Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN YURIDIS PENGATURAN KEWAJIBAN PRE-MERGER

NOTIFICATION BADAN USAHA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN


PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha
Dibina oleh Dr. Sukarmi, S.H., M.Hum.

Oleh:

Didha Narin Aiza


175010107111001
No. 28
Kelas B

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2020
A. PENDAHULUAN

Hukum merupakan kaidah sosial yang hidup di masyarakat yang bertujuan untuk
mengatur dan menjaga ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk
menjaganya ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat tersebut, hukum harus
mampu secara seimbang dalam melindungi kepentingan yang ada di masyarakat.
Sebagai bentuk untuk dapat menciptakan kehidupan yang tertib dan damai dalam
masyakarat, negara berperan penting menetapkan peraturan-peraturan sebagai
suatu instrumen untuk menciptkan hal tersebut.1 Hukum berperan dalam
pembangunan ekonomi melalui negara, oleh karenanya hukum dibutuhkan untuk
digunakan sebagai solusi menghindari konflik-konflik perebutan pemenuhan sumber
kebutuhan manusia yang terbatas, sebagai akibat dari permintaan kebutuhan
manusia yang tidak ada batasnya.

Dinamika perkembangan masyarakat ini merupakan salah satu yang


mempengaruhi berkembangnya hukum. Terutama pada perkembangan era saat ini,
yaitu mulai memasuki pada era Revolusi Industri 4.0, yang mana merupakan
ambang revolusi modern yang secara holistik akan mengubah sistem kerja dari
bisnis, ekonomi, dan permasalahan sosial pada tingkat nasional hingga internasional.
Dampak dari adanya revolusi industri turut menimbulkan masalah terkhususnya pada
bentuk persaingan usaha, yang mana para pengusaha tentu akan memanfaatkan
fenomena tersebut sebagai batu loncatan untuk dapat menguasai pasar
perdagangan. Hal ini tentu dapat menimbulkan adanya persaingan tidak sehat dalam
keberlangsungannya. Persaingan usaha yang sehat sebagai sarana menciptakan
demokrasi dan keefisiensi di sektor ekonomi harus dapat terus diupayakan secara
terencana, diikuti dengan penyusunan kebijakan persaingan usaha mengenai
pencegahan dan penindakan terhadap para pelaku usaha yang melakukan praktik
monopoli danpersaingan usaha tidak sehat.2 Oleh karena itu diperlukan adanya suatu
aturan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat tersebut.

Hukum Ekonomi Indonesia haruslah berdasarkan prinsip ekonomi Indonesia yang


terdapat dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Telah tersirat dalam pasal tersebut
tujuan pembangunan ekonomi Indonesia berdasarkan demokrasi ekonomi dengan
memperhatikan kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum, menciptakan

1
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha, cet.1,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008),
hal. 4
2
Ibid,.

1
iklim persaingan usaha yang sehat, mencegah pelaku usaha untuk melakukan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dan menciptakan efisiensi dan
efektivitas ekonomi nasional untuk kesejahteraan masyarakat berdasarkan Pancasila
dan UUD NRI Tahun 1945.3

Pemerintah Indonesia membuat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang


Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peraturan tersebut
diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 dan mulai berlaku satu tahun setelah
disahkan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dibentuk sebagai penegak aturan hukum
persaingan usaha sekaligus memberikan perlindungan hak yang sama bagi setiap
pelaku usaha untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat adalah instrumen penting dalam rangka memacu efisiensi ekonomi dan
bebas dari distorsi pasar. 4 Prinsip ekonomi Indonesia berasaskan demokrasi ekonomi
yang tercantum dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 dan Pancasila telah dijabarkan
dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.5

Akan tetapi Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat belum
mampu untuk dapat mengakomodir bentuk-bentuk permasalahan yang nantiya
ditimbulkan dari Revolusi Industri 4.0 tersebut, yang mana dapat meliputi beberapa
poin-poin permasalahan yang menjadi titik fokus dalam penulisan ini, yaitu: pertama,
adanya kekhawatiran akan menimbulkan reaksi pasar yang berlebihan dari adanya
perkembangan kondisi tersebut, sehingga perusahaan-perusahaan yang tidak
mampu menyesuaikan diri akan secara reaksioner mengalami penurunan investasi.
Kedua¸ dalam perkembangannya akan banyak cara yang dilakukan oleh suatu
perusahaan dalam mengoptimalisasikan sumber daya yang ada seperti modal,
teknologi managemen, dan lain-lainnya guna memperoleh sinergisme baru dalam
melakukan kegiatan usaha yang mengacu pada efisiensi dan produktifitas, salah satu
cara tersebut adalah dengan jalan merger atau penggabungan dua badan usaha
atau penggabungan dua badan usaha atau lebih. Ketiga, permasalahan yang timbul
dari pasca penggabungan suatu perusahaan (merger) yakni berpotensi timbulnya
laporan yang baru terindikasi adanya praktik persaingan tidak sehat, sehingga

3
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktek di Indonesia, cet.2, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012), hal.21
5
Muhamad Sadi Is, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Malang: Setara Press, 2016), hal.69

2
berakibat pada pembubaran perusahaan gabungan atas merger yang telah dilakukan
tersebut, karena pada praktiknya peranan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
(KPPU) mengenai merger atau penggabungan suatu perusahaan hanya sebagai
penasehat dan pemberian notifikasi yang tidak menjadi suatu kewajiban bagi
perusahaan. Namun, bilamana pasca merger diindikasikan terdapat unsur persaingan
tidak sehat, maka KPPU dapat memberikan sanksi untuk membatalkan merger
tersebut. Hal ini tentu bertentangan dengan efektifitas dan efisiensi penegakan
hukum pada ranah persaingan usaha khususnya KPPU selaku komisi negara yang
berwenang menjadi pengawas akan hal tersebut, sehingga secara tidak langsung
akan menghambat berkembangnya proses perekonomian pada era Revolusi Industri
4.0 yang akan datang. Hingga sejak tahun 2010 banyak pelaku usaha di berbagai
sektor yang melaporkan aksi korporasinya kepada KPPU, dimana jumlah
perbandingan notifikasi merger tersebut yakni 68 pada 2016 dan 90 pada 2017, yang
artinya bahwa terjadi peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2017 yang menjadi
peningkatan terbanyak sejak Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 lahir dan
menjadi aturan pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1999.

Tingginya angka tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi KPPU untuk
melakukan pengawasan yang optimal dalam penegakan hukum terhadap persaingan
usaha tidak sehat sebagai kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari proses
merger suatu perusahaan. Apabila dibandingkan dengan banyak negara lain,
undang-undang persaingan usaha telah mewajibkan pemberitahuan lebih dahulu
sehingga dapat dilakukan penilaian apakah mengakibatkan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebelum tindakan hukum dapat
dilaksanakan.6 Sehingga dari penjabaran kasus dan latar belakang tersebut, Peneliti
mencoba untuk menganalisis” Tinjauan Yuridis Pengaturan Kewajiban Pre-Merger
Notification Badan Usaha Sebagai Upaya Pencegahan Persaingan Tidak Sehat”

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka didapat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Pelaksanaan Notifikasi Merger di Indonesia?
2. Bagaimana Pengaturan Kewajiban Pelaksanaan Pre Merger Notification yang
sesuai dan Memberikan Kepastian Hukum di Indonesia?

6
Andi Fahmi Lubis et.al. (2009).Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks. KPPU: Jakarta. Hlm. 196.

3
C. PEMBAHASAN
1. Merger Notifikasi dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Persaingan Usaha
Istilah penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dalam Hukum
Persaingan Usaha seringkali cukup disebut „merger‟. Bila dilihat berdasarkan alasan
ekonomis, secara umum merger dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai
berikut :7
a. Merger Horizontal Merger Horizontal merupakan merger yang dilakukan oleh 2
(dua) atau lebih badan usaha yang bergerak pada bidang industi atau bidang
bidang bisnis yang sama.
b. Merger Vertikal Merger Vertikal dilakukan oleh 2 (dua) atau lebih badan usaha
yang bergerak dalam satu aliran produksi terhdap produksi yang sama, yaitu
merger yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak dari industri hulu
dengan industri hilir. Misalkan, merger yang yang dilakukan oleh pihak produsen
denga pihak supplier.
c. Merger Konglomerasi Merger Konglomerasi adalah merger yang dilakukan oleh
badan usaha yang satu sama lain bergerak dalam bidang industri atau bidang
bisnis yang tidak memiliki keterkaitan usaha sama sekali. Merger konglomerasi ini
sering dilakukan pada masa Order baru oleh para pengusaha dengan tujuan
untuk dapat membangun suatu bisnis dengan berbagai macam jenis
usaha.Merger hasil konglomerasi rentan mengalami kegagalan.

Abdul Moin dalam Murni Hardiningsih pernah menyebutkan faktor atau motif
yang terkait dengan dilakukannya perbuatan hukum merger terdapat empat macam,
yaitu:8

a. Motif Ekonomi Esensi tujuan dari sebuah perusahaan bila dilihat dari perspektif
manajemen keuangan adalah seberapa besar perusahaan tersebut akan mampu
untuk menciptakan nilai bagi perusahaan maupun pemegang saham itu sendiri.
Merger atau penggabungan badan usaha memiliki motif ekonomi yang tujuannya
secara jangka panjang adalah demi mencapai peningkatan dari nilai
tersebut.Oleh sebab itu, seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan haruslah
selalu diarahakan untuk tercapainya tujuan tersebut.

7
Iswi Hariyani, Serfianto, dkk, Merger, Kosolidasi, Akuisisi, dan Pemisahan Perusahaan Cara Cerdas
Mengembangkan dan Memajukan Perusahaan, cet. 1 (Jakarta: Visimedia, 2011), hal.19
8
Ibid,.hlm.15

4
b. Motif Sinergi Sinergi merupakan keadaan dimana motivasi utama dalam
melakukan merger atau penggabungan badan usaha adalah dengan maksud
untuk meningkatkan nilai perusahaan yang bergabung. Ketika dua perusahaan
bergabung maka akan memberikan kekuatan lebih untuk mencapai pertumbuhan
yang lebih cepat.Sinergi disini merupakan nilai dari keseluruhan perusahaan
setelah merger yang lebih besar daripada penjumlahan dari nilai masing-masing
perusahaan sebelum bergabung.
c. Motif Diversifikasi Diversifikasi merupakan strategi pemberagaman bisnis yang
dapat dilakukan melalui merger.Diversifikasi terkadang digunakan sebagai alasan
merger karena dianggap dapat membantu menstabilkan laba
perusahaan.Diversifikasi dimaksudkan untuk mengamankan posisi dalam
persaingan pasar.Namun, jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari
bisnis awal, mengakibatkan perusahaan tidak lagi berada di koridor yang
mendukung.
d. Motif Non-ekonomi Terkadang dalam melakukan merger atau penggabungan
badan usaha tidak hanya untuk kepentingan ekonomi saja, tetapi juga untuk
kepentingan yang sifatnya nonekonomi, seperti prestise dan ambisi.Motif
nonekonomi dapat terjadi karena “ketamakan” dan kepentingan pribadi para
eksekutif perusahaan. Mereka menginginkan ukuran perusahaan untuk lebih
besar, maka kompensasi yang akan diterima juga semakin besar. Selain itu,
adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai bidang bisnis
akan menjadikan aktivitas merger sebagai strategi perusahaan untuk menguasai
berbagai perusahaan yang ada.

Merger sebenarnya merupakan tindakan korporasi yang wajar yang dapat


mensinergikan sumberdaya yang dipunyai masing-masing perusahaan yang
melakukan merger. Merger juga dilakukan untuk mencapai tujuan ekonomis
perusahaan yang bersangkutan (profit maximization).9 Jadi melalui merger dapat
tercipta efisien, menciptakan produk baru atau teknologi baru yang berguna untuk
masyarakat.10 Merger seperti ini akan berdampak positif dan menguntungkan
konsumen karena akan memperbanyak pilihan barang atau jasa serta hadirnya
teknologi yang lebih baru daripada sebelumnya yang akan meningkatkan tingkat

9
T.M. Zakir, Derajat Urgensi Regulasi Merger: Mencegah Pengaturan yang Berlebihan dalam Efektifitas Regulasi
Meger dan Akuisisi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010), hal. 39.
10
Perdana A. Saputro, Hukum Meger Indonesia dalam Konteks Hukum Persaingan Usaha, (Tangerang: CR
Publishing, 2012), hal. 11

5
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.11 Namun demikian, merger juga
dapat berdampak negative, karena melalui merger dapat menciptakan penguasaan
pasar pada pasar tertentu atas suatu barang atau jasa oleh perusahaan hasil
merger.12 Dengan terjadinya penguasaan pasar, maka pelaku usaha tersebut dapat
mengatur produksi dan harga tanpa perduli terhadap kualitas dari barang atau jasa.
Dampak negative ini kemungkinan besar akan timbul apabila merger antara
perusahaan yang produknya memiliki pembeda dengan produk lain (differentiated
product) atau tidak ada penggantinya yang dapat ditemukan dipasar.13 Selain itu
merger juga dapat menimbulkan inefisien dan tidak merangsang perusahaan untuk
melakukan innovasi. Oleh karena adanya dampak negative tersebut, maka merger
perlu diatur dalam hukum persaingan usaha karena kan merugikan konsumen
dimana konsumen harus membayar lebih tinggi atau dengan kualitas yang tidak
memadai.14

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur mengenai merger ini dalam Pasal 28 dan
29. Pasal 28 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa:

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan


usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain
apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Selanjutnya Pasal 29 ayat (1) UU No. 5 tahun 1999 menyatakan bahwa:

“Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau
nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada
Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut. Dari ketentuan
Pasal 29 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 dapat kita ketahui bahwa hukum
persaingan usaha Indonesia menganut post merger notifikasi atau
pemberitahuan adanya merger setelah merger dilakukan. “

Dari ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 dapat kita ketahui
bahwa hukum persaingan usaha Indonesia menganut post merger notifikasi atau
pemberitahuan adanya merger setelah merger dilakukan.

11
Ibid,.
12
Lawrence Anthoni Sullivan, Antitrust< West Publishing, 1977, 576
13
Ibid,.hlm. 12
14
Andrew Dunnet, Understanding Market : An Introduction to Microeconomics, 3rd Edition, (Indiana: Longman,
1998), hal. 51.

6
2. Pengaturan Pra Merger Notifikasi
Pre Merger Notification atau dapat disebut Pra Merger Notifikasi merupakan
ketentuan dimana pelaku usaha dapat atau memiliki hak untuk melakukan konsultasi
terkait perencanaan pelaksanaan merger (penggabungan,peleburan, dan
pengambilalihan) kepada Otoritas Persaingan Usaha. Pengenalan rezim kontrol pra-
merger telah terlebih dahulu dilaksanakan di Amerika Serikat dan kemudian di Eropa
dan negara-negara lain menciptakan kerangka kerja yang harus dipertimbangkan
perusahaan ketika mereka mempertimbangkan merger, akuisisi, atau usaha
patungan. Pengawasan harus diterapkan untuk menentukan apakah transaksi yang
diusulkan harus diberitahukan kepada otoritas persaingan yang relevan.
Di Amerika Serikat menurut Clayton Act, Section 7. menyatakan bahwa pelaku
usaha wajib melakukan notifikasi pra-merger kepada otoritas persaingan usaha
Amerika Serikat, Federal Trade Commission (FTC) dan Divisi Hukum Persaingan
Usaha (Antitrust Division) yang merupakan bagian dari Departemen Kehakiman
(Departement of Justice) Amerika Serikat.15 Begitu pula dengan ketentuan Pasal 4
angka 1 European Community Merger Regulation No. 13/2004 (ECMR), yang
mengatur notifikasi pra-merger terdiri dari dua jenis, yaitu Notifikasi Wajib
(Mandatory Notification) dan Notifikasi Sukarela (Voluntary Notification). Notifikasi
pra-merger wajib dilakukan terhadap merger-merger yang akan berujung pada
konsentrasi menurut ECMR yaitu transaksi merger yang bernilai lebih dari 500 juta
Euro di seluruh dunia dan lebih dari 250 juta Euro untuk kedua belah pihak dalam
wilayah Uni Eropa. ECMR mengatakan bahwa pelaku usaha yang merger dapat
melakukan notifikasi kepada EC dengan didasari itikad baik (good faith) untuk
menyusun perjanjian terkait merger atau, setelah mengumumkan kepada
masyarakat tentang rencana merger tersebut, menyadari bahwa merger akan
berujung pada konsentrasi pasar atau mempengaruhi pasar secara signifikan dalam
wilayah Uni Eropa.16 Prinsip yang sama juga diterapkan dan berlaku bagi pra merger
dalam ketentuan peraturan hukum persaingan Kanada, Jepang, dan Korea Selatan.
Ketentuan merger notifikasi di Indonesia ini berbeda dengan pengaturan untuk
hal yang sama pada Negara negara maju yang telah mapan dalam bidang ini, seperti
Amerika dan Uni Eropa. Sesuai dengan Pasal 28 dan Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
menyatakan bahwa Indonesia masih menganut sistem post merger notification.

15
John H. Shenefield dan Irwin M. Stelzer, The Antitrust Laws A Primer (Fourth Edition), (Washington: The AEI
Press, 2001), hal. 57.
16
Pasal 4 angka 1 jo. Pasal 1 angka 2 ECMR.

7
Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2) UU No. 5 tahun 1999 menyatakan bahwa
ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah. Namun peraturan
pemerintah ini tidak keluar sampai tahun 2010 yaitu dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha
dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebelumnya KPPU telah
mengeluarkan Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan dan Peraturan KPPU Nomor 11
Tahun 2010 tentang Konsultasi Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan. Berdasarkan 3 (tiga) peraturan tersebut
mengatur terkait mekanisme Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan di Indonesia. Sehingga pelaku usaha di Indonesia memiliki hak
untuk melakukan konsultasi dan pra notifikasi atas rencana 3P(Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan) kepada KPPU.17 Adanya pengaturan tersebut
sejatinya untuk mendorong para pelaku usaha melakukan konsultasi guna
meminimalkan resiko kerugian yang mungkin diderita oleh pelaku usaha jika
3P(Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan) yang dilakukan ternyata dinilai
KPPU dapat mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
dan karena hal tersebut, KPPU nantinya dapat menerbitkan penetapan pembatalan
3P(Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan) itu. Dalam peraturan KPPU ini,
terdapat notifikasi pre-merger yang sifatnya sukarela yang dilakukan pihak-pihak
yang terlibat sebuah transaksi merger sebelum berlangsungnya merger tersebut.
Keluarnya peraturan mengenai konsultasi ini adalah sebagai solusi karena peraturan
hukum persaingan usaha kita menganut post merger notifikasi. Padahal seharusnya
pengawasan merger sebaiknya merupakan pelaksanaan hukum yang lebih
menekankan pada pencegahan (preventif) dari pada pengkoreksian. Penghentian
dampak negatif yang potensial diciptakan merger sebaiknya dilakukan pada tahapan
sedini mungkin bahkan sebelum merger tersebut berlaku efektif.18
Pra notification inidiatur secara lebih rinci dalam Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun
2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan. Syarat-
syarat pelaku usaha dapat melakukan pra notifikasi adalah sebagai berikut:
 Besaran nilai

17
Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 57Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha
dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
18

8
Untuk penggabungan dan peleburan (Pasal 3 Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2009)
1) Nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau peleburan melebihi Rp
2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah); atau
2) Nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil penggabungan atau peleburan
melebihi Rp 5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah); atau
3) Mengakibatkan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% (lima puluh persen)
pada pasar bersangkutan 4) Khusus untuk industri jasa keuangan (bank dan
non-bank) : 3 Nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau peleburan
melebihi Rp 10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah); atau
4) Nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil penggabungan atau peleburan
melebihi Rp 15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah); atau
5) Mengakibatkan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% (lima puluh persen)
pada pasar bersangkutan
 Untuk pengambilalihan (Pasal 4 Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2009)
1) Pengambilalihan saham dengan hak suara sekurang-kurangnya 25% (dua
puluh lima persen); atau
2) Pengambilalihan saham dengan hak suara kurang dari 25% (dua puluh lima
persen) namun menyebabkan perpindahan kendali secara efektif; atau
3) Pengambilalihan aset atau transaksi lainnya yang menyebabkan perpindahan
kendali secara efektif; dan
4) Pengambilalihan mengakibatkan nilai aset atau nilai penjualan (omzet) atau
pangsa pasar memenuhi batas sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan
KPPU Nomor 1 Tahun 2009.
 Terdapat perjanjian atau kesepakatan atau nota kesepahaman atau dokumentasi
tertulis lainnya diantara para pihak yang menyatakan adanya rencana untuk
melakukan 3P pada perusahaan.
Dalam mekanisme pra notification yang diatur dalam Peraturan KPPU Nomor
1 Tahun 2009, ada sebuah penilaian awal untuk menilai ada tidaknya kekhawatiran
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dari rencana 3P
berdasarkan pengukuran derajat konsentrasipadapasarbersangkutan. Ketika
penilaian awal ini nantinya menunjukkan konsentrasi yang tinggi, maka penilaian
akan dilanjutkan ke dalam tahap penilaian menyeluruh. Setelah dilakukan penilaian
menyeluruh, maka KPPU akan memberikan hasil penilaian pra notificationyang mana
hasil penilaian tersebut bersifat mengikat Komisi dan tidak mengikat pelaku usaha
yang melakukan 3P. Sedangkan untuk konsultasi, mekanismenya diatur dalam

9
Peraturan KPPU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Konsultasi Penggabungan atau
Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan. Mengenai syarat
konsultasi ini terdapat dalam Pasal 2 Peraturan KPPU tersebut. Yang membedakan
antara pra notifikasi dan konsultasi adalah dalam pra notifikasi, pelaku usaha hanya
memberitahukan kepada KPPU untuk mendapatkan pendapat KPPU mengenai
dampak yang ditimbulkan dari rencana 3P. Sedangkan, dalam konsultasi, pelaku
usaha meminta saran, bimbingan dan/atau pendapat tertulis kepada KPPU atas
rencana 3P.
Saat ini, banyak desakan dari berbagai pihak untuk melakukan revisi Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999. Yang mana salah satu poinnya terkait notifikasi 3P.
Indonesia memiliki sistem notifikasi yang berbeda, yaitu compulsory post merger
notification sedangkan dalam praktek juga dibuka voluntary pre merger notification.
Sehingga dalam revisi UU harus jelas pilihannya pre atau post. Yang terpenting
adalah adanya ketentuan teknis yang sederhana, tidak rumit dan memakan waktu
singkat agar tidak menimbulkan permasalahan baru bagi KPPU.
3. Urgensi Pengaturan Kewajiban Pelaksanaan Pra Merger Notifikasi di
Indonesia
Menurut Peraturan Pemerintah 57 Tahun 2010 Pre Notification adalah
pemberitahuan yang bersifat sukarela oleh pelaku usaha yang akan melakukan
merger dengan tujuan meminta pendapat KPPU mengenai dampak yang ditimbulkan
dari rencana kegiatan 3P atau Merger. Sifat pemberitahuan secara sukarela inilah
yang lantas menimbulkan ketidakpastian hukum dan kurangnya efektifitas dari
kinerja KPPU. Hal tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran perusahaan untuk
melakukan pre notification merger, padahal pre notification ini memiliki tujuan agar
KPPU dapat mengkaji resiko dari kegiatan merger tersebut serta memberikan solusi
atau perubahan apabila diperlukan.19 Selain itu, karena pre notification yang
diterapkan di Indonesia tidak wajib dan bersifat konsultasi, KPPU tidak dapat
memberikan persetujuan ataupun penolakan terhadap rencana kegiatan merger.
Akibatnya, KPPU tetaptidak dapat mencegah terjadinya persaingan usaha tidak
sehat dan monopoli, namun KPPU hanya dapat memberikan penilaian, KPPU lebih
banyak harus mengkaji kegiatan merger setelah kegiatan tersebut berlangsung
karena Post notification merger yang dianut dan tidak dapat menghentikan kegiatan
tersebut meskipun menimbulkan resiko monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

19
Chongwoo Choe et.al. (2006). Compulsory or Voluntary Pre-merger Notifications Theory and Some Evidence.
Diakses dari https://iweb.cerge-ei.cz/pdf/events/papers/070906_t.pdf pada tanggal 21 Desember 2020.

10
Hingga saat ini KPPU belum pernah membatalkan kegiatan merger
perusahaanperusahaan yang menimbulkan risiko monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat, KPPU hanya memberikan catatan kepada perusahaan-perusahaan
tersebut agar terhindar dari pelanggaran hukum serta memberikan sanksi
administratif.20
Mewajibkan Pre merger notification dinilai akan menjadi salah satu solusi untuk
mengurangi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat karena efisiensi dan
kepastian hukum yang dimiliki. Selain itu, Pre notification akan mengurangi perkara
di pengadilan dan akan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan dalam proses
litigasi apabila setelah proses pelaporan KPPU menemukan adanya potensi
persaingan usaha tidak sehat. Selain itu Pre notification juga dapat membantu
menghindari pengusaha yang memiliki itikad buruk yakni pengusaha yang sengaja
melakukan mergerdengan maksud melakukan persaingan usaha secara tidak sehat
dan monopoli demi meningkatkan laba yang dimiliki, pengusaha tersebut memahami
akan adanya sanksi administratif namun karena sanksi yang diberikan tidak
sebanding dengan laba yang didapatkan maka pengusaha dengan saja menghindari
proses notifikasi secara sukarela ini.21 Pre notification juga merupakan salah satu
sarana yang tepat untuk menunjang tugas KPPU dalam UU No. 5 Tahun 1999 Pasal
35. Pasalnya pada ayat 1 dan 2 tugas KPPU ialah menilai perjanjian, kegiatan usaha
dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Meskipun mewajibkan Pre notification dinilai menjadi solusi untuk mengatasi
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Namun tentu saja hal tersebut
menimbulkan Kontra dibandingkan dengan Post Notifikasi. KPPU dianggap belum
mampu untuk menerapkan sistem pre notification karena sumber daya manusia yang
masih kurang serta kinerja yang cenderung lambat, sehingga dikhawatirkan akan
menganggu kegiatan usaha dengan menghambat transfer kegiatan merger dan
menghambat investasi. Selain hal tersebut terdapat kekhawatiran adanya kebocoran
informasi yang akan menguntungkan pihak pesaing perusahaan baik dari konsultan
hukum maupun regulator karena KPPU selalu meminta dokumen-dokumen yang

20
Manaek SM Pasaribu. (2016). Challenges of Indonesian Competition Law and Some Suggestions for
Improvement. Discussion Paper Series. Diaksesdarihttp://www.eria.org/ERIA-DP2016-04.pdf pada tanggal 22
Desember 2020.
21
Aldo Gonzales dan Daniel Benitez. (2008). Pre- Merger Notification Mechanism Incentives and Efficiency of
Mandatory and Voluntary Schemes.

11
terkadang tidak bisa dikonsumsi oleh publik, sehingga sebelum menerapkan Pre
notification diperlukan adanya confidentiality agreement.
Australia menganut sistem pelaporan sukarela, tetapi, ACCC (KPPU Australia)
dapat melakukan investigasi dan permohonan kepada pengadilan untuk
menghentikan proses merger yang dianggap dapat membahayakan iklim persaingan.
Inti dari pendekatan selain pre notification tersebut (dalam hal ini post notifikasi dan
sukarela) adalah adanya risiko di mana pengadilan dapat memutuskan untuk
membatalkan perusahaan hasil merger sebagai akibat dari upaya penegakan hukum
otoritas pengawas persaingan. Kondisi ini dianggap sebagai bagian dari risiko hukum
yang harus diterima oleh perusahaan yang terlibat dalam transaksi. Berbeda dengan
di Indonesia KPPU tidak pernah dapat membatalkan karena emang tidak pernah ada
prosedur hukum mengenai pembatalan atas kegiatan merger.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa resiko yang dihadapi dengan
mewajibkan Pre Notificationlebih kecil dari pada secara sukarela ataupun hanya post
notifikasi saja. Terlebih lagi KPPU di Indonesia tidak memiliki wewenang untuk
melakukan investigasi seperti KPPU Australia dan Inggris akibatnya KPPU tidak dapat
memonitor kegiatan merger atau 3P (Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan) yang akan dilakukan perusahaan sebelum adanya pelaporan.
Dari sisi KPPU, mewajibkan pre notification memudahkan KPPU untuk melakukan
pengecekan ketika persyaratan dokumen-dokumen telah lengkap diberikan kepada
KPPU sehingga KPPU dapat mencegah terjadi persaingan usaha tidak sehat sebelum
persaingan usaha tidak sehat tersebut terjadi. Selain itu KPPU dapat meminimalisir
adanya pengusaha nakal yang tidak peduli terhadap sanksi administratif karena laba
yang didapatkan lebih besar dari pada sanksi yang diterima. Bagi pengusaha pun pre
notification 3P memiliki keuntungan seperti mengurangi biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengadilan apabila KPPU beranggapan bahwa kegiatan merger
tersebut termasuk persaingan usaha tidak sehat. Selain itu pengusaha juga dapat
menghindari pembatalan yang mungkin dilakukan oleh KPPU yang menyebabkan
tidak berartinya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan merger.22
Namun, untuk mewajibkan pre notification KPPU perlu untuk membenahi sistem,
agar proses pre notification tidak menghambat kegiatan perusahaan. KPPU perlu
untuk menambah sumber daya manusia yang kompeten untuk mempercepat proses
pre notification dan memberikan batasan waktu maksimal proses pre notification.

22
Yakub Adi Krisanto. (2012). Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan dan
Kedudukan Konsultasi dalam Hukum Persaingan Usaha. Jurnal Hukum Prioris Vol. 3 no. 1. Hlm 65

12
Selain itu untuk menjaga rahasia perusahaan dengan membuat confidentiality
agreement karena sebagai lembaga negara kepercayaan masyarakat perlu untuk
dimiliki agar masyarakat patuh terhadap pre notification.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengaturan mengenai merger atau penggabungan,peleburan,dan
pengambilalihan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia telah diatur
dalam Pasal 28 dan 29 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Melalui Pasal
29 ayat (1) dijelaskan bahwa pelaku usaha yang melakukan kegiatan merger
wajib memberitahukan dalam kurun waktu 30 hari setelah kegiatan merger
kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dengan begitu dapat
diindikasikan bahwa Indonesia melaksanakan kewajiban pemberitahuan
merger setelah diadakannya merger itu sendiri atau dapat disebut mekanisme
post merger notification.
2. Setelah disahkannya Peraturan Perintah Nomor No. 57 Tahun 2010 tentang
Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham
Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta 2 (dua) Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha yang dikeluarkan sebelum adanya Peraturan Pemerintah ini
yaitu Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan dan Peraturan KPPU Nomor
11 Tahun 2010 tentang Konsultasi Penggabungan atau Peleburan Badan
Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan. Berdasarkan 3 (tiga)
peraturan tersebut mengatur terkait mekanisme Pra-Notifikasi
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan di Indonesia. Sehingga
pelaku usaha di Indonesia memiliki hak untuk melakukan konsultasi dan pra
notifikasi atas rencana 3P(Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan)
kepada KPPU. Dalam peraturan KPPU ini, terdapat notifikasi pre-merger yang
sifatnya sukarela (voluntary) yang dilakukan pihak-pihak yang terlibat sebuah
transaksi merger sebelum berlangsungnya merger tersebut. Sehingga para
pihak tidak diwajibkan konsultasi sebelum melakukan

13
penggabungan,peleburan,dan pengambilalihan. Hal ini berbeda dengan
sistem post merger notification yang diwajibkan.
3. Dari beberapa hasil kasil kajian dan perbandingan dengan pengaturan
negara-negara lain, mengubah mekanisme pre merger notification yang
sifatnya sukarela menjadi suatu kewajiban bagi para pelaku usaha dalam
melakukan merger dinilai akan menjadi salah satu solusi untuk mengurangi
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat karena efisiensi dan
kepastian hukum yang dimiliki. Selain itu, Pre notification akan mengurangi
perkara di pengadilan dan akan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan
dalam proses litigasi apabila setelah proses pelaporan KPPU menemukan
adanya potensi persaingan usaha tidak sehat. Selain itu Pre notification juga
dapat membantu menghindari pengusaha yang memiliki itikad buruk yakni
pengusaha yang sengaja melakukan mergerdengan maksud melakukan
persaingan usaha secara tidak sehat dan monopoli demi meningkatkan laba
yang dimiliki, pengusaha tersebut memahami akan adanya sanksi
administratif namun karena sanksi yang diberikan tidak sebanding dengan
laba yang didapatkan maka pengusaha dengan saja menghindari proses
notifikasi secara sukarela ini. Dari sisi KPPU, mewajibkan pre notification
memudahkan KPPU untuk melakukan pengecekan ketika persyaratan
dokumen-dokumen telah lengkap diberikan kepada KPPU sehingga KPPU
dapat mencegah terjadi persaingan usaha tidak sehat sebelum persaingan
usaha tidak sehat tersebut terjadi. Selain itu KPPU dapat meminimalisir
adanya pengusaha nakal yang tidak peduli terhadap sanksi administratif
karena laba yang didapatkan lebih besar dari pada sanksi yang diterima. Bagi
pengusaha pun pre notification 3P memiliki keuntungan seperti mengurangi
biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadilan apabila KPPU beranggapan
bahwa kegiatan merger tersebut termasuk persaingan usaha tidak sehat.
Selain itu pengusaha juga dapat menghindari pembatalan yang mungkin
dilakukan oleh KPPU yang menyebabkan tidak berartinya biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan merger.Namun, untuk mewajibkan pre
notification KPPU perlu untuk membenahi sistem, agar proses pre notification
tidak menghambat kegiatan perusahaan. KPPU perlu untuk menambah
sumber daya manusia yang kompeten untuk mempercepat proses pre
notification dan memberikan batasan waktu maksimal proses pre notification.
Selain itu untuk menjaga rahasia perusahaan dengan membuat

14
confidentiality agreement karena sebagai lembaga negara kepercayaan
masyarakat perlu untuk dimiliki agar masyarakat patuh terhadap pre
notification.

15
E. DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
Peraturan Pemerintah Nomor 57Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan
Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan
Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan
Peraturan KPPU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Konsultasi Penggabungan atau Peleburan
Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan
Buku
Andi Fahmi Lubis et.al. (2009).Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks. KPPU:
Jakarta.
Andrew Dunnet, Understanding Market : An Introduction to Microeconomics, 3rd Edition,
(Indiana: Longman, 1998)
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha, cet.1,(Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2008)
Iswi Hariyani, Serfianto, dkk, Merger, Kosolidasi, Akuisisi, dan Pemisahan Perusahaan Cara
Cerdas Mengembangkan dan Memajukan Perusahaan, cet. 1 (Jakarta:
Visimedia, 2011)
John H. Shenefield dan Irwin M. Stelzer, The Antitrust Laws A Primer (Fourth Edition),
(Washington: The AEI Press, 2001)
Lawrence Anthoni Sullivan, Antitrust, West Publishing, 1977
Muhamad Sadi Is, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Malang: Setara Press, 2016),
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktek di Indonesia, cet.2,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012)
Perdana A. Saputro, Hukum Meger Indonesia dalam Konteks Hukum Persaingan Usaha,
(Tangerang: CR Publishing, 2012)
T.M. Zakir, Derajat Urgensi Regulasi Merger: Mencegah Pengaturan yang Berlebihan dalam
Efektifitas Regulasi Meger dan Akuisisi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2010)

1
Jurnal
Farid Ibrahim Suhandi, Kebijakan Pre-Merger Notification Badan Usaha Sebagai Penegakan
Hukum di Era Revolusi Industri 4.0, Jurnal UKM Lex Scientia, Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang, 2019.
Yakub Adi Krisanto. (2012). Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan dan Kedudukan Konsultasi dalam Hukum Persaingan Usaha.
Jurnal Hukum Prioris Vol. 3 no. 1.

Anda mungkin juga menyukai