Anda di halaman 1dari 22

“DAMPAK PERPINDAHAN IBU KOTA NEGARA

TERHADAP PERSAINGAN USAHA DI KALIMANTAN TIMUR”

Disusun Oleh :

Nama : Istiqomah
NIM : 041259598
Email : daffanazurah.istiqomah@gmail.com
Program Studi : Ilmu Hukum
UPBJJ : 50/Samarinda

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (FHISIP)
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2022
Abstrak

Dalam wacana Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada tanggal


16 Agustus 2019 mengumumkan pemindahan ibu kota negara di Kalimantan
Timur tepatnya wilayah ibu kota negara nantinya berada di sebagian
Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam
menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat di Kalimantan Timur, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga negara yang dibentuk
langsung oleh Presiden dalam mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di
Indonesia. Karya Ilmiah berjudul “Dampak Perpindahan Ibu Kota Negara
Terhadap Persaingan Usaha Di Kalimantan Timur” ini ditulis untuk
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat yang berpotensi
menjadi pelaku usaha untuk tidak melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun
1999. Tujuan penulis dalam memilih judul ini karena permasalahan iklim
persaingan usaha akibat peningkatan peluang usaha di ibu kota baru, maka
diperlukan pengawasan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang
melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini
sejalan dengan tugas dan fungsi KPPU sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1999
adalah melakukan pencegahan dan pengawasan terhadap Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Metode penelitian ini menggunakan
metode penelitian Hukum Normatif.

Kata Kunci: Pemindahan Ibu Kota Negara, Komisi Pengawas


Persaingan Usaha, Pelaku Usaha, dan UU No. 5 Tahun 1999.

Page 2 of 21
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada umumnya ibu kota memiliki peranan penting sebagai pusat


pemerintahan, kekuasaan politik dan ekonomi dalam menjalankan aktivitas
suatu pemerintahan. Selain itu ibu kota negara merupakan bagian dari
identitas suatu negara yang mencerminkan berbagai aspek kehidupan sosial
dan budaya yang perlu dijaga dan dipertahankan. Pemindahan ibu kota
negara tidak hanya dilakukan oleh Indonesia, namun ada beberapa negara
lain yang sudah terlebih dahulu melakukan pemindahan ibu kota negara
diantaranya India, Australia, Myanmar dan Brasil. Faktor yang menjadikan
permasalahan dilakukannya pemindahan ibu kota negara ke kota baru
diakibatkan oleh beberapa faktor yang biasanya dialami oleh negara-negara
lain salah satu diantaranya adalah peningkatan populasi penduduk yang
semakin tinggi, sering terjadinya bencana banjir, sering terjadinya
kemacetan panjang serta kekosongan lahan yang tidak memadai akibat
peningkatan pembangunan perkotaan. Dalam hal ini, ibu kota negara perlu
penyegaran lokasi baru untuk mendukung pusat pemerintahan dan
pembangunan yang merata.

Dalam wacana Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada tanggal


16 Agustus 2019 telah mengumumkan pemindahan ibu kota negara ke ibu
kota baru tepatnya berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan
Kabupaten Kutai Kartanegara. Tentunya dalam pemindahan ibu kota negara
akan berimplikasi terhadap hukum di Indonesia terutama pada persaingan
usaha di Kalimantan Timur oleh karenanya diperlukan penegakan hukum
dalam menciptkan iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif.
Persaingan dalam kegiatan usaha merupakan suatu hal yang biasa dalam
dunia bisnis di Indonesia, bahkan persaingan usaha itu sendiri tercipta

Page 3 of 21
sejalan dengan kegiatan usaha yang dilakukannya, sehingga tidak jarang
pelaku usaha melakukan kecurangan dalam melakukan kegiatan usahanya
demi mendapatkan keuntungan sepihak dan bahkan pelaku usaha yang
kalah bersaing akan merugi karena persaingan usaha yang tidak sehat.

Dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat tentu


diperlukan lembaga penegakan hukum dalam mengawasi praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
merupakan lembaga negara yang dibentuk langsung oleh Presiden dalam
mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal ini sesuai dengan tugas
dan fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU-RI)
sebagai lembaga independent yang memiliki tugas utama dalam
melaksanakan penegakan hukum persaingan usaha sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selain tugas dan fungsi KPPU
tersebut, KPPU memiliki kewenangan dalam penyampaian saran dan
pertimbangan kepada pemerintah, penilaian merger, dan akuisisi serta
pengawasan kemitraan yang diatur pada Pasal 34 UU No. 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

Penilaian terhadap berbagai perilaku pengusaha dan kebijakan


pemerintah dari kacamata netral dan tanpa vested interest apapun
menunjukkan betapa pentingnya implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(UU No.5/1999) yang konsisten dengan visi dan misi yang telah ditetapkan
sejak awal. Dengan konsisten ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
berharap agar bangsa Indonesia dapat memetik manfaat optimal dari
tumbuhnya persaingan usaha yang sehat. Adapun tujuan dari UU No. 5
Tahun 1999 sebagaimana diatur pada pasal 3 adalah untuk: menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai

Page 4 of 21
salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sama
bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil,
mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan terciptanya efektivitas dan efisiensi
dalam kegiatan usaha.1

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang terurai diatas, maka dapat


disimpulkan rumusan masalahnya dengan melakukan pengujian secara
normatif sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak iklim persaingan usaha terhadap pemindahan ibu


kota negara dalam berbagai sektor usaha di Kalimantan Timur;
2. Bagaimana bentuk penegakan hukum Komisi Pengawas Persaingan
Usaha terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No. 5
Tahun 1999.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat
memberitahukan tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Diperlukan pengawasan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang
melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
2. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap
keberadaan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak sehat;
3. Menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif di Ibu
Kota Negara.

1
Dr. Muhammad Rizal (2017), “Buku Mteri Pokok HKUM4307/Hukum Persaingan Usaha, Universitas Terbuka,
Tangerang Selatan, (Modul 1Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Hal.1.22)

Page 5 of 21
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kepada setiap
pelaku usaha untuk tidak melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
2. Dapat memberikan efek jera terhadap pelaku usaha atau kegiatan
usaha yang melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.

1.5 KAJIAN PUSTAKA

Menurut pendapat Sidharta sebagaimana dikutip oleh Kodrat Wibowo


dkk, dalam buku Dua Dekade Penegakan Hukum Persaingan Usaha,
Perdebatan dan isu yang belum terselesaikan, segala kewenangan yang
dimiliki oleh KPPU ini dialamatkan pada terciptanya iklim persaingan yang
sehat sesuai dengan demokrasi ekonomi sebagai asas yang diletakkan pada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Tidak hanya pelaku usaha secara
umum yang akan diuntungkan dari iklim persaingan seperti itu, melainkan
terlebih-lebih adalah konsumen. Empat hak dasar konsumen, yaitu hak
mendapatkan keamanan, hak mendapatkan informasi yang benar, hak untuk
didengar, dan hak untuk memilih, semuanya berkorelasi erat dengan tugas-
tugas KPPU.2 (oleh Kodrat Wibowo dkk, 2021:38-39).

1.6 METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penelitian karya ilmiah ini adalah


dengan menggunakan metodologi penelitian hukum normatif, penulis
membuat karya ilmiah ini mengacu pada peneltian kepustakaan dengan
memberikan informasi dalam menemukan suatu aturan hukum yang

2
Kodrat Wibowo et al., (2021), DUA DEKADE PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN Perdebatan dan Isu yang
Belum Terselesaikan, Jakarta Pusat, hal:38-39

Page 6 of 21
berkaitan dengan isi pembahasan pada karya ilmiah dengan mengusung
konsep peraturan perundang-undangan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tugas dan Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Untuk mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 dibentuklah


suatu komisi. Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34 UU No. 5 Tahun
1999 yang menginstruksi bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas
dan fungsi komisi ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres). Komisi
ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres No. 75 Tahun 1999 dan diberi
nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU. 3 Lembaga KPPU juga
memiliki kewenangan yang dimiliki juga oleh lembaga peradilan di Indonesia
seperti melakukan penyelidikan, penuntutan, konsultasi, mengadili dan
memutus perkara. Selain itu, KPPU memiliki tugas menciptakan ketertiban
dalam dunia persaingan usaha di Indonesia dengan berperan aktif serta
berkontribusi dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang kondusif dan
relevan.

KPPU juga memiliki fungsi sebagai penegakan hukum di Indonesia


terutama khusus menangani hukum persaingan usaha. KPPU sendiri
bukanlah lembaga peradilan khusus yang menangani persaingan usaha, akan
tetapi kedudukan KPPU disini merupakan lembaga administratif yang
kewenangannya bersifat administratif sehingga sanksi yang dijatuhkan juga
akan bersifat sanksi administratif. Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1999
menentukan bahwa tugas KPPU meliputi: melakukan penilaian terhadap
perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
3
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 377

Page 7 of 21
persaingan usaha tidak sehat, melakukan penilaian terhadap perjanjian yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat, melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat, mengambil tindakan sesuai dengan
wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36, memberikan saran
dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, menyusun
pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5 Tahun 1999,
dan memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada
Presiden dan DPR.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya tersebut, Pasal 36 UU No. 5


Tahun 1999 memberi wewenang kepada KPPU untuk: menerima laporan dari
masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penelitian
tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat, melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap
kasus dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan
Komisi sebagai hasil penelitiannya, menyimpulkan hasil penyelidikan dan
atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat, memanggil pelaku usaha yang diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU No. 5 Tahun 1999,
memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU No.5 Tahun 1999, meminta
bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau
setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU No. 5
Tahun 1999 yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi, meminta

Page 8 of 21
keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan
dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU
No. 5 Tahun 1999, mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen
atau alat bukti lain untuk keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan,
memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
pelaku usaha lain atau masyarakat.4

2.2 Subyek Hukum Persaingan Usaha

Subyek hukum yang wajib mematuhi Undang-Undang Nomor 5 Tahun


1999 adalah Pelaku usaha. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 definisi Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.5 Mengacu pada UU No. 5 Tahun 1999, bahwa pelaku usaha
dilarang melakukan kegiatan usaha yang menyebabkan terjadinya praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantaranya kegiatan usaha yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Praktik monopoli

Pada dasarnya praktik monopoli ini merupakan pemusatan kekuatan


ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan/atau pemasaran barang atau jasa tertentu sehingga dapat
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum. Hal ini sejalan dengan tujuan UU No. 5 Tahun 1999 ini
menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional,
hanya saja pengertian kepentingan umum dalam kaitannya dengan masalah

4
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 380
5
Pedoman Program Kepatuhan Terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tahun 2016, Hal. 9

Page 9 of 21
monopoli ini tidak dijelaskan lebih lanjut sehingga masih diperlukan
penafsiran dalam penerapan undang-undang ini. 6

b. Perjanjian yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999

UU No. 5 Tahun 1999 mengatur beberapa perjanjian yang dilarang


untuk dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu :

1. Oligopoli, Pasal 4 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan: “Pelaku


usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat”. 7
2. Penetapan harga, perjanjian penetapan harga yang dilarang oleh UU No.
5 Tahun 1999 diatur dalam pasal 5 sampai dengan Pasal 8 UU No. 5
Tahun 1999 , yang terdiri dari perjanjian penetapan harga ( price fixing
agreement), diskriminasi harga (price discrimination), harga pemangsa
atau jual rugi (predatory pricing), dan pengaturan harga jual kembali
(resale price maintenance). 8

3. Kartel, UU No. 5 Tahun 1999 mengkategorikan kartel sebagai salah satu


bentuk perjanjian yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha.
Pasal 11 undang-undang ini berbunyi: “Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk
mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan/atau
pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan pesaingan usaha tidak sehat”. 9

c. Posisi dominan dan Penyalahgunaannya

6
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2018), Edisi Kedua Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 139-140.
7
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 92-93.
8
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2018), Edisi Kedua Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 104
9
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 109-
110

Page 10 of 21
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat melarang adanya
penyalahgunaan posisi dominan yang dimiliki oleh pelaku usaha di Indonesia.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 25 UU No. 5/1999, yaitu: (1) Pelaku
usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan
untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan
atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau menghambat pelaku
usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar
bersangkutan, (2) Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana
dimaksud ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu; atau dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. 10

d. Persekongkolan Tender

Persekongkolan tender (atau kolusi tender) terjadi ketika pelaku


usaha, yang seharusnya bersaing secara tertutup, bersekongkol untuk
menaikkan harga atau menurunkan kualitas barang atau jasa untuk para
pembeli yang ingin memperoleh produk atau jasa melalui suatu proses
pengadaan. Persekongkolan tender menurut pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999
adalah pesekongkolan dalam tender dapat terjadi melalui kesepakatan, baik
tertulis maupun tidak tertulis. Persekongkolan tersebut mencakup jangkauan
perilaku yang luas, antara lain usaha produksi, dan/atau distribusi, kegiatan
asosiasi perdagangan, penetapan harga, dan manipulasi lelang atau kolusi
dalam tender (collusive tender) yang dapat terjadi melalui kesepakatan antar

10
Draft Pedoman Pasal 25 tentang Larangan Penyalahgunaan Posisi Dominan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Hal.7

Page 11 of 21
pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan, maupun antar kedua pihak tersebut.
Persekongkolan tender diatur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 yang
berbunyi: “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. 11

e. Merger (Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan)

Secara peraturan perundang-undangan, merger, akuisisi dan


konsolidasi atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan memiliki perbedaan definisi.
Definisi penggabungan dalam Pasal 1 butir 9 UU No. 40 Tahun 2007 tentang
perseroan Terbatas disebutkan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan
lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan
yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan
yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Sedangkan peleburan dalam Pasal 1 angka 10 UU No. 40 Tahun 2007


dinyatakan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan
atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan
baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang
meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri
berakhir karena hukum. Dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 40 Tahun 2007
disebutkan bahwa pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham
Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan
tersebut.

11
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 209-
212

Page 12 of 21
Definisi dari ketentuan di UU No. 40 Tahun 2007 ini pula yang
digunakan dalam PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau
Peleburan Badan Udaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
yang menjadi acuan dalam pengaturan merger terkait persaingan usaha di
Indonesia.12

2.3 Dampak Pemindahan Ibu Kota Negara Terhadap Persaingan


Usaha Di Kalimantan Timur

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait


Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, untuk
menjaga iklim persaingan usaha yang sehat dalam menghadapi ibu kota
negara baru di Kalimantan Timur, hal ini yang menjadi peran Komisi
Pengawas Persaingan Usaha sangat penting dalam mengawasi pelaku usaha
untuk tidak melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Undang-Undang Persaingan Usaha tidak melarang dan menghukum
perusahaan menjadi besar, tetapi perusahaan yang memiliki posisi dominan
pasar perlu diawasi karena memiliki kecenderungan menyalahgunakan posisi
dominan.

Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap pemindahan ibu


kota negara lebih memfokuskan pada upaya penegakan hukum di berbagai
sektor usaha yang nantinya akan berdampak pada isu persaingan usaha di
Kalimantan Timur. Hal ini yang menjadikan KPPU untuk lebih dapat
melakukan pengawasan dan upaya penegakan hukum terhadap pelaku
usaha yang berpotensi melakukan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999.

a. Fokus KPPU pada Sektor Bisnis Perumahan

Dampak dari pemindahan ibu kota negara pada sektor bisnis


perumahan membuat para penyedia jasa perumahan mendapatkan peluang
12
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 267

Page 13 of 21
peningkatan perekonomian akan peningkatan kebutuhan perumahan di ibu
kota baru. Dengan adanya peningkatan kebutuhan perumahan ini, dipastikan
akan menimbulkan isu persaingan yang sering muncul pada bisnis
perumahan yaitu terkait dengan penguasaan terhadap lahan oleh pelaku
usaha tertentu. Dengan adanya pemindahan ibu kota negara ini, pelaku
usaha yang bergerak pada bisnis perumahan melakukan kerjasama dengan
berbagai pihak seperti perbankan dan asuransi tertentu untuk bersama-sama
melakukan pemanfaatan peluang usaha untuk menghasilkan keuntungan
sepihak sehingga banyak konsumen dirugikan akibat tingginya harga
perumahan karena peningkatan kebutuhan masyarakat akan daya beli
perumahan di ibu kota negara. Dari permasalahan inilah yang menjadikan
perilaku pelaku usaha yang berpotensi melanggar persaingan usaha yang
sehat pada sektor bisnis perumahan yakni perilaku kartel, diskriminasi dan
posisi dominan. Atas kondisi tersebut, KPPU akan mengawasi proses bisnis
yang dilakukan oleh masing-masing pelaku usaha sektor perumahan dan
akan menindak bagi pelaku usaha yang diduga melanggar UU No. 5 Tahun
1999.

b. Fokus KPPU pada Sektor Bisnis Layanan/Jasa

Pembangunan ibu kota baru akan berdampak terhadap bisnis


layanan/jasa seperti jasa perhotelan, jasa pengiriman, jasa penyediaan
tenaga kerja (outsourcing) dan bisnis jasa lainnya. Pelaku usaha sektor
layanan jasa akan bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar di ibu kota
negara. Hal ini menimbulkan perilaku pelaku usaha sektor layanan/jasa yang
berpotensi melanggar persaingan usaha yang sehat yakni perilaku kartel,
diskriminasi dan posisi dominan. Atas kondisi tersebut, KPPU akan
mengawasi proses bisnis yang dilakukan oleh masing-masing pelaku usaha
sektor bisnis layanan/jasa dan akan menindak bagi pelaku usaha yang
diduga melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

Page 14 of 21
c. Fokus KPPU pada Sektor Bisnis Kesehatan

Kebutuhan sarana dan prasarana Kesehatan dan Pendidikan untuk


menunjang ibu kota negara akan ikut meningkat, pelaku usaha sektor
Kesehatan dan Pendidikan tentunya akan berlomba-lomba untuk melakukan
investasi terhadap potensi pasar di ibu kota negara. Pasar bersangkutan
yang menjadi objek persaingan usaha pada sektor Kesehatan yaitu fisik
seperti tender pembangunan rumah sakit, IGD, Laboratorium dan lain-lain
dan nonfisik seperti pengadaan obat-obatan, alat Kesehatan dan lain-lain.
Pasar bersangkutan yang menjadi objek persaingan sektor Pendidikan yaitu
fisik seperti tender pembangunan sekolah, dan non fisik seperti pengadaan
buku-buku dan lain-lain. Hal ini yang menimbulkan perilaku pelaku usaha
sektor Kesehatan dan Pendidikan yang berpotensi melanggar persaingan
usaha yang sehat yakni perilaku kartel dan persekongkolan. Atas kondisi
tersebut, KPPU akan mengawasi proses bisnis yang dilakukan oleh masing-
masing pelaku usaha sektor Kesehatan dan Pendidikan dan akan menindak
bagi pelaku usaha yang diduga melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

d. Fokus KPPU pada Sektor Barang dan Jasa

Pengadaan barang dan jasa atau biasa dikenal dengan tender sarana
dan prasarana tentunya menjadi prioritas utama dalam persiapan ibu kota
negara baru, tender pembangunan Gedung perkantoran, jalan jembatan dan
sarana lainnya akan terus dilakukan baik dengan menggunakan APBN, APBD,
maupun swasta. Isu persaingan usaha pada sektor pengadaan barang dan
jasa yaitu proses pemilihan penyedia/kontraktor yang akan melaksanakan
proyek-proyek pembangunan tersebut. Hal ini yang menimbulkan perilaku
pelaku usaha sektor pengadaan barang dan jasa yang paling berpotensi
melanggar persaingan usaha yang sehat yakni perilaku persekongkolan
dalam tender. Atas kondisi tersebut, KPPU akan mengawasi proses bisnis
yang dilakukan oleh masing-masing pelaku usaha sektor pengadaan barang

Page 15 of 21
dan jasa dan akan menindak bagi pelaku usaha yang diduga melanggar UU
No. 5 Tahun 1999.

e. Fokus KPPU pada Sektor Logistik

Pemilihan ibu kota negara baru akan berlokasi di Kabupaten Penajam


Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur tentunya
akan berdampak pada kebutuhan berbagai logstik dari luar daerah baik
domestik maupun impor dari luar negeri. Tahap persiapan ibu kota negara
tentunya akan membutuhkan banyak produk/barang yang berkaitan dengan
konstruksi untuk pembangunan sarana dan selanjutnya akan diikuti dengan
meningkatnya kebutuhan bahan pokok dari luar daerah mengingat Provinsi
Kalimantan Timur bukan daerah sentra prosuksi pangan atau bapokting
(bahan pokok penting). Selain produk/barang, sektor logistik juga akan
menciptakan persaingan usaha pelaku usaha jasa pengiriman barang. Hal ini
yang menimbulkan perilaku pelaku usaha sektor logistik tentunya akan
berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sehingga
penting untuk di awasi.

f. Fokus KPPU pada Sektor Teknologi Digital

Ibu kota baru akan dibangun dengan konsep smart capital city yang
bebasis pada teknologi digital. Pada sektor teknologi digital KPPU akan lebih
memfokuskan untuk mengawasi sektor-sektor ekonomi digital, antara lain:
Jasa Keuangan Digital (Fintech), E-Commerce dan Marketplce (makanan,
minuman, fashion dan lain-lain), Transportasi Online, Komunikasi Digital
(Jaringan Internet, Multimedia, Software). Tentunya para pelaku usaha yang
bergerak pada sektor teknologi digital ini akan memanfaatkan peluang usaha
dengan menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi bisnis
melalui jaringan internet sehingga menghambat pelaku usaha lainnya. Atas
kondisi tersebut, KPPU akan mengawasi proses bisnis yang dilakukan oleh

Page 16 of 21
masing-masing pelaku usaha pada sekto teknologi digital dan akan menindak
bagi pelaku usaha yang diduga melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

2.4 KPPU dan Penegakan Hukum Persaingan Usaha

Menurut Silalahi (2007, 263-264), KPPU dalam menjalankan


pemeriksaan pendahuluan dan lanjutan menerapkan sistem way traffic,
artinya, KPPU mengajukan pertanyaan yang akan dijawab oleh pelaku,
pelaku usaha memberikan informasi dan dokumen yang diminta KPPU, pada
tahap ini diharapkan pelaku usaha kooperatif dengan KPPU. KPPU harus
menetapkan suatu keputusan, yaitu menetapkan apakah suatu pelaku usaha
tertentu terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU anti
monopoli atau tidak melakukan pelanggaran. KPPU mengumumkan hasil
keputusannya secara terbuka supaya para pihak yang terkait dan masyarakat
mengetahui hasil keputusannya kepada pelaku usaha dan pihak terkait yang
terkait dengan kasus yang dibuatnya. Dalam proses ini tidak memberikan
kesempatan bagi pelaku usaha dan pihak terkait untuk dapat membela
dirinya. (Hermansyah, 2008)13.

Dengan demikian, penegakan hukum persaingan berada dalam


kewenangan KPPU. Namun demikian, tidak berarti bahwa tidak ada lembaga
lain yang berwenang menangani perkara monopoli dan persaingan.
Pengadilan Negeri (PN) dan Mahkamah Agung (MA) juga diberi wewenang
untuk menyelesaikan perkara tersebut. PN diberi wewenang untuk
menangani perkara pidana karena tidak dijalankannya putusan KPPU yang
sudah inkracht. MA diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara
pelanggaran hukum persaingan apabila terjadi kasasi terhadap putusan
tersebut. Sebagai suatu lembaga independen, dapat dikatakan bahwa
kewenangan yang dimiliki Komisi sangat besar yang meliputi juga
kewenangan yang dimiliki oleh lembaga peradilan. Kewenangan tersebut

13
Rosdalina Bukido, Jurnal Ilmiah Al-syir’ah Vol.15 No. 1 Tahun 2017, Institut Agama Islam Negeri (IAIN Manado)
hal. 65

Page 17 of 21
meliputi penyelidikan, penuntutan, konsultasi, memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara.14

2.5 Aturan Sanksi KPPU


Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
(Undang-Undang tentang Ciptaker), beserta Peraturan Pemerintah Nomo 44
Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (PP No. 44/2021), telah merubah beberapa ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, salah satu diantaranya adalah
terkait Ketentuan Sanksi Administratif.

Sebelumnya, kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)


dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 perihal pengenaan
sanksi administrative kepada pelaku usaha yang melanggar dikenakan
besaran denda bagi pelaku usaha minimal Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah) sampai maksimal Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar
rupiah). Sementara itu, UU Cipta Kerja menyatakan besaran denda minimal
Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) tanpa mencantumkan denda
maksimal. Melalui Undang-Undang Tentang Ciptaker, dan PP No. 44/2021
yang telah menghapuskan sanksi denda maksimal Rp. 25.000.000.000,- (dua
puluh lima miliar rupiah) kemudian mengganti dengan menggunakan cara
perhitungan berdasarkan laba bersih atau total penjualan. Dalam PP No.
44/2021, hal ini diatur dalam Pasal 12 ayat (1), yang berbunyi: “Tindakan
administrative berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
huruf g merupakan denda dasar, dan pengenaan tindakan administrative
berupa denda oleh komisi dilakukan berdasarkan ketentuan berikut:

14
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 378

Page 18 of 21
1. Paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba/keuntungan
bersih yang diperoleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan, selama kurun
waktu terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang; atau
2. Paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari total penjualan
pada pasar bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran
terhadap Undang-Undang.15

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pemindahan ibu kota negara tentunya akan berdampak pada iklim


persaingn usaha di Kalimantan Timur. Dalam menciptakan iklim persaingan
usaha yang sehat diperlukan adanya lembaga penegakan hukum persaingan
di Indonesia. Hal ini sejalan dengan tugas dan fungsi KPPU sebagai lembaga
penegakan hukum dalam mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dengan adanya UU No. 5 Tahun 1999, pelaku usaha di Indonesia


diharapkan mampu bersaing dengan sehat dan tidak melakukan tindakan
pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999. Dalam kewenangan KPPU,
KPPU juga dapat menjatuhkan sanksi dan denda bagi pelaku usaha yang
melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Untuk itu, dalam pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur


diperlukan lembaga penegakan hukum KPPU dalam mengawasi persaingan
usaha di Kalimantar Timur di berbagai sektor usaha yang akan berdampak
pada pemindahan ibu kota negara.

15
Bahasan.id, 2022; Ketentuan Mengenai Denda Sanksi Administratif Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasca UU Cipta Kerja.

Page 19 of 21
3.2 SARAN

Pelaku usaha dapat memahami betapa pentingnya keberadaan UU No.


5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang kondusif dan
relevan di dunia bisnis. Peningkatan pengetahuan tentang UU No. 5 Tahun
1999 akan menjadikan pelaku usaha dapat berhati-hati dalam melakukan
bisnis dengan memperhatikan apa saja yang menjadi kegiatan usaha yang
berpotensi menyebabkan praktik persaingan usaha tidak sehat dengan
berpedoman pada UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Page 20 of 21
DAFTAR PUSAKA

Dr. Muhammad Rizal (2017), Buku Materi Pokok HKUM4307/Hukum


Persaingan Usaha, Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, (Modul 1, Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Hal.1.22);
Kodrat Wibowo et al., (2021), DUA DEKADE PENEGAKAN HUKUM
PERSAINGAN Perdebatan dan Isu yang Belum Terselesaikan , Jakarta Pusat,
hal:38-39;
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum
Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 377;
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum
Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 380;
Pedoman Program Kepatuhan Terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tahun 2016, Hal. 9;
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2018), Edisi Kedua Buku Teks Hukum
Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 139-140;
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum
Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 92-93;
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum
Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 104;
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum
Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 109-110;
Draft Pedoman Pasal 25 tentang Larangan Penyalahgunaan Posisi
Dominan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha, Hal.7;
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum
Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 209-212

Page 21 of 21
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum
Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 267
Rosdalina Bukido, Jurnal Ilmiah Al-syir’ah Vol.15 No. 1 Tahun 2017,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN Manado), hal. 65;
Dr. Andi Fahmi Lubis et al., (2017), Edisi Kedua Buku Teks Hukum
Persaingan Usaha, Jakarta Pusat, hal. 378;
Bahasan.id, 2022; Ketentuan Mengenai Denda Sanksi Administratif
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasca UU
Cipta Kerja.

Page 22 of 21

Anda mungkin juga menyukai