Oleh:
Kadek Evinka Yuristin
7773210021
Era globalisasi saat ini membuat para pelaku pasar semakin bersaing untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih luas. Agar mendapatkan keuntungan
yang maksimal, pelaku usaha terkadang bahkan sering melakukan tindakan
yang kurang bahkan tidak jujur yang dapat menghambat pelaku usaha lain
dalam melaksanakan prinsip ekonominya.
KESATU KEDUA
Bagaimana penegakan hukum (law Bagaimana mekanisme
enforcement) terhadap pelanggaran penyelesaian sengketa dalam
praktek monopoli dan persaingan usaha perkara praktek monopoli dan
tidak sehat di Indonesia? persaingan usaha tidak sehat?
KETIGA
Bagaimana analisis terhadap praktek perjanjian
tertutup dalam persaingan usaha tidak sehat
(Studi Putusan Nomor 22/KPPU-I/2016)?
Penegakan hukum (law enforcement) terhadap pelanggaran
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia
● Sebelum dikeluarkan UULPM & PUTS, pengaturan mengenai persaingan usaha tidak
sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigdaad) dan Pasal 382 bis KUHPidana
● Beberapa hal yang diatur di dalam UU 5/1999 atau juga disebut sebagai UU
Antimonopoli antara lain:
Perjanjian yang dilarang, misalnya praktek oligopoli, penetapan harga,
pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, dan sebagainya;
Kegiatan yang dilarang, misalnya praktek monopoli, praktek monopsoni,
persekongkolan, dan sebagainya;
PERADILAN AGAMA
Penyalahgunaan posisi dominan. Posisi dominan yang dimaksud adalah keadaan di mana
pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan
akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu. Adapun penyalahgunaan posisi dominan misalnya
jabatan rangkap, pemilikan saham, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam UU 5/1999.
● Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan tiga
indikator untuk menyatakan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat, yaitu:
Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur,
Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan
hokum,
Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat
terjadinya persaingan diantara pelaku usaha.
Menurut Pasal 36 UU LPM & PUTS menyebutkan bahwa salah satu wewenang KPPU adalah
melakukan penelitian, penyelidikan, dan penyidikan serta menyimpulkan berdasarkan hasil
penyelidikan mengenai ada atau tidaknya praktek monopoli dan pelanggaran atas monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat.
DASAR HUKUM
● Dalam hal penegakan hukum persaingan usaha, terdapat beberapa peraturan yang menjadi dasar untuk penanganan
perkara terhadap persaingan usaha, diantaranya adalah:
● UULPM & PUTS (terdapat dalam Pasal 38 s/d Pasal 49),
● Keputusan Presiden RI No. 75 Tahun 19999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),
● Peraturan Mahkamah Agung RI No.3 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap
Putusan KPPU,
● Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU,
● HIR/RBg yaitu Hukum Acara Perdata yang digunakan di tingkat Pengadilan negeri, ketika pelaku usaha mengajukan
keberatan terhadap putusan KPPU,
● KUHAP yaitu ketentuan Hukum Acara Pidana, jika perkara ter sebut dilimpahkan ke penyidik (terdapat dalam Pasal
44 ayat 4 UULPM &PUTS),
● UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo UU No.5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo UU No.3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang
No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Dalam penegakan hukum persaingan usaha, KPPU memegang
peranan yang sangat sentral.
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Dalam Perkara
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
• Sehatdalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 46
Tata cara penanganan perkara sebagaimana ditentukan
yang kemudian diimplementasikan lebih lanjut dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha Nomor 01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU ini adalah
pengganti dan menyempurnakan Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
N0.05/KPPU/KEP/IX/2000 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan
Penanganan Dugaan Pelangagaran Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa keseluruhan prosedur pemeriksaan perkara yang ditempuh oleh
KPPU adalah antara lain:
ULPM & PUTS telah mengantisipasi hal ini dengan melarang beberapa tindakan (strategi) yang
termasuk dalam kategori perjanjian tertutup, karena potensial menimbulkan kerugian masyarakat
(welfare loss). Perjanjian tertutup merupakan salah satu bentuk teknis dari hambatan vertikal (vertical
restraint). Dalam UULPM & PUTS terdapat beberapa pasal yang mengatur strategi hambatan vertikal
semacam ini, dan khusus untuk perjanjian tertutup diatur dalam Pasal 15.
Perjanjian tertutup yang dilarang oleh UULPM & PUTS, haruslah memenuhi unsur-unsur, sebagai
berikut:
● Adanya suatu perjanjian;
● Perjanjian tersebut dibuat oleh atau bersama dengan pelaku usaha lain.
● Perjanjian tersebut telah memenuhi salah satu unsur yang disebutkan sebelumnya dalam
klasifikasi perjanjian tertutup.
Analisis Putusan Nomor 22/KPPU-I/2016
Perjanjian tertutup adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha agar dapat menjadi sarana dan upaya
bagi pelaku usaha untuk dapat melakukan pengendalian oleh pelaku usaha terhadap pelaku usaha lain secara
vertikal (“Pengendalian Vertikal”), baik melalui pengendalian harga maupun melalui pengendalian non-harga.
Pertimbangan Hakim dari aspek yuridis dalam menjatuhkan sanksi terhadap PT. Tirta Investama dan PT. Balina
Agung Perkasa berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur dari Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tetapi denda yang dikenakan kepada para terlapor hanya denda administratif dan menghukum Terlapor 1 denda
sebesar Rp. 13.845.450.000 (tiga belas miliar delapan ratus empat puluh lima juta empat ratus lima puluh ribu
rupiah) dan denda terhadap Terlapor II sebesar Rp. 6.294.000.000 (enam miliar dua ratus sembilan puluh empat juta
rupiah).
1. Penegakan Hukum yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) tidak terlepas dari sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Peran ini telah dilaksanakan oleh KPPU, mulai dari penerimaan laporan,
penelitian, penyidikan sampai dengan memberikan putusan yang mengikat
secara hukum. KESIMPULAN