Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PENERBITAN LETTER OF CREDIT (L/C) FIKTIF PADA TRANSAKSI

PERBANKAN (STUDI KASUS BANK BNI JAKARTA)


A. Latar Belakang Masalah
Hadirnya dunia usaha sangat diharapkan untuk dapat turut berpartisipasi secara
langsung dalam mengembangkan perekonomian nasional, agar dapat mencapai tujuan
nasional. Sebagaimana diketahui untuk dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik
dari segi materiil maupun spiritual yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945, diperlukan adanya pertumbuhan perekonomian yang sangat baik. Oleh karena itu
dukungan dari berbagai bidang sangatlah diperlukan salah satunya adalah di bidang
perbankan, karena fungsi utama perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat,
dengan harapan dapat memperbaiki tingkat kahidupan ekonomi rakyat banyak ke arah tingkat
kehidupan ekonomi yang lebih baik. Namun demikian pelaksanaan pembangunan ekonomi
harus tetap memperhatikan dan menjaga stabilitas. Keberadaan perbankan di Indonesia
semakin banyak, hal itu ditandai dengan hadirnya bank-bank baru tumbuh dan berkembang,
dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat pun merupakan catatan keberhasilan
perbankan. Jumlah dana yang dapat dihimpun oleh suatu bank merupakan pencerminan dari
meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank.Semakin banyak dana yang dihimpun
berarti merupakan suatu indikasi bagi bank, bahwa bank yang bersangkutan mendapat
kepercayaan dari masyarakat. Bisnis perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh karena
itu pengelolaan yang hati-hati sangat diperlukan karena dana dari masyarakat dipercayakan
kepadanya.
Bank dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian,
dan juga harus menjaga kesehatan bank agar tetap terjaga terus demi kepentingan masyarakat
pada umumnya dan bagi para nasabah penyimpan dana. Sebagai lembaga keuangan, bank

yang merupakan tempat masyarakat menyimpan dananya dilandasi oleh kepercayaan bahwa
uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai dengan bunga, yang
dimaksud di sini bahwa suatu bank sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat tersebut.
semakin tinggi kepercayaan masyarakat, semakin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk
menyimpan uangnya pada bank dan menggunakan jasa-jasa lain dari bank.
Selain sebagai tempat menyimpan uang, bank juga berfungsi salah satu media dalam
melakukan transaksi perdagangan. Pada dasarnya, perdagangan sudah lama dikenal di muka
bumi ini, baik perdagangan satu pulau, antar pulau atau antar Negara. Kita mengetahui bahwa
setiap perdagangan akan berujung pada pengiriman barang ke tempat tujuan pembeli dan
pada akhirnya akan melibatkan pembayaran pada pihak penjual. Pengiriman barang dapat
dilakukan melalui darat, laut maupun udara, tergantung jarak, waktu maupun biaya yang akan
dikeluarkan. Bagi perdagangan dalam skala kecil baik nominal rupiah atau kuantitas antara
pembayaran dan pengiriman barang tidak terlalu jadi masalah. Akan tetapi jika sudah dalam
jumlah besar barulah masalah pengiriman dan pembayaran dipermasalahkan.
Permasalahan yang muncul biasanya disamping masalah pengiriman barang adalah
dalam hal pembayaran. Bagi pengirim atau penjual barang harus terlebih dahulu ada jaminan
pembayaran terhadap barang yang dijualnya. Tanpa jaminan dari pihak pembeli tidak
mungkin penjual berani melepas barang dagangannya. Begitu pula bagi pihak pembeli perlu
ada jaminan untuk memperoleh barang dengan disertai jumlah dan kualitas yang
diinginkannya. Bagi mereka yang berdagang masih dalam satu pulau atau masih dalam satu
negara hal ini mungkin tidak menjadi masalah serius. Tetapi bagi mereka yang dibatasi oleh
jarak yang jauh dan waktu yang lama, apalagi antar negara jelas masalah pengiriman barang
dan pembayaran akan menjadi masalah besar.

Pada masa sekarang hampir semua negara saling mengadakan hubungan dagang
untuk menunjang pembangunan ekonominya. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi jelas akan
sangat meningkatkan bisnis internasional. Peningkatan bisnis internasional, pasti pula akan
meningkatkan intensitas lalu lintas pembayaran ekspor impor antar negara di dunia di abad
ke-21 mendatang. Kegiatan perdagangan tersebut dapat terbagi menjadi dua, yaitu: a)
kegiatan menjual barang (ekspor); dan b) kegiatan membeli hasil produksi negara lain
(impor). Dari setiap kegiatan tersebut pada dasarnya ada 2 pihak yang berperan, yaitu pihak
eksportir dan pihak importir. Perlu diingat dalam kegiatan ini, kedua belah pihak terpisah
satu sama lain baik secara geografis maupun oleh batas kenegaraan yang dapat dipastikan
akan mengalami kesulitan dalam pembayaran bila pihak pembeli tidak memiliki devisa (alat
pembayaran yang diterima dalam lalu lintas pembayaran internasional atau suatu mata uang
internasional) Untuk menjembatani keinginan, baik pihak pembeli (importir) maupun pihak
penjual (eksportir) maka perlu digunakan sarana pembayaran yang saling menguntungkan.
Sarana pembayaran ini akan menjamin pembayaran yang diinginkan penjual dengan
mengirim barangnya. Jaminan diberikan pula kepada pihak pembeli bahwa akan menerima
jumlah dan kualitas barang yang diinginkan. Sarana pembayaran semacam ini dibuat melalui
jaminan bank sebagai lembaga pembayar yang dikenal dengan nama Letter of Credit atau
L/C. Pengertian Letter of Credit (L/C) adalah jasa bank yang diberikan kepada masyarakat
untuk memperlancar pelayanan arus barang, baik arus barang dalam negeri (antar pulau) atau
arus barang ke luar negeri (ekspor-impor). Kegunaan Letter of Credit adalah untuk
menampung dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan dari pihak pembeli (importir) maupun
penjual (atau eksportir) dalam transaksi perdagangannya. Penggunaan L/C ini sejak Perang
Dunia I sampai sekarang masih terus dipertahankan dan digunakan sebagai instrumen yang
tradisional dalam transaksi-transaksi perdagangan luar negeri. Faktor-faktor yang menjadi
dasar terus berkembangnya penggunaan L/C tersebut antara lain adalah adanya

pengekangan/pengawasan devisa di beberapa negara, ketidakpastian situasi perekonomian


dan diperlukannya suatu cara bagi eksportir untuk melancarkan pembayaran barang-barang
ekspornya. Walaupun ada perbedaan-perbedaan bahasa, adat kebiasaan dan prosedur, tetapi
L/C tidak mengenal perbedaan-perbedaan itu. Dengan kata lain L/C menjamin kelancaran
pembayaran dan pengiriman barang sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara
eksportir dengan importir melalui itikad baik kedua belah pihak. Bisnis ekspor-impor sering
juga disebut sebagai bisnis dokumen atau bisnis surat-surat berharga, sebab realisasi suatu
transaksi pada umumnya diwakili oleh dokumen-dokumen pengapalan seperti bill of lading,
faktur perdagangan, draft, polis asuransi, dan lain-lain. Dalam hal ini fungsi Letter of Credit
adalah sebagai salah satu dokumen yang menempati kedudukan yang strategis, sebagai
sarana penghimpun bagi dokumen-dokumen pengapalan lainnya. Dengan demikian Letter
of Credit berfungsi pula sebagai suatu sarana untuk melakukan penelitian, pemeriksaaan
serta kelengkapan dari dokumen pengapalan. Selain sebagai sistem pembayaran yang paling
aman dipandang dari sudut kepentingan eksportir dan importir, Letter of Credit yang secara
prinsip menganut Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP 500) adalah
suatu sarana yang paling efektif, yang ditawarkan oleh bankbank devisa, dalam penyelesaian
pembayaran transaksi bisnis internasional. Walaupun demikian risiko dalam transaksi L/C
dapat saja timbul bilamana negosiasi tidak mematuhi norma dan ketentuan internasional
tersebut. Umumnya risiko disebabkan adanya penyimpangan, sehingga berdampak bagi
opening bank maupun bagi advising bank dengan tidak dapat menerima pembayaran atau
keterlambatan pembayaran dari mitra bisnisnya di luar negeri. Perbedaan manajemen, tata
hubungan individu, dan kebijakan treasury memiliki pengaruh signifikan terhadap negosiasi
L/C yang dapat dijadikan faktor utama mengukur besar kecilnya risiko (Bisnis Indonesia, 5
Nopember 2003). Mencuatnya kasus L/C fiktif di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
yang memiliki potential loss setara Rp1,7 triliun menarik perhatian publik, mengingat

reputasi bank BUMN ini cukup bonafid. Persoalannya bukan saja kerugian bank itu, tetapi
pada level dalam negeri ada pengaruh psikologis masyarakat yang sedikit banyak dapat
mengganggu kepercayaan publik pada lembaga perbankan. Pada level dunia internasional,
pelaku bisnis luar negeri akan berpikir dua kali bila akan berhubungan bisnis melalui L/C
dengan mitra bisnisnya di Indonesia. Menurut data Kepolisian, kasus itu diduga melibatkan
sedikitnya tujuh perusahaan swasta yang bergerak di bidang ekspor pasir ke negara di Afrika.
Peristiwanya berlangsung mulus selama kurun waktu lebih dari setahun (Juli 2002 hingga
Agustus 2003). Pengawasan internal Bank Negara Indonesia (Bank BNI) tak berjalan.
Sistem pengawasan Bank Indonesia (BI) juga ternyata tumpul. Lembaga yang berkewajiban
mengawasi perbankan ini baru bisa mengendus tatkala api telah berkobar ke berbagai
penjuru. Akal sehat kian tak punya tempat di negeri ini. Para analis perbankan saja tak habis
mengerti bagaimana mungkin Bank Negara Indonesia bisa kebobolan Rp 1,7 triliun lewat
ratusan transaksi sejenis, dengan modus surat kredit (Letter of Credit atau L/C) fiktif.
Sungguh skandal L/C fiktif Bank BNI sangat mengusik rasa keadilan masyarakat. Betapa
mudahnya segelintir pengusaha jahat meraup dana triliunan rupiah dari perbankan tanpa
usaha yang jelas. Dana itu tak ditanamkan untuk membangun pabrik sehingga bisa menyerap
tenaga kerja. Mereka cuma mengakal-akali sejumlah dokumen, memalsukan dan
memanipulasinya. Seolah-olah mereka telah mengekspor barang hingga ke Afrika, padahal
ekspor bodong semata. Terjadinya kasus L/C fiktif BNI telah membuka masyarakat bahwa
Letter of Credit sebagai satu sarana yang banyak dipakai dalam memperlancar transaksi
perdagangan internasional sangat perlu dipelajari secara mendalam oleh semua yang terlibat
dalam perdagangan internasional. Dalam era globalisasi kelak, dapat diyakini bahwa peranan
Letter of Credit sebagai sarana pembayaran internasional, bukannya akan berkurang, malah
akan memegang peranan yang lebih penting. L/C memegang peranan penting dalam

perdagangan internasional dan akan terus merupakan instrumen yang paling ampuh dalam
jasajasa perbankan.

B. Rumusan Masalah
1.

Bagaimanakah hukum positif di Indonesia mengatur tentang perlindungan hukum


terhadap Bank atas penerbitan Letter of Credit (L/C) fiktif?

2.

Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk menghindari kerugian karena
Letter of Credit (L/C) fiktif?

LETTER OF CREDIT (L/C)


Nama : M.Numan Z
Kelas : 4eb16
Npm

: 26209594

Pengertian LETTER OF CREDIT (L/C)


Sumber Hukum Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-500
(U.C.P.D.C.-500) 1993 Revision Cara Pembayaran Ekspor-Impor yang paling aman
adalah menggunakan Letter of Credit (L/C).
L/C di sini dimaksudkan menjembatani perdagangan internasional atau antar negara
dimana pembeli dan penjual belum saling mengenal baik, maka dengan media L/C
resiko non payment dapat dialihkan ke bank yang terkait dalam proses L/C (Issuing
bank, negotiating bank, conferming bank).
L/C yang merupakan singkatan dari Letter of Credit, kadang disebut juga sebagai
Credit khususnya dalam Uniform Customs and Practice (UCP). Disamping itu
Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai dalam
konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank
hanya bertanggung jawab sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas
komoditi yang dikapalkan apakah sesuai degan yang tersurat dalam dokumen.

Singkat kata petugas bank tidak berurusa dengan barang yang dikapalkan.
L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir sepanjang
mampu menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Bagi
para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan berbagai
jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C
(pembayaran di muka), hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22
mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda bermitra bisnis.
Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh bank (bank
penerbit L/C) atas permintaan nasabahnya (importir/ buyer/applicant) yang
memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/ seller/beneficiary) untuk menarik
dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika telah memenuhi syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam instrumen tersebut.
Pihakpihak Yang Terlibat
Ada beberapa pihak yang secara langsung terlibat dalam transaksi menggunakan
letter of credit. Pihak-pihak tersebut, yaitu:
1) Importir (Pembeli)
Importir, atau pihak pembeli, merupakan pihak yang mengeluarkan letter of credit,
maksudnya, mengeluarkan perjanjian untuk membayar sejumlah uang kepada pihak
eksportir (penjual), ketika seluruh tanggung jawabnya telah dipenuhi. Umumnya,
harus ada jaminan terhadap kredibilitas pihak importir, untuk menghindari kaburnya
pembeli dari tanggung jawab.
2) Eksportir (Penjual)
Eksportir, atau pihak penjual, adalah tujuan dari terbitnya letter of credit, maksudnya,
pihak eksportir akan menerima pembayaran melalui letter of credit tersebut ketika
seluruh tanggung jawabnya telah diselesaikan. Ketika akan mengklaim pembayaran
melalui letter of credit tersebut, pihak eksportir harus mampu menunjukkan semua
dokumen yang dipersyaratkan.
3) Bank penerbit (Bank pembuka/opening bank/issuing bank/importers bank)
Bank ini terdapat di negara importir, dan menerbitkan letter of kredit, yang akan
menjadi perjanjian bayar kepada bank penerima.
4) Bank penerus (Advising bank/sellers bank/correspondent bank)
Bank ini melakukan penegasan (confirming), terhadap keaslian dan kelengkapan
dokumen letter of credit. Bank ini secara umum bertugas menginformasikan kepada

pihak penjual bahwa ada letter of credit yang ditunjukkan pada pihak penjual, dan
telah diperiksa keasliannya.
5) Bank pembayar (paying bank)
Bank ini terdapat di negara eksportir, di mana disebutkan dalam letter of credit
sebagai pihak yang akan melakukan pembayaran kepada pihak eksportir (sering
disebut beneficiary), jika persyaratannya telah dipenuhi seluruhnya.
6) Bank negosiasi (negotiating bank)
Bank yang menyetujui pembelian wesel draft dari eksportir.
7) Bank pengganti (reimbursing bank)
Suatu bank yang sifatnya netral jika antara bank eksportir dan bank importir tidak
memiliki hubungan rekening untuk menyelesaikan proses pembayaran.
Asas-asas Dalam Pembayaran Menggunakan Letter Of Credit
Terdapat sejumlah asas dalam pembayaran menggunakan letter of credit. Berikut
akan secara singkat dijelaskan asas-asas tersebut.
The Rule of Strict Compliance (Aturan Kesesuaian)
Aturan ini mengatur bahwa segala dokumen perdagangan yang ada harus betulbetul sama dengan keterangan yang ada di dalam letter of credit, termasuk bill of
lading, invoice, insurance policy, dan seluruh dokumen yang diminta. Sedikit saja
perbedaan dapat membuat bank menolak mengakui otentisitas dokumen-dokumen
tersebut.
Misal: dalam kasus Courtaulds North America, Inc. v. North Carolina National Bank
(1975), tergugat menuliskan dalam letter of credit keterangan barang yang
diperjualkan sebagai 100% Acrylic Yarn, sementara pada invoice tertulis Cartons
marked: 100% Acrylic (kehilangan Yarn). Bank dengan demikian menolak karena
terjadinya perbedaan antara dua berkas tersebut.
Principle of Separation (Asas Pemisahan)
Aturan ini mengatur bahwa pembuatan letter of credit berbeda dengan perjanjian
dagang (contract) antara kedua pihak. Dengan demikian, bank hanya berurusan
dengan dokumen letter of credit (dan dokumen penyertanya, sebagai bentuk
verifikasi), bukan berurusan dengan barang-barang yang diperdagangkan.

Jenis-jenis Letter Of Credit Secara Umum


Secara umum, terdapat tiga jenis letter of credit:
1) Revocable L/C: letter of credit yang dapat secara sepihak (unilaterally) diubah
isinya atau dibatalkan (amended or cancelled) tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu/persetujuan dari eksportir (without prior notice/consent of the beneficiary).
Letter of credit ini sangat beresiko bagi eksportir, karena bisa saja barang sudah
dikirimkan tapi letter of credit kemudian dibatalkan, atau memberikan kesulitan bagi
eksportir untuk menerima pembayaran.
2) Irrevocable L/C: letter of credit yang tidak dapat dirubah dan dibatalkan, kecuali
oleh karena persetujuan dari kedua belah pihak.
3) Irrevocable and Confirmed L/C (atau sering secara singkat disebut Confirmed
L/C): letter of credit ini digunakan untuk memberikan jaminan ganda bahwa
pembayaran pasti akan dilakukan. Umumnya digunakan jika terdapat keraguan
terhadap integritas suatu sistem perbankan. Confirmed letter of credit diperoleh dari
bank yang umumnya terdapat di negara eksportir, bahwa pembayaran akan tetap
dilakukan meskipun terdapat masalah di negara yang bersangkutan (misal: krisis,
kudeta, dst).
Jenis-jenis Letter Of Credit Menurut Sifat Pembayarannya
Menurut sifat pembayarannya, terdapat tiga jenis letter of credit:
1) Sight L/C: pembayaran terhadap suatu letter of credit dilakukan ketika seluruh
kewajiban yang telah dilakukan telah selesai, dan pembayaran dilakukan ketika
penyelesaiannya telah terlihat (sight). Pembayaran harus dilakukan saat itu juga,
atau paling terlambat 7 (tujuh) hari setelahnya.
2) Usance L/C: pembayaran terhadap letter of credit dilakukan pada tanggal jatuh
tempo, yaitu suatu tanggal beberapa hari sesudah tanggal dikapalkannya barang
tersebut (biasanya tanggal bill of lading).
3) Red Clause L/C: nama diambil dari penggunaan tinta merah dalam penulisan
letter of credit ini; Red Clause L/C mensyaratkan bahwa pembayaran dilakukan
sebelum barang dikapalkan. Red Clause L/C umum dilakukan pada transaksi
dengan perusahaan kecil, karena pembayaran yang dimaksud akan dijadikan modal
untuk membuat barang yang dimaksud (maka sering juga disebut sebagai loan).
Jenis-jenis Letter Of Credit Menurut Persyaratannya
Menurut persyaratannya, terdapat enam jenis letter of credit:

1) Open L/C (sering disebut Negotiable L/C): letter of credit ini memberikan
kebebasan kepada pihak eksportir (beneficiary) untuk menegosiasikan dokumendokumen persyaratan kepada bank manapun yang ditunjuk eksportir.
2) Restricted L/C: kebalikan dari jenis pertama, di mana pembayaran letter of credit
dibatasi pada bank yang telah tercantum pada letter of credit.
3) Documentary L/C: letter of credit ini mensyaratkan bahwa bank akan membayar
eksportir (beneficiary) jika dan hanya jika seluruh dokumen perdagangan yang
menyertainya telah diberikan kepada bank (maka nama jenis letter of credit ini
adalah documentary).
4) Revolving L/C: jenis letter of credit ini sering digunakan ketika kedua partai
(eksportir dan importir) sering terlibat dalam perdagangan secara reguler (berulangulang/teratur). Dengan sistem ini, seluruh perdagangan secara reguler tersebut
dapat menggunakan hanya 1 (satu) letter of credit (1 L/C yang berlaku untuk
keseluruhannya); dan setelah letter of credit tersebut diklaim pembayarannya, akan
kembali berlaku dengan jumlah yang sama.
5) Back-to-back L/C: back-to-back letter of credit merupakan suatu bentuk
pembayaran yang khas. Dalam pembayaran ini, pihak eksportir berada di tengahtengah dua proses perdagangan: [1] eksportir menjual barangnya kepada sorang
pembeli (importir); [2] si eksportir juga melakukan pembelian dari suatu penyedia
(supplier) barang. Dalam kedua kegiatan tersebut dapat digunakan sebuah L/C yang
disebut back-to-back, yang pada pokoknya berarti si eksportir dapat menggunakan
L/C yang menjadi alat pembayaran pada kegiatan [1] di atas untuk membayar
kegiatan pembelian [2] di atas (sehingga pada pokoknya sebetulnya back-to-back
L/C ini seolah-olah merupakan dua L/C). Back-to-back L/C sering digunakan ketika
kedua kegiatan di atas terjadi tidak dengan pembuat (manufacturer), maka jika anda
lihat di atas, penjual dan pembeli tidak melibatkan pembuat barangnya. Jenis L/C ini
juga sering digunakan oleh penengah (intermediary) dengan modal sedikit, sehingga
dana masuk (L/C yang dibayarkan) langsung diputar untuk membayar barang
yang dibeli.
6) Transferable L/C: jenis letter of credit yang dapat dipindahtangankan kepada satu
beneficiary lain. Perlu dicatat bahwa perpindahan tersebut hanya dapat terjadi satu
kali, kecuali terdapat kesepakatan lain.

Keuntungan Dan Kerugian Penggunaan Letter Of Credit


Berikut adalah beberapa keuntungan pemakaian letter of credit dalam transaksi
perdagangan internasional:
1) Berguna bagi eksportir dan importir yang belum mengenal secara baik, artinya
letter of credit menyediakan suatu jaminan legal bahwa proses pembayaran akan
diselesaikan hingga tuntas.
2) Eksportir dapat mempercayai bahwa pembayaran akan betul-betul diselesaikan.
Misal: dalam penggunaan sight L/C, pembayaran akan segera dilakukan ketika
seluruh tanggung jawab diselesaikan.
3) Importir dapat melakukan impor barang dengan dana yang minim, setidaknya
memberi waktu untuk memenuhi kewajibannya sampai barang selesai dikirimkan
kepada importir.
4) Importir dapat diyakinkan bahwa pembayaran akan dilakukan hanya jika seluruh
persyaratan dipenuhi (a.l. dokumen-dokumen perdagangan internasional)
Kerugian digunakannya letter of credit:
1) Bank tidak terlibat dalam pemeriksaan barang, sehingga meskipun persyaratan
dokumen dapat dipenuhi seluruhnya, sangat mungkin terjadi bahwa kondisi barang
tidak sesuai yang dijanjikan.
2) Penggunaan L/C memakan biaya yang cukup banyak, terutama mulai dari
permintaan diterbitkannya L/C sampai klaim pembayaran dari L/C.
3) Terdapat banyak waktu yang dibuang dalam proses pembayaran menggunakan
L/C.

Contoh Kasus L/C


Kasus satu
A. Ringkasan Kasus
Sebelum pecahnya Perang Teluk Kedua, Perusahaan Naijing dijual 2000 ton plastik
ethotic (senilai 2,18 juta USD) untuk sebuah perusahaan Singapura. Setelah kontrak
itu disegel, penjual menerima letter of credit dari pembeli dan kemudian membuat

pengiriman menurut artikel kontrak. Apa yang tak terduga adalah bahwa Perang
Teluk tidak mengatur harga dari produk minyak melonjak, sebaliknya, harga anjlok.
Setelah menerima barang, pembeli mengklaim bahwa barang rusak, karena itu,
meminta pemotongan harga 200 dolar. Jika tidak, mereka akan menolak untuk
membayar. Namun, bila pembeli mengajukan surat tersebut ke bank, tidak ada
konsistensi dalam surat kredit. Dan bank tidak menolak dokumen atau menolak
membayar hingga 11 hari kemudian. Dan menurut situasi di atas, pembeli memilih
untuk menuntut bank, dan sebagai hasilnya, Mahkamah Agung aturan Singapura
mendukung penjual
B. Solusi
Dalam hal ini, kontrak ditetapkan bahwa pembayaran akan dilakukan berdasarkan
surat penglihatan yang tidak dapat dibatalkan kredit. Sesuai dengan ketentuan Bea
Cukai Uniform dan Praktek Kredit Dokumenter ", dalam surat bisnis kredit, bank
memproses dokumen saja, barang tidak terkait dan dokumen. Oleh karena itu,
sehingga selama dokumen konsisten, bank harus melakukan pembayaran sesuai
dengan voucher. Dalam hal ini, ketika penjual menyerahkan dokumen ke bank, tidak
ada perbedaan sama sekali, oleh karena itu, bank tidak memiliki alasan untuk
menolak untuk membayar harga pembelian.
Menurut praktik umum, ketika dokumen tidak konsisten satu sama lain, bank harus
memberitahu pelanggan secepat mungkin. Menurut jurisprudenc Singapura, bank
harus menolak dokumen dalam 3-4 hari pemberitahuan kepada pelanggan. Dalam
hal ini, bank menolak untuk menerima dokumen dan membayar harga pembelian 11
hari setelah menerima dokumen, yang jelas tidak konsisten dengan praktek umum
dan preseden lokal.
Perlu dicatat bahwa dalam kasus ini pembeli menuntut harga yang lebih rendah
dengan alasan kualitas barang lebih rendah, dan menegaskan bahwa ia akan
menolak untuk melakukan pembayaran jika penjual tidak akan menurunkan harga, di
bawah ini keadaan, penjual belum membawa gugatan dengan pembeli, melainkan
memilih untuk menuntut bank. Dan seperti klaimnya ini juga dibenarkan, hasilnya
adalah mendukung penjual. Ini adalah bukti bahwa keputusannya adalah bijaksana
dan pendekatan yang efektif.
Kasus 2

A. Profil Singkat Bank BNI


Bank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan publik ini mayoritas sahamnya
dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar
nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA dengan total aset pada tahun
2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi : Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja.
Misi : Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan
yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer.
Budaya Perusahaan
1. BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik.
2. BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional.
3. BNI secara terus menerus membina hubungan yang saling menguntungkan
dengan nasabah dan mitra usaha.
4. BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai.
5. BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar pegawai
melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.
B. Ringkasan Kasus
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal
pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gilagilaa besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar
mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang
sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang
amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.
Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
- Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
- Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street
Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
- Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
- Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan
2 perusahaan dibawah Petindo Group
- Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu

- Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya


- Skim : Usance L/C
C. Kronologi :
1. Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing
Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp,
dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan
koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai
bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
2. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit
ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI.
Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105
milyar.
3. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa
membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor
yang sudah dicairkan sebelumnya.
4. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah
terjadi.
5. Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2
trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada
ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian
(potential losses). Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu
terjadi tanpa ekspor fiktif ? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran
perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin
banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.
D. Solusi
Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN,
termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama
bertahun-tahun, antara lain berdasarkan pengalaman- pengalaman pahit masa
lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap
dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi

apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan
yang tidak baik, bank akan kebobolan juga. Bank selalu dihadapkan pada pilihan
dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang
terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah.
Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan
mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan
mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun
pelayanan bank memuaskan bagi nasabah. Dari penelitian, ternyata transaksi dalam
kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi
tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua
grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran
Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit. Di
samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C
dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para
eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan
Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif. Hal ini terungkap antara lain
dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai
cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari
beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank
pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan
cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir
tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30
September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran
Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI
Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri
cabang Bank BNI Kebayoran Baru).
Kasus 3
VIVAnews - Mabes Polri mempertanyakan sikap tertutup Bank Indonesia yang tidak
melaporkan enam dari 10 letter of credit (L/C) fiktif Bank Century. Laporan pada

Maret 2009 lalu hanya menyebutkan empat L/C fiktif. Penerbitan L/C fiktif itu, kata
Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji, Selasa 15 September 2009,
dilakukan pengurus bank saat belum diambil alih pemerintah, yakni Robert Tantular,
Hermanus Hasan Muslim, dan Krisna Jagateesen. L/C senilai US$ 75,2 juta itu
masuk kategori tindak pidana perbankan. Empat debitor yang menikmati puluhan
juta dolar itu adalah PT Sakti Persada Raya, PT Damar Kristal Mas, PT Dwi Putra
Mandiri Perkasa, PT Energy quantum Easton Indonesia, di mana per debitor sesuai
dengan dokumen L/C mengimpor kacang kedelai.
"Namun faktanya impor tersebut tidak pernah dilaksanakan. Informasi yang
diterima penyidik, debitor penerima L/C sebanyak US$178 juta, namun yang
dilaporkan oleh BI hanya 4 debitor.Sedangkan terhadap 6 debitor lainnya tidak
dilaporlkan, karena menurut BI dan Bank Century masih tergolong lancar," beber
Susno.

Menindaklanjuti

laporan

tersebut

polisi

telah

mengirimkan

surat

pemberitahuan dimulainya penyelidikan dan telah melakukan pemeriksaan terhadap


32 saksi, serta meminta keterangan ahli dari BI dan selanjutnya akan melakukan
pemeriksaan terhadap tersangka yang saat ini ditahan di Kejagung. Sekadar
diketahui hasil perhitungan pada 31 Desember 2008, setelah memperhitungkan
injeksi modal Rp 4,977 triliun, CAR bank tercatat masih negatif 19,21 persen,
sehingga dibutuhkan tambahan modal sebanyak Rp 1,155 triliun.
Saat itu BI juga memperdalam pemeriksaan lewat audit investigasi dan
menemukan adanya fraud yang dilakukan pengurus lama dalam beberapa bulan
sebelum bank dialihkan ke LPS. Si pemilik, Robert Tantular, berulah dengan
memberikan fasilitas kredit perdagangan (L/C) kepada 10 debitor dengan total US$
178 juta yang diindikasikan merupakan rekayasa dengan menggunakan perusahaan
fiktif. Sebagian besar fasilitas itu hanya dijamin dengan deposito antara 5-20 persen
dari nilai fasilitas kredit.

Senin, 06 Januari 2014


Bab 9 Kasus Letter of Credit (L/C) Fiktif Bank BNI

Letter of Credit
Letter of Credit (L/C) sering disebut juga dengan istilah Documentary Credit,
yang memiliki beberapa istilah seperti Authority To Purchase, Authority To Pay
yang
memiliki
arti
yang
sama.
Istilah L/C tersebut tidak lain adalah untuk mencerminkan pengertian akan
pentingnya penggunaan L/C oleh bank sebagai alat yang mampu untuk
membiayai penyerahan barang dagang. L/C memberikan dua kepastian yaitu
mekanisme pembiayaan dan hubungan antara perkembangan-perkembangan
atau variasi dalam L/C dengan perkembangan atau variasi mekanisme komersial
untuk mana L/C tersebut secara khusus diciptakan guna memudahkannya.

Letter of Credit (L/C) didefinisikan sebagai suatu surat yang dikeluarkan oleh
suatu bank atas permintaan importir yang ditujukan kepada eksportir di luar
negri yang menjadi relasi importir tersebut, yang memberikan hak kepada
eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir bersangkutan.

Definisi lain yang lebih luas adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh bank
untuk mempertaruhkan credit (tingkat kepercayaan) akan dirinya yang telah
cukup dikenal baik, sebagai pengganti credit terhadap importir tersebut, yang
mungkin baik juga tapi tidak begitu dikenal.

Dalam publikasi terbitan ICC dinyatakan bahwa L/C adalah perjanjian tertulis dari
sebuah bank (issuing bank) yang diberikan kepada penjual (beneficiary)atas
permintaannya dan sesuai dengan instruksi pembeli (applicant) untuk
melakukan pembayaran yaitu dengan cara membayar, mengaksep atau
menegodiasi wesel sampai jumlah tertentu dalam jangka waktu yang ditentukan
dan atas dokumen-dokumen yang ditetapkan.

Bank dari pihak importir mengonfirmasikan dibukanya L/C oleh importir atas
nama eksportir.

Eksportir menyerahkan barang dan mendapatkan bill of lading.

Eksportir menukarkan bill of lading dengan uang, bill of lading kemudian


diteruskan oleh bank kepada importir

Importir menukarkan bill tersebut dengan barang.

Kasus L/C Fiktif Bank BNI

Profil Singkat Bank BNI


Bank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan publik ini mayoritas sahamnya
dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar
nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA dengan total aset pada
tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun

Visi : Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja
Misi : Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan
yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer.

Budaya Perusahaan

1. BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik.


2. BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional.
3. BNI secara terus menerus membina hubungan yang saling
menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha.

4. BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai.


5. BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar pegawai
melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional
Ringkasan Kasus
Asal mula kasus ini bermula dari diterimanya L/C bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank
BNI Cabang Kebayoran Baru. L/C tersebut dibuka oleh bank bank yang selain
bukan merupakan koresponden Bank BNI, juga bank-bank yang berasal dari
negara-negara dalam kategori berisiko tinggi (high risk countries). Bank bank
tersebut adalah Dubai Bank Kenya Limited; Rosbank Switzerland SA; Middle East
Bank Kenya Ltd; dan The Wall Street Banking Corp, Cook Islands Beneficiary
(eksportir). Sementara yang menerima L/C adalah perusahaan-perusahaan
dalam Gramarindo Group dan Petindo Group. Komoditas yang diekspor adalah
pasir kuarsa dan residu minyak dengan negara tujuan Kenya dan beberapa
negara di Afrika. Kasus BNI ini terjadi pada BNI cabang Kabayoran Baru yang
terjadi pada bulan juli tahun 2002 sampai dengan bulan agustus tahun 2003.

Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :

Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003

Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall
Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.

Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7
trilyun

Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan


perusahaan dibawah Petindo Group

Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu

Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya

Skim : Usance L/C

Kronologi :
1. Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing
Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street
Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum
mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank
tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express
Bank dan Standard Chartered Bank.

2. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka


(kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh
pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group
menerima Rp 105 milyar.
3. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa
membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil
ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
4. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak
pernah terjadi.
5. Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya
(Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada
ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian
(potential losses). Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu
terjadi tanpa ekspor fiktif ? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran
perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin
banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.
Antara Penjual ( Eksportir ) & Pembeli ( Importir ), Issuing Bank, Advising Bank &
Negotiating Bank telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu, sbb :

I. KESEPAKATAN MULTILATERAL / INTERNATIONAL :

1. Kesepakatan harga, volume, waktu pengiriman dan spesifikasi barang


yang akan dibeli.
2. Macam LC yang diterbitkan, persyaratan pencairan didalam LC, tgl
diterbitkan, tanggal kadaluarsa.
3. Bank yang akan menerbitkan LC adalah koresponden dari Bank Penjual
didalam negeri atau harus ada Bank Penjamin didalam negeri (Advising
Bank ) apabila bukan koresponden bank, sehingga dengan adanya
Advising Bank, maka Negotiating Bank dapat melakukan pendiskotoan LC
tersebut sesuai konvensi yaitu UCP.500.
4. Penerbitan dan kemudian pengiriman LC harus menggunakan alat
verifikasi yang telah disetujui oleh dunia internasional yaitu SWIFT dengan
Message Type .700, sehingga LC tersebut dikatakan GENUINE ( benar,
baik, betul, akurat dan dapat dipercaya ).

II. KESEPAKATAN NASIONAL / DALAM NEGERI :

1. Eksportir atau penjual barang, telah conform dengan Banknya bahwa


negotiating bank yang akan digunakan adalah sesuai dengan LC yang
akan dikirim oleh Importir lewat Issuing Bank.
2. Eksportir dan Bank didalam negeri telah terjadi kesepakatan untuk
melakukan pendiskontoan LC yang akan diterima, setiap bank
mempunyai aturan yang berbeda dalam rangka pendiskontoan LC ekspor
tersebut, tapi yang sama adalah, bahwa Bank mempuinyai HAK REGRES,
yaitu hak yang dipunyai oleh Bank di dalam negeri, yaitu apabila Issuing
Bank atau Importir tidak membayar kepada Negotiating Bank, karena
pendiskontoan yang telah dilakukan, dengan alasan apapun, maka
Negotiating Bank dapat meminta pelunasan pembayaran kepada
Nasabahnya atau eksportir yang dimaksud.
3. Pendiskontoan LC ekspor, sama halnya dengan perjanjian kredit pada
umumnya, pada saat terjadi wanprestasi di Luar negeri (Issuing Bank ),
maka berlakulah hukum Nasional di Indonesia, yaitu perjanjian Kredit
pada umumnya dan masuk dalam lingkup HUKUM PERDATA.
4. Apakah penggunaan yang tidak sesuai tentang pemakaian hasil
pendiskontoan atau hasil pencairan kredit adalah suatu tindakan
PIDANA..??????? dalam hal ini Tindakan Pidana Korupsi sesuai UU
No.31/1999 jo UU.No.20/2001
5. Dalam perjanjian Kredit atau pendiskotoan LC tersebut, Bank pada
umumnya telah melakukan prinsip kehati-hatian bank, yaitu meninjau
usaha, menilai asset sebagai jaminan pembayaran, sehingga apabila
terjadi wanprestasi, Bank tetap aman untuk menerima pengembalian
dana yang telah dicairkan kepada nasabah, baik berupa kredit atau
pendiskontoan LC.
6. Dokumen Pendukung disini adalah seolah-olah telah atau akan terjadi
pengiriman barang dengan menggunakan Bill of Lading, & dokumen
lainnya yang diminta dalam LC, dikarenakan
antara Importir dan
Eksportir dan juga antara Issuing Bank & Negoriating Bank, sudah
terjadi kesepakatan, maka pembayaran tetap dilakukan pada saat jatuh
tempo ( terbukti dari total 82 slip LC, hanya
37 Slip LC yang
belum dibayar, itu pun karena dikasuspidanakan oleh BNI ).

Kesimpulan :
Pada LC seolah-olah telah atau akan ada pengiriman dengan dokumen yang
disepakati didalam LC.
Dikarenakan kesepakatan-kesepakatan diatas telah terjadi maka,

terjadilah

Pendiskontoan LC Ekspor oleh Bank BNI terhadap Gramarindo Group, didalam


pelaksanaannya tidak pernah terjadi masalah, yaitu sejak bulan September 2002
sampai dengan Agustus 2003, Bank diluar negeri sebagai Issuing Bank, yang
menerbitkan LC tersebut tetap membayar kepada Bank BNI atas pendiskontoan

LC yang telah dilakukan terlebih dahulu dan karena pembayarannya dalam US.
Dollar, maka pembayaran selalu melewati perjanjian Internasional, yaitu BANK
SENTRAL di NEW YORK.

Solusi :
Setelah diketahui oleh Satuan Intern Pengawas Bank BNI, bahwa terjadi
kesalahan prosedur untuk pendiskontoan LC tersebut, maka Bank BNI atas
sepengetahuan direksi di kantor Pusat, menyetujui dibuat AKTE PENGAKUAN
HUTANG atas total pendiskontoan LC yang terjadi dan masih ditambah dengan
Borgtogh

oleh

Owner

dan

Konsultan

Investasi

Sagared

Group.

Yang

sebenarnya bahwa APU tersebut adalah sama dengan Letter of Indemnity partial
yang terlampir per slip LC yang menyangkut HAK REGRES, yang kemudian
direkapitulasi

menjadi

jaminan/collateral saja

total

angka

didalam

APU

dengan

tambahan

Anda mungkin juga menyukai