Anda di halaman 1dari 21

MATERI BAHTSUL MASAIL

MUNAS & KONBES


NAHDLATUL ULAMA

27 FEBRUARI – 1 MARET 2019


Di Kota Banjar, Jawa Barat

PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA


TAHUN 2019

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Komisi Bahtsul Masail Waqiiyyah
A. Bahaya Sampah Plastik
B. Perusahaan AMDK yang Menyebabkan Sumur Warga Kering
C. Masalah Niaga Perkapalan
D. Bisnis Money Game
E. Legalitas Syariat Bagi Peran Pemerintah

Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah


A. Negara, Kewarganegaraan, dan Hukum Negara
B. Konsep Islam Nusantara

Komisi Bahtsul Masail Qanuniyyah


A. RUU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
B. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

2
MATERI BAHTSUL MA SAIL
KOMISI QONUNIYAH MUNAS 2019 DI BANJAR

1. TELAAH RUU ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA


Deskripsi Masalah:
Sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan kita bernegara
adalah untuk “memajukan kesejahteraan umum”. Sementara itu, untuk menjalankan
kewenangannya dalam mengatur perekonomian masyarakat, maka negara diberikan
mandat oleh konstitusi untuk menjalankan asas “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Negara diberikan kewenangan untuk mengatur perekonomian agar tidak
terjadi monopoli dalam perdagangan dan penguasaan kekayaan oleh segelintir orang.
Atas dasar konstitusi tersebut, dan untuk menumbuhkan perekonomian yang sehat, maka
pada tahun 1999 (pasca krisis ekonomi dan moneter), Pemerintah dan DPR menerbitkan
UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak
sehat. Dalam UU ini dikatakan bahwa Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah
untuk: menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional,
mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat,
serta mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha.
Untuk mengawasi pelaksanaan UU tersebut, dibentuklah Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) yang diberikan wewenang untuk menerima laporan, melakukan
penelitian, penyelidikan dan atau pemeriksaan, memanggil pelaku usaha yang diduga
telah melakukan pelanggaran, memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat, serta memberikakn sanksi
administrasi kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU.
Namun demikian, praktik-praktik usaha yang tidak sehat masih saja merajalela, seperti
melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran (monopoli), menguasai
penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal (monopsoni), penguasaan pasar
(baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain), serta persekongkolan dengan pihak
lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender. Banyak faktor yang
melatar belakanginya, mulai dari kongkalikong antara pengusaha dengan pejabat, masih
maraknya praktik suap, dan tipu daya antar pengusaha. Hal inilah yang mendasari
pemerintah dan DPR pada tahun 2018 berinisiatif untuk mengajukan Rancangan Undang
Undang (RUU) untuk mengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut. Karena UU ini
dirasakan masih belum dapat menampung dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat.
Kerangka Konseptual:
Terdapat tujuh substansi baru dalam RUU tersebut sebagai perubahan UU No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pertama, memperluas cakupan definisi pelaku usaha. Artinya, perluasan tersebut dapat
menjangkau pelaku usaha yang berdomisili di luar wilayah Indonesia. Seperti diketahui,
dengan perkembangan era teknologi, pelaku usaha dapat menggunakan sistem e-
commerce yang tak dibatasi ruang dan waktu. UU Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat sebelumnya belum menjangkau pelaku usaha yang berada
di luar wilayah Indonesia. Dengan RUU terbaru ini, nantinya dapat pula menjangkau

3
perilaku anti persaingan dalam platform bisnis baru berbasis digital seperti e-commerce,
e-procurement, e-payment, dan bisnis berbasis online lain.
Kedua, mengubah notifikasi merger dari kewajiban untuk  memberitahukan
setelah merger menjadi kewajiban pemberitahuan sebelum merger alias pre merger
notification.
Ketiga, mengubah besaran sanksi. Selama ini sanksi yang tertuang dalam UU No. 5
Tahun 1999 hanya menggunakan nilai nominal besaran tertinggi dalam rupiah. Tetapi
RUU ini sanksinya sekurang-kurangnya hanya 5 persen, sedangkan setinggi-tingginya 30
persen dari nilai penjualan dalam kurun waktu pelanggaran terjadi.
Keempat, terkait dengan mekanisme pengaturan pengampunan dan/atau pengurangan
hukuman atau lazim disebut leniency program. Aturan tersebut sebagai strategi efektif
dalam membongkar kartel dan persaingan usaha yang tidak sehat dalam kurun waktu
jangka panjang.
Kelima, membuat aturan pasal yang mengatur penyalahgunaan posisi tawar yang
dominan terhadap penjanjian kemitraan. Pengaturan itu sebagai instrumen hukum
terhadap perlindungan pelaksanaan kemitraan yang melibatkan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM). 
Keenam, peningkatan pelaksanaan fungsi penegakan hukum yang dilakukan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dalam RUU tersebut mengatur ketentuan yang
memungkinkan KPPU meminta bantuan pihak kepolisian. Tujuannya, dalam rangka
menghadirkan pelaku usaha yang dinilai tidak kooperatif dalam persidangan di KPPU.
Efektivitas putusan KPPU dalam RUU tersebut mengatur kewenangan menjatuhkan
sanksi administratif. Yakni berupa rekomendasi pencabutan izin usaha terhadap pelaku
usaha yang dinilai terbukti melanggar larangan praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Sedangkan terhadap putusan KPPU berupa denda yang telah berkekuatan
hukum tetap, namun tak diindahkan para pihak menjadi piutang negara. Dalam RUU
tersebut mengatur pula ketentuan lembaga piutang negara berkewajiban menyelesaikan
pelaksanaan putusan KPPU tersebut.
Ketujuh, dalam rangka berbagai tugas dan kewenangan KPPU ke depannya, maka
diperlukan penguatan terhadap lembaga KPPU. Selain itu, mesti menempatkan KPPU
dalam sistem ketatanegaraan yang sejajar dengan lembaga negara lain. Penguatan KPPU
mesti didukung pula dengan kesekretariatan jenderal (Kesekjenan) yang terintegrasi
dengan tata kelola pemerintahan, sehingga mampu memberikan dukungan pelaksanaan
tugas Anggota KPPU baik secara substansi maupun dalam pengelolaan anggaran yang
bersumber dari APBN.
Masalah Pokok/Krusail
Dalam revisi UU No. 5 Tahun 1999 ini terdapat beberapa masalah pokok pembahasan
yang menjadi perdebatan, antara lain:
1. Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Kelompok pelaku usaha menganggap bahwa yang sangat krusial dan menjadi
kunci dari hampir seluruh pasal-pasal dalam RUU ini adalah ketentuan yang
bersifat rule of reason dan sangat sedikit yang bersifat perse ellegal yaitu
dipersyaratkan tentang terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat. Bahwa pelaku usaha dinyatakan bersalah melanggar pasal-pasal dalam UU
ini apabila pelaku usaha terbukti melakukan Praktek Monopoli dan/atau

4
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mereka melihat pasal ini akan menimbulkan
ketidakpastian hukum karena menimbulkan multi tafsir.
Menurut definisi tersebut pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat menjadi kabur dan tidak ada tolok ukur yang tegas, karena ujung-
ujungnya adalah perbuatan tidak jujur dan melawan hukum, sehingga pengertian
tersebut telah diartikan sebagai pasal karet, atau dengan kata lain tidak terdapat
standar pembuktian yang jelas atas terjadinya suatu pelanggaran. Baik KPPU
maupun pelaku usaha tidak memiliki batasan baku tentang tindakan apa yang
disebut pelanggaran dan apa yang tidak melanggar, yang kuncinya harus
dibuktikan telah terjadi Praktek Monopoli atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.

2. Kelembagaan dan kewenangan KPPU


Dalam RUU ini, berkenaan dengan aturan kelembagaan KPPU, dinilai oleh
berbagai pihak bersifat “super body”. Beberapa kalangan mempersoalkan aturan
tersebut dimana KPPU adalah sebagai :
a. Pelapor
b. Pemeriksa (investigator)
c. Penuntut (jaksa)
d. Pemutus (hakim)
3. Persoalan denda dan hukuman
Denda hukuman dalam RUU ini akan ditingkatkan dari Rp 25 Milyar menjadi
25% dari omset. Ini bagian yang paling dipersoalkan oleh pelaku usaha. Mereka
berpendapat bahwa denda atau penalti seharusnya dihitung berdasarkan illegal
profit yaitu keuntungan yang diperoleh oleh pelaku usaha dari perilaku tidak
sehat atau perilaku anti persaingan atau praktek monopoli (illegal business
practice) seperti kartel, penyalahgunaan posisi dominan, perjanjian tertutup,
integrasi vertikal yang merugikan dan atau praktek bisnis tidak sehat lainnya.
Konsep denda dalam RUU ini dianggap akan sangat fatal terutama terhadap
sektor perbankan dan sektor lain yang perputaran uangnya sangat besar. Denda
sebesar 10% s/d 30% omzet tahunan bank atau asuransi misalnya akan langsung
mempailitkan bank atau asuransi tersebut dengan dampak sistemik terhadap
ekonomi yang luar biasa.
4. Definisi/batasan terlapor
Dalam ketentuan umum terdapat pendefinisian tentang Terlapor, bahwa Terlapor
adalah Pelaku Usaha dan atau Pihak Lain yang diduga melakukan pelanggaran.
Dalam UU yang lama, UU No 5 Tahun 1999 definisi Terlapor hanyalah pelaku
usaha. Dalam draft RUU bahwa Terlapor adalah Pelaku Usaha dan Pihak Lain.
Yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang dimaksud Pihak Lain? Dalam arti
selain pelaku usaha, siapa saja bisa menjadi Terlapor yaitu sebagai Pihak Lain.
Sedangkan obyek dari hukum persaingan usaha terbatas hanya pada pelaku usaha.
Unsur pihak lain ini menjadi pasal karet yang akan menyasar siapa saja, bisa
pejabat pemerintah secara individu, bisa pejabat negara, anggota DPR yang
dianggap memfasilitasi persekongkolan monopoli, bisa individu-individu direksi
perusahaan, bisa individu-individu asosiasi atau siapa saja yang tersasar oleh
implementasi RUU ini.
5. Keharusan Membayar Denda / Penalti Di Muka, Hukuman Rp 2 Trilyun Dan
Pidana
5
Terdapat usulan bahwa terlapor jika akan melakukan upaya hukum keberatan
atau banding harus membayar dimuka denda sebesar 10% (seperti pengadilan
pajak). Bagi pelaku usaha, hal ini dianggap akan menyulitkan ketika terlapor
dinyatakan tidak bersalah. Bagaimana menarik kembali uang yang sudah terlanjur
masuk ke kas negara? Selain itu, besaran 10% dari denda yang berdasar omset
usaha bisa sangat mengganggu cash flow perusahaan (bisa gagal operasi jika
perusahaan itu perbankan). Mereka menganggap, hal ini melanggar prinsip yang
mendasar dalam hukum yaitu azas praduga tidak bersalah, sebelum sebuah
keputusan hukum memiliki kekuatan hukum tetap. Seharusnya denda dibayar
setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam RUU juga terdapat
ancaman hukuman pidana denda hingga Rp. 2 triliun atau pidana kurungan
selama-lamanya 2 tahun. Hal ini membuat trauma pelaku usaha sehingga
demotivated dalam berinvestasi.
6. Kode Etik dan Dewan Pengawas

Dunia usaha menekankan pentingnya Kode Etik dan Dewan Pengawas KPPU
yang tidak bersifat Ad Hoc untuk penanganan abuse of power atau moral hazard
atau bentuk kesewenangan terhadap terlapor yang diperlakukan tidak wajar.
Adanya argumen yang menyatakan bahwa terlapor dapat mengajukan keberatan
kepada Pengadilan Negeri kurang tepat karena hal itu merupakan prosedur
peradilan yang biasa saja; yang dipersoalkan adalah terjadinya abuse of power
atau moral hazard atau bentuk kesewenangan lain yang bukan merupakan pokok
perkara. Ini dipersoalkan kalangan pelaku usaha yang berpendapat bahwa
ketentuan mengenai kode etik dan Dewan Pengawas harus dirumuskan jelas dan
tegas di dalam RUU dan bukan diserahkan kepada KPPU untuk mengaturnya.
7. Penafsiran & Pengaturan Lebih Lanjut Pasal-Pasal RUU

Dalam draft rancangan amandemen UU No 5/1999 ini terdapat banyak sekali


pasal yang menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini ditentukan oleh
KPPU. Aturan lebih lanjut tentang UU umumnya berbentuk Peraturan
Pemerintah. Menyerahkan kewenangan tersebut kepada KPPU akan
menimbulkan persoalan conflict of interest, dan memberikan kewenangan
berlebih hak monopoli tafsir atas UU kepada KPPU. Hal ini dapat menimbulan
ketidakadilan dalam implementasinya.

Rekomendasi dan Landasan Keagamaan


Rekomendasi:
1. Menyetujui rencana perbaikan perangkat hukum yang mengatur persaingan
usaha, mengingat pada waktu penerbitan UU No. 5/1999 di waktu sebelumnya
diperoleh kesan penyusunan yang tergesa-gesa.
2. Menyetujui revisi UU untuk:
a. Memperkuat kelembagaan KPPU agar lebih optimal dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya.
b. Memperluas kewenangan KPPU untuk bertindak sebagai penyelidik
(termasuk penggeledah atau dalam kondisi tertentu melakukan penyadapan),
penyidik, penuntut, dan sekaligus pemutus perkara dalam kewenangan
KPPU.

6
3. Untuk keperluan pembuktian semua instansi pemerintah maupun swasta
diwajibkan memberikan akses data dan informasi yang diperlukan oleh KPPU
dalam penanganan kasus persaingan usaha.
4. Memperkuat dibentuknya dewan pengawas atau dewan etik yang independen
dengan melibatkan komponen masyarakat termasuk para ahli agama.
5. Perlu perbaikan mengenai substansi, struktur pasal-pasal, dan redaksi muatan-
muatan baru yang diperlukan agar kepentingan umum dapat dikedepankan guna
mencapai efisiensi dan kemakmuran rakyat.
6. Mendukung ditetapkannya besaran denda dan hukuman bagi pelaku usaha yang
melanggar aturan sesuai RUU ini yaitu maksimal 30% dari omzet selama
melakukan pelanggaran dan dalam kondisi tertentu merekomendasikan
dicabutnya izin usaha.
7. Apabila diperlukan pengaturan turunan dari Undang-undang yang berlaku maka
diatur lewat peraturan KPPU dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
8. Terkait dengan kemungkinan adanya aksi korporasi berupa merger dan akuisisi
yang dilakukan perusahaan melalui Penanaman Modal Asing (PMA), RUU harus
memberikan perlindungan bagi pelaku usaha dalam negeri dari praktek monopoli
atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan oleh aksi korporasi pelaku
usaha modal asing tersebut.
9. Mendorong DPR bersama Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU larangan
praktek Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat agar iklim persaingan usaha
yang sehat lebih terjamin.
Landasan Keagamaan:
‫اض ِّمن ُكمۡۚ َواَل‬ ۡ ‫وا اَل‬W
َ ‫ َرةً عَن‬W‫ونَ تِ ٰ َج‬WW‫ ِل ِإٓاَّل َأن تَ ُك‬W‫ بَ ۡينَ ُكم بِ ۡٱل ٰبَ ِط‬W‫ ٰ َولَ ُكم‬Wۡ‫تَأ ُكلُ ٓو ْا َأم‬ ْ Wُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬ .1
ٖ ‫تَر‬
٢٩ ‫ت َۡقتُلُ ٓو ْا َأنفُ َس ُكمۡۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ بِ ُكمۡ َر ِح ٗيما‬
‫ض يَْأ ِوي إلَْي ِه ُك ُّل َمظْلُ ْوٍم‬ ِ ‫َألر‬ ِ ِ
ْ ْ‫الس ْلطَا ُن ظ ُّل اهلل يِف ا‬
ُّ .2
ِ ِ َّ ‫ف اِالم ِام علَى‬
‫صلَ َحة‬ْ ‫الرعيّة َمُن ْو ٌط بِالْ َم‬ َ َ ُ ‫صُّر‬ َ َ‫ت‬ .3
‫ة‬--‫ه ذم‬--‫رئت من‬--‫د ب‬--‫اطئ وق‬--‫و خ‬--‫لمني فه‬--‫د أن يغلى هبا على املس‬--‫رة يري‬--‫ر حك‬--‫من احتك‬ .4
.‫اهلل ورسوله" رواه أمحد واحلاكم عن أىب هريرة يف روايات يف النهى عن االحتكار‬
‫لمني‬--‫ر على املس‬--‫ من احتك‬:‫ول‬--‫لم يق‬--‫ه وس‬--‫لى اهلل علي‬--‫ول اهلل ص‬--‫ مسعت رس‬:‫ر‬--‫ال عم‬--‫ق‬ .5
‫طعامهم ضربه اهلل باإلفالس أو جبذام‬
‫األصل يف النهي حرام إال ما دل الدليل على خالفه‬ .6
‫ال شك أن أحاديث الباب تنهض مبجموعها لإلستدالل على عدم جواز اإلحتكار‬ .7

‫ول اهلل‬-- - - ‫الوا يارس‬-- - - ‫لم فق‬-- - -‫ه و س‬-- - - ‫لى اهلل علي‬-- - -‫ول اهلل ص‬-- - -‫د رس‬-- - - ‫عرب على عه‬-- - -‫غال الس‬ .8
‫و أن ألقى‬--‫ وإين ألرج‬،‫عر‬--‫رزاق املس‬--‫ط ال‬--‫ابض الباس‬--‫و الق‬--‫ إن اهلل ه‬:‫ال‬--‫عرت؟ فق‬--‫لوس‬

7
‫اهلل ع ‪--‬ز وج ‪--‬ل واليطلب ‪--‬ين اح ‪--‬د مبظلم ‪--‬ة ظلمته ‪--‬ا اي ‪--‬اه يف دم والم ‪--‬ال رواه اخلمس ‪--‬ة اال‬
‫النسائي وصححه الرتمذي‪ ‬‬
‫التس‪--‬عري س‪--‬بب الغالء‪ ،‬ألن اجلالبني إذا بلغهم ذل‪--‬ك مل يق‪--‬دموا بس‪--‬لعهم بل‪--‬داً يكره‪--‬ون‬ ‫‪.9‬‬
‫على بيعه‪-- -‬ا في‪-- -‬ه بغ‪-- -‬ري م‪-- -‬ا يري‪-- -‬دون‪ ،‬ومن عن‪-- -‬ده البض‪-- -‬اعة ميتن‪-- -‬ع من بيعه‪-- -‬ا ويكتمه‪-- -‬ا‪،‬‬
‫ويطلبها أهل احلاجة إليها فال جيدوهنا إال قليالً‪ ،‬فريفعون يف مثنها ليصلوا إليها‪ ،‬فتغل‪--‬و‬
‫األس‪-- - -‬عار وحيص‪-- - -‬ل اإلض‪-- - -‬رار باجلانبني‪ :‬ج‪-- - -‬انب املالك‪ ،‬يف منعهم من بي‪-- - -‬ع أمالكهم‪،‬‬
‫ُ‬
‫وجانب املشرتي يف منعه من الوصول إىل غرضه‪ ،‬فيكون حرام ًا‬

‫‪8‬‬
RUMUSAN KOMISI QANÛNIYAH
RANCANGAN UU PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL
MUNAS DAN KONBES NU 2019
LBM NU PWNU JAWA TIMUR
1. Mengingat:
a. Telah banyak terjadi tindak pidana kekerasan seksual sehingga dirasa perlu untuk
memprioritasikan sebuah Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019
yang disusun sebagai upaya pemenuhan rasa aman dan bebas dari segala bentuk
tindak kekerasan dan pelanggaran dan kejahatan HAM berbasis seksual, sesuai
dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indinesia 1945.
b. Berdasar data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) mencatat ada 13.602 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2016. Dari
segala jenis kekerasan, ada sebanyak 3.495 kasus kekerasan seksual di rumah tangga dan
2.290 kasus kekerasan seksual di komunitas atau tempat kerja.
c. Kekerasan seksual menimbulkan dampak luar biasa kepada korban, meliputi
penderitaan psikis, kesehatan, ekonomi, dan sosial hingga politik. Dampak
kekerasan seksual sangat mempengaruhi hidup korban. Dampak semakin
menguat ketika korban adalah bagian dari masyarakat yang marginal secara
ekonomi, sosial dan politik, ataupun mereka yang memiliki kebutuhan khusus,
seperti orang dengan disabilitas dan anak.
d. RUU-Penghapusan kekerasan seksual sendiri disususun berdasarkan data-data
pemantauan komnas perempuan, pengaduan kepada komnas perempuan, data-
data Lembaga mitra Komnas perempuan dan bersumber dari media yang telah
diklarifikasi. Dari kajian Komnas Perempuan sejak sepuluh tahun terahir
ditemukan 15 Jenis kekerasan terhadap perempuan yaitu: [1] perkosaan, [2]
intimidasi, [3] pelecehan seksual, [4] eksploitasi seksual, [5] perdagangan
Perempuan untuk tujuan seksual, [6] prostitusi paksa, [7] perbudakan seksual, [8]
pemaksaan perkawinan, [9] pemanksaan kehamilan, [10] pemaksaan aborsi, [11]
kontarsepsi/sterilpaksa, [12] peyiksaan seksual, [13] penghukuman tidak
manusiawi dan bernuasa seksual, [14] praktek atau tradisi bernuansa seksual
yang membahayakan dan menndiskriminasi Perempuan dan [15] kontrol
seksual. Namun dari 15 jenis kekerasan seksual itu, 9 (sembilan) jenis yang dapat
dikategorikan sebagai tidak pidana yaitu (1) Pelecehan Seksual, (2) Eksploitasi
Seksual, (3) Pemaksaan Kontrasepsi, (4) Pemaksaan Aborsi, (5) Perkosaan, (6)
Pemaksaan Perkawinan, (7) Pemaksaan Pelacuran, (8) Perbudakan Seksual, Dan
(9) Penyiksaan Seksual.
e. Pengaturan 9 (sembilan) jenis kekerasan seksual sebenarnya merupakan solusi
terhadap hukum positif yang belum mampu menanggulangi kerugian korban dan
melindungi hak-hak korban, menangani kasus secara komprehensif, dan
mencegah keberulangan terjadinya kejahatan seksual. Padahal ada dampak yang
mengekor dari seorang korban pelecehan seksual. Selain menanggung malu dan
trauma, perempuan kerap dikucilkan karena dianggap sebagai penggoda. Di
ranah hukum, pembuktian pelecehan seksual juga bukan hal yang mudah.
Umumnya, polisi meminta bukti dan saksi yang sering kali tidak ada.
2. Memperhatikan:
a. Kebutuhan mengetahui jenis-jenis kekerasan menurut literatur Fiqih
b. Kebutuhan mengetahui pandangan fiqih terhadap jenis-jenis kekerasan seksual itu

9
c. Kebutuhan mengetahui siapa yang disebut pelaku dan korban kekerasan seksual serta
hierarki hukuman bagi pelaku kekerasan seksual
d. Mengetahui pandangan fiqih terhadap hak pemulihan korban kekerasan seksual, antara
lain 1) pembebasan dari hukuman, 2) pemulihan fisik, psikis, 3) pemulihan nama baik
(rehabilitasi) dan 4) pemulihan segi ekonomi (restitusi-kompensasi)
e. Kebutuhan mengetahui pandangan Fiqih tentang sikap masyarakat yang menstigma
(pandangan negatif, membulliy, dan tidak melakukan penerimaan) terhadap pelaku dan
korban kekerasan seksual
f. Mengetahui hukum menyebarluaskan, mengumumkan ke publik pelaku ataupun korban
Kekerasan seksual, khususnya perzinahan

3. Menimbang:
1. Definisi kekerasan dalam syariat
a. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan dari Abû Tsa’labah:
‫ (إن‬:‫ عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬،‫عن أ بي ثعلبة الخشني جرثوم بن ناشر رضي هللا عنه‬
‫ وسكت‬،‫ وحرم أ شياء فال تنتهكوها‬،‫حدودا فال تعتدوها‬
ً ‫ وحد‬،‫هللا فرض فرائض فال تضيعوها‬
(‫عن أ شياء رحمة لكم غير نسيان فال تبحثوا عنها) حديث حسن رواه الدارقطني وغيره‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan faraidl (kewajiban-kewajiban),
maka jangan sia-siakan! Allah juga telah menetapkan batasan-batasan, maka jangan
melampauinya! Allah telah haramkan suatu perkara, maka jangan melanggarnya!
Dan Allah telah mendiamkan perkara lainnya sebagai rahmat bagi kalian dan bukan
karena lupa, maka jangan mengorek-ngoreknya!” HR Al-Dâraquthny dan lainnya.

Arti definisi kekerasan adalah melampaui batas batas yang telah ditetapkan oleh
syara’

b. Rasûlullah SAW bersabda:


‫وعن ابن عم ر رض ي هللا عنهم ا ق ال س معت رس ول هللا ص لى هللا علي ه وس لم يق ول كلكم راع‬
‫أل‬
‫وكلكم مس ئول عن رعيت ه وا م ام راع ومس ئول عن رعيت ه والرج ل راع في أ هل ه ومس ئول عن‬
‫رعيته والمرأ ة راعية في بيت زوجها ومسئولة عن رعيتها والخادم راع في مال سيده ومسئول عن‬
‫ متفق عليه‬.‫رعيته فكلكم راع ومسئول عن رعيته‬
“Dari Ibn ‘Umar ra. Dia berkata: saya mendengar Rasûlullâh saw.
Bersabda: setiap diri kalian adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggunganjawaban tentang kepemimpinannya, seoarang imam adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya,
seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas keluarganya, seorang perempuan adalah penjaga
dalam rumah tangga suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
penjagaannya, dan seorang pembantu adalah penjaga terhadap harta
tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepenjagaannya itu.
Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya itu.”( HR. Bukhari-Muslim)

Berdasarkan hadits ini maka yang dimaksud dengan kekerasan adalah segala
perkara yang keluar dari hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang telah
ditetapkan oleh syara’ mengenai pembagian-pembagiannya.

c. Rasulullah SAW bersabda:

10
‫وعن عمرو بن شعيب عن أ بيه عن جده رضي هللا عنه قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫م روا أ والدكم بالص الة وهم أ بن اء س بع س نين واض ربوهم عليه ا وهم أ بن اء عش ر وفرق وا بينهم في‬
‫المضاجع حديث حسن رواه أ بو داود بإسناد حسن‬
Dari ‘Amr ibn syua’ib dari bapaknya dari kakekknya, beliau bersabda: Bersabda
Rasûlullâh saw. Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalât ketika
sudah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka apabila meninggalkan shalât ketika
sudah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (yang laki-laki
dan perempuan).(HR. Abû Dâwud dengan sanad yang baik)

Pemukulan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak untuk perkara yang baik
tidak disebut sebagai kekerasan

d. Rasulullah SAW bersabda


‫ ف إن‬: ‫ الى ان ق ال‬... : ‫عن عم رو ابن االح وص ان ه س مع رس ول هللا ص لى هللا علي ه وس لم يق ول‬
‫فعلن ف اهجروهن في المض اجع واض ربوهن ض ربا غ ير م برح ف إن اطعنكم فال تجعل وا عليهن‬
. ‫ رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح‬..... ‫سبيال‬
Dari ‘Amr ibn al- Ahwash, ia mendengar Rasûlullâh saw., bersabda…:
Apabila ia (istri) tersebut nusyûs maka tinggalkanlah di tempat tidur dan
pukullah dengan pukulan yang tidak melukai, apabila ia sudah taat kepada
kalian, maka janganlah kalian mencari jalan untuk aniaya kepadanya.
(HR.al-Turmudzî)

Pemukulan suami terhadap istri yang tidak melukai tidak disebut sebagai
kekerasan.

Kesimpulan:
Berdasarkan dasar keterangan di atas, maka yang dimaksud dengan kekerasan
dalam syariat adalah suatu unsur tindakan yang bersifat melukai baik secara
fisik, psikis maupun mental, yang dilakukan oleh pihak / pelaku (dhâlim) yang
tidak memiliki hak dan kewajiban serta tanggung jawab terhadap korban (al-
madhlûm) sehingga berujung pada perbuatan dhalim / aniaya dan melanggar
batas ketentuan syariat.

2. Jenis-jenis kekerasan seksual menurut Syariat.


a. Allah SWT berfirman:
‫َ اَل َ ْ َ ُ َ َّ ُ َ َ َ َ ً َ َ َ َ اًل‬
‫و تقربوا ِّالزنا ۖ ِإ نه كان ف ِاحشة وساء س ِبي‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra: 32)

Berdasarkan ayat ini, maka termasuk jenis kekerasan seksual adalah perbuatan yang
dapat mengantar pada perbuatan zina, atau perbuatan fahisyah (tabu)

َ ‫وج ُه ْم ۚ َٰذ ِل َك َأ ْز َك ٰى َل ُه ْم ۗ ِإ َّن َّالل َه َخب ٌير ب َما َي ْص َن ُع‬


b. Allah SWT berfirman:
‫ون‬ َ ‫ُقل ِّل ْل ُمْؤ ِم ِن‬
َ ‫ين َي ُغ ُّضوا ِم ْن َأ ْب َصار ِه ْم َو َي ْح َف ُظوا ُف ُر‬
ِ ِ ِ

11
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS
An-Nur ayat 30)

‫اَّل‬ ‫َ ُ ّ ْ ُ ْؤ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َأ ْ َ َّ َ َ ْ َ ْ َ ُ ُ َ اَل‬
ۖ ‫وج ُه َّن َو ُي ْب ِد َين ِز َين َت ُه َّن ِإ َم ا َظ َه َر ِم ْن َه ا‬ ‫ات يغضض ن ِمن بص ِار ِهن ويحفظن ف ر‬ ِ ‫وق ل ِللم ِمن‬
‫َو ْل َي ْض ر ْب َن ب ُخ ُم ره َّن َع َل ٰى ُج ُي وبه َّن ۖ َواَل ُي ْب د َين ز َين َت ُه َّن اَّل ل ُب ُع َولته َّن َأ ْو آ َب ا ه َّن َأ ْو آ َب اءِ ُب ُع َولته َّن ْوَأ‬
ِِ ِ ‫ِئ‬ ِ ِ ِ ‫ِإ‬ ِ ِ ِِ ِِ ِ ِ
ْ‫َأ ْب َن اِئ ه َّن َأ ْو َأ ْب َن اءِ ُب ُع َول ِته َّن َأ ْو ْخ َوا ِنه َّن َأ ْو َب ِني ْخ َوا ِنه َّن َأ ْو َب ِني َأ َخ َوا ِته َّن ْو ِن َس اِئ ه َّن ْو َم ا َمل َكت‬
َ ‫َأ‬ ‫َأ‬
ِ ِ ِ ‫ِإ‬ ِ ‫ِ ِإ‬ ِ
‫ْ َ َ ّ َ َأ ّ ْ َّ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ ٰ َ ْ َ ّ َ َ اَل‬ ‫ُأ‬ َ َّ ‫َأ‬ ُ ‫َأ‬
‫ات ِالنس اءِ ۖ و‬ ِ ‫الطف ِل ال ِذين لم يظهروا على عور‬ ِ ‫ْي َمان ُهن ِو التا ِب ِعين غي ِر و ِلي اِإْل رب ِة ِمن ِالرج ِال ِو‬
ْ َ َّ
‫ون‬ َ ‫ون َل َع َّل ُك ْم ُت ْف ِل ُح‬ َ ‫ين ِمن ز َين ِته َّن ۚ َو ُت ُوبوا ِإ َلى َّالل ِه َج ِم ًيعا َأ ُّي َه ْال ُمْؤ ِم ُن‬
َ ‫َي ْضر ْب َن بَأ ْر ُج ِله َّن ِل ُي ْع َل َم َما ُي ْخ ِف‬
ِ ِ ِ ِ ِ
“Dan katakanlah kepada wanita beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya,
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
mereka, atau putera-putera saudara laki mereka, atau putera saudara-saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka
miliki, atau pelayan –pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah
mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung.” (QS An-Nur ayat 31)

Pengertian dari ayat di atas oleh al-Thabary dalam Kitab Tafsir Jâmi’u al-Bayân li
Ayi al-Qurân: 353 ditafsirkan sebagai:
َ ‫ ( ُق ْل ِل ْل ُم ْؤ ِم ِن‬:‫يقول تعالى ذكره لنبيه محمد صلى هللا عليه وسلم‬
‫ين) باهلل وبك يا محمد ( َي ُغ ُّض وا‬
‫ مما قد نهاهم هللا عن النظر‬،‫ يكفوا من نظرهم إلى ما يشتهون النظر إليه‬:‫ِم ْن َأ ْب َص ِار ِه ْم) يقول‬
‫ بلبس ما يسترها عن أ بصارهم َ(ذ ِل َك‬،‫يحل له رؤيتها‬ ّ ‫وج ُه ْم ) أ ن يراها من ال‬ َ ‫إليه ( َو َي ْح َف ُظ وا ُف ُر‬
‫أل‬ ّ ‫ فإن غضها من النظر عما ال‬:‫َأ ْز َكى َل ُه ْم) يقول‬
‫ وحفظ الفرج عن أ ن يظهر بصار‬،‫يحل النظر إليه‬
‫ إن هللا ذو خبرة بما‬:‫ون ) يقول‬ َ ‫الناظرين؛ أ طهر لهم عند هللا وأ فضل ( ِإ َّن َّالل َه َخب ٌير ب َم ا َي ْص َن ُع‬
ِ ِ
‫ وحفظ فروجكم‬،‫تصنعون أ يها الناس فيما أ مركم به من غض أ بصاركم عما مركم بالغض عنه‬
ّ ‫أ‬
‫عن إظهارها لمن نهاكم عن إظهارها له‬
Mafhum mukhalafah dari penafsiran ini adalah, bahwa tindakan yang termasuk
pelecehan seksual adalah: pandangan langsung baik terhadap lawan jenis atau
sejenisnya tanpa perantara media dengan niat melecehkan

c. Allah SWT dalam QS. Al-Mukminun: 5-7


َ ‫ون ِإ اَّل َع َل َٰى َأ ْز َو ِاجه ْم َأ ْو َما َم َل َك ْت َأ ْي َم ُان ُه ْم َفِإ َّن ُه ْم َغ ْي ُر َم ُل ِوم‬
‫ين فمن ابتغي‬ َ ‫َو َّال ِذ َين ُه ْم ِل ُف ُر ِوجه ْم َح ِاف ُظ‬
ِ ِ ‫أ‬ ‫آ‬
‫ور ء ذلك ف ولئك هم العادون‬
12
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap istri-istri
mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam
hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari dibalik itu, maka mereka adalah orang-
orang yang melampaui batas.”

Di dalam Tafsir Al-Qurthuby, halaman 342 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
‫ ابتغي‬adalah:
‫أل‬
‫(ابتغى) أ ي من طلب سوى ا زواج والوالئد المملوكة له‬
Adapun yang dimaksud dengan ‫ العادون‬adalah:
‫أ‬
‫ف ولئك هم العادون أ ي المجاوزون الحد ؛ من عدا أ ي جاوز الحد وجازه‬ 
Berdasarkan keterangan di atas, maka yang termasuk kekerasan seksual, adalah:
“segala tindakan yang melampaui batas syariat yang dilakukan terhadap: 1) orang
yang menjadi hak dan tanggung dari pelaku, dan 2) perzinahan dengan orang lain
yang disertai “ancaman”, dan 3) persetubuhan yang dilakukan tidak pada “Miss
V”-nya dengan dasar paksaan

Kesimpulan:
Termasuk jenis-jenis kekerasan seksual dalam pandangan syariat, adalah meliputi:
a. Segala perbuatan yang dapat mengantar pada perbuatan zina, atau perbuatan
fâhisyah (tabu)
b. Pandangan langsung baik terhadap lawan jenis atau sejenisnya tanpa perantara media
dengan niat melecehkan
c. Segala tindakan yang melampaui batas syariat yang dilakukan terhadap:
1) orang yang menjadi hak dan tanggung dari pelaku
2) perzinahan dengan orang lain yang disertai “ancaman”, dan
3) persetubuhan yang dilakukan tidak dilakukan pada “Miss V” yang disertai
dengan adanya unsur paksaan
d. Adakalanya kejahatan merupakan hasil kombinasi antara tindakan pemerkosaan
yang disertai dengan pembunuhan, atau penghilangan fungsi anggota tubuh.

3. Pelaku dan korban kekerasan seksual serta hierarki hukuman baginya


a. Pelaku dan korban kekerasan seksual
1) Allah SWT berfirman
ْ ‫َئ ْ اَل‬
‫َّالزا ِن َي ُة َوال َّزا ِني َف ْاج ِل ُدوا ُك َّل َو ِاح ٍد ِم ْن ُه َم ا ِما َة َجل َد ٍة ۖ َو َتْأ ُخ ذ ُك ْم ِب ِه َم ا َرْأ َف ٌة ِفي ِد ِين َّالل ِه ِإ ْن‬
َ ‫ون ب َّالل ِه َو ْال َي ْو ِم اآْل ِخر ۖ َو ْل َي ْش َه ْد َع َذ َاب ُه َما َطاِئ َف ٌة ِم َن ْال ُمْؤ ِم ِن‬
َ ُ ‫ُ ْ ُ ُْؤ‬
‫ين‬ ِ ِ ‫كنت ْم ت ِمن‬
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu (menjalankan) agama Allah jika kamu
beriman kepada Allah dan hari kiamat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”. (QS. An-
Nur: 2)

Ayat ini mendapat penafsiran dari Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya, halaman:
350 sebagai berikut:
‫آل‬
‫ فإن الزاني ال يخلو‬،‫يعني هذه ا ية الكريمة فيها حكم الزاني في الحد وللعلماء فيه تفصيل‬
‫محصنا وهو الذي وطئ في نكاح صحيح وهو حر‬ ً ‫ أ و‬،‫بكرا وهو الذي لم يتزوج‬
ً ‫إما أ ن يكون‬

13
‫آل‬
‫ ويزاد على ذلك‬،‫بكرا لم يتزوج فإن حده مائة جلدة كما في ا ية‬ ً ‫ فأ ما إذا كان‬،‫بالغ عاقل‬
‫ً أل‬
‫خالفا بي حنيفة رحمه اللّه فإن عنده أ ن‬ ً ‫إما أ ن يغرب‬
،‫عاما عن بلده عند جمهور العلماء‬
‫ وحجة الجمهور في ذلك ما ثبت‬،‫التغريب إلى رأ ي اإلمام إن شاء ّغرب وإن شاء لم يغرب‬
‫أل‬
‫ يا‬:‫في الصحيحين في ا عرابيين اللذين أ تيا رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم فقال أ حدهما‬
‫ فافتديت ابني منه‬،‫ فزنى بامرأ ته‬،‫ على هذا‬- ‫جيرا‬
ً ‫ يعني أ‬- ‫عسيفا‬
ً ‫رسول ّالله إن ابن هذا كان‬
‫أ‬ ‫أ‬
‫ فس لت أ هل العلم ف خبروني أ ن على ابني جلد مائة وتغريب عام وأ ن على‬،‫بمائة شاة ووليدة‬
‫أل‬
‫ (والذي نفسي بيده قضين بينكما‬:‫ فقال رسول ّالله صلى ّالله عليه وسلم‬،‫امرأ ة هذا الرجم‬
‫ واغد يا‬،‫ وعلى ابنك مائة جلدة وتغريب عام‬،‫ الوليدة والغنم ٌّرد عليك‬:‫بكتاب اللّه تعالى‬
‫ فإن اعترفت فارجمها) فغدا عليها فاعترفت فرجمها‬،‫ إلى امرأ ة هذا‬- ‫ لرجل من أ سلم‬- ‫أ نيس‬
 ‫""أ خرجاه في الصحيحين عن أ بي هريرة‬
Berdasarkan keterangan di atas, maka pelaku kekerasan seksual dikategori
sebagai pelaku zina dengan catatan, apabila tindakan tersebut dilakukan oleh
pelaku, yang memenuhi syarat:
a) Merdeka
b) Baligh
c) Berakal
d) Terjadi kasus perzinaan dan
e) Adanya saksi dan bukti

Adapun untuk korban tidak berlaku syarat-syarat di atas melainkan ia


berkewajiban menyampaikan saksi sesuai dengan kategori zina (apabila ada
kekerasan)

2) Hadits Rasulillah SAW


ً ‫أل‬
‫الحديث ا ول عن عبد هللا بن عباس قال ما رأ يت شيائ أ شبه باللمم مما قال أ بو هريرة إن‬
‫آ‬
‫الن بي {ص لى هللا علي ه وس لم} ق ال إن هللا كتب على ابن دم حظ ه من الزن ا أ درك ذل ك ال‬
‫محالة فزنا العينين النظر وزنا اللسان النطق والنفس تمنى وتشتهي والفرج يصدق ذلك أ و‬
‫يكذبه‬
Artinya, “Hadits pertama dari Abdullah bin Abbas RA, ia berkata bahwa
aku tidak melihat sesuatu yang lebih mirip dengan ‘kesalahan kecil’
daripada hadits riwayat Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda, ‘Allah telah menakdirkan anak Adam sebagian dari zina yang
akan dialaminya, bukan mustahil. Zina kedua mata adalah melihat. Zina
mulut adalah berkata. Zina hati adalah berharap dan berkeinginan.
Sedangkan alat kelamin itu membuktikannya atau mendustakannya,’”
(HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud)

Hadits ini menjelaskan bahwa ada kalanya zina yang dilakukan bukan
termasuk dosa besar tapi memenuhi unsur fâhisyah. Zina semacam ini
disebut zina majazi.

Imam Al-Suyûthy menjelaskan:

14
‫آ‬ ‫آ‬
‫إن هللا سبحانه تعالى كتب على بن دم حظه من الزنى الحديث معناه أ ن بن دم قدر عليه‬
‫نص يب من الزنى فمنهم من يكون زناه حقيقيا بإدخال الفرج في الفرج الحرام ومنهم من‬
‫يك ون زن اه مج ازا) ب النظر الح رام ونح وه من الم ذكورات فكله ا أ ن واع من ال زنى المج ازي‬
‫أ‬
‫والف رج يص دق ذل ك أ و يكذب ه أ ي إم ا أ ن يحق ق ال زنى ب الفرج أ و ال يحقق ه ب ن ال ي ولج وإن‬
‫أل‬
‫قارب ذلك وجعل بن عباس هذه ا مور وهي الصغائر تفسيرا للمم فإن في قوله تعالى الذين‬
‫يجتنبون كبائر اإلثم والفواحش إال اللمم النجم عمر فتغفر باجتناب الكبائر‬
Artinya, “Maksud hadits ‘Allah telah menakdirkan anak Adam sebagian
dari zina’ adalah bahwa setiap anak Adam ditakdirkan melakukan
sebagian dari zina. Sebagian dari mereka ada yang berzina hakiki dengan
memasukkan alat kelamin ke dalam kelamin yang diharamkan. Sebagian
lainnya berzina secara majazi, yaitu memandang yang diharamkan atau
semisalnya yang tersebut dalam hadits. Semua yang tersebut itu
merupakan zina majazi. Sedangkan alat kelamin membuktikan
(membenarkannya) atau mendustakannya, bisa jadi dengan
merealisasikan zina dengan alat kelamin atau tidak merealisasikannya
dengan tidak memasukkan alat kelaminnya meski hanya mendekati. Ibnu
Abbas memahami tindakan itu semua sebagai dosa kecil sebagai tafsiran
atas kata ‘al-lamam’ atau kesalahan kecil. Allah berfirman, ‘Orang yang
menjauhi dosa besar dan perbuatan keji selain kesalahan kecil,’ pada surat
An-Najm. Kesalahan kecil itu dapat diampuni dengan menjauhi dosa
besar,” (Lihat Jalaluddin As-Suyuthi, Ad-Dibaj, [Saudi, Daru Ibni Affan:
1996 M/1416 H], juz VI, halaman 20

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pelaku kekerasan seksual yang bernuansa


pelecehan masuk dalam kategori pezina majazy.

3) Hadits Rasulullah SAW yang disampaikan Syeikh Abd al-Rahmân al-


Mubarakfury dalam Kitab Tuhfatu al-Ahwadzy: 14
‫أ‬
‫حدثنا علي بن حجر حدثنا معمر بن سليمان الرقي عن الحجاج بن رطاة عن عبد الجبار بن‬
‫وائل بن حجر عن أ بيه قال استكرهت امرأ ة على عهد رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فدرأ‬
‫عنها رسول هللا صلى هللا عليه وسلم الحد وأ قامه على الذي أ صابها ولم يذكر أ نه جعل لها‬
‫مهرا قال أ بو عيسى هذا حديث غريب وليس إسناده بمتصل وقد روي هذا الحديث من غير‬
‫ س معت محم دا يق ول عب د الجب ار بن وائ ل بن حج ر لم يس مع من أ بيه وال‬:‫ه ذا الوج ه ق ال‬
‫أ‬
‫أ دركه يقال إنه ولد بعد موت أ بيه ب شهر والعمل على هذا عند أ هل العلم من أ صحاب النبي‬
‫صلى هللا عليه وسلم وغيرهم أ ن ليس على المستكرهة حد‬
Berdasarkan hadits ini, dapat disimpulkan bahwa tindakan kekerasan seksual
harus disertai dengan adanya unsur pemaksaan. Dengan demikian, maka pelaku
masuk kategori mukrih/mukrihah, sementara korban adalah mustakrah atau
mukrah. Karena setiap kekerasan adalah disertai dengan perbuatan aniaya
(dhulm), maka pelaku juga bisa disebut dhâlim/dhalimah, sementara korban
disebut sebagai madhlûm atau madhlûmah

Kesimpulan hukum:

15
Pelaku kekerasan seksual dalam pandangan fikih, disebut sebagai
1) mukrih/mukrihah dan
2) al zâni/zâniyah (haqiqy dan majazy).
3) al-Jâny / Al-Janiyah

Akan tetapi, khusus untuk kategori terakhir ada syarat yang berlaku yaitu:
1) Apabila dilakukan oleh orang yang: merdeka, âqil dan baligh.
2) Apabila disertai tindakan pemaksaan atau ancaman penganiayaan

Sementara itu korban kekerasan seksual disebut sebagai:


1) Mukrah / mukrahah atau mustakrah/mustakrahah
2) Madhlum / madhlumah

b. Hierarki hukuman bagi pelaku tindak kekerasan seksual


1. Klasifikasi hukum bagi pelaku kekerasan seksual
Ada 4 klasifikasi jenis kekerasan seksual menurut syariat, antara lain:
a) Perbuatan yang dapat mengantar pada perbuatan zina, atau perbuatan
fâhisyah (tabu)
b) Pandangan langsung baik terhadap lawan jenis atau sejenisnya tanpa
perantara media dengan niat melecehkan
c) Segala tindakan yang melampaui batas syariat yang dilakukan terhadap:
1) orang yang menjadi hak dan tanggung dari pelaku
2) perzinahan dengan orang lain yang disertai “ancaman”, dan
3) persetubuhan yang dilakukan tidak dilakukan pada “Miss V” yang
disertai dengan adanya unsur paksaan
d) Adakalanya kejahatan merupakan hasil kombinasi antara tindakan
pemerkosaan yang disertai dengan pembunuhan, atau penghilangan fungsi
anggota tubuh.

Maka, berdasarkan tipe “kekerasan seksual” tersebut, secara umum hukum yang
berlaku secara syariat dikelompokkan menjadi 4 (secara berturut-turut) sebagai
berikut sesuai dengan kelompoknya, yaitu:
a. Tindakan pelecehan seksual secara visual (meminta maaf atau ta’zir)
b. Tindakan pelecehan yang disertai fisik (ta’zir dan had jariimah)
c. Menzinai / Pemerkosaan (had zina)
d. Tindakan menzinai dengan disertai pembunuhan masuk had jinayah)

2. Pelecehan seksual secara visual tanpa kekerasan fisik


(a) Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Nûr : 31-32
َّ َّ
‫ض ِل َي ْج ِز َي ال ِذ َين َأ َس ُاءوا ِب َم ا َع ِم ُل وا َو َي ْج ِز َي ال ِذ َين‬ ِ ‫ات َو َم ا ِفي اَأْل ْر‬ ِ َّ ‫َو ِل َّل ِه َم ا ِفي‬
‫الس َم َاو‬
‫اَّل‬ ْ ْ َ ‫) َّال ِذ َين َي ْج َت ِن ُب‬31( ‫َأ ْح َس ُنوا ب ْال ُح ْس َنى‬
‫ون َك َب اِئ َر اِإْل ث ِم َوال َف َو ِاح َش ِإ َّالل َم َم ِإ َّن َر َّب َك َو ِاس ُع‬
ُّ َ ُ ‫اَل‬ َ ْ ُ َ َّ ‫ُأ‬ ُ ُ ٌ َّ ‫َأ‬ ْ ُ ْ ‫َأ‬ ْ َ ْ ‫ْ َ ْ َ ِ ُ َ َأ ْ َ ُ ُ ْ ْ َأ ْ َ َأ ُ ْ َ َأْل‬
‫ون مه ا ِتكم ف تزكوا‬ ِ ‫ض وِإ ذ نتم ِجنة ِفي بط‬ ِ ‫َأ ْال ُمغ ِف ُر ِة ُه وَأ َعلم ِبكم ِإَّ َذ نش كم ِمن ا ر‬
32( ‫نف َسك ْم ه َو ْعل ُم ِب َم ِن اتقى‬
Artinya, “Hanya milik Allah apa yang ada di langit dan di bumi agar
Ia membalas orang yang berbuat jahat atas apa yang mereka kerjakan
dan membalas orang yang berbuat baik (31). Mereka (yang berbuat
baik) itu adalah orang yang menjauhi dosa besar dan perbuatan keji
selain kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu maha luas ampunannya,
Dia yang lebih tahu perihal dirimu ketika Dia menciptakanmu dari

16
tanah dan ketika kamu sebagai janin di dalam perut ibumu. Janganlah
kamu menyucikan diri karena Dia lebih tahu siapa yang lebih
bertakwa di antara kamu (32),” (Surat An-Najm ayat 31-32)

(b) Imam An-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim-nya.


‫واما قول بن عباس ما رايت شيائ اشبه باللمم مما قال ابو هريرة فمعناه تفسير قوله‬
‫آل‬
‫تعالى الذين يجتنبون كبائر االثم والفواحش إال اللمم إن ربك واسع المغفرة ومعنى ا ية‬
‫وهللا اعلم ال ذين يجتنب ون المعاص ي غ ير اللمم يغف ر لهم اللمم كم ا في قول ه تع الى إن‬
‫آل‬
‫تجتنب وا كب ائر م ا تنه ون عن ه نكف ر عنكم س يائتكم فمع نى ا ي تين أ ن اجتن اب الكب ائر‬
‫يس قط الص غائر وهي اللمم وفس ره بن عب اس بم ا في ه ذا الح ديث من النظ ر واللمس‬
‫ونحوهما وهو كما قال هذا هو الصحيح في تفسير اللمم وقيل ان يلم بالشئ وال يفعله‬
‫وقي ل المي ل إلى ال ذنب وال يص ر علي ه وقي ل غ ير ذل ك مم ا ليس بظ اهر واص ل اللمم‬
‫وااللمام الميل إلى الشئ وطلبه من غير مداومة وهللا اعلم‬
Artinya, “Adapun pengertian dari ucapan Ibnu Abbas RA, ‘aku tidak
melihat sesuatu yang lebih mirip dengan ‘kesalahan kecil’ daripada
hadits riwayat Abu Hurairah RA’ adalah tafsir dari Orang yang
menjauhi dosa besar dan perbuatan keji selain kesalahan kecil.
Sungguh, Tuhanmu maha luas ampunan. pengertian ayat ‘Orang yang
menjauhi maksiat selain kesalahan kecil’, orang yang melakukan
kesalahan kecil akan diampuni sebagaimana dalam ayat ‘Jika kalian
menjauhi dosa besar yang dilarang, maka Kami akan mengampuni
kesalahan kecilmu.’ Pengertian dua ayat ini adalah bahwa penjauhan
diri dari dosa besar menggugurkan dosa kecil, yaitu kesalahan kecil.
Kata ‘kesalahan kecil’ ini ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan
pandangan, sentuhan, atau sejenisnya sebagaimana dikatakannya
adalah shahih terkait tafsir kata ‘al-lamam’ atau kesalahan kecil. Ada
yang menafsirkan, seseorang melakukan dosa kecil, tetapi tidak
melakukan dosa besar. Ada lagi yang menafsirkan bahwa kesalahan
kecil itu adalah keinginan hati yang kuat, tetapi tidak terus-menerus.
Ada lagi yang menafsirkan selain dari itu semua, yang tidak secara
zhahir. Sementara asal kata al-lamam atau ilmam adalah
kecenderungan dan keinginan terhadap sesuatu yang tidak terus-
menerus. Wallahu a‘lam,” (Lihat An-Nawawi, Syarah Muslim,
[Mesir, M Muhammad Abdul Lathif: 1930 M/1349 H], cetakan
pertama, juz XVI, halaman 205).

(c) Allah SWT berfirman di dalam QS. Al-Anfaal : 25


َ ْ ُ َ َّ َّ ‫َو َّات ُقوا ف ْت َن ًة اَّل ُتص َيب َّن َّالذ َين َظ َل ُموا م ُنك ْم َخ َّ ً ْ َ َأ‬
ِ ‫اصة ۖ َواعل ُموا ن الل َه ش ِديد ال ِعق‬
‫اب‬ ِ ِ ِ ِ
Al-Thabary memberi penafsiran terhadap maksud ‫ الذين ظلموا‬di dalam
Kitab Jâmi’u al-Bayan fi ayi Al-Qurân, sebagai berikut:
.‫ وذنوب بينهم وبين هللا ركبوها‬،‫ إما أ ْجرام أ صابوها‬,‫وهم الذين فعلوا ما ليس لهم فعله‬
‫أ أ‬
‫ أ و ي توا م ًثما يستحقون بذلك منه عقوبة‬،‫يحذرهم جل ثناؤه أ ن يركبوا له معصية‬
Kesimpulan hukum:

17
‫‪Hukum yang berlaku untuk pelaku pelecehan seksual kelompok ini‬‬
‫‪adalah:‬‬
‫‪(a) Cukup dengan meminta maaf‬‬
‫‪(b) Ada kemungkinan untuk melakukan ta’zir ringan, seperti tidak‬‬
‫‪bergaul dengan pelaku diindikasi belum menyesali perbuatannya‬‬

‫‪3. “Pelecehan Seksual” yang disertai fisik‬‬


‫‪(a) Maksud dari “pelecehan” yang disertai fisik adalah, seperti: mencium,‬‬
‫‪tindakan meraba, atau lainnya yang menunjukkan pengertian mendekati‬‬
‫‪(b) Rasulullah SAW bersabda:‬‬

‫هللا صلى هللا عليه وسلم ‪َ :‬ال َي ِح ُّل َد ُم‬ ‫ُ‬


‫هللا َع ْن ُه َق َال‪َ :‬ق َال َر ُس ْول ِ‬ ‫َعن ْابن َم ْس ُع ْو ٍد َر ِض َي ُ‬
‫ِ ِ‬
‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫ّ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ّ‬ ‫َأ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫ْ ُ ْ َ ْ َ ُ َأ ْ َ َ‬
‫هللا ِإ ال بِِإ ح دى ثال ٍث ‪:‬الث ِيب ال زا ِني‪،‬‬ ‫ام ِرٍئ مس ِل ٍم يش هد ن ال ِإ ل ه ِإ ال هللا و ِني رس ول ِ‬
‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َّ ْ‬ ‫َ َّ ْ‬
‫س َو َّالت ِار ُك ِل ِد ْي ِن ِه ال ُم َف ِار ُق ِلل َج َم َاع ِة (رواه البخاري ومسلم)‬ ‫والنف ُس ِبالنف ِ‬
‫)‪(c‬‬ ‫‪Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah Juz 8 halaman 181-182‬‬
‫أل‬
‫افعية في ا ص ّح عن دهم على أ ّن ال ّزوج إذا تع ّم د إزال ة‬ ‫والش ّ‬ ‫ّاتف ق الحنفيّ ة‪ ،‬والحنابل ة‪ّ ،‬‬
‫أ‬ ‫أ‬
‫صبع‪ ،‬ال شيء عليه‪ .‬ووجهه عند الحنفيّة‪ :‬نّه ال فرق بين‬ ‫ٍ‬ ‫جماع‪ ،‬ك‬
‫بكارة زوجته بغير ٍ‬
‫أ‬ ‫أ‬
‫الص غار في الجنايات‪ّ :‬ن ّالزوج لو زال عذرتها‬ ‫آ ٍلة وآ ٍلة في هذه اإلزالة‪ .‬وورد في حكام ّ‬
‫أ‬
‫أل‬
‫با ص بع ال يض من‪ ،‬ويع ّزر‪ ،‬ومقتض اه أ نّه مك روه فقط‪ .‬وق ال الحنابل ة‪ :‬إنّه أ تل ف م ا‬
‫افعية فقالوا‪ّ :‬إن اإلزالة من استحقاق‬ ‫الش ّ‬‫يستحق إتالفه بالعقد‪ ،‬فال يضمن بغيره‪ .‬وأ ّم ا ّ‬ ‫ّ‬
‫أ‬
‫ال ّزوج‪ .‬والق ول الثّاني لهم‪ :‬إن أ زال بغ ير ذك ٍر ف رش‪ .‬وق ال المالكيّة‪ :‬إذا أ زال ال ّزوج‬
‫يقدره القاضي‪ ،‬وإزالة البكارة‬ ‫بكارة زوجته بأ صبعه تع ّم ًدا‪ ،‬يلزمه حكومة عدل (أ رش) ّ‬
‫ٍ‬
‫والتفصيل يكون في مصطلح (نكاح ودية(‬ ‫ويؤدب ّالزوج عليه‪ّ .‬‬ ‫باأل صبع حرام‪ّ ،‬‬
‫طلقها قبل المسيس‪،‬‬ ‫الزوج إذا أ زال بكارة زوجته بغير جماع‪ّ ،‬ثم ّ‬ ‫‪ ‬يرى الحنفيّة أ ّن ّ‬
‫أل‬ ‫ٍ‬
‫مسمى ولم يقبض‪ ،‬وباقيه إن قبض بعضه‪ّ ،‬ن إزالة‬ ‫وجب لها جميع مهرها‪ ،‬إن كان ًّ‬
‫ّ‬ ‫أ‬
‫خلوة‪ .‬وقال المالكيّة‪ :‬لو فعل ّالزوج ما ذكر لزمه‬ ‫صبع ونحوه ال يكون إال في ٍ‬ ‫أالبكارة ب ٍ‬
‫ّ‬
‫رش البكارة التي زالها ب صبعه‪ ،‬مع نصف صداقها‪ .‬وقال الش ّ‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫ّ‬
‫افعية والحنابلة‪ :‬يحكم لها‬
‫وهن وقد فرضتم‬ ‫تمس ّ‬‫قتموهن من قبل أ ن ّ‬ ‫ّ‬ ‫بنصف صداقها‪ ،‬لمفهوم قوله تعالى‪{ :‬وإن ّ‬
‫طل‬
‫باستمتاع‬ ‫يستقر المهر‬ ‫بالمس‪ :‬الجماع‪ ،‬وال ّ‬ ‫ّ‬ ‫فريضة فنصف ما فرضتم} إذ المراد‬ ‫ً‬ ‫لهن‬‫ّ‬
‫ٍ‬ ‫وإزال ة بك ارة بال آ ل ة‪ ،‬ف إن ّ‬
‫الش طر دون أ رش البك ارة‪ ،‬وعلّل الحنابل ة‬ ‫طلقه ا وجب له ا ّ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ‬
‫ّ‬ ‫ّأ‬ ‫ً آل‬
‫زي ادة على ا ي ة ب ن ه ذه مطلق ة قب ل المس يس والخل وة‪ ،‬فلم يكن له ا س وى نص ف‬
‫ّ أل‬
‫يستحق إتالفه بالعقد‪ ،‬فال يضمنه بغيره‬ ‫ّ‬ ‫المسمى‪ ،‬و ّنه أ تلف ما‬ ‫الصداق‬ ‫ّ‬
‫‪Kesimpulan hukum:‬‬
‫‪Pelecehan seksual yang disertai dengan fisik (meraba, mencium,‬‬
‫)‪menghilangkan keperawanan (baik dengan alat seks atau dengan jari‬‬
‫‪dengan tangan dan bukan dzakar) dan semacamnya maka yang berlaku‬‬
‫‪adalah penjatuhan sangsi berupa:‬‬
‫‪1. Ganti rugi / denda (Arsyun) yang ditetapkan oleh hakim‬‬
‫‪2. Ta’zir (bila dilakukan oleh suami) bila dijumpai ada unsur‬‬
‫‪kekerasan/mendhalimi‬‬

‫‪18‬‬
3. Untuk kekerasan sehingga menghilangkan fungsi anggota tubuh yang
lain, maka ada kewajiban membayar diyat

4. Pemerkosaan
(a) Ghairu Muhshan
Hukuman:
- Taghrib selama 1 tahun
- Arsyun
(b) Muhshan
- Arsyun
- Rajam (Hukuman Mati
5. Pemerkosaaan dengan disertai pembunuhan
- Rajam

4. Pandangan fiqih terhadap hak pemulihan korban kekerasan seksual, antara lain 1)
pembebasan dari hukuman, 2) pemulihan fisik, psikis, 3) pemulihan nama baik
(rehabilitasi) dan 4) pemulihan segi ekonomi (restitusi-kompensasi)
a) Korban tidak berhak mendapatkan sangsi hukuman apapun
b) Korban memiliki hak untuk menggunakan hak materiilnya dengan menuntut ganti
rugi / arsyun kepada pelaku, atau menuntut denda sebab penghilangan fungsi fisik
c) Korban juga berhak untuk tidak menggunakan hak materiilnya dengan pertimbangan
bahwa unsur pelecehan / kekerasan seksual masih bisa ditolerir

5. Pandangan Fiqih tentang sikap masyarakat yang menstigma (pandangan negatif,


membulliy, dan tidak melakukan penerimaan) terhadap pelaku dan korban kekerasan
seksual
a) Perspektif Pelaku :
1) Hukuman bagi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual, ditentukan oleh hakim
dengan mempertimbangkan tingkat pelecehan dengan kekerasan seksual yang
telah dilakukan dan faktor usia pelaku yang juga bisa dijadikan pertimbangan,
mengingat syarat disebut pezina adalah harus ‘aqil, baligh, merdeka (tidak
dibawah tekanan)
2) Boleh bagi masyarakat melakukan stigma terhadap pelaku pelecehan dan
kekerasan seksual dengan alasan: a) pembelajaran, dan b) sangsi sosial
(a) Rasulullah SAW bersabda
‫ه‬WW‫ه وآل‬WW‫لى هللا علي‬WW‫ول هللا ص‬WW‫ه رس‬WW‫ال حدثن‬WW‫عن أبي عبد الرحمن عبد هللا بن مسعود رضي هللا عنـه ق‬
‫ك ثم‬WW‫ل ذل‬WW‫ه مث‬WW‫وهو الصادق المصدوق ( إن أحدكم يجمع في بطن أمه أربعين يوما ً نطفه ثم يكون علق‬
‫ه‬WW‫ه ٍوأجل‬WW‫ات بكتب رزق‬WW‫أربع كلم‬WW‫ؤمر ب‬WW‫يكون مضغه مثل ذلك ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح وي‬
‫ه‬WW‫ون بين‬WW‫ا يك‬WW‫تى م‬WW‫ة ح‬WW‫ل الجن‬WW‫وعمله وشقي أم سعيد فو هللا الذي ال إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أه‬
‫وبينها ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار فيدخلها وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى‬
‫اري‬WW‫دخلها ) رواه البخ‬WW‫ة في‬W‫ل الجن‬W‫ل أه‬WW‫ل بعم‬W‫اب فيعم‬W‫ه الكت‬WW‫بق علي‬WW‫ا ذراع فيس‬W‫ه وبينه‬WW‫ون بين‬WW‫ا يك‬W‫م‬
‫و‬W‫ وأرج‬، ‫ار‬WW‫ل الن‬W‫وب أني من أه‬W‫ة ومكت‬WW‫بصراحـة أجد نوعا من التحبيط أني قد أعمل بعمل أهل الجن‬
‫ق‬W‫ناتكم (متف‬W‫يزان حس‬WW‫ا في م‬W‫ وهللا يجعله‬، ‫ودكم‬WW‫كورين على جه‬W‫من فضيلتكم اإلجابـة مأجورين ومش‬
)‫عليه‬
(b) Rasulullah SAW juga bersabda:
‫ال ُكلُّ قَوْ ٍم ِإلَى‬ َ ‫َازي ِه فَا ْقتَتَلُوا فَ َم‬
ِ ‫ْض َمغ‬ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو ْال ُم ْش ِر ُكونَ فِي بَع‬ َ ‫ال ْالتَقَى النَّبِ ُّي‬ َ َ‫عن َسه ٍْل ق‬ ْ
‫ َل يَا‬W‫ ْيفِ ِه فَقِي‬W‫ َربَهَا بِ َس‬W‫ض‬ َّ َّ
َ َ‫ع ِم ْن ال ُم ْش ِر ِكينَ شَاذةً َواَل فَاذةً ِإاَّل اتَّبَ َعهَا ف‬ ْ ُ ‫َر ِه ْم َوفِي ال ُم ْسلِ ِمينَ َر ُج ٌل اَل يَ َد‬ ْ ِ ‫َع ْسك‬
ْ‫ ِل ْال َجنَّ ِة ِإ ْن كَانَ هَ َذا ِمن‬W‫ار فَقَالُوا َأيُّنَا ِم ْن َأ ْه‬ َّ
ِ ‫ال ِإنهُ ِمن ه ِل الن‬ ْ ‫َأ‬ ْ َّ َ َ ‫اَل‬ ُ
َ ‫ُول ِ َما جْ َز َح ٌد َما جْ زَ ف ٌن فق‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫هَّللا‬ َ ‫َرس‬
‫ َع‬W ‫ض‬ َ َ‫و‬ َ ‫ف‬ َ‫ت‬ ْ‫مَو‬ ْ
‫ال‬ ‫ل‬ ‫ْج‬
َ َ ‫ع‬ َ ‫ت‬ ْ
‫س‬ ‫ا‬َ ‫ف‬ ‫ح‬
َ ِ‫ُر‬ ‫ج‬ ‫ى‬ َّ ‫ت‬ ‫ح‬
َ ََ ُ ‫ه‬ ‫ع‬‫م‬ ‫ت‬ ُ ْ
‫ن‬ ُ
‫ك‬ ‫َأ‬ َ ‫ط‬ ْ
‫ب‬ ‫َأ‬‫و‬َ َ ‫ع‬
َ ‫ْر‬‫س‬ ‫َأ‬ ‫ا‬ َ
‫ذ‬ َ ‫ف‬
‫ِ ِ َ ِإ‬ ُ ‫ه‬َّ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ب‬ َّ ‫ت‬ ‫َأَل‬ ‫م‬ ْ‫و‬ َ ‫ق‬ ْ
‫ال‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ل‬
ٌ ‫ج‬ ُ ‫ر‬َ َ ِ ‫َأ ْه ِل ال‬
‫ل‬ ‫ا‬َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ ‫ار‬ َّ ‫ن‬
‫هَّللا‬
‫صلى ُ َعلَ ْي ِه‬ َّ ْ
َ ‫ض َوذبَابَهُ بَ ْينَ ثَ ْديَ ْي ِه ث َّم ت ََحا َم َل َعلَ ْي ِه فَقَت ََل نَف َسهُ فَ َجا َء ال َّر ُج ُل ِإلَى النَّبِ ِّي‬ ُ ُ ‫َأْل‬
ِ ْ‫اب َس ْيفِ ِه بِا ر‬ َ ‫ص‬ َ ِ‫ن‬
َّ
‫ل ال َجن ِة فِيمَا‬W ْ ْ
ِ W‫مَل ه‬‫َأ‬ َ
ِ ‫ ( ِإن ال َّر ُج َل ليَعْمَ ُل بِ َع‬: ‫ال‬ َّ َ َ
َ ‫ك ف خبَ َرهُ فق‬ ْ ‫َأ‬ َ َ
َ ‫ال َو َما ذا‬ َ َ ‫هَّللا‬
َ ‫ال شهَد نكَ َرسُو ُل ِ فق‬ َّ ‫َأ‬ ُ ْ ‫َأ‬ َ َ
َ ‫َو َسل َم فق‬ َّ
) ‫اس َوهُ َو ِم ْن َأ ْه ِل ْال َجنَّ ِة‬
ِ َّ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫ل‬
ِ ‫ُو‬‫د‬ ْ
‫ب‬ َ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫م‬
َ ِ ‫ي‬ ِ ‫ف‬ ‫ار‬ َّ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ل‬ ْ
‫ه‬ ‫َأ‬
ِ ِ َ ِ َ َ ِ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ع‬
َ ‫ب‬ ‫ل‬
ُ ‫م‬ ‫ع‬ْ َ ‫ي‬ ‫و‬ ‫ار‬ َّ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ل‬
ِ ْ
‫ه‬ ‫َأ‬ ‫ن‬ ْ ‫م‬ِ َ ‫ل‬ ُ ‫ه‬ َّ ‫ن‬ ‫يَ ْبدُو لِلنَّ ِ َ ِإ‬
‫و‬ ‫اس‬

19
(c) Allah SWT berfirman:
‫لُّ هَّللا ُ الظَّالِ ِمينَ َويَ ْفعَ ُل هَّللا ُ مَا‬W‫ُض‬
ِ ‫ َر ِة َوي‬W‫ ُّد ْنيَا َوفِي اآْل ِخ‬W‫ت فِي ْال َحيَا ِة ال‬ ْ Wِ‫ِّت هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا ب‬
ِ ِ‫القَوْ ِل الثَّاب‬W ُ ‫(يُثَب‬
27/‫يَشَا ُء ) إبراهيم‬
3) Tidak boleh membully pelaku sebagaimana kandungan dari hadits dan ayat di
atas
b) Perspektif Korban
- Korban layak mendapat pendampingan
- Tidak boleh membully korban

6. Hukum menyebarluaskan, mengumumkan ke publik pelaku ataupun korban


Kekerasan seksual, khususnya perzinahan
a) Perspektif pelaku
Pemerintah boleh mengumumkan pelaku kekerasan selama hal itu memenuhi prinsip
kehati-hatian dan atas dasar pertimbangan maslahah agar masyarakat berhati-hati
(sadd al-dzarî’ah) dan kemungkinan untuk mendapatkan pengakuan korban
lainnya.

b) Perspektif korban
Tidak boleh mengumumkan korban kekerasan seksual selagi tidak ada
pertimbangan mashlahah yang besar

4. Merekomendasikan:

a. Mendukung diterbitkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, namun


demikian musyawirin mengusulkan perubahan judul menjadi RUU Pencegahan
Kekerasan Seksual.

b. Mendorong adanya pendalaman kembali terhadap 15 jenis kekerasan seksual


sebagaimana diatur didalam fikih. Terkait pemaksaan perkawinan eksistensi Wali
Mujbir didudukkan sesuai dengan fiqih, yaitu ayah kandung dan kakek dari ayah
memiliki hak menentukan pernikahan (ijbar) karena kesempurnaan kasih sayang
yang dimiliki mereka, apalagi untuk melakukan ijbar (bukan ikrah) harus
terpenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Tidak terdapat perselisihan yang nyata antara wali dan anak, calon suami
dengan calon istri,
2. Calon suami adalah setara (kufu) dengan anak
3. Menggunakan mahar mitsil
4. Tidak berpotensi merugikan/membahayakan/menyengsarakan si anak.
Bahkan disunahkan bermusyawarah dengan anak ketika hendak menikahkannya.

c. Terkait dengan Publikasi pada korban kekerasan seksual, musyawirin sepakat


untuk dilarang sama sekali. Karena merupakan bentuk dari kekerasan psikis
(idza’). Sedangkan publikasi pelaku kekerasan seksual dilakukan setelah ada
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan dilakukan
hanya oleh pihak yang berwenang. Publikasi dilakukan dengan tujuan untuk
memberi efek jera pada pelaku dan sekaligus peringatan pada masyarakat untuk
tidak melakukan hal yang sama. Setelah pelaku menjalani sanksi pidana dan
publikasi, masyarakat tidak dibenarkan secara terus menerus menyebar
luaskannya tanpa alasan syar’i.

20
d. Perlunya ada harmonisasi RUU PKS dengan undang-undang terkait lainnya
(seperti UU PKDRT, UU Pornografi, KUHP, UU Perlindungan anak, UU Tindak
Pidana Perdagangan Orang)
e. Mendukung tahapan-tahapan pemidanaan yang telah disebutkan didalam RUU
PKS.
f. Merekomendasikan kepada LBM PBNU untuk menyesuaikan hasil rumusan ini
dengan sistematika manhaj Bahtsul masail qanuniyah yang ditetapkan di Munas
Lombok.
g. Mendorong DPR bersama Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PKS
dengan memperhatikan keputusan dan rekomendasi Munas NU Tahun 2019.

Mengetahui
Pimpinan Sidang Sekertaris

KH. Sholahudin Al-Aiyub Imam Nafi’ Junaidi

Tim Perumus :
1. KH. Muhammad Syamsuddin (LBM PWNU Jawa Timur)
2. KH. Umar Farouq (LBM PWNU Jawa Tengah)
3. KH. Nurohman (LBM PWNU Jawa Barat)
4. KH. Firmansyah (LBM PBNU)
5. Dr. Hj. Sri Mulyati (PP Muslimat NU)
6. Ai Maryati Sholihah, MSi (PP Fatayat)

21

Anda mungkin juga menyukai