tidak mencukupi, maka Bilyet Giro tersebut harus ditolak
sebagai Bilyet Giro kosong.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memproses 108 kasus kejahatan perbankan dalam
dua tahun terakhir. Tindak pidana perbankan yang mendominasi adalah yang terkait dengan
kredit, antara lain pembobolan data kartu kredit, dan salah pencatatan.
Berdasarkan statistik OJK, kejahatan perbankan yang terjadi sejak 2014 itu meliputi
kasus kredit (55 persen), rekayasa pencatatan (21 persen), penggelapan dana (15 persen),
transfer dana (5 persen), dan pengadaan aset (4 persen).
a. Bagi penerbit mendapat sanksi administrasi berupa pencantuman nama nasabah dalam
Daftar Hitam Penarikan Bilyet Giro Kosong
b. Nasabah diwajibkan mengembalikan sisa blanko Bilyet Giro yang belum digunakan
c. Nama nasabah yang masuk daftar hitam akan terhapus sendiri setelah masa berlaku
daftar hitam berakhir dan akan diterima kembali sebagai nasabah bank
d. Si penerbit Bilyet Giro Kosong yang diindikasikan dan patut diduga dalam
penyelidikan terdapat unsur penipuan dapat dijatuhkan sanksi pidana sesuai KUHP.
21
F. KASUS BANK OF INDIA INDONESIA
Kronologi Kasus
Polisi Tahan Kepala Cabang Bank of India Indonesia Tbk Terkait Kejahatan Perbankan
Bahkan Yunan dengan tiga lapis hukuman tersebut diatas dapat meringkuk didalam penjara
sedikitnya selama 19 tahun penjara secara kumulatif.
Kejahatan perbankan yang dilakukan Muh.Yunan terjadi secara terus menerus sejak
pertengan 2013 hingga Aparil 2015 hingga mengakibatkan PT. Bank India Indonesia Tbk
mengalami kerugian sebesar Rp.12.136.659.080, bahkan jumlah kerugian ini dapat melebar
menjadi lebih besar mencapai Rp 18 miliar dari sekitar 81 giro billyet yang dicairkan Yunan
terhadap saksi mahkota Kunal Gobindram Nathani, yang diduga kuat telah terjadi
permufakatan jahat antara Yunan dan Kunal.
"Modus yang dilakukan tersangka Muhammad Yunan, dengan melakukan sebanyak 37 kali
transaksi melalui system clering BI dengan mencairkan melalui seorang nasabah bernama
Kunal Gobindram Nathani, dimana sejumlah giro bilyet yang di acc serta dicairkan oleh
tersangka selaku Kepala Cabang, selalu dananya dalam posisi tidak mencukupi, sehingga
tersangka mengambil dana tersebut dari nasabah lainnya hingga total Rp 12 miliar lebih.
Padahal Yunan selaku Kep cabang sudah mengetahui bahwa sebelum Kunal adalah termasuk
Nasabah Bank Of India yang memiliki sejumlah catatan macet pembayaran" ungkap Kabid
Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi setiyono, kepada infobreakingnews.com, Jumat
(19/8).
Lebih lanjut Awi menyebutkan, pihak penyidik melakukan penjemputan sekaligus melakukan
penahanan terhadap tersangka M.Yunan pada pukul 03.00 WIB dinihari tadi melalui surat
penahanan No.185/VIII/Dit Reskrimsus/2016 tertanggal 19 Agustus 2016.
22
Kombes Awi menduga bahwa Kunal jauh lebih besar menikmati uang hasil jarahannya itu
ketimbang Yunan yang diduga menerima komisi hasil setiap kali Kunal berhasil mencairkan
sejumlah uang milik Bank Of India Indonesia,Tbk dengan modus kliring BI.
"Karena diketahui Saldo pada rekening Kunal tidak terdebet, sehingga Polisi akan
mengembangkan kejahatan perbankan ini nantinya memangil sejumlah saksi yang teraliri
dana pembayaran dari Kunal melalui sejumlah identitas pemilik rekening penerima tranfer
uang. Bahkan PPATK kini sedang mendalami modus pencucian uang pada kasus ini."
ungkap Awi.
Sampai dengan berita ini diturunkan pihak Dit Krimsus Polda Metro Jaya baru melakukan
penahanan terhadap satu tersangka (Muhammmad Yunan), dan pengembangan terhadap
calon tersangka lainnya, termasuk Kunal Gobindram Nathani, masih terus didalami aparat
terkait.
Pejabat Bank Of India Indonesia Tbk kembali ditahan polisi. Kini yang ditahan Polisi
bernama Heru Kurnianto (HK). Hal ini sebagai tindak lanjut dari Polda Metro Jaya yang
beberapa waktu lalu telah menahan Mukhammad Yunan.
Tersangka Heru ini diduga ikut terlibat sebagai otak pembobol dibalik sejumlah giro blilyet
yang dicairkan melalui nasabah atas nama Kunal Gobindram, yang sampai kini masih sebagai
saksi mahkota, dan tidak pernah memiliki uang saldo yang cukup pada rekeningnya.
"Tersangka HK ditangkap dan langsung dilakukan penahanan sejak pukul 16.00 Wib Rabu
(31/8) atas perbuatan nya yang ikut mencairkan sejumlah cek, padahal HK adalah merupakan
salah satu kabag di BOI kantor Samanhudi Jakarta. " kata Kabid Humas Polda Metro Jaya
Kombes Awi Setiyono, kepada Berita-ONE.COM dan infobreakingnews.com, di Jakarta,
Kamis 1 September 2016.
Sebelumnya Polisi telah menangkap dan menjebloskan kedalam sel tahanan Muhammad
Yunan, mantan Kepala Cabang Bank Of India Indonesia Tbk MD Place Jakarta yang ikut
menikmati uang jarahan yang mereka dapatkan dengan membobol Bank tempatnya bekerja
sehingga kerugian yang diderita Bank Of India sebesar Rp 18 Miliar lebih.
Pihak Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya sudah memeriksa 19 orang saksi dan menetapkan
Heru Kurnianto (HK) sebagai tersangka penggelapan dalam jabatan atau yang lazim disebut
sebagai tindak pidana kejahatan perbankan sekaligus tindak pidana pencucian uang (TPPU),
23
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 374 KHUP dan Pasal 49 Ayat 1 UU RI No.10Tahun
1998 Tentang Perbankan dan Pasal 3,4,5 UU RI No.8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
G. PEMBAHASAN KASUS
24
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu
imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk
keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka
mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh
uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka
pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes,
cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka
memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana
yang melebihi batas kreditnya pada bank;
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8
(delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
2. Tindak pidana pencucian uang Pasal 3,4,5 UU RI No.8 Tahun 2010 tentang
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG, dijelaskan sebagai berikut:
Pasal 3
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah
bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena
tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 4
Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta
25
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana
Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 5
(1) Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor
yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
3. BOII tidak menolak bilyet giro nasabah Kunal Gobindram
Seharusnya BOII menolak bilyet giro nasabah Kunal sebagaimana SE BI No.
17/12/DPSP/2015:
Bank Tertarik wajib menolak Cek dan/atau Bilyet Giro jika Cek dan/atau Bilyet Giro
memenuhi salah satu atau lebih alasan penolakan sebagai berikut:
Saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup
4. Tidak membuat DHIB, pada kasus BOII nasabah melakukan penarikan melalui
kliring bilyet giro kosong sebanyak lebih dari 3 kali (account Kunal tidak pernah
terdebet selama 37 kali transaksi pencairan dana melalui dana tarikan Giro Kliring)
26
a. melakukan penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang berbeda
sebanyak 3 (tiga) lembar atau lebih dengan nilai nominal masing-masing di
bawah Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) pada Bank Tertarik yang sama
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan; atau
b. melakukan penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar
dengan nilai nominal Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih.
Sanksi yang seharusnya ditetapkan bagi penarik cek dan/atau bilyet giro kosong yang
memenuhi kriteria DHN ada di Bab VII Peraturan Bank Indonesia nomor 8/ 29 /pbi/2006
Pembekuan Hak Penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro, seperti Pembekuan Hak
Penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro, Penutupan Rekening Giro karena Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong,
5. BOII tidak menyampaikan DHIB untuk diterbitkannya DHN Bab VI (Pasal 16)
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/ 29 /PBI/2006
Sanksi untuk pelanggaran ini tercantum di dalam Pasal 27-32 Bab XI Sanksi, salah
satu bunyi ayatnya (pasal 27 ayat 1) sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Bank yang atas dasar hasil pengawasan Bank Indonesia yang dilakukan secara
langsung ditemukan tidak menatausahakan Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro secara
lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) maka dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per kesalahan
dan/atau ketidaklengkapan dan paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) per hasil pengawasan.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah terjadi kejahatan perbankan dalam bentuk penyalahgunaan bilyet giro di Bank
Of India Indonesia, dengan modus pencairan dana melalui kliring bilyet giro. Hal ini
diketahui setelah di periksanya 19 orang saksi oleh Polda Metro Jaya, yang telah membuat
kerugian bagi Bank Of India Indonesia sebesar 18 M, dimulai kegiatan pencairan dana ini
berlangsung dari tahun 2013-2015. Berdasarkan pemeriksaan tersebut ditetapkanlah
Muhammad Yunan sebagai tersangka yang merupakan Kepala Cabang BOII kantor
Samanhudi Jakarta. tersangka dijerat pidana pasal 374 KUHP dan Pasal 49 Ayat 1 UU RI
No.10 Tahun 1998 tentang penggelapan dana dan pasal 3,4,5 UU RI No.8 Tahun 2010
tentang pencucian uang. Selain itu, ditetapkan juga Heru Kurnianto sebagai tersangka lainnya
yang bekerja sama dengan Muhammad Yunan yang sama-sama memanfaatkan bilyet giro
dari seorang nasabah bernama Kunal Gobindram Nathani, dimana pada saat mencairkan
bilyet giro melalui kliring dana giro di rekening Kunal tidak pernah mencukupi sehingga
digunakanlah dana dari nasabah lain untuk memenuhi pencairan dana oleh Kunal yang
dilakukan oleh Heru K dan Yunan. Hingga saat ini polisi masih terus melakukan
penyelidikan atas kasus ini, karena Kunal Gobindram diduga terlibat dalam kasus ini, dan
proses hukum kasus BOII masih terus berjalan.
B. Saran
Bilyet Giro sebagai pembaruan atau kemudahan dalam alat pembayaran seharusnya
memberikan kepuasan dan rasa aman bagi siapa saja yang menggunakan Bilyet Giro tersebut
sebagai alat untuk pembayaran atau transaksi dagang sesuai dengan fungsinya. Perubahan
peraturan mengenai Bilyet Giro tersebut yang membuat Bilyet Giro sudah tidak lagi sesuai
dengan fungsinya atau sudah tidak lagi relevan digunakan sebagai alat pembayaran.
Peraturan mengenai penerbitan Bilyet Giro kosong harus di rubah kembali seperti
dahulu pertama kali di adakannya pembayaran dengan pemindahbukuan Bilyet Giro yaitu
hukuman mati atau penjara seumur hidup bagi para penerbit Bilyet Giro kosong. Dengan
aturan seperti itu para pemilik rekening Bilyet Giro tidak akan main-main dalam mengisi
28
Bilyet Giro yang sudah dibayarkan. Hal ini dapat membuat Bilyet Giro kembali ke fungsinya
yaitu sebagai kemajuan alat pembayaran dengan mengedepankan keamanan dalam transaksi
pembayaran.
Bilyet Giro yang sudah tidak relevan lagi digunakan sebagai alat pembayaran, apabila
para penegak hukum dan Bank selaku penerbit Bilyet Giro tidak merubah sistem dari Bilyet
Giro tersebut maka sebaiknya Bilyet Giro di Indonesia ini dihilangkan. Karena adanya Bilyet
Giro tersebut sekarang ini justru menambah kesan buruk perdagangan di indonesia dan sangat
merugikan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2005, h.98.
Ismail, Akuntansi Bank : Teori dan Aplikasi dalam Rupiah, Jakarta: Kencana, 2010.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Pedoman Umum Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bagi Penyedia Jasa Keuangan Edisi
Pertama, Jakarta, 2003.
www.bapepam.go.id/old/ragam/pedoman_pencucian_uang.pdf
www.bi.go.id
www.beritaone.com/2016/11/pembobol-bank-of-india-kunal-gobindram.html?m=1
www.bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/06/07/060000126/Per.1.Juli.2016.BI.Berlakuka
n.Ketentuan.Baru.Layanan.RTGS.dan.Kliring
www.negarahukum.com/hukum/1562.html
30