Anda di halaman 1dari 17

BUNGA BANK DALAM PANDANGAN ISLAM

Pendidikan Agama Islam

BUNGA BANK DALAM PANDANGAN ISLAM

Disusun Oleh:
Eka Lutfiyatun
Heri Hermawan
Izzatun Nisa
Desi Retnosari
Abumantra

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT kerena atas berkat limpahan nikmatNYA
sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam tak lupa
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, karena beliaulah satusatunya nabi yang membawa umat manusia dari zaman jahiliah menuju ke zaman islamiah.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Dengan harapan dapat bermanfaat bagi mahasiswa terutama sebagai penunjang dalam proses
pembelajaran. Sehingga dapat memberi kemudahan bagi mahasiswa terkait dengan pembelajaran

tersebut. Selain itu kami berharap dengan adanya penyusunan makalah ini menjadikan kami
sebagai mahasiswa yang lebih kreatif dan lebih inovatif kedepannya.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang BUNGA BANK DALAM
PANDANGAN ISLAM. kami akan memberikan pemaparan mengenai hal tersebut secara lebih
dalam. Makalah ini terbagi dalam tiga bagian besar. Pertama, bagian pendahuluan yang menjadi
pengantar sekaligus pemaparan keseluruhan arah dari makalah ini. Kedua, bagian pembahasan
atau isi. Pada bagian ini kami akan memaparkan penjelasan mengenai bunga bank dalam
pandangan Islam. Ketiga, bagian penutup yang akan menyimpulkan secara singkat, padat, dan
jelas keseluruhan tulisan ini.
Demikian pengantar dari kami, kemi mengharapkan saran dan kritikan yang membangun
untuk makalah ini. Untuk perbaikan makalah kami kedepannya Karena makalah ini sangatlah
banyak kekurangan. Terimakasih.

Semarang, 11 Maret 2012

DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................

Kata Pengantar....................................................................................................

ii

Halaman Judul.....................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................

B. Rumusan Masalah..............................................................................................

C. Tujuan.................................................................................................................

BAB II ISI
A. Pengertian Riba dan Bunga Bank.......................................................................

B. Persamaan Riba dan Bunga Bank.......................................................................

C. Hukum Bunga Bank dalam Pandangan Islam....................................................

D. Umat Islam Indonesia dan Perbankan.................................................................

10

E. Dampak Riba dan Bunga Bank...........................................................................

11

BAB III PENUTUP


Kesimpulan.........................................................................................................

13

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................

14

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejak dekade 1960-an, perbincangan mengenai larangan riba bunga bank semakin
memanas saja. Setidaknya ada dua pendapat mendasar yang membahas masalah tentang riba.
Pendapat pertama berasal dari mayoritas ulama yang mengadopsi dan intrepertasi para fuqaha

tentang riba sebagaimana yang tertuang dalam fiqh. Pendapat lainnya mengatakan, bahwa
larangan riba dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan adanya upaya eksploitasi,
yang secara ekonomis menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat.
Kontroversi bunga bank konvensional masih mewarnai wacana yang hidup di
masyarakat. Dikarenakan bunga yang diberikan oleh bank konvensional merupakan sesuatu yang
diharamkan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah jelas mengeluarkan fatwa tentang bunga
bank pada tahun 2003 lalu. Namun, wacana ini masih saja membumi ditelinga kita, dikarenakan
beragam argumentasi yang dikemukakan untuk menghalalkan bunga, bahwa bunga tidak sama
dengan riba. Walaupun Al-Quran dan Hadits sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba. Dan riba
hukumnya adalah haram.
Untuk mendudukan kontroversi bunga bank dan riba secara tepat diperlukan pemahaman
yang mendalam baik tentang seluk beluk bunga maupun dari akibat yang ditimbulkan oleh
dibiarkannya berlaku sistim bunga dalam perekonomian dan dengan membaca tanda-tanda serta
arah yang dimaksud dengan riba dalam Al Quran dan Hadist. Oleh karena itu, dalam makalah
ini kami akan mencoba mengulas tentang bunga bank dalam pandangan Islam secara lebih
dalam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana pengertian riba dan bunga bank?

2.

Apakah sama riba dan bunga bank dalam pandangan Islam?

3.

Bagaimana hukum riba dan bunga bank menurut pandangan Islam?

4.

Bagaimana hubungan umat islam Indonesia dan perbankan?

5.

Apakah dampak dari riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.

Agar kita mengetahui bagaimana pengertian riba dan bunga bank.

2.

Untuk mengetahui persamaan antara riba dan bunga bank.

3.

Untuk mengetahui bagaimana hokum riba dan bunga bank menurut pandangan Islam.

4.

Agar kita mengetahui bagaimana hubungan umat Islam dan perbankan.

5.

Agar kita mengetahui dampak dari riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia.

BAB II
ISI

A. Pengertian Riba dan Bunga Bank


Menurut The American Heritage DICTIONARY of the English Language : Interest is A
charge for a financial loan, usually a precentage of the amount loaned. Bunga adalah sejumlah
uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan
satu tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku
bunga modal.
Asal makna riba menurut bahasa Arab ialah lebih (bertambah). Adapun yang dimaksud
disini menurut syara riba adalah akad yang terjai dengan penukaran yang tertentu, tidak
diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara atau terlambat menerimanya. Istilah riba
pertama kalinya di ketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan pada masa awal risalah kenabian
dimakkah kemungkinan besar pada tahun IV atau awal hijriah ini berdasarkan pada awal turunya
ayat riba3. Para mufassir klasik berpendapat, bahwa makna riba disini adalah pemberian.
Berdasarkan interpretasi ini, menurut Azhari (w. 370H/980 M) dan Ibnu Mansur (w.
711H/1331M) riba terdiri dari dua bentuk yaitu riba yang dilarang dan yang tidak dilarang.
Namun dalam kenyataannya istilah Riba hanya dipakai untuk memaknai pembebanan hutang
atas nilai pokok yang dipinjamkan. Sedangkan dalam istilah al-Jurjani mendefinisikan riba
dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah
seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi.
Ada beberapa pendapat diatas dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi
jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat
dalam Islam. Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firmannya : Hai orang-orang

yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil (Q.S An-Nisa :
29). Dalam kaitannya dengan ayat tersebut diatas mengenai makna al-bathil, Ibnu Al-Arabi AlMaliki, dalam kitabnya Ahkam Al-Quran (lihat syafii Anotonio), menjelaskan : bahwa
pengertian riba secara bahasa adalah tambahan (Ziyadah), namun yang dimaksud riba dalam ayat
Al-Quran yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau
penyeimbang

yang

dibenarkan

syariah

Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau
komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli,
gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.

B.

Persamaan Riba dan Bunga Bank


Merujuk dari penjelasan tentang pengertian riba dan bunga diatas, dapat disimpulkan
bunga sama dengan riba karena secara riil operasional di perbankan konvensional, bunga yang
dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada pihak atas pinjaman yang dilakukan jelas merupakan
tambahan. Karena nasabah melakukan transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam
berupa uang tunai. Didalam Islam yang namanya konsep pinjam meminjam dikenal dengan
namanya Qardh (Qardhul Hasan) merupakan pinjaman kebajikan. Dimana Allah SWT, berfirman
: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.(Q. S Al-Baqarah : 245) Pinjaman qardh tidak ada tambahan, jadi
seberapa besar yang dipinjam maka dikembalikan sebesar itu juga.
Namun, berbeda apabila akad atau transaksi tersebut mengandung jual beli, sewa maupun
bagi hasil. Jadi, Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman
mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si
peminjam hal ini merupakan riba yang telah diharamkan oleh Allah SWT didalam Al-Quran dan
Hadist sebagai berikut : Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Q.S AlBaqarah : 275 dan juga dalam Hadist Rasulullah bersabda : Jabir berkata bahwa Rasulullah

mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya,
dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, Mereka itu semuanya sama. (H.R Muslim
no. 2995 dalam kitab Al-Musaqqah)

C.

Hukum Bunga Bank dalam Pandangan Islam


Seluruh ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun
banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada
pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja. AlQuran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya;
dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman:



Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [QS Al Baqarah (2): 275].

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. [TQS Al Baqarah (2): 279].
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Muhammad saw

Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka
itu lebih berat daripada enam puluh kali zina. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).

Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang
menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim.
(HR Ibn Majah).

: ,

Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan
dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama. (HR Muslim)
Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, Riba diharamkan berdasarkan
Kitab, Sunnah, dan Ijma. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah
swt,Wa harrama al-riba (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan
ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau
bersabda, Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan. Para shahabat bertanya,
Apa itu, Ya Rasulullah?. Rasulullah saw menjawab, Menyekutukan Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim,
lari dari peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina. Juga
didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba,
wakil, saksi, dan penulisnya.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Dan

umat

Islam

telah

berkonsensus

mengenai

keharaman

riba.

Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang
diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, Wa ahall al-Allahu al-bai` wa
harrama al-riba (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba)[AlBaqarah:275], dan juga firmanNya, al-ladziina ya`kuluuna al-riba laa yaquumuuna illa
yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min al-mass (orang yang memakan riba
tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan setan). [al-Baqarah:275]
Ibnu Masud meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang
memakan

riba,

wakil,

saksi,

dan

penulisnya.[HR.

Imam

Bukhari

dan

Muslim]

Imam al-Shananiy di dalam Kitab Subul al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat
atas haramnya riba secara global.
Di dalam Kitab Iaanat al-Thaalibiin disebutkan; riba termasuk dosa besar, bahkan
termasuk sebesar-besarnya dosa besar (min akbar al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah saw telah
melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya. Selain itu, Allah swt dan
RasulNya telah memaklumkan perang terhadap pelaku riba. Di dalam Kitab al-Nihayah
dituturkan bahwasanya dosa riba itu lebih besar dibandingkan dosa zina, mencuri, dan minum
khamer. Imam Syarbiniy di dalam Kitab al-Iqna juga menyatakan hal yang sama Mohammad

bin Ali bin Mohammad al-Syaukaniy menyatakan; kaum Muslim sepakat bahwa riba termasuk
dosa besar.
Imam Nawawiy di dalam Syarh Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim
telah sepakat mengenai keharaman riba jahiliyyah secara global. Mohammad Ali al-Saayis di
dalam Tafsiir Ayat Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam
dua jenis ini (riba nasiiah dan riba fadlal). Keharaman riba jenis pertama ditetapkan
berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua ditetapkan berdasarkan hadits
shahih. Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda menyatakan; keharaman riba telah menjadi
konsensus, berdasarkan al-Quran dan Sunnah.
Ulama saat ini sesungguhnya telah ijma tentang keharaman bunga bank. Dalam puluhan
kali konferensi, muktamar, simposium dan seminar, para ahli ekonomi Islam dunia, Chapra
menemukan terwujudnya kesepakatan para ulama tentang bunga bank. Artiya tak satupun para
pakar yang ahli ekonomi yang mengatakan bunga syubhat atau boleh. Ijmanya ulama tentang
hukum bunga bank dikemukaka Umer Chapra dalam buku The Future of Islamic Econmic,
( 2000). Semua mereka mengecam dan mengharamkan bunga, baik konsumtif maupun produktif,
baik kecil maupun besar, karena bunga telah menimbulkan dampak sangat buruk bagi
perekonomian dunia dan berbagai negara. Krisis ekonomi dunia yang menyengsarakan banyak
negara yang terjadi sejak tahun 1930 s/d 2000, adalah bukti paling nyata dari dampak sistem
bunga.
Menurut Hosen dan Hasan Ali (PKES, 2008:12) beberapa alasan mengapa bunga menjadi
dilarang dalam Islam, diantaranya adalah:
1.

Bunga (interest) sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya cenderung
menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh (full employment) (MA Khan, 1986: Ahmad,
1952: Mannan, 1986)

2. Krisis-krisis moneter internasional terutama disebabkan oleh institusi yang memberlakukan


bunga (MA. Khan, 1986)

3. Siklus-siklus bisnis dalam kadar tertentu dinisbahkan kepada fenomena bunga (Ahmad, 1952:
Suud, 1980)
4. Teori ekonomi modern yang berbasis bunga ini belum mampu memberikan justifikasi terhadap
eksistensi bunga (Khan dan Mirakhor, 1992). Pandangan Islam tentang Riba & Bunga Bank
Majelis

ulama

Indonesia

(MUI),

mengeluarkan

fatwa

tentang

bunga

bank

(interest/faidah), yaitu;
1. Bunga (interest/faidah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al
qaradh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil
pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada
umumnya berdasarkan persentase.
2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam
pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya
Praktek pembangunan haram hukumnya, baik yang dilakukan oleh bank, asuransi, pasar
modal, pengadaian, koperasi dan lembaga keuangan lainnnya maupun dilakukan oleh individu.
Berikut adalah ulama dan organisasi yang mengharamkan bunga bank:
a) Pertemuan 150 Ulama terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385
H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas
berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga
bank.
b) Majmaal Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 1016 Rabiul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
c) Majma Fiqh Rabithah alAlam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di
Makkah, 12-19 Rajab 1406
d) Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;

e) Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;


f) Majmaul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
g) Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang
menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syariah.
h) Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo menyatakan bahwa
sistem perbankan konvensional tidak sesuai dengan kaidah Islam.
i) Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung.
j) Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (interest/faidah),
tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.
k) Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqaidah 1424/03 Januari 2004, 28
Dzulqaidah 1424/17 Januari 2004, dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004

D. Umat Islam Indonesia dan Perbankan


Sistem perbankan telah muncul di dunia Islam sejak kedatangan penjajah Barat menyerbu
ke berbagai negeri Islam. Di negeri-negeri jajahannya, mereka menerapkan sistem ekonomi
Kapitalisme yang bertumpu kepada sistem perbankan (riba). Di Indonesia muncul bank pertama,
yaitu Bank Priyayi, tahun 1846 di Purwokerto, dengan pendirinya Raden Bei Patih Aria
Wiryaatmaja dari kalangan keraton. Kemudian secara meluas di berbagai daerah, berdiri Bank
Rakyat (Volksbank); antara lain di Garut (1898), Sumatera Barat (1899), dan Menado (1899).
Dalam menanamkan sistem perbankan ini, penjajah Belanda mendirikan Sentral Kas, tahun
1912, yang berfungsi sebagai pusat keuangan. Dari kalangan intelektual, didirikanlah
Indonesische Studie Club di Surabaya tahun 1929. Kemudian Belanda, dalam menyuburkan
sistem riba, mendirikan Algemene Volkscredit Bank (AVB) tahun 1934.

Pada tahun-tahun pertama setelah terusirnya pejajah Belanda dari Indonesia, didirikanlah
Yayasan Pusat Bank Indonesia tahun 1945, yang menjadi cikal bakal Bank Indonesia sekaligus
memberikan rekomendasi pendirian bank-bank yang ada. Melalui PP No.1, tahun 1946, lahirlah
Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pada tahun yang sama, menyusul berdirinya Bank Negara
Indonesia (BNI) 1946. Kemudian jumlah bank semakin bertambah banyak. Di antaranya Bank
Industri Negara (BIN, 1952), Bank Bumi Daya (BBD, 19 Agustus 1959). Bank Pembangunan
Industri (BPI, 1960), Bank Dagang Negara (BDN, 2 April 1960), Bank Export-Import Indonesia
(Bank Exim) yang dinasionalisasikan pada 30 Nopember 1960. Pada tahun-tahun berikutnya
sampai

sekarang,

dunia

perbankan

tumbuh

seperti

jamur

di

musim

hujan.

Secara garis besar, dunia perbankan di Indonesia didominasi oleh bank-bank yang menjadi
Badan Usaha Milik Negara/BUMN (misalnya BNI 1946, BRI, BDN) dan bank-bank milik
swasta. Untuk yang pertama, jumlahnya tidak terlalu banyak. Tetapi untuk yang kedua, ia terbagi
ke dalam tiga kategori; yaitu swasta asli Indonesia (misalnya Bank Susila Bakti, Bank Arta
Pusara, Bank Umum Majapahit), swasta merger bank luar (misalnya Lippo Bank, BCA, Bank
Summa), dan bank luar tulen (misalnya Chase Manhattan, Deutsche Bank, Hongkong Bank,
Bank

of

America).

Untuk melihat perkembangan perbankan di Indonesia, saat ini telah dibangun sejumlah 2652
bank (tidak termasuk BRI dan BRI Unit Desanya). Menurut standard Amerika ditilik dari jumlah
penduduk Indonesia, maka negeri ini masih memerlukan 7800 bank lagi.
E.

Dampak Riba dan Bunga Bank


Sistem bunga bank dan riba di Indonesia menyebabkan berbagai masalah seperti di
bawah ini:

1.

Bagi jiwa manusia, hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal
melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan
sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain

2.

Bagi masyarakat, dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang
saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang

dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta
dimasyarakat 15
3.

Bagi roda pergerakan ekonomi, dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan
perekonomian.

a)

Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang
sejarah, sejak tahun 1929, 1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997 dan sampai saat
ini.

b)

di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin
terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.

c)

Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran.

d)

Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi.

e)

Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada debt trap
(jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi
bersama pokoknya.

BAB III
KESIMPULAN

Sudah jelaslah bagiamana riba itu dilarang dengan tahapan tahapan yang sama dengan
pengharaman arak. Dari uraian diatas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa:
1. Riba dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi
salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi sedangkan Bunga adalah
sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan
dengan satu tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan
suku bunga modal.
2. Dalam pandangan Islam bahwa antara riba dan bunga bank adalah sama. Mengapa demikian,
dikarenakan secara riil operasional di perbankan konvensional, bunga yang dibayarkan oleh
nasabah peminjam kepada pihak atas pinjaman yang dilakukan jelas merupakan tambahan.
Karena nasabah melakukan transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam berupa uang
tunai. Dalam pandangan Islam bahwa hukum antara riba dan bunga bank adalah haram. Karena
hukum asal riba adalah haram baik itu dalam Al-Quran, Hadis, dan Ijtihad. Seluruh ummat
Islam wajib untuk meninggalkannya, serta menjauhinya yakni dengan cara bertaqwa kepada
Allah.
3. Dampak akan bahayanya riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia meliputi hal ini akan
menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri,
menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan, dan menyebabkan manusia dalam dua
golongan besar yaitu orang miskin sebagai pihak yang tertindas dan orang kaya sebagai pihak
yang menindas.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Saeed. (2003). Bank Islam Dan Bunga. Jakarta : Pustaka pelajar. 2003
Departemen Agama RI. (2003). Al Quran dan Terjemahnya. Bandung: CV. Diponegoro.
Masyhur , Kahar. (1999). Beberapa Pendapat Menegenai Riba. Jakarta: Kalam Mulia.
Rasjid, Sulaiman. (2002). Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Mujahidin,

Muhamad.

(2012).

Riba

dan

Bunga

Bank

dalam

Pandangan

Islam.

http://cerdasinspirasiku.blogspot.com/2012/04/riba-dan-bunga-bank-dalam-pandangan.html.
Diakses Tanggal 25 Mei 2012.
Wahid,

Ramli

Abdul.

(2010).

Hukum

Bunga

dalam

Pandangan

Islam.

http://ramliaw.wordpress.com/2010/09/26/hukum-bunga-bank-dalam-pandangan-islam/. Diakses
Tanggal 25 Mei 2012

Anda mungkin juga menyukai