Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIK KARTEL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK


SEHAT DIHUBUNGKAN DENGAN PERPRES NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

Romario Roberto Bolang

Fakultas Hukum

Universitas Langlangbuana

ABSTRAK

Praktik yang dilarang dalam undang-undang anti monopoli adalah praktik kartel. Praktik
kartel dianggap memiliki dampak negatif yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat,
pelaku kartel biasanya membatasi peredaran produk di pasar dengan tujuan menciptakan
kelangkaan dan menaikan harga produk setinggi-tingginya demi mendapat keuntungan yang
sebesar-besarnya, hal tersebut tentu merugikan masyarakat sebagai konsumen. Dampak negatif
lainnya dari praktik kartel adalah sulitnya para pengusaha baru untuk masuk dan bersaingan
dalam pasar dengan produk yang sama. Permasalahan yang akan diteliti oleh penulis adalah
faktor penyebab terjadinya praktik kartel, selain dari pada itu penulis juga menganalisis kendala
dalam penindakan praktik kartel dalam hal sulitnya pembuktian tentang adanya atau pernah
terjadinya perjanjian antar pelaku usaha untuk melakukan kartel, hal ini menyebabkan
banyaknya pelaku kartel yang luput dari penindakan hukum dan juga belum adanya kepastian
hukum mengenai penggunaan alat bukti tidak langsung sebagai alat bukti tunggal dalam
pembuktian indikasi terjadinya praktik kartel.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif yaitu penelitian yang
berdasarkan data kepustakaan untuk mengumpulakan data primer dan data sekunder yang
berkaitan dengan permasalahan. Spesifikasi penelitian yg digunakan adalah deskriptif analitis,
yaitu tidak hanya menggambarkan permasalahan saja, melainkan juga menganalisis melalui
peraturan perundang-undangan dengan menggunakan data sekunder dan dengan cara kualitatif.

Hasil penelitian dan analisis faktor penyebab terjadinya praktik kartel adalah posisi pasar
oligopoli oleh pelaku usaha, motif mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, mekanisme
permintaan pasar yang kurang menguntungkan bagi pelaku usaha, menjamurnya lembaga
asosiasi dagang dalam berbagai sektor produk, Kelemahan KPPU dalam mengawasi asosiasi-
asosiasi dagang di Indonesia dan ketergantungan pemerintah dalam menyerap informasi
ketersediaan stok produk yang bersifat komoditi di Indonesia. Hasil analisis yang kedua yaitu
dalam hal pengunaan bukti tidak langsung sebagai alat bukti tunggal, harus ada ketentuan yang
mengatur secara pasti tentang mekanisme penggunaan alat bukti tidak langsung ini, yang terjadi
dilapangan jika dilihat dari hasil penelitian, dalam memutus suatu perkara praktik kartel majelis
komisi terlalu berfokus pada penggunaan bukti tidak langsung tanpa mempertimbangkan ada
tidaknya bukti langsung yang dapat menguatkan keyakinan dalam memutus suatu perkara kartel.

Kata Kunci : Praktik Kartel, Faktor Penyebab dan Penggunaan Bukti Tidak Langsung dalam
pembuktian perkara praktik kartel

1
A. Pendahuluan

Persaingan adalah sebuah kondisi yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia,
dari satu sudut pandang bisa dilihat persaingan sebagai sebuah awal kehancuran, banyak negara
bersaing hanya untuk saling mengungguli dan menunjukkan negara mana yang terkuat dan yang
terdepan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak jarang persaingan
tersebut diakhiri dalam sebuah arena pertempuran. Tapi dari sudut pandang berbeda dapat
dilihat dampak positif dari persaingan sehat,seimbang,dan terawasi.
Kondisi persaingan memiliki lebih banyak dampak positif jika di bandingkan dengan
kondisi non-persaingan. Dilihat dari sisi hukum ekonomi dan bisnis, persaingan bisnis yang
terjadi dalam suatu wilayah menimbulkan perang harga, perang kualitas dan perang inovasi
produk, baik produk barang maupun jasa, hal ini mengakibatkan para pelaku usaha menekan
harga jual hampir mendekati biaya produksi dari produk yang dipasarkan, dengan begitu
masyarakat sebagai konsumen akan dapat menikmati produk barang atau jasa dengan kualitas yg
baik tapi dengan harga yang stabil dan terjangkau. Selain itu kondisi persaingan juga dapat
merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, produksi dan inovasi.
Dampak negatif ketika persaingan ditiadakan dalam sebuah perdagangan atau persaingan
bisnis adalah berupa terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi bagi individu atau kelompok
tertentu, dengan cara melakukan persetujuan atau perjanjian dalam hal produksi, kualitas produk
sampai dengan harga produk yang akan di distribusikan oleh para pelaku usaha, kegiatan atau
perjanjian tersebut dilarang oleh undang-undang. Kondisi non-persaingan yg terjadi membuat
pelaku usaha yang menciptakan keadaan tersebut menjadi dominan di dalam pemasaran produk
maupun jasa, hal ini akan sangat merugikan konsumen, dengan kekuatan yang dominan pelaku
usaha dengan semena-mena bisa menentukan harga produk dan kualitas produk yang akan di
produksi. Selain itu dengan dikuasainya pasar oleh individu atau sekelompok orang, tentu
kebebasan konsumen dalam memilih sebuah produk akan sangat terbatas, konsumen di paksa
membeli produk dengan harga yang lebih tinggi dan dengan kualitas sudah di atur dan di
tentukan oleh pelaku usaha, keadaan tersebut membuat sulitnya pelaku usaha kecil menengah
ikut bersaing dalam pasar.
Memastikan agar tetap terjaganya kondisi persaingan yang sehat dalam perdagangan dan
persaingan usaha di Indonesia pada tahun 1999 DPR menginisiasi terbentuknya undang-undang
anti monopoli, sekarang dikenal dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini memberikan
jaminan kepastian Hukum, untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam
upaya meningkaktkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa
Undang Undang Dasar 1945. Agar implementasi undang-undang ini serta pelaksananya dapat
berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka perlu di bentuk sebuah lembaga pengawas.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau di singkat KPPU merupakan lembaga
independen yg terlepas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan
pengawasan persaingan usaha dan menjatuhkan sanksi administratif, yang dibentuk oleh
pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha, yang sekarang telah diganti dengan Peraturan Presiden Nomor
80 Tahun 2008.
Sebagai sebuah lembaga yang diberi mandat oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
KPPU berperan selaku salah satu penegak hukum yg memiliki tugas kompleks dalam mengawasi
praktik persaingan usaha tidak sehat oleh para pelaku usaha. Asas yg digunakan sebagai landasan

2
dalam pembentukan Undang-Undang No.5 Thn 1999 bisa di lihat dari Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, yang berbunyi : “Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.” landasannya adalah Demokrasi Ekonomi.
Demokrasi ekonomi yg di maksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat
dilihat pada bagian menimbang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu menghendaki
adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses
produksi atau pemasaran barang atau jasa.
Tugas dan fungsi yang terpenting dari KPPU adalah dalam hal menjatuhkan putusan.
Setelah melakukan penyidikan dan penyelidikan sehingga terbukti adanya pelanggaran terhadap
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, KPPU akan menjatuhkan putusan yg di sertai pemberian
sanksi untuk pelanggar. Putusan yg dijatuhkan KPPU bersifat Final and Binding, namun apabila
pihak pelanggar merasa keberatan dengan putusan tersebut maka pihak pelanggar dapat
mengajukan upaya hukum berupa keberatan sehingga putusan akan dikaji lagi di Pengadilan
Negeri Atau dilanjutkan oleh yang melanggar tadi ke Mahkamah Agung.
Pelaksanaanya, seringkali putusan KPPU dibatalkan PN dan pelaku usaha pada akhirnya
tidak dikenakan sanksi atas pelanggaran pelanggaran Undang-undang yang telah di lakukan.
Banyaknya putusan KPPU yang dibatalkan dalam proses upaya hukum yang diajukan oleh
pihak pelaggar tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 itu sendiri. Terlebih lagi bagi pihak pelapor yang dirugikan oleh terlapor seringkali tidak
ada kepastian hukum dan perlindngan hukum akibat kerugian yg telah diderita apabila tindakan
persaingan usaha yang dianggap tidak sehat tersebut pada akhirnya dinyatakan tidak terbukti.
Sisi lain dalam penegakan hukum persaingan usaha masih terdapatnya perbedaan cara pandang
atau paradigma dari penegak hukum persaingan usaha dijajaran pengadilan dan investigator
beserta komisi di KPPU.
Contoh penegakan hukum persaingan usaha adalah dalam hal penindakan praktik kartel.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Thn 1999 praktek Kartel adalah salah satu yang di larang dan
di atur dalam ketentuan Pasal 11 berbunyi : “ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan
pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa,yg dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.

B. Permasalahan

 Apakah Yang Menjadi Faktor Penyebab Pelanggaran Praktik Kartel ?


 Bagaimanakah Penindakan Terhadap Pelaku Praktik Kartel Dalam Hal Penggunaan
Bukti Tidak Langsung ?

C. Analisis dan Pembahasan

 Faktor Penyebab Pelanggaran Praktik Kartel Oleh Pelaku Usaha


Suatu struktur pasar yang kompetitif, di mana pelaku usaha yang bersaing di dalam pasar
tersebut jumlahnya banyak, serta tidak ada hambatan bagi pelaku usaha baru untuk masuk ke
dalam pasar, membuat setiap pelaku usaha yang ada dalam pasar tidak akan mampu untuk
menyetir harga sesuai dengan keinginannya, pelaku usaha hanya menerima harga yang sudah
ditentukan oleh pasar dan akan berusaha untuk berproduksi secara maksimal agar dapat

3
mencapai suatu tingkat yang efisien dalam berproduksi. Namun sebaliknya dalam pasar yang
berstruktur Oligopoli, di mana dalam pasar tersebut hanya terdapat beberapa pelaku usaha saja,
sangat berkemungkinan pelaku usaha bekerja sama untuk menentukan harga produk dan jumlah
produksi dari masing-masing pelaku usaha. Oleh karena itu biasanya praktik kartel tumbuh dan
berkembang pada pasar yang berstruktur Oligopoli, di mana mudah untuk bersatu dan menguasai
pangsa pasar.
Praktik kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan di antara pelaku usaha untuk
dapat mempengaruhi harga dan mengatur jumlah produksi mereka di pasar. Pelaku usaha
berasumsi jika produksi mereka di pasar dikurangi sedangkan permintaan terhadap produk
mereka di dalam pasar tetap, akan berakibat pada naiknya harga ke tingkat yang lebih tinggi.
Dan sebaliknya, jika di dalam pasar produk mereka berlimpah, sudah pasti akan berdampak
terhadap penurunan harga produk di pasar. Oleh karena itu, pelaku usaha mencoba membentuk
suatu kerjasama horizontal atau membuat sebuah asosiasi dagang, untuk menentukan harga dan
jumlah produksi barang atau jasa. Membanjirnya pasokan dari suatu produk tertentu di dalam
suatu pasar, dapat membuat harga dari produk tersebut di pasar menjadi lebih murah dimana
kondisi ini akan menguntungkan bagi konsumen tetapi tidak sebaliknya bagi pelaku usaha,
semakin murahnya harga produk di pasar membuat keuntungan yang akan diperoleh oleh pelaku
usaha tersebut menjadi berkurang atau bahkan rugi jika produk mereka tidak terserap oleh pasar.
Agar harga produk di pasar tidak jatuh dan penjualan produk dapat memberikan keuntungan
yang sebesar-besarnya bagi pelaku usaha, pelaku usaha biasanya membuat perjanjian di antara
mereka untuk mengatur mengenai jumlah produksi sehingga jumlah produksi mereka dipasar
tidak berlebih, dan tujuannya agar tidak membuat harga produk di pasar jatuh. Praktik kartel
tidak hanya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga produk di pasar, tetapi juga untuk
mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengurangi produk secara signifikan
sehingga menyebabkan keadaan di dalam pasar mengalami kelangkaan, yang mengakibatkan
konsumen harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk dapat membeli produk pelaku usaha
tersebut. Atau dapat dikatakan tujuan utama praktik kartel adalah untuk mengeruk sebanyak
mungkin surplus konsumen ke produsen. Kartel umumnya dipraktikkan oleh asosiasi dagang
trade associations bersama dengan para anggotanya. Manfaat perjanjian kartel bagi pelaku usaha
dalam suatu asosiasi dagang, misalnya upaya menyusun standar teknis, atau upaya bersama
meningkatkan standar produk barang atau jasa yang dihasilkannya. Biasanya melalui kartel ini,
anggota kartel tersebut dapat menetapkan harga atau syarat-syarat perdagangan lain untuk
mengekang suatu persaingan, sehingga hal ini dapat menguntungkan para anggota asosiasi.
Aspek yang didestruktif lainnya dari kartel, bahwa kartel dapat mengontrol atau mengekang
masuknya persaingan dalam bisnis yang bersangkutan. Kartel menggunakan berbagai cara untuk
mengkoordinasikan kegiatan mereka, seperti melalui pengaturan produksi, penetapan harga
secara horizontal, kolusi tender, pembagian wilayah, pembagian konsumen secara non-teritorial,
pembagian pangsa pasar, integrasi vertikal dan penetapan biaya produksi secara curang.
Penulis menganalisis bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya praktik kartel di Indonesia adalah
sebagai berikut :
Posisi pasar oleh pelaku usaha, Posisi pasar oligopoli oleh pelaku usaha merupakan
pembuka jalan bagi pelaku usaha untuk melakukan praktik kartel, keadaan pasar oligopoli adalah
dimana ketika dalam suatu wilayah pasar hanya terdapat beberapa pelaku usaha yang dominan
dalam produk yang sama. Hal tersebut membuat para pelaku usaha cenderung meniadakan
persaingan antara mereka dengan melakukan perjanjian-perjanjian atau praktik kartel, dengan

4
tujuan menekan atau menghambat pelaku usaha baru untuk masuk dan bersaing dalam pasar
yang sama.
Mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, Salah satu faktor yang mendorong terjadinya
praktik kartel adalah ketamakan atau keserakahan dari pelaku usaha untuk melakukan praktik
kartel guna mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari konsumen dengan modal yang
diefisiensi semaksimal mungkin.
Terjadinya mekanisme permintaan pasar yang kurang menguntungkan bagi pelaku usaha,
permintaan dan ketersedian produk yang ada dipasar harus berlangsung secara alamiah.
Terkadang proses ketersedian dan permintaan produk dipasar dianggap kurang menguntungkan
bagi pelaku usaha, berlimpahnya produk didalam suatu pasar dan kurangnya permintaan dari
konsumen menyebabkan berkurangnya laba atau keuntungan yang diperoleh oleh pelaku usaha,
bahkan pada suatu titik tertentu perusahaan tersebut bisa mengalami kebangkrutan. Hal ini
mendorong para pelaku usaha untuk melakukan praktik kartel dalam hal penetapan kuota produk
yang akan distribusi dan pengurangan dalam jumlah produksi produk maupun jasa. Sama seperti
contoh kasus yang penulis sertakan dalam bab 3, dimana pengimpor garam swasta menahan
stock/menimbun pada tahun 2015 dan mengakibatkan terjadi peningkatan harga garam pada
tahun 2016, begitu juga dengan praktik kartel ayam boiler, yang dimana para pelaku usaha
menyetujui untuk melakukan pengafkiran/pemotongan induk ayam (parent stock)
mengakibatkan terjadinya kelangkaan pasokan daging ayam di pasaran. Pengafkiran/pemotongan
induk ayam dalam jumlah besar di seluruh indonesia tentunya akan menghabat terproduksinya
atau regenerasi stock baru yang siap di pasarkan. Praktik tersebut akan mengakibatkan
langkahnya suatu produk di pasar dan akan berdampak pada kenaikan harga yang signifikan di
dalam pasar bersangkutan.
Menjamurnya asosiasi dagang dalam berbagai sektor produk, Penulis menganalisis bahwa
salah satu faktor penyebab terjadinya praktik kartel adalah banyaknya asosiasi-asosisi dagang
dalam berbagai sektor produk di Indonesia. Beberapa contohnya Asosisasi Industri Pengguna
Garam Indonesia, Asosiasi Peternak Ayam Boiler Indonesia, Asosiasi Pengusaha Warung Tegal
Indonesia, dan masih banyak lagi. Asosiasi-asosiasi tersebut sering disalah guanakan oleh pelaku
usaha sebagai wadah untuk berbagi informasi mengenai jumlah produksi, wilayah pasar, harga
pasar, ketersediaan produk dan jumlah realisasi produk di pasar, yang sebagaimana kita tahu
bahwa informasi-informasi tersebut harusnya dirahasiakan oleh masing-masing pelaku usaha.
Karena berdsarkan analisis penulis informasi-informasi tersebut merupakan rahasia perusahaan
yang harus dijaga agar tetap menjadi rahasia perusahaan dalam hal strategi bersaing, dalam pasar
bersangkutan. Ketika informasi-informasi yang harusnya bersifat rahasia tersebut diketahui oleh
para pelaku usaha yang bernaung dalam satu asosiasi yang sama, secara tidak langsung hal itu
meniadakan persaingan antara para pelaku usaha, jika terjadi kesepakatan lebih lanjut maka bisa
diindikasikan sebagai praktik kartel atau bisa diduga sebagai upaya meniadakan persaingan antar
pelaku usaha.
Kelemahan KPPU dalam mengawasi asosiasi-asosiasi dagang di Indonesia dan
ketergantungan pemerintah dalam menyerap informasi ketersedidaan stok produk yang bersifat
komuditi di indonesia, Berdasarkan penelitian, penulis menganalisis bahwa masih banyak
kelemahan dalam sistem pengawasan yang dijalankan oleh KPPU sebagai lembaga yang
berwenang mengawasi arus persaingan usaha di Indonesia. Salah satu contohnya bagaimana
lembaga asosiasi ini dengan bebas mengadakan pertemuan dan memebahas soal stock produk
dan kapasitas produksi masing-masing perusahaan. Asosiasi-asosiasi tersebut dengan leluasa
menyetujui atau menyepakati suatu perjanjian yang tidak jarang pokok dari kesepakatan tersebut

5
adalah meniadakan atau menghilangkan persaingan antar pelaku usaha yang sama-sama
bernaung dalam asosiasi tersebut. Hal tersebut sering luput dari pemantauan KPPU sebagai
lembaga yg diberi otoritas untuk melakukan pengawasan.
Ketergantungan pemerintah dalam menyerap informasi tersedia atau tidaknya suatu stok
produk yang bersifat komoditi, dapat dilihat dari cotoh kasus yang penulis sertakan dalam bab 3,
dalam kasus tersebut pemerintah dengan ceroboh mengijinkan impor garam yang dilakukan oleh
perushaan swasta, hanya dengan melihat laporan ketersediaan stok tahun 2014-2015 yang
disodorkan oleh asosiasi pengguna garam Indonesia tanpa melihat distribusi garam inpor yang
ada dilapangan. Dalam kasus kartel ayam boiler juga terjadi kesalah pahaman informasi antar
pemerintah dan Asosiasi Peternak Ayam Indonesia, yang mengakibatkan minimnya ketersedian
daging ayam dipasar dan tidak diimbangi dengan permintaan oleh konsumen. Tentu saja hal
tersebut berdampak pada harga daging ayam yang menjulang tinggi dan sangat merugikan
masyarakat sebagai konsumen.

 Penindakan Oleh KPPU Terhadap Pelaku Praktik Kartel Dalam Hal Penggunaan Bukti
Tidak Langsung
Hukum persaingan mengenal dua (2) macam pendekatan dalam menentukan hambatan
dalam suatu pasar yaitu dengan menggunakan pendekatan yang disebut pendekatan Per Se
Illegal dan pendekatan Rule Of Reason, kemudian dalam proses pembuktian dikenal dua (2)
macam alat bukti yaitu, bukti langsung dan bukti tidak langsung. Dalam penelitian ini penulis
lebih berfokus dalam pendekatan Rule Of Reason dan penggunaan bukti tidak langsung dalam
penindakan praktik kartel.
Rule of Reason merupakan metode yang digunakan dalam penegakan hukum persaingan
usaha, metode ini menitik beratkan pada dampak negatif yang ditimbulkan dari perjanjian atau
kesepakatan yang dibuat oleh para pelaku usaha. Metode pendekatan ini, digunakan ketika
pendekatan Per se ilegal dirasa tidak memungkinkan untuk ditempuh. Karena dalam penerapan
pendekatan per se ilegal penegak hukum harus bisa membuktikan adanya perjanjian atau
kesepakatan tertulis antar pelaku usaha, tujuan dari kesepakatan itu tentu untuk menghilangkan
persaingan antara mereka yang dapat diindikasi praktik kartel.
Kesulitan dalam membuktikan adanya perjanjian antar pelaku usaha menjadi kendala yang
sangat besar dalam penegakan hukum persaingan usaha. Satu-satunya pendekatan yang bisa
membuktikan adanya persekongkolan antara pelaku usaha adalah dengan menggunakan
pendekatan Rulle of reason yang akan berimplikasi pada penggunaan bukti tidak langsung.
Dalam melakukan pembuktian atas dugaan praktik kartel terdapat beberapa masalah yang
timbul dengan penggunaan alat bukti tidak langsung dalam indikasi kartel. Karena dalam contoh
kasus perkara kartel yang diputus KPPU, bukti tidak langsung dapat digunakan sebagai alat
bukti, tetapi harus tetap didukung dengan alat bukti langsung, karena dalam Pelaksanaan
Pedoman Pasal 11 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010
menyebutkan bahwa untuk membuktikan telah terjadi kartel dalam suatu industri, KPPU harus
berupaya memeroleh satu atau lebih alat bukti. Namun peraturan ini tidak sinkron dengan
ketentuan Pasal 37 ayat (3) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019
tentang Tata Cara Penanganan Perkara menyebutkan bahwa laporan hasil Penyelidikan paling
sedikit telah memenuhi persyaratan minimal 2 (dua) alat bukti. Penggunaan bukti tidak langsung
sebagai alat bukti petunjuk tanpa didukung dengan bukti langsung belum dapat diterima dalam
konteks hukum Indonesia karena belum diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan
nasional.

6
Bukti tidak langsung sangat berperan dalam membuktikan kartel yang dilakukan oleh
Perusahan Peng-import Garam Industri Pt. Garindo Sejahtera Abadi, Dkk dan Pt. Charoen
Pokhand Indonesia,Tbk. Dkk dalam kasus Pengaturan Produksi Bibit Ayam Pedaging “Boiler”,
karena tidak ditemukannya bukti langsung dalam pembuktian kartel yang dilakukan oleh
produsen tersebut. Produsen dalam contoh kasus tersebut melakukan perjanjian diam-diam tacit
collusion atau Tacit agreement yang sangat sulit untuk ditemukannya bukti langsung.
Kartel yang dilakukan secara diam-diam ini dapat diketahui dengan melakukan
serangkaian kegiatan penelusuran secara metode analisis ekonomi, variable-variabel, daftar-
daftar harga, kinerja perusahaan, laporan keuangan dan seluruh unsur kegiatan perusahaan akan
ditelusuri oleh KPPU. Data-data perusahaan tersebut kemudian dianalisis apakah benar ada
pelanggaran kartel maupun pelanggaran terhadap UU No. 5 tahun 1999. Jika telah terbukti atas
hasil penyelidikan melalui analisis ekonomi ini KPPU berupaya untuk mendapatkan serangkaian
alat bukti lainnya. Oleh karena alat bukti tidak langsung tidak dapat digunakan sebagai alat bukti
Tunggal. Perkembangan selanjutnya apabila tidak ditemukan alat bukti lain yang dapat
menyatakan bahwa para pelaku usaha tersebut bersalah maka jikalau sudah pada tahap
pemeriksaan lanjutan maka seharusnya KPPU akan memberikan putusan tidak bersalah atau
tidak terbukti adanya perbuatan praktik kartel tersebut. pada kenyataannya KPPU dalam
memutus perkara praktik kartel lebih menekankan pada penggunaan bukti tidak langsung sebagai
dasar keyakinan majelis komisi tanpa mempedulikan ada atau tidaknya alat bukti langsung.

D. Kesimpulan dan Saran

 Kesimpulan
Faktor utama penyebab terjadinya praktik kartel adalah Posisi oligopoli oleh pelaku usaha
yang merupakan pembuka jalan bagi pelaku usaha untuk melakukan praktik kartel, dimana
dalam struktur pasar oligopoli hanya terdapat beberapa perusahaan yang memiliki posisi
dominan didalamnya. Faktor keserakahan atau ketamakan dari pemilik perusahaan juga menjadi
faktor pendorong yang sangat nyata bagi perusahaan untuk megeruk keuntungan yang sebesar-
besarnya dari konsumen. faktor-faktor pendukung lainnya seperti mekanisme permintaan pasar
yang kurang menguntungkan pelaku usaha, Menjamurnya asosiasi dagang dalam berbagai sektor
produk dan Kelemahan KPPU dalam mengawasi asosiasi-asosiasi dagang di Indonesia serta
ketergantungan pemerintah dalam menyerap informasi ketersediaan stok produk yang bersifat
komoditi di indonesia, mempermudah terjadinya praktik kartel di Indonesia.
Penggunaan bukti lidak langsung oleh KPPU dalam penyelesaian sengketa praktik kartel
sangat berperan penting untuk bisa membuat terang sutau perkara praktik kartel, karana dalam
pelaksanaanya sungguh sangat sulit membuktikan adanya kesepakatan atau perjanjian tertulis
antar pelaku usaha. Akan tetapi untuk mendukung keabsahan dan untuk meyakinkan majelis
dewan komisi, bukti tidak langsung harus didukung dengan adanya bukti langsung, berupa
dokumen-dokumen kesepakatan dan bukti-bukti nyata lainnya. Pertentangan pasal seperti yang
sudah di jelaskan dalam bab sebelumnya, merupakan simpangsiur yang belum tuntas sampai saat
ini. apakah bukti tidak langsung, tetap mebutuhkan adanya bukti langsung sebagai penguat
ataukah bukti tidak langsung bisa secara eksplisit di gunakan tanpa adanya tambahan bukti
apapun. Dalam praktik nya majelis komisi sering memutus suatu perkara praktik kartel hanya
berlandaskan dari penggunaan bukti tidak langsung.

 Saran

7
Perlu adanya pengawasan lebih oleh KPPU terhadap pelaku usaha yang berada dalam
struktur pasar oligopoli. Yang berdasarkan analisa penulis lebih rentan melakukan praktik kartel
dibandingkan dengan pelaku usaha yang berada dalam struktur pasar yang memiliki banyak
pesaing dalam bidang produk yang sama, dan juga diperlukan pemeriksaan berkala oleh KPPU
terhadap asosiasi-asosiasi dagang yang ada di indonesia, karena secara tidak langsung asosiasi-
asosiasi tersebut menjadi wadah bagi pelaku usaha untuk memanipulasi pasar di indonesia.
Pemerintah juga sebagai penjamin terlaksananya perintah UUD dalam hal kesejahteraan sosial
bagi seluruh masyatakat indonesia, tidak bisa secara serata-merta menerima informasi tersedia
tidaknya suatu produk yang bersifat komoditi di pasar, harus adanya pengecekan langsung ke
lapangan dengan lebih teliti dan koprehensif untuk menjamin tidak lagi terjadi kelebihan stock
ataupun kekurangan stock produk komoditi dipasar.
Perlu adanya udang-undang yang secara tegas menjelaskan tata cara penggunaan bukti
tidak langsung dalam pembuktian praktik kartel di Indonesia. Berdasarkan hasil analisa penulis
pertentangan Undang-Undang No. 4 Tahun 2010 dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2019,
menghasilkan kesimpangsiuran penegakan hukum persaingan usaha. Harus adanya suatu
undang-undang yang dapat menjelaskan tentang mekanisme penggunaan bukti tidak langsung.
Mengingat dalam sistem hukum beracara baik dalam HIR-RBG ataupun dalam UU No.5 Tahun
1999 tidak disebutkan secara eksplisit disiratkan bukti tidak langsung. Jika dibiarkan terus
menerus hal ini akan menjadi kelemahan yang dapat dimanipulasi oleh pelaku usaha.

E. Daftar Pustaka

 Sumber Buku

Abdul Hakim Garuda Nusantara Dan Benny K. Harman, Analisan Dan Perbandingan

Undang-undang Anti Monopoli, Elex Media Komputindo, Jakarta, 1999.

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004

_____________________ Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2011.

Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002,hlm.

Andi Fahmi Lubis, (et.al), Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Rov

Creative Media, Jakarta, 2009.

Bahtiar Effendie, Masdari Tasmin, dan A.Chodari, Surat Gugat Dan Hukum Pembuktian Dalam

Perkara Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha, Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

8
Joenadi Efendi, Johny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan empiris, Prenada

Media Group, Depok, 2010.

Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli, PT.Citra Aitya Bakti, Bandung, 1999.

Mustapa Khamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2019.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009.

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2013.

Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta

Penerapan Hukumnya, Prenada Media Group, Jakarta, 2018.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2016.

 Sumber Undang-Undang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 Ayat (4) Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata “BW”

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata “HIR” dan “RBG”

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat

Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 Tentang Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Tata Cara

Berperkara di KPPU

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman

Penerapan Pasal 11 penindakan pelangaran kartel.

9
 Sumber Lainnya

Emil Salim ,”Ekonomi Pancasila”, id.wikipedia.org, diakses pada 09/06/2020, Jam 10:09 WIB

10

Anda mungkin juga menyukai