Anda di halaman 1dari 19

DUGAAN PRAKTIK MENJUAL RUGI MELALUI POTONGAN HARGA

ATAU DISKON OLEH E-COMMERCE (PT. SHOPEE INDONESIA) YANG


BERDAMPAK TERHADAP BISNIS RITEL

Abstrak
Praktik menjual rugi adalah tindakan menetapkan harga yang sangat rendah terhadap suatu produk barang
dan/atau jasa dengan maksud menyingkirkan atau mematikan pelaku usaha pesaingnya. Dalam
menjalankan usahanya, pelaku usaha senantiasa melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan menarik
perhatian konsumen, salah satunya adalah pemberian potongan harga atau diskon. PT Shopee Indonesia
sebagai E-Commerce nomor 1 di Indonesia dapat menarik perhatian konsumen dengan banyaknya
penawaran yang diberikan, salah satunya melalui potongan harga atau diskon yang cukup besar.
Bersamaan dengan PT Shopee Indonesia yang menguasai pasar, terdapat salah satu bisnis ritel yang mulai
menutup beberapa gerainya yaitu PT Ramayana Lestari Sentosa. Penelitian ini akan membahas apakah
pemberian potongan harga atau diskon oleh PT Shopee Indonesia merupakan bentuk praktik menjual rugi
yang berdampak terhadap pelaku usaha pesaingnya yaitu PT Ramayana Lestari Sentosa. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang serta bahan- bahan
hukum primer dan sekunder yang didukung dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan
wawancara. Berdasarkan hasil studi dokumen dan wawancara narasumber, pemberian potongan harga
atau diskon PT Shopee Indonesia tidak terpenuhi sebagai bentuk praktik menjual rugi. Adapun PT
Ramayana Lestari Sentosa sebagai pelaku usaha pesaingnya terbukti tidak sepenuhnya mati dan tersingkir
dari pasar. Untuk menjamin kesempatan menjalankan strategi usaha yang sama dan berimbang antara E-
Commerce dan bisnis ritel, diharapkan adanya pengaturan atau penjelasan lebih lanjut terkait terknis
pemberian potongan harga atau diskon oleh para pelaku usaha di dalam pasar.
Kata Kunci : Menjual Rugi, PT Shopee Indonesia, PT Ramayana Lestari Sentosa, Potongan Harga atau
Diskon

I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sejak dahulu masyarakat Indonesia telah mengenal sistem perdagangan
konvensional sebagai satu-satunya sistem untuk melakukan kegiatan
perdagangan. Perdagangan konvensional merupakan kegiatan transaksi jual-
beli dengan keadaan dimana penjual dan pembeli bertemu secara langsung atau
bertatap muka. Dalam hal ini pembeli dapat melihat secara langsung produk-
produk yang ditawarkan oleh penjual di dalam pasar. Adanya batasan ruang
dan waktu dimana para pembeli hanya dapat mendapatkan suatu barang apabila
secara langsung pembeli tersebut bertemu dengan penjual dalam pasar yang
sama dan waktu yang sama. Perdagangan secara konvensional ini banyak
terwujud dalam bentuk Bisnis Ritel. Ritel merupakan kegiatan menjual atau
memasarkan produk berupa barang maupun jasa secara langsung kepada
konsumen atau pengguna akhirnya. Konsumen atau pengguna akhir dalam hal
ini diartikan sebagai konsumen atau pengguna yang berperan memanfaatkan
produk berupa barang dan atau jasa dengan tujuan tidak untuk dijual melainkan
untuk kebutuhan pribadi.
Berdasarkan sifatnya, Bisnis ritel di Indonesia dibedakan menjadi ritel
konvensional dan ritel modern.1 Apabila terdapat sejumlah pedagang yang
bentuk usahanya masih tergolong kecil atau sederhana, dapat dikatakan sebagai
bisnis ritel konvensional. Ritel-ritel konvensional memiliki beberapa jenis lagi
di dalamnya yang membedakan satu sama lain berdasarkan kepemilikannya,
produk-produk yang dijualnya, serta lokasi penjualannya. Ritel konvensional
yang dilihat dari kepemilikannya terdiri dari ritel mandiri, ritel warabala, dan
ritel kelompok usaha. Ritel mandiri didirikan tanpa adanya keterlibatan pihak
lain seperti contoh took kelontong atau warung. Kemudian yang dimaksud
dengan ritel warabala adalah ritel yang melibatkan perusahaan pusat dan
pengusaha turunan dalam pemasaran produk yang sama, contohnya seperti
franchise-franchise yang ada di Indonesia. Sedangkan ritel kelompok usaha
merupakan sebuah jaringan ritel dimana para pihak yang terlibat akan terikat
dalam satu manajemen seperti contoh swalayan- swalayan maupun department
store. Kemudian dikenal jenis ritel berdasarkan produk yang dijualnya, dalam
hal ini jenis ritel tersebut dikategorikan lagi menjadi 3 bentuk yaitu product
retail, service retail, dan non-store retail. Ritel-ritel yang menjual barang lebih
sedikit dari pusatnya seperti toko elektronik disebut sebagai product retail.
Kemudian ritel yang memfokuskan pada pemberian jasa tertentu seperti
layanan berlatih mengemudi disebut service retail. Lalu ritel yang
merupakan jenis paling modern karena telah memanfaatkan teknologi seperti
contoh vending machine disebut non-store retail. Yang terakhir dari jenis-jenis
ritel konvensional adalah jenis ritel berdasarkan lokasi penjualan, dimana

1
Euis Soliha, “Analisis Indistri Ritel di Indonesia”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol.
15, No.2, (September 2018), hlm. 129.
pengusaha- pengusaha ritel dalam hal ini melakukan pemasaran produk dan
layanannya pada suatu kawasan atau bangunan yang sama.
Seiring dengan perkembangan zaman, tidak dapat dipungkiri bahwa
ilmu pengetahuan dan teknologi turut berpengaruh terhadap sistem
perdagangan yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Pada tahun 1994 mulai
muncul sistem perdagangan baru yang dikenal sebagai sistem perdagangan
melalui elektronik atau biasa disebut E-Commerce. Munculnya electronic
commerce atau dapat disebut perdagangan melalui sistem elektronik, membawa
suatu perubahan yang sangat besar pada seluruh aspek kegiatan manusia secara
global. Dalam skala global, Perdagangan melalui sistem elektronik atau E-
Commerce melibatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
yang berkaitan dengan produksi dan distribusi barang dan atau jasa.2 Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang elektronik yaitu sebagai perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan jaringan komputer dan/atau media elektronik
lainnya.3 Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik memberikan definisi terkait
perdagangan melalui sistem elektronik itu sendiri yaitu sebagai perdagangan
yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik.4
Di Indonesia sejak munculnya Indonet sebagai sistem perdagangan
melalui elektronik atau E-Commerce pertama yang masuk dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, memicu tumbuhnya situs-situs perdagangan melalui
sistem elektronik atau E-Commerce lainnya. Sejak tahun 2010, perkembangan
perdagangan melalui sistem elektronik atau E-Commerce dapat dikatakan
memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam perekonomian Indonesia. Hingga
pada tahun 2015 muncul sebuah situs perdagangan melalui sistem elektronik
atau E-Commerce yang memiliki peran sangat signifikan sehingga berhasil
2
Losina Purnastuti, “Perdagangan Elektronik: Suatu Bentuk Pasar Yang Menjanjikan?”, Jurnal
Ekonomi & Pendidikan, Vol.1, No.4 (2004) , hlm.11.
3
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No.19 Tahun 2016, LN No. 251 Tahun 2016, TLN No.
5952, Ps. 1 Angka 2.
4
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, PP No.80
Tahun 2019, LN No. 222 Tahun 2019, TLN No.6420, Ps. 1 Angka 2.
menduduki peringkat pertama e-commerce di Indonesia saat ini. Perusahaan
yang dimaksud tersebut adalah PT Shopee Indonesia. Dengan mulai
berkembangnya sistem perdagangan yang berbeda dengan sistem yang telah
hidup dalam masyarakat Indonesia sejak lama ini, Pertumbuhan perdagangan
melalui sistem elektronik atau E-Commerce menjadi sangat menarik dari tahun
ke tahun. Berdasarkan data dari hasil riset yang dilakukan oleh A.T Kearney
menunjukan bahwa, pasar E-Commerce Indonesia pada tahun 2013 mencapai
US$ 1,3 milliar dengan jumlah penduduk yang hampir lebih dari 240 juta jiwa. 5
Selain itu Sejak tahun 2014, Euromonitor sebagai lembaga independen
penyedia jasa riset pasar mencatat penjualan daring (online) di Tanah Air telah
mencapai US$1,1 milliar. Data sensus Badan Statistik (BPS) turut
menyebutkan industri perdagangan berbasis elektronik di Indonesia dalam 10
tahun terakhir meningkat 17% dengan total jumlah usaha mencapai 26,2 juta
unit.6 Angka tersebut menjadikan transaksi ekonomi melalui elektronik di
Indonesia telah memiliki kontribusi sebesar 49% di kawasan Asia Tenggara. 10
Kemudian pada tahun 2017, total pendapatan E-Commerce mencapai US$ 8,59
miliar dan angka tersebut diperkirakan akan tumbuh hingga mencapai US$
16,48 miliar diakhir tahun 2021.11 Berdasarkan data-data yang tersebut, dapat
dikatakan bahwa perdagangan melalui sistem elektronik di Indonesia
senantiasa berkembang. Adanya pertumbuhan tersebut tidak lepas dari
meningkatnya trend dan gaya belanja online terutama pada generasi millennial,
berdasarkan pendapat Ignatius Untung, Ketua Asosiasi E-Commerce
Indonesia.
Pada dasarnya dalam rangka menarik perhatian konsumen, pelaku usaha
dapat melakukan berbagai macam tindakan atau cara guna mencapai tujuannya
tersebut Adapun kondisi yang terjadi di dalam masyarakat saat ini dan cukup
menarik perhatian penulis adalah banyaknya promosi yang ditawarkan oleh
para pelaku usaha dalam bentuk potongan harga atau diskon. Pada dasarnya,
pemberian promosi berupa potongan harga atau diskon tersebut tidak akan

5
Basri Effendi, “Pengawasan dan Penegakkan Hukum Terhadap Bisnis Digital (E- Commerce)
Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat”,
Jurnal Kuala Law Journal, Vol.4, (2020), hlm.21
6
Andhika Prasetyo, “Perdagangan Elektronik Indonesia Terus Tumbuh” Media Indonesia, (20
Februari 2019), hlm 1.
menjadi sebuah permasalahan apabila diterapkan sesuai dengan ketentuan
perundangan-undangan atau hukum yang berlaku. Begitu pula hal tersebut
merupakan hal yang sah untuk dilakukan dari perspektif hukum persaingan
usaha apabila pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya tetap
menjaga keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha lain dan kepentingan
umum, sebagaimana hal ini sejalan dengan asas dan tujuan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Yang dimaksud dengan persaingan usaha
tidak sehat dalam hal ini adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.16 Berdasarkan rumusan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa
adanya tiga tolak ukur dalam menyatakan telah terjadinya persaingan usaha
tidak sehat, tiga tolak ukur yang dimaksud tersebut antara lain :7
1. Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur.
2. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan hukum.
3. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara mengambat terjadinya
persaingan diantara pelaku usaha.
Promosi berupa potongan harga atau diskon yang diterapkan oleh
pelaku usaha akan menjadi sebuah permasalahan apabila pemberian promosi
berupa potongan harga atau diskon tersebut melanggar undang-undang serta
prinsip persaingan usaha yang sehat dengan membahayakan pelaku usaha
lainnya di dalam pasar. Salah satu contoh kondisi yang membahayakan pelaku
usaha lan yaitu ketika promosi berupa potongan harga atau diskon tersebut
ditujukan dalam rangka menjual rugi atau menetapkan harga yang sangat
rendah yang berdampak terhadap tersingkir atau matinya pelaku usaha lain di
dalam pasar. Hal demikian merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilarang
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Laranga Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yaitu kegiatan menjual rugi atau
predatory pricing sebagaimana diatur dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 5
tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
7
Mustafa Kamal Rokan, S.HI., M.H, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di
Indonesia, cet.2, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hlm 17-18
Sehat yang menegaskan bahwa:
“Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa
dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah
dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di
pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”
Praktik menjual rugi yang tujuannya untuk menyingkirkan atau
mematikan pelaku usaha pesaingnya dalam pasar biasanya dilakukan oleh
pelaku usaha yang dapat dikatakan menguasai pasar yang mana kemudian
pelaku usaha tersebut akan menetapkan harga yang merugikan secara ekonomi
selama suatu jangka waktu yang cukup panjang. Ketika pelaku usaha
melakukan potongan harga secara substansial maupun berupaya melakukan
peingkatan produksi dalam rangka menjaga posisinya di pasar, dapat dikatakan
bahwa tindakannya tersebut merupakan limit-pricing strategy atau strategi
penetapan harga yang sangat rendah. Hal tersebut dilakukan oleh pelaku usaha
dengan tujuan menjauhkan kesempatan pelaku usaha pesaingnya dalam
menarik hati konsumen. Namun sebelum menentukan apakah suatu perilaku
pelaku usaha merupakan perilaku yang patut diduga melanggar Pasal 20 ini,
perlu dibuktikan lebih lanjut terkait setiap unsur yang ada dalam pasal tersebut.
Perlu juga diketahui lebih dalam indikasi dari jual rugi yang dimaksud dalam
pasal tersebut dan kaitannya dengan perilaku yang dilakukan oleh pelaku usaha
yang bersangkutan.
Berdasarkan pengamatan pada kondisi yang terjadi dalam masyarakat,
penulis menganalisis apakah pemberian potongan harga atau diskon yang
dilakukan oleh pelaku usaha yang dalam hal ini adalah E-Commerce, telah
sesuai dengan ketetuan hukum yang berlaku atau melainkan telah melanggar
ketentuan hukum yang berlaku, dalam hal ini yaitu ketentuan dari perspektif
hukum persaingan usaha.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, dapat
dirumuskan pokok-pokok permasalahan agar penulisan ini menjadi terarah.
Adapun permasalahan-permasalahan pokok tersebut sebagai berikut:
1. Apakah potongan harga atau diskon yang diberikan oleh E-Commerce
merupakan bentuk praktik menjual rugi dengan tujuan menyingkirkan
atau mematikan pelaku usaha bisnis ritel?
2. Apakah di Indonesia terdapat pengaturan yang ditujukan
untuk menyeimbangi pemberian potongan harga atau diskon yang
diberikan antara E-Commerce dan bisnis-bisnis ritel?
1.3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif sebagaimana
mengacu kepada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-
undangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah
penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperolah data
sekunder, yang nantinya akan digunakan sebagai landasan teoritis sehingga
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti guna mendukung data-data yang
diperoleh selama penelitian, dengan cara mempelajari buku-buku, literatur dan
sumber lain yang relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.8
II. Pembahasan
2.1 Jual Rugi atau Predatory Pricing Berdasarkan Pasal 20 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Dalam pelaksanaan bisnisnya, PT Shopee Indonesia terlihat
memberikan harga yang sangat rendah kepada konsumen atau penggunanya
melalui potongan harga atau diskon yang beragam dengan nominal yang
cukup besar. Pemberian potongan harga atau diskon tersebut dinilai
merupakan daya tarik tersendiri yang menjadikan PT Shopee Indonesia
sebagai sebuah perusahaan yang memimpin pasar dalam jangka waktu yang
cukup singkat. Perkembangan pesat E- Commerce tersebut pada nyatanya
bersamaan dengan terjadinya penutupan beberapa gerai bisnis ritel terbesar di
Indonesia yang telah memiliki kekuatan di dalam pasar sejak puluhan tahun
yang lalu, yaitu PT Ramayana Lestari Sentosa9
Pada dasarnya penetapan harga yang murah dengan berbagai
8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2005), hlm. 219.
9
Christine Novita Nababan, “Ramayana Tutup Delapan Gerai Karena Merugi”,
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170827095710-92-237546/ramayana-tutup-delapan- gerai-
karena-merugi ,
kemudahan yang ditawarkan oleh PT Shopee Indonesia tidak akan menjadi
suatu permasalahan yang patut dicurigai apabila dalam kemunculan atau dalam
dimulai praktik bisnisnya tidak menyebabkan pelaku usaha lainnya menjadi
mati dan atau tersingkir dari pasar serta apabila PT Shopee Indonesia tidak
menaikan harga jualnya kepada konsumen atau penggunanya disaat pelaku
usaha pesaingnya telah mati dan tersingkir dari pasar.
Adapun unsur-unsur pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
yang akan dikaitkan dengan hasil analisis penulis antara lain sebagai berikut :
1. Unsur Pelaku Usaha
Sebagaimana telah dijelaskan didalam pasal 1 Angka 5
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pelaku usaha terdiri dari
orang perorangan dan juga badan usaha yang mana dalam hal ini
berbentuk badan hukum ataupun bukan badan hukum. Pelaku usaha
tersebut wajib mendirikan serta menjalankan usahanya dalam bidang
ekonomi di Indonesia. Dalam kasus ini dapat diketahui bahwa PT
Shopee Indonesia adalah suatu bentuk badan usaha berbadan hukum
yang mana bentuk usahanya adalah Perseroan Terbatas. Status yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau PT tersebut menandakan bahwa
dalam PT Shopee Indoesia terdapat pemisahan harta kekayaan serta
tanggung jawab antara pemilik perusahaan dengan perusahaanya. Hal
ini turut menandakan bahwa dalam kondisi terjadi kerugian atau
penuntutan utang, kekayaan perusahaan yang hanya akan dibebani
dalam hal pelunasan utang atau ganti kerugian tersebut. Sebagai badan
usaha, PT Shopee Indonesia resmi diperkenalkan di Indonesia pada
Desember 2015 di bawah naungan PT Shopee International Indonesia
berdasarkan keterangan dari website resmi PT Shopee Indonesia itu
sendiri. Adapun kantor atau kedudukan badan usaha dalam rangka
melakukan kegiatan usahanya tersebut adalah di wilayah DKI Jakarta,
tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman No.52-52, Senayan-Kebayoran
Baru Jakarta Selatan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, PT Shopee Indonesia telah
terbukti merupakan pelaku usaha berbadan hukum yang dirikan,
berkedudukan, dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi
di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Sehingga unsur pelaku
usaha dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah
terpenuhi.
2. Unsur Melakukan Pemasokan Barang dan/atau Jasa
Dalam kasus ini, PT Shopee Indonesia sebagai salah satu
platform berbelanja online menyediakan jasa dalam terjadinya proses
jual-beli yang dapat dimanfaatkan, baik oleh konsumen atau
penggunanya maupun oleh pelaku usaha. Dalam hal ini, PT Shopee
Indonesia memiliki peran sebagai media untuk seller menjualkan
produk-produknya dan media untuk konsumen atau pengguna mencari
produk-produk yang dibutuhkannya. Jasa yang ditawarkan oleh PT
Shopee Indonesia ini diperuntukan guna memaksimalkan penjualan
dari sellernya itu sendiri dan memudahkan konsumen atau pengguna
mencari produk-produk yang dibutuhkannya. Oleh karena itu kegiatan
usaha yang dilakukan oleh PT Shopee Indonesia dapat dikategorikan
sebagai bentuk usaha dalam bidang jasa.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dinyatakan bahwa PT
Shopee Indonesia dalam menjalankan usahanya telah melakukan
pemasokan jasa sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, sehingga
unsur memasok barang dan/atau jasa dalam pasal Pasal 20 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaa Tidak Sehat telah terpenuhi.
3. Unsur Melakukan Jual Rugi dan/atau Menetapkan Harga Yang
Sangat Rendah
Menurut sumber dari Business Development PT. Shopee
Indonesia alasan PT Shopee Indonesia menawarkan harga yang murah
dibandingkan dengan bisnis ritel yaitu karena terdapat biaya-biaya
yang pada umumnya dikeluarkan oleh bisnis ritel dalam menunjang
produksinya, namun tidak masuk dalam perhitungan PT Shopee
Indonesia sebagai E-Commerce atau dengan kata lain PT Shopee
Indonesia berupaya untuk bertindak lebih efisien (low cost production).
5
Contohnya adalah dari segi tenaga kerja, E-Commerce yang
merupakan platform berbelanja online dalam melaksanakan usahanya
tersebut tidak perlu melibatkan pegawai atau sumber daya manusia
sebanyak bisnis-bisnis ritel. Kemudian dari segi tempat, bisnis ritel
dalam hal ini contohnya PT Ramayana Lestari Sentosa perlu memiliki
warehouse yang selanjutnya akan didistribusikan ke toko-toko yang
ada disetiap daerah, sedangkan melalui platform berbelanja online
perusahaan tidak akan mendirikan toko sebanyak bisnis ritel walaupun
warehousenya akan tetap ada. Dengan ini, E-Commerce dapat
menekan harga sebab biaya sewa yang seharusnya dikeluarkan apabila
perdagangan dilakukan secara konvensional, menjadi tidak diperlukan.
Hal tersebut yang menyebabkan harga jual di E-Commerce lebih murah
dibandingkan dengan harga jual pada bisnis ritel.
Pada dasarnya persaingan yang terdapat di dalam pasar yang
bersangkutan ini terletak pada harga dan assortment. Assortment
merupakan jumlah produk atau variasi produk yang ditawarkan oleh E-
Commerce. Semakin banyak toko atau partnership dengan brand-brand
yang sudah besar seperti yang ada di mall maka akan semakin besar
menarik konsumen atau penggunanya untuk berbelanja. Dengan
banyaknya toko baik yang ternama atau pun belum memiliki nama
besar, akan menjadi pemasukan tersendiri untuk PT Shopee Indonesia.
Yang pertama pemasukan tersebut berasal dari yang dinamakan biaya
admin atau admin fee, dimana setiap terdapat transaksi berhasil, seller
akan dikenakan potongan beberapa persen tergantung dari jenis dan
kategori sellernya. Apabila seller masih tergolong kecil maka biaya
admin atau admin fee yang dipotong juga akan lebih kecil
persentasenya. Berbeda dengan seller yang telah memiliki brand, pasti
akan dipotong dengan persentase yang lebh besar.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat dinyatakan bahwa
unsur jual rugi dan/atau menetapkan harga yang sangat rendah
sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, tidak terpenuhi. Adanya pemberian ptongan harga atau
diskon oleh PT Shopee Indonesia sebagai E-Commerce tersebut dapat
dikatakan sebagai strategi bisnis dalam rangka melakukan persaingan
yang kompetitif dengan para pelaku usaha pesaingnya, bukan bentuk
jual rugi atau penetapan harga yang sangat rendah. Dengan pemberian
potongan harga atau diskon yang besar sebagai stategi bisnisnya,
perusahaan yang awalnya mengeluarkan modal yang besar, lama
kelamaan akan mendapatkan pendapatan yang besar pula ketika
konsumen atau penggunanya telah banyak memilih berbelanja melalui
platformnya.
4. Unsur dengan Maksud Menyingkirkan atau Mematikan
Dalam hal pemberian potongan harga atau diskon yang
diberikan oleh PT Shopee Indonesia dinilai sebagai hambatan, pada
nyatanya hanya merupakan nilai lebih dalam strategi bisnisnya.
Perusahaan PT Shopee Indonesia lebih berani mengambil risiko untuk
mengeluarkan modal yang besar diawal namun dalam
perkembangannya perusahaan mampu membalikan keadaan dimana
dengan adanya potongan harga atau diskon yang familiar dimata
masyarakat tersebut sebagai strategi bisnis maka perusahaan telah
memperoleh pendapatan atau pemasukan yang besar dengan
banyaknya konsumen atau penggunanya yang berbelanja pada
platform belanja online tersebut. Dengan demikian, penulis
menyimpulkan bahwa potongan harga atau diskon bukan merupakan
hambatan dalam pasar yang bersangkutan, selama para pelaku usaha
dapat mengembangkan strategi bisnisnya dengan baik dan inovatif,
mereka dapat mendapatkan pencapaian yang luar biasa. Dalam survei
Indonesians Most Satisfied with grab dan Shopee, dinyatakan “bahwa
pada akhirnya, setiap platform perlu khawatir, bahkan seperti PT
Shopee Indonesia, karena sentimen konsumen atau penggunanya dapat
berubah dalam semalam jika kualitas layanan mulai menurun.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah dibuktikan dalam
recoupment test, ini dapat disimpulkan bahwa PT Shopee Indonesia
tidak terbukti telah berhasil menyingkirkan pelaku usaha pesaingnya
dan menghalangi pesaing lainnya masuk ke dalam pasar. Oleh karena
itu, dapat dinyatakan bahwa unsur dengan maksud menyingkirkan atau
mematikan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, tidak terpenuhi.
5. Unsur Praktek Monopoli dan/atau Praktek Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Terkait dugaan praktik menjual rugi atau predatory pricing
yang dilakukan oleh PT Shopee Indonesia, sebagaimana telah
disinggung sebelumnya bahwa di dalam pasar bersangkutan dimana PT
Shopee Indonesia menjalankan usahanya, pelaku usaha pesaing dalam
hal ini adalah PT Ramayana Lestari Sentosa pada nyatanya memang
menutup beberapa gerainya di kota-kota di Indonesia. Namun dengan
ditutupnya beberapa gerai tersebut tidak menjadikan PT Ramayana
Lestari Sentosa tersingkirkan sepenuhnya di dalam pasar yang
bersangkutan, PT Ramayana Lestari Sentosa masih mempertahankan
beberapa gerainya yang dinilai masih dapat beroperasi
menguntungkan, terlebih PT Ramayana Lestari Sentosa berusaha
bertahan di dalam pasar dengan mulai bekerja sama bersama PT
Shopee Indonesia itu sendiri dalam fitur Shopee Mall. Selain dilihat
dari sisi persaingan dengan bisnis ritel, dalam persaingan sesama E-
Commerce pun apa yang dilakukan oleh PT Shopee Indonesia tidak
menjadikan pesaingnya mundur dari pasar, namun sebaliknya kondisi
yang tercipta menunjukan adanya persaingan atau kompetisi yang
sangat kuat antara para pelaku E-Commerce yang ada. Saat ini PT
Shopee Indonesia memang berada pada peringkat pertama
dibandingkan E-Commerce lain, namun hal tersebut tidak menutup
kemungkinan posisi tersebut akan tergantikan oleh E-Commerce
lainnya pada tahun-tahun berikutnya apabila E-Commerce lainnya
melakukan strategi bisnis serta inovasi yang lebih unggul dari PT
Shopee Indonesia. Dengan demikian, walaupun PT Shopee Indonesia
saat ini lebih unggul dan diguga telah melakukan praktik menjual rugi
atau predatory pricing melalui pemberian potongan harga atau diskon,
pada praktiknya dapat dikatakan hal tersebut tidak menghilangkan
persaingan atau kompetisi dalam pasar yang bersangkutan.
Setelah diuraikannya unsur-unsur Pasal 20 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan mengaitkannya ke dalam
beberapa teori dan beberapa sumber dalam rangka memenuhi
kebutuhan akan informasi yang tepat dan akurat, dapat disimpulkan
bahwa dugaan praktik menjual rugi atau predatory pricing melalui
pemberian potongan harga tau diskon oleh PT Shopee Indonesia yang
diduga berdampak terhadap bisnis ritel di Indonesia, dalam hal ini tidak
dapat terbukti.
2.2 Pengaturan Terkait Pemberian Promosi Berupa Potongan Harga
Atau Diskon Di Indonesia

Adapun terkait pemberian potongan harga atau diskon ini


sedikit dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait
praktik menjual rugi atau predatory pricing. Dalam pedoman pelaksana
pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyatakan
bahwa pelaku usaha yang melakukan praktik menjual rugi biasanya
memiliki beberapa tujuan, salah satunya adalah menetapkan harga yang
rendah dalam rangka promosi untuk memperkenalkan produk baru
sebagai alat strategi pemasaran. Terkait hal tersebut, di dalam pedoman
ini dinyatakan apabila pelaku usaha memiliki tujuan tersebut dalam
menetapkan harga produknya yang rendah, belum tentu dapat
dikatakan pelaku usaha telah melakukan praktik menjual rugi atau
predatory pricing.
Sementara itu dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50
Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan,
Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan
Melalui Sistem Elektronik, pada intinya terkait pemberian promosi juga
tidak diatur lebih lanjut bagaimana teknis pemberian promosi atau
diskon itu sendiri. Dalam peraturan ini juga dinyatakan bahwa terkait
pembinaan dan pengawasan terhadap Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik ini yang dilakukan oleh Menteri, hanya berdasarkan
parameter di bidang perdagangan dan bidang perlindungan kosumen,
tidak adanya perspektif dari hukum persaingan usaha yang diatur lebih
lanjut dalam hal ini. Dengan melihat ketiga pengaturan terkait E-
Commerce di Indonesia tersebut, dapat dikatakan bahwa minimnya
pengaturan atau penjelasan lebih lanjut dari perspektif persaingan usaha
maupun terkait promosi berupa potongan harga atau diskon itu sendiri
di dalamnya. Hal demikian juga terjadi di dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang mana pengaturan ini tidak
menjelaskan secara tegas terkait sistem perdagangan online ini baik
dari definisi pelaku usaha itu sendiri, cakupan wilayah pelaku usaha,
maupun siapa saja pelaku usaha pesaingnya. Kemudian Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak pula memberikan penjelasan lebih
lanjut terkait pemberian potongan harga atau diskon yang dapat
membahayakan prinsip persaingan usaha yang sehat yang
berkemungkinan dilakukan oleh para pelaku usaha yang dalam hal ini
adalah E-Commerce maupun bisnis ritel.
Berdasarkan pengaturan-pengaturan yang ada di Indonesia
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa belum adanya pengaturan
atau penjelasan lebih lanjut terkait teknis pemberian promosi berupa
potongan harga atau diskon yang diberikan oleh pelaku usaha baik
dalam E-Commerce maupun bisnis ritel, dari perspektif persaingan
usaha dalam rangka menyeimbangi pemberian potongan harga atau
diskon diantara keduanya
III. Penutup
3.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan rumusan masalah pertama, penulis menyimpulkan bahwa
pemberian potongan harga atau diskon yang diberikan oleh PT Shopee
Indonesia tidak terpenuhi sebagai suatu bentuk praktik menjual rugi
atau predatory pricing, melainkan strategi bisnis semata. Berdasarkan
hasil analisis penulis, dapat diketahui bahwa PT Shopee Indonesia
tidak secara cuma-cuma memberikan potongan harga atau diskon
langsung kepada konsumen sebagai bentuk menjual rugi atau
penetapan harga yang sangat rendah, melainkan potongan harga atau
diskon tersebut adalah bentuk subsidi dari biaya admin atau admin fee
dan biaya marketing serta pengamatan terhadap average daily order
masing-masing seller
2. Pemberian potongan harga atau diskon yang diberikan oleh PT Shopee
Indonesia tidak terpenuhi sebagai unsur yang telah membuat pelaku
usaha pesaingnya tersingkir dan mati di dalam pasar. Hal tersebut
dikarenakan, PT Ramayana Lestari Sentosa sebagai salah satu bisnis
ritel yang diduga telah merasakan dampak dari adanya tindakan PT
Shopee Indonesia, pada nyatanya tidak sepenuhnya mati dan tersingkir
dari pasar, masih terdapat beberapa gerai PT Ramayana Lestari Sentosa
yang beroperasi. Bahkan saat ini PT Ramayana Lestari Sentosa mulai
bekerja sama dengan PT Shopee Indonesia melalui fitur Shopee Mall.
Kemudian PT Shopee Indonesia tidak terbukti melakukan penetapan
harga yang tinggi setelah pelaku usaha pesaingnya tersingkir atau mati
dari pasar, karena selain adanya fakta bahwa tidak adanya pelaku usaha
yang sepenuhnya tersingkir atau mati di dalam pasar, kondisi pasar
dalam hal ini menunjukan bahwa pelaku usaha lain masih mudah untuk
keluar dan masuk ke dalam pasar. Hal ini menandakan bahwa tidak
adanya hambatan masuk ataupun hambatan masuk kembali yang
tercipta. Dengan tidak adanya pelaku usaha lain yang tersingkir atau
mati di dalam pasar dan tidak adanya penetapan harga yang tinggi,
dapat dikatakan bahwa PT Shopee Indonesia tidak terbukti melakukan
praktik menjual rugi atau predatory pricing.
3. Berdasarkan rumusan masalah kedua, dapat disimpulkan bahwa di
Indonesia belum terdapat pengaturan atau penjelasan lebih jauh yang
ditujukan guna menyeimbangi pemberian potongan harga atau diskon
antara pelaku usaha E-Commerce dan pelaku usaha bisnis ritel di
Indonesia. Pengaturan-pengaturan yang ada di Indonesia tersebut, tidak
mengatur atau menjelaskan lebih jauh mekanisme atau hal-hal teknis
mengenai pemberian potongan harga atau diskon. Adapun di dalam
Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999, hanya dijelaskan alasan yang
membenarkan pemberian promosi sebagai bentuk penetapan harga
yang rendah, namun tidak menjelaskan lebih lanjut terkait bentuk
promosi yang dapat membahayakan prinsip persaingan usaha yang
sehat. Sehingga dalam kasus ini, pemberian potongan harga atau
diskon yang diberikan oleh PT Shopee Indonesia dengan persentase
yang cukup besar, tidak dapat dikatakan telah melanggar ketentuan
hukum karena belum adanya pengaturan atau penjelasan lebih lanjut
dalam rangka mencegah adanya ketidakseimbangan pemberian
potongan harga atau diskon antar pelaku usaha.
3.2 Saran
1. Dalam rangka menyeimbangi serta mencegah ketimpangan
pemberian potongan harga atau diskon antara pelaku usaha E-
Commerce dan bisnis ritel, diharapkan adanya pengaturan atau
penjelasan lebih lanjut terkait pemberian potongan harga atau diskon
tersebut guna menjamin kesempatan yang sama dalam menjalankan
usaha bagi para pelaku usaha di dalam sebuah pasar sebagaimana
tujuan dan asas di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat .
Penulis berharap bahwa KPPU dapat memberikan penjelasan lebih
lanjut terkait pemberian potongan harga atau diskon yang berpotensi
membahayakan prinsip persaingan usaha yang sehat di dalam
pedoman pelaksana Pasal 20 tentang Jual Rugi atau Predatory Pricing
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 atau KPPU dapat membuat
pedoman khusus terkait pemberian potongan harga atau diskon oleh
pelaku usaha, guna membedakan antara promosi yang mengarah
pada praktik menjual rugi atau predatory pricing dan promosi yang
bertujuan sebagai strategi bisnis semata. Selain itu penulis
berpendapat bahwa perlu adanya pengaturan lebih lanjut terkait
teknis pemberian potongan harga atau diskon, baik batasan
persentase yang dapat diberikan, jangka waktu pemberian potongan
harga atau diskon tersebut serta hal-hal teknis lainnya demi
terciptanya kesempatan yang berimbang dan sama rata untuk semua
pelaku usaha, sehingga dugaan adanya persaingan usaha tidak sehat
melalui pemberian potongan harga atau diskon dapat dihindari.
2. Diharapkan KPPU dapat memberikan penjelasan lebih lanjut terkait
E-Commerce di Indonesia dari perspektif Hukum Persaingan Usaha
dalam hal definisi pasar untuk ekonomi digital, termasuk penjelasan
apakah aspek wilayah atau regional masih relevan, serta siapa yang
dapat dikatakan pesaing dari E-Commerce yang sebenarnya. Karena
sejauh ini, tidak ada pengaturan yang jelas dan mendalam atau
pedoman lebih lanjut terkait hal-hal tersebut. Adapun terkait
banyaknya bisnis ritel yang tutup, harus dilakukan penelitian lebih
lanjut apakah hal tersebut merupakan dampak dari adanya praktik
menjalankan usaha yang dilakukan oleh E-Commerce atau hal
tersebut merupakan wujud pergantian sistem perdagangannya itu
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Rokan, Mustafa Kamal. Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di
Indonesia. Cet.2. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penulisan Hukum. Cet.3. Jakarta:UI Press, 1896.
Jurnal
Basri Effendi, “Pengawasan dan Penegakkan Hukum Terhadap Bisnis Digital
(E-
Commerce) Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam
Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat”, Jurnal Kuala Law Journal,
Vol.4, (2020)
Euis Soliha, “Analisis Indistri Ritel di Indonesia”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi
(JBE), Vol.15, No.2, (2018)
Losina Purnastuti, “Perdagangan Elektronik: Suatu Bentuk Pasar Yang
Menjanjikan?”, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol.1, No.4 (2004)

Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik, PP No.80 Tahun 2019, LN No. 222 Tahun 2019, TLN
No.6420.
Indonesia. Peraturan Presiden Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, Perpres No.112
Tahun 2007.
Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No.19
Tahun 2016, LN No. 251 Tahun 2016, TLN No. 5952.
Indonesia. Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN. No.33 Tahun
1999, TLN No.3817.
Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Politik Ekonomi
Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. TAP MPR No. XVI/MPR/1998.
Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Pedoman Pelaksanaan Pasal 20
Tentang Jual Rugi (Predatory Pricing), Seri Pedoman Pelaksanaan
Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tahun 2015.
Internet
Andhika Prasetyo, “Perdagangan Elektronik Indonesia Terus Tumbuh” Media
Indonesia, (20 Februari 2019).
Christine Novita Nababan, “Ramayana Tutup Delapan Gerai Karena Merugi”,
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170827095710-92-237546/
ramayana-tutup-delapan- gerai-karena-merugi ,

Anda mungkin juga menyukai