Anda di halaman 1dari 11

MAKSUD, KEGUNAAN DAN RUANG LINGKUP EKSAMINASI

PUTUSAN PERADILAN

Oleh; Drs. H. Abd. Salam, S.H. M.H.


(Wakil Ketua Pengadilan Agama Mataram)

Pendahuluan
Pimpinan Pengadilan mempunyai kewajiban melaksanakan eksaminasi
terhadap putusan hakim bawahannya sebagai sarana pembinaan dalam rangka
memperbaiki kinerja hakim dan peningkatan kemampuan teoritis mengenai hukum
materiil maupun hukum acara serta menilai kemampuan hakim dalam
menerapkan hukum tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam menegakkan
keadilan. Hal ini sesuai dengan SEMA No 1 Tahun 1967 tentang eksaminasi, yang
dikenal dengan eksaminasi internal bukan dimaksudkan sebagai kontrol publik.
Jika dikaitkan dengan SEMA No 2 Tahun 1974 tentang Syarat-syarat yang
harus dilengkapi untuk pengusulan kenaikan pangkat bagi para hakim, antra lain
mensyaratkan hasil eksaminasi sebagai pengganti ujian dinas bagi hakim yang
berhak memperoleh kenaikan pangkat/golongan, maka kegunaan eksaminasi
adalah sebagai pembinaan karir bagi hakim. Walaupun pada akhir-akhir ini
eksaminasi tidak lagi merupakan persyaratan kenaikan pangkat/golongan hakim,
namun nampaknya masih tetap diperlukan untuk kenaikan jenjang/status dari
hakim tingkat pertama untuk menjadi hakim tinggi.
Jika diruntut asal muasalnya, tujuan eksaminasi tidak sebatas itu, yang
paling utama dan diperlukan adalah peningakatan kemapuan hakim dalam
menyelasaikan kasus yang dihadapi, sehingga produk putusan hakim betul-betul
memenuhi rasa keadilan masyarakat walaupun hal itu sulit diwujudkan. Tetapi
paling tidak putusan itu tidak terlalu menyimpang jauh dari yang semestinya.
Betapa pentingnya masalah eksaminasi ini, sehingga menarik perhatian
Pimpinan Mahkamah Agung, maka lahirnya Surat Edaran MA No 8 tahun 1984
yang memerintahkan kepada Hakim Pengadilan Tinggi untuk memberikan
bimbingan dan pembinaan serta membuat catatan samping pada berita acara
persidangan dan memberi petunjuk bagaimana seharusnya atas putusan-putusan
yang dimohonkan banding dan kasasi.
Lahirnya SEMA tersebut sekaligus membuktikan masih adanya kekeliruan
dan kesalahan-kesalahan baik perkara perdata maupun pidana dalam perkara-
perkara yang dimintakan banding maupun kasasi pada Mahkamah Agung,
sehingga dengan cara yang demikian Pengadilan Tinggi dapat melakukan
pengawasan dan memberikan bimbingan langsung kepada hakim.
Tulisan ini bermaksud mengulas tentang maksud, kegunaan dan ruang
lingkup eksaminasi, karena materi pemeriksaan dan pengawasan oleh Badan
Pengawas (BAWAS) Mahkamah Agung kepada pimpinan Pengadilan (Ketua dan
Wakil Ketua) antara lain senantiasa mempertanyakan Eksaminasi atas putusan-
putusan hakim bawahannya.
Pengertian Eksaminasi
Eksaminasi dari bahasa Belanda Examineren, yang dalam bahasa
Inggrisnya Examination, secara bahasa kata tersebut berarti ujian atau penilaian.
Dalam kamus bahasa Indonesia ditulis “eksaminasi” diartikan sebagai ujian atau
pemeriksaan.
Eksaminasi jika dikaitkan dengan produk badan peradilan berarti ujian atau
pemeriksaan terhadap putusan hakim atau pengadilan.
Mernurut Prof. Subekti, SH dan Tjitrosoedibyo dalam Kamus Hukum,
Examinatie diartikan sebagai pengujian pemeriksaan berkas-berkas perkara
apakah terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan peradilan oleh hakim
(pengadilan) bawahan juga dipergunakan untuk menilai kecakapan seorang hakim
(Subekti dan Tjitrosoedibyo, kamus hukum).
Eksaminasi terhadap putusan peradilan juga dikenalkan dengan istilah
“Anotasi Hukum” (Legal Anotation), yaitu semacam ulasan ataupun pemberian
catatan terhadap putusan pengadilan. Kata anotasi lebih tepat untuk
menggambarkan aktifitas pemberian catatan. Menggunakan kata “anotasi” tersirat
maksud menghormati putusan pengadilan serta menjaga kehormatan dan
martabat hakim. Karena secara legal formal lembaga manapun tidak layak
mengomentari putusan pengadilan apalagi membatalkannya. Sebuah putusan
hanya bisa dinilai dan dibatalkan dengan upaya hukum lanjutan dalam forum
banding, kasasi atau peninjauan kembali (PK).
Selain itu anotasi biasanya dilakukan oleh orang perorang (Annator)
sedangkan eksaminasi lazimnya dilakukan oleh tim. Baik eksaminasi maupun
anotasi hanya untuk mengetahui kelemahan sebuah putusan. Kata akhir dari
Annator atau Eksaminator adalah kata,” menurut hemat Annator/Eksaminator
dalam hal ini Majelis aquo telah salah menerapkan hukum”.
Acuan Formal Eksaminasi
Eksaminasi putusan peradilan telah telah dilakukan oleh Mahkamah Agung
RI sejak tahun 1967, sejak dikeluarkannya Instruksi Mahkamah Agung nomor 1
tahun 1967 tentang Eksaminasi Laporan Bulanan dan Daftar Banding. Khusus
mengenai eksaminasi diinstruksikan sebagai berikut:
1. Hendaknya dalam waktu singkat:
a. Masing-masing Ketua Pengadilan Tinggi, mengirimkan kepada
Mahkamah Agung perkara-perkara untuk dieksaminir, baik yang
telah diputusnya sendiri maupun oleh masing-masing hakim anggotanya.
b. Masing-masing Ketua Pengadilan Negeri, mengirimkan kepada
Pengadilan Tinggi yang bersangkutan perkara-perkara untuk dieksaminir.
c. Masing-masing Ketua Pengadilan Negeri, mengeksaminir perkara-perkara
yang telah diputus oleh hakim dalam lingkungannya.
2. Masing-masing eksaminasi itu mengenai:
a. Sekaligus 3 (tiga) perkara perdata dan 3 (tiga) perkara pidana yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Hingga kini telah diselesaikan sebagai hakim tunggal oleh yang
bersangkutan, khusus putusan-putusan di mana dimuat pertimbangan-
pertimbangan yang terinci untuk lebih lanjut dapat dinilai perkara-perkara
mana dapat dipilih oleh hakim yang bersangkutan sendiri.
3. Eksaminasi dalam pokoknya mengandung penilaian tentang tanggapan
hakim yang bersangkutan terhadap surat tuduhan, surat gugat, pembuatan
berita acara persidangan dan susunan serta isinya putusan. 1
4. Di samping masing-masing Ketua Pengadilan Tinggi/Negeri yang melakukan
eksaminasi mengadakan buku catatan tentang tiap-tiap basil
penilaian/kesimpulannya dalam mengirimkan berkas perkara kembali kepada
hakim yang bersangkutan hendaknya pihak yang melakukan eksaminasi
dengan surat, dengan memberikan catatan-catatan dan petunjuk-petunjuk
tentang kesalahan, kekhilafan, atau kekurangan-kekurangan yang mungkin
terdapat dalam pemeriksaan dan/atau penjelasan masing-masing perkata
itu.
5. Hasil-hasil penilaian/kesimpulan eksaminasi yang dijalankan oleh: 2

1
Lihat lnstruksi Mahkamah Agung No. 1Tahun1967.
a. Pengadilan Tinggi tentang perkara-perkata yang diputus oleh masing-
masing Ketua Pengadilan Negeri dalam daerahnya segera dikirim kepada
Mahkamah Agung.
b. Ketua Pengadilan Negeri tentang perkara-perkata yang diputus oleh
masing-masing hakim dalam daerahnya segera dikirimkan kepada
Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dan tembusan kepada Mahkamah
Agung.
6. Dalam menjalankan eksaminasi, maka masing-masing Ketua Pengadilan
Tinggi/Negeri dapat dibantu oleh wakilnya atau anggota/hakim dalam
lingkungan yang berpengalaman/cakap.
Instruksi nomor l tahun 1967 tersebut, tidak saja mengatur tentang
eksaminasi, tetapi juga instruksi tentang laporan bulanan dan daftar banding. Jadi
tujuan yang terkandung dalam Instruksi tersebut tidak saja untuk menilai/menguji
apakah putusan yang dieksaminasi tersebut telah sesuai acaranya, sesuai dengan
prinsip-prinsip hukum yang benar, tenggang waktu penyelesaian perkara dan
putusannya telah sesuai dengan rasa keadilan, tetapi juga perlu adanya berita
acara eksaminasi sebagai kelengkapan eksaminasi sebagai bahan penilaian
apakah hakim telah melaksanakan proses pemeriksaan perkara (acara
persidangan) dan putusannya dengan baik atau tidak. Dari basil pemeriksaan
tersebut, selanjutnya dibuat catatan-catatan atau petunjuk-petunjuk tentang hasil
penilaiannya.
Dalam instruksi tersebut disebutkan: "dalam pada itu hendaknya Ketua
Pengadilan dan atau Badan Peradilan yang lebih tinggi di samping melakukan
pengawasan, jika perlu teguran bahkan mungkin perlu pula mempertimbangkan
pengusulan suatu hukuman jabatan, memberi bimbingan berupa nasihat, petunjuk
dan lain-lain kepada hakim yang bersangkutan".3
Bahkan dalam instruksi tersebut juga menyebutkan “dalam pada itu
hendaknya ketua pengadilan atau bandan peradilan yang lebih tinggi disamping
melakukan pengawasan, jika perlu teguran bahkan mungkin perlu pula
mempertimbangkan pengusulan hukuman jabatan, memberi bimbingan berupa
nasehat, petunjuk, dan lain-lain kepada yang bersangkutan. terutama eksaminasi
ini merupakan persyaratan yang harus ada bagi kenaikan golongan masing-

2
Lihat Instruksi Mahkamah Agung No. 1Tahun 1967
3 Ibid
masing. Hal ini jika dikaitkan dengan SEMA No 2 Tahun 1974 tentang Syarat-
syarat yang harus dilengkapi dengan pengusulan kenanikan pangkat bagi para
hakim, antra lain mensyaratkan hasil eksaminasi ini, sebagai pengganti ujian dinas
bagi hakim yang pindah golongan.
Kemudian dalam upaya konsistensi putusan dan perbaikan mutu putusan
peradilan MA menerbitkan Surat Edaran No 3 tahun 1974 yang pada intinya
mengistruksikan bahwa semua putusan pengadilan selain harus memuat alasan-
alasan pertimbangan sebagai dasar hukumnya, juga harus memuat pasal-pasal
tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak
tertulis yang dijadikan dasar untuk memberikan putusannya Tidak atau kurang
memberikan pertimbangan dan alasan, apabila alasan tidak jelas, sukar
dimengerti atau bertentangan dengan satu sama lain, maka hal demikian
dipandang sebagai kelalaian dan acara yang dapat mengakibatkan batalnya
putusan pengadilan yang bersangkutan.
Tujuan Eksaminasi
Ditinjau dari tujuannya, eksaminasi adalah untuk memperbaiki kinerja dan
peningkatkan kemampuan teoritis, baik mengenai hukum materiil maupun hukum
acara serta kemampuan untuk menerapkan azas-azas hukum yang berlaku,
karena dari dieksaminasi suatu putusan pengadilan, maka dapat terungkap pula
hasil karya semua lembaga penegak hukum baik jaksa/penuntut umum dalam
bentuk Surat Dakwaan (dalam perkara pidana) yang selalu harus termuat dalam
putusan, dengan demikian makna serta manfaat eksaminasi secara substantif
adalah perbaikan kinerja semua aparatur penegak hukum.
Eksaminasi bukanlah satu-satunya pengawasan dipengadilan, masih
banyak pengawasan lain yang dilakukan baik secara internal dan eksternal.
Hanya saja apakah pengawasan itu efektif atau tidak, selama ini tidak ada tolok
ukur yang dapat menilainya.
Bagi Komisi Yudisial RI, eksaminasi putusan pengadilan, baik Pengadilan
tingkat pertama, tingkat banding maupun Kasasi, eksaminasi mempunyai tujuan
lebih dari itu, eksaminasi bisa dijadikan penilaian kapabilitas rekruitmen Calon
Hakim Agung dalam membuat pertimbangan. Untuk sampai pada putusan-
putusan yang berkualitas yaitu putusan yang memenuhi aspek Yuridis Sosiologis,
Filosofis dan aspek manfaat, jadi tidak hanya keadilan hukum (legal justice) tetapi
ketentuan keadilan moral (moral justice) dan keadilan sosial (social justice), selain
dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Yudisial RI, sesuai UUD
1945 dan ketentuan perundang-undangan yang ada.
Manfaat Eksaminasi
Eksaminasi sebuah putusan pada dasarnya menilai atas semua
unsur/lembaga yang terlibat dalam proses peradilan. Dalam sebuah putusan
pidana misalnya, maka secara tidak langsung menilai kinerja Polisi selaku pejabat
penyidik, Jaksa sebagai pejabat penuntut umum dan hakim, bahkan pengacara.
Bagi institusi peradilan Eksaminasi, secara internal manfaatnya adalah
untuk meningkatkan kemampuan teknis yudisial, integritas pribadi, kredibilitas
serta profesionalitas para hakim dan Jaksa Penuntut Umum, dan secara tidak
langsung aparat penyidik.
Lebih dari itu jika Eksaminasi dilakukan oleh eksternal maka dapat
mendorong partisipasi masyarakat dalam berperan serta mengawasi jalannya
suatu proses peradilan mulai dari proses awal penyidikan sampai dengan perkara
di putus dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan demikian penegakkan
hukum menjadi lebih bersih dan berwibawa sesuai dengan harapan masyarakat,
khususnya para pencari keadilan.
Bagi masyarakat akademisi khususnya Fakultas Hukum eksaminasi dapat
dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan bahan diskusi dan bahkan
pengembangan dalam dunia akademis.
Bagi Hakim, Jaksa dan praktisi hukum lainnya eksaminasi dapat
menambah dan memperluas pengetahuan hukumnya terutama masalah
penerapan hukum dalam praktek dibanding dengan hukum dalam teori. Dengan
itu hakim diharapkan akan lebih berpengalaman dan lebih bijak sejalan dengan
Pasal 28 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 menerangkan, hakim wajib menggali
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Adagium “Sumum Ius Summa Inniora“ Hukum yang tertinggi adalah
ketidak adilan yang terbesar.” Apabila para penegak hukum hanya menerapkan
hukum saja tanpa mempertimbangkan keadilan yaitu moral justice, sosial justice
dan terutama khususnya legal justice oleh karena itu adagium; Lex Dura Sed
Tamend Scripta harus selalu dibarengi dengan Suum Quike Tri Buera.
Objek Eksaminasi
Objek yang dapat dieksaminasi adalah proses dan produk peradilan,
misalnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3), Penetapan pengadilan,
Putusan Pengadilan, dan sebagainya.
Adapun kriteria objek putusan pengadilan yang perlu dilakukan
esksaminasi. adalah sebagai berikut:
1. Putusan Pengadilan yang menjadi perhatian luas masyarakat karena
dianggap jauh dari rasa keadilan;
2. Putusan pengadilan yang mengundang perdebatan dikalangan hukum, dan;
3. Putusan pengadilan yang penting, sehingga dapat dijadikan pegangan dan
mempunyai nilai tinggi bagi dunia akademis dalam mengembangkan legal
reasoning.
Kasus yang dapat dieksaminasi dapat terdiri dari kasus pidana, perdata
atau niaga. Diluar bidang tersebut tetap mungkin dilakukan eksaminasi. Ini sangat
tergantung dari kebutuhan tim eksaminasi.
Pada dasarnya eksaminasi adalah upaya penilaian atau pengujian
terhadap suau produk peradilan mulai dari surat dakwaan jaksa bahkan SP-3.
Mengenai surat dakwaan yang akan dieksaminasi adalah surat dakwaan yang
telah dibacakan yang berdasarkan surat dakwaan tersebut hakim memberi suatu
putusan.
Namun timbul pertanyaan apakah putusan hakim yang berkekuatan hukum
tetap atau yang belum yang dapat dieksaminasi.
Mengenai hal ini ada dua pendapat, pendapat pertama yang menyatakan
eksaminasi hanya untuk perkara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dasar
pemikirannya adalah agar tidak terjadi intervensi terhadap kemandirian hakim.
Pendapat kedua, eksaminasi dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang
belum memiliki kekuatan hukum tetap. Dari dua pendapat tersebut banyak pihak
yang cenderung kepada pendapat kedua. Kesepakatan terhadap eksaminasi
putusan peradilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap diharapkan
dapat mempunyai efek besar bagi pengambil keputusan.
Eksaminasi bukan hanya terhadap putusan positip, tetapi dapat juga
dilakukan terhadap produk perkara dimana perkara tersebut berada pada tahap
awal. Misalnya pada tahap penyidikan maka eksaminasi dapat dilakukan terhadap
BAP yang ada. Termasuk apabila suatu perkara dihentikan penyidikannya dengan
SP-3 maka eksaminasi dapat dilakukan pada tahap tersebut. Manfaatnya adalah
apabila eksaminasi dilaksanakan terhadap perkara yang belum selesai adalah
adanya perbaikan proses peradilan berikutnya. Bahkan pada titik tertentu
misalnya perkara yang telah di SP-3, perkaranya dapat dinyatakan untuk dibuka
kembali berdasarkan kajian dari tim eksaminasi publik.
Dalam mengeksaminasi suatu kasus, tidak bisa sembarangan
menentukannya. Karena bagaimanapun juga eksaminasi membutuhkan keahlian
dan konsentrasi serta waktu yang cukup. Oleh karena itu pilihan kasus yang
dieksaminasi juga harus tepat.
Lazimnya suatu kasus perlu dilakukan eksaminasi terdapat 2 alasan yang
melatarbelakangi, yaitu:
1. Dinilai Sangat Kontroversional.
Penilaian kontroversional dilihat dari segi penerapan hukum acaranya
dan atau penerapan hukum materiilnya serta dianggap bertentangan dengan
rasa keadilan dari masyarakat. Dinilai masyarakat terdapat banyak
kejanggalan baik dalam proses maupun amar putusannya, sehingga
membentuk opini publik bahwa putusan tersebut menyimpang dari yang
sebenarnya.
2. Memiliki Dampak Sosial Yang Tinggi
Kasus tersebut memiliki dampak yang langsung ataupun tidak langsung
bagi masyarakat terutama berkaitan dengan rasa keadilam masyarakat.
Misalnya Prof. Asikin sering membuat anotasi hukum terhadap Putusan
Mahkamah Agung RI dalam perkara-perkara penting yang dimuat dalam buku
Yurisprudensi Indonesia oleh Mahkamah Agung terbitan tahun 1990 antara
lain Putusan Mahkamah Agung RI No. 2539 K/Pdt/1985 tanggal 30 Juli 1922
tentang Barang-barang milik negara tidak dapat disita baik conservatoir beslag
maupun eksekusi. Yang kemudian menjadi inspirasi bagi terbitnya Undang
Undang No. 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara, yang dalam pasal 50
mengatur tentang pelarangan penyitaan barang milik negara.
Eksaminasi Publik
Mengingat mekanisme pengawasan internal yang dilakukan MA saat ini
tidak efektif, dan surat edaran Mahkamah Agung Nomor SEMA No 2 Tahun 1974
dan SEMA No 8 tahun 1984 ini hanya memberi acuan bagi adanya eksaminasi
internal.
Jika eksaminasi putusan pengadilan hanya dilakukan secara internal oleh
lembaga peradilan yang bersangkutan, maka tidak mudah mengharapkan hasil
yang efektif. Oleh Karena itu, eksaminasi putusan pengadilan mesti dilakukan oleh
pihak-pihak eksternal (disamping internal) dan dalam ini fakultas hukum
merupakan salah satu pihak yang relevan untuk melakukan eksaminasi.
Sebagai suatu pengawasan publik, majelis/tim eksaminasi dapat dibentuk
oleh masyarakat. Selama ini, kegiatan eksaminasi publik biasanya dilakukan oleh
kelompok masyarakat yang terorganisir dan memfokuskan kegiatannya pada
pemantauan peradilan. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan masyarakat
umum membentuk tim eksaminasi terhadap kasus tertentu. Kelompok ini bisa
terlebih dahulu membentuk tim panel yang merupakan kelompok kecil dan
mempersiapkan segala kebutuhan eksaminasi, dan kegiatan lain dalam
melaksanakan eksaminasi publik. Kemudian tim panel menetapkan kasus yang
akan dieksaminasi dan memilih anggota eksaminasi. Faktor utama yang
dibutuhkan untuk menjadi tim panel ataupun anggota mejelis adalah integritas dan
kredibilitas seseorang, terutama kesungguhan untuk menegakkan supremasi
hukum yang memihak/berpihak pada rasa keadilan masyarakat.
Tidaklah mudah mencari figur yang mempunyai kualifikasi moral dan
integritas pribadi untuk dijadikan “hakim” yang “mengadili” putusan majelis hakim
yang notabene merupakan institusi resmi yang punya wewenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang sah. kriteria yang perlu diperhatikan daharus
ada pada majelis eksaminasi adalah kualitas dan integritas pribadinya.
Pada dasarnya tidak ada persyararatan yang sangat ketat untuk menjadi anggota
majelis eksaminasi, seperti syarat batas minimal umur atau maksimal sekian
tahun, harus punya pengalaman sekian tahun bukan anggota Parpol, tidak sedang
menjadi terdakwa/tersangka dan sebagainya. Pada dasarnya anggota eksaminasi
harus memiliki keahlian hukum atau keahlian lainnya yang sangat terkait dengan
perkara yang akan dieksaminasi. Dan tak kalah penting adalah integritas dan
kredibilitas dari anggota tim eksaminasi.
Adapun prasyarat yang harus diperhatikan untuk dapat dipilih menjadi
anggota majelis eksaminasi publik adalah:
1. Tidak ada Conflict Interest;
Penegasan ini penting untuk menunjukkan bahwa dalam majelis ini tidak
ada yang berkepantingan terhadap kasus yang sedang dieksaminasi. Karena ada
kekhwatiran kalau kepentingan itu muncul baik secara langsung maupun tidak,
maka independensi dan keilmiahan majelis akan diragukan.
2. Dipilih karena Keahliannya (berkapabilitas);
Pemilihan anggota mejelis berdasarkan keahlian yang dimiliki berdasarkan
kasus yang akan dieksaminasi.
3. Memiliki Komitmen Terhadap Pembaharuan Hukum Indonesia (berintegritas);
Penilaian ini sangat subjektif tetapi setidaknya dapat dilihat konsistensi dan
perjuangannya dalam pembaharuan serta penegakan hukum di Indonesia.
Sebagai wujud melaksanakan ketentuan undang undang Keterbukaan
informasi publik, Mahkamah Agung (MA) mendukung rencana pendirian Badan
Eksaminasi Putusan Pengadilan yang kini digagas oleh Asosiasi Pimpinan
Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) untuk mengontrol putusan hakim
yang banyak melukai rasa keadilan masyarakat. keberadaan lembaga itu kini
cukup strategis dan mendesak dalam usaha mendorong putusan hakim yang
"excellent", putusan hakim yang didasarkan atas pertimbangan norma hukum
yang dipercaya masyarakat.4
Pelaksanaan Eksaminasi:
Pelaksanaan eksaminasi publik didahului dibentuknya tim eksaminasi
publik yang dinilai mempunyai kompetensi yang cukup dalam menentukan
pendapat dan penilaian terhadap priodek penegakan hukum. Sumber dayanya
adalah perguruan tinggi, para mantan hakim, mantan jaksa, maupun para
advokat.
Melakukan Sidang Eksaminasi:
Para tim anggota eksaminasi melakukan eksaminasi atas perkara yang
telah dipilih yaitu perkara-perkara yang menarik perhatian masyarakat
kontroversial ataupun yang ada indikasi adanya hal-hal negatif yang berlaku.
Masing-masing anggota tim membuat legal opininya sendiri terhadap perkara
tersebut dan hasil eksaminasinya kemudian dipaparkan melalui diskusi publik.
Merumuskan Hasil Akhir Eksaminasi;
Setelah diskusi publik lalu pelaksana bersama dengan tim eksaminasi
merumuskan hasil akhir dari eksaminasi.

4
Pernyataan Prof. Dr. Gayus Lumbun dalam peluncuran buku’ Akuntabilitas Mahkamah Agung;
Hasil eksaminasi kemudian dipaparkan kepada masyarakat dalam bentuk
diskusi publik. Pembicara dari diskusi ini selain dari anggota majelis eksaminasi
juga adalah pihak lain yang akan menilai hasil eksaminasi. Kegiatan ini sebagai
bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat dan untuk mendapatkan
masukan atau tanggapan dari masyarakat terhadap hasil eksaminasi yang telah
dilakukan oleh majelis eksaminasi. Hasil akhir dari eksaminasi inilah yang biasa
dikirim ke Mahkamah Agung maupun Kejaksaan Agung.

Penutup
Hasil eksaminasi secara internal diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan bagi pimpinan untuk memberikan reward kepada hakim yang
bersangkutan. Selain itu hasil eksaminasi diharapkan dapat mendorong
pembaharuan dan perbaikan penegakan hukum dimasa mendatang.
Hasil eksaminasi oleh Tim Mahkamah Agung (MA) maupun lembaga
lainnya tidak bisa membatalkan putusan. Sebuah putusan hanya bisa dibatalkan
dengan upaya hukum lanjutan ke pengadilan. Sedangkan, eksaminasi hanya
memberi catatan perbaikan atas putusan untuk kepentingan publik yang tidak
mengubah substansi putusan yang berguna bagi masyarakat untuk mengetahui
kelemahan sebuah putusan.
Eksaminasi ini mesti dilakukan oleh pihak yang independent, dalam arti
tidak mempunyai kepentingan dengan kasus yang diperiksa. Oleh karena itu,
dapatlah dipahami jika pendidikan tinggi hukum (fakultas hukum) merupakan
institusi yang relevan untuk melakukan eksaminasi putusan pengadilan. Karena
fakultas hukum merupakan institusi yang secara rutin melakukan dan
mengajarkan kajian hukum termasuk kajian putusan pengadilan.
Daftar Pustaka
1. Sudikno, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum. PT. Citra Aditya Bhakti, Yokyakarta,
1996.
2. Susanti Adi Nugroho, dkk. Eksaminasi Publik. Jakarta 2003;
3. Wasingatu Zakiyah, dkk. Panduan Eksaminasi Publik.Jakarta. 2004;

Anda mungkin juga menyukai