Abstract
Bid rigging in the procurement of goods/services can be carried out between ten-
der organizers and goods/services providers and can be carried out by other bid-
ders. Conspiracy is regulated in Article 22 of Law Number 5 of 1999 concerning
Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. With so
many cases of tender conspiracy that have been submitted to the Business Com-
petition Supervisory Commission (KPPU), the author is interested in examining
the elements of the conspiracy. The purpose of this research is to find out the el-
ements of conspiracy in the tender. Here the author takes a case study regarding
the bidding package for the construction project for the improvement of the Ed-
wardsbau-nanga road in the era of decision number 15/kppu-i/2016.
Keywords: conspiracy, tender
Abstrak
Persekongkolan tender dalam pengadaan barang/jasa dapat dilakukan antara
penyelenggara tender dengan penyedia barang/jasa dan dapat dilakukan oleh
peserta lelang lainnya. Persekongkolan diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Dengan banyaknya kasus persekongkolan tender yang masuk ke
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), penulis tertarik untuk meneliti apa
unsur unsur dari persekongkolan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menge-
tahui unsur persekongkolan dalam tender. Disini penulis mengambil studi kasus
mengenai paket pelelangan proyek peningkatan struktur jalan putussibau-nanga
era putusan nomor 15/kppu-i/2016.
Kata Kunci : persekogkolan, pengadaan
2
BAB I
PENDAHULUAN
I. Pendahuluan
Di Indonesia keinginan dan kesungguhan pemerintah dalam menciptakan
iklim usaha yang sehat telah diupayakan oleh pemerintah dengan cara salah
satunya menciptakan produk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mulai
berlaku sejak 5 September 2000. Produk ini merupakan hasil dari reformasi
ekonomi dan politik yang diharapkan mampu menciptakan persaingan usaha
yang sehat1. Peraturan ini dibuat untuk memperkuat kerjasama usaha yang
sehat di Indonesia.
Dalam mewujudkan good governance pemerintah melakukan pembangu-
nan untuk peningkatan pelayanan publik, infrastruktur, pengembangan
ekonomi melalui pengadaan barang dan jasa yang diikut sertakan oleh
pelaku usaha. Praktiknya persekongkolan dalam kegiatan pengadaan sangat
sulit dihilangkan.
Persaingan merupakan suatu kondisi yang selalu lekat dengan karakteris-
tik manusia, dimana manusia selalu memiliki kecenderungan untuk saling
mengungguli manusia lain dalam banyak hal2. Salah satu bentuk persaingan
dalam usaha yaitu persaingan dalam mengikuti kegiatan tender.
Persekongkolan dalam kegiatan pengadaan/tender dilarang dan diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 22. Persekongkolan
merupakan kegiatan curang yang merugikan peserta tender lainnya yang
tidak ikut bersekongkol karena dalam tender pemenang tidak dapat diatur
atur melainkan pemenang tender merupakan orang yang memberikan pe-
nawaran terbaik. Jika terjadi persekongkolan maka akibat yang terjadi akan
hilang pula persaingan usaha yang sehat, hal ini mengakibatkan hilangnya
asas persaingan dalam system perekonomian. Persaingan usaha tidak sehat
sering dilakukan oleh pelaku usaha untuk eksistensinya didunia usaha dan
untuk meraih untung yang sebanyak banyaknya.
1 Gilbornm dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis; Marger Dalam Persektif Monopoli, Jakarta PT Raja
Grafindo Persada, 2002 hlm 7
2 Arie Siswanto, Hukum PErsaingan Usaha Cet.2, (Bogor: Ghalia Indonesia,2004) hal 13
3
II. Metode
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran yang konsisten yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan men-
ganalisa3. Oleh karena itu, diperlukan metode penelitian hukum sebagai
3 Sri Mamudji., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum cet 1 (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005), Hal 2.
4
lapor II), PT. Semesta Tunggal Perkasa (Terlapor III), PT. Lintas Kapuas
Persada (Terlapor IV), PT. Mandiri Kita Perkasa (Terlapor V), PT. Aria
Putra Dwi Prima (Terlapor VI), PT. Arung Benua Nusantara (Terlapor
VII), PT. Nokanayan (Terlapor VIII), PT. Selaras Usaha Bersama (Terla-
por IX).
Pertimbangan Majelis mengenai Unsur Pihak Lain terpenuhi dengan uraian
sebagai berikut :
a. Bahwa menurut pasal 22 undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang di-
maksud dengan Pihak Lain adalah “para pihak yang trelibat dalam
proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku us-
aha sebagai peserta tender atau subjek hukum lainnya yang terkait den-
gan tender tersebut”.
b. Bahwa yang dimaksud pihak lain dalam perkara No 15/KPPU-I/2016
adalah para terlapor sesuai dengan perannya masing-masing dalam
persekongkolan horizontal dimana didalam perkara ini dilakukan oleh
sesama peserta dan pelaku usaha lainnya.
c. Bahwa yang dimaksud dengan pihak lain dalam perkara No 15/KPPU-I/
2016 adalah terlapor X yaitu Kelompok Kerja (Pokja) Satker PJN Wilayah
III Provinsi Kalimantan Barat Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat ULP Kalimantan Barat TA 2015.
d. Bahwa dalam prakteknya Terlapor X merupakan pihak yang menyeleng-
garakan termasuk namun tidak terbatas melakukan evaluasi terhadap
dokumen penawaran para peserta tender.
Pertimbangan Majelis mengenai Unsur bersekongkol mengatur dan
menentukan pemenang tender terpenuhi dengan uraian sebagai berikut :
a. Bahwa yang dimaksud dengan bersekongkol berdasarkan pasal 22 un-
dang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan persekongkolan
dalam tender adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha den-
gan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam up-
aya memenangkan peserta tender tertentu.
b. Bahwa unsur bersekongkol diatur dalam pasal 22 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 dapat berupa :
1. Kerjasama dua pihak atau lebih
2. Membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan
8
IV. Penutup
a. Kesimpulan
1. Tujuan utama pelaku usaha melakukan persekongkongan adalah un-
tuk menang dan mengatur pemenang dari tender tersebut.
2. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
persekongkolan dibagi menjadi 2 sifat yaitu sifat reprensif dan sifat
preventif.
3. Dalam perkara Nomor 15/KPPU-I/2016 terbukti para terlapor
memenuhi unsur pasal 22 Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 dan
dengan putusan majelis agar para terlapor membayar denda sesuai
dengan tupoksinya masing masing yang telah ditentukan.
b. Saran
1. Pada saat melaksanakan tender para pelaku tender maupun pelak-
sana tender haruslah mengedepankan prinsip keterbukaan, kewa-
jaran, keadilan nondiskriminasi dan tidak menghambar peserta lain
untuk mengikuti kegiatan tender.
2. Peraturan dan aparat yang telah ditunjuk dan diberi amanah untuk
melaksanakan tugasnya agar lebih maksimal bisa mengayomi dan
menjadi contoh yang baik, diharapkan peraturan peraturan yang telah
ada dilaksanakan dengan semaksimal mungkin agar tercapailah
kegiatan perekonomian yang sehat di Negara Indonesia.
Daftar Pustaka :
1. Gilbornm dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis; Marger Dalam Persektif
Monopoli, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2002
2. Arie Siswanto, Hukum PErsaingan Usaha Cet.2, Bogor: Ghalia
Indonesia,2004.
3. Sri Mamudji., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum cet 1 Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
11