Dosen Pengampu :
Afrik Yunari, M.H.
Disusun :
Kelompok 9
Syaifuddin (S20192058)
Anis Safitri (S20192046)
Moh. Roki ilmi Murtadho (S20192031)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perjanjian Yang Dilarang Dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli Dan
Persaingan Tidak Sehat”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Perlindungan Konsumen Dan Persaingan Usaha. Berkat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, tidak lupa juga mengucapkan terimakasih
kepada:
Dalam pembuatan makalah ini, kami sadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik dari penyusunan maupun materi. Kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
Perjanjian Yang Dilarang 1999 Diantaranya Pemboikotan, Kartel, Trust,
Oligopsoni Berdasarkan Perspektif Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia......5
A. Pemboikotan..............................................................................................5
B. Kartel..........................................................................................................6
C. Trust...........................................................................................................8
D. Oligopsoni..................................................................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................................11
3.1 Kesimpulan...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1945. Untuk dapat mewujudkan tujuan dasar negara tersebut, Indonesia yang
Sektor usaha merupakan salah satu hal yang memiliki kontribusi terbesar
dalam pertumbuhan perekonomian negara khususnya Indonesia. Sektor
usaha.2
tepat sehingga pasar atau kegiatan usaha menjadi terdistorsi. Dalam melakukan
1 Sri Edi Swasono, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi (Jakarta: UIPress, 1985), 47.
2 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 13.
1
usaha tidak jarang pelaku usaha melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satu bentuk
2
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
3
ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari
perjanjian atau kegiatan usaha tersebut. Kegiatan yang dianggap sebagai per se
illegal biasanya meliputi penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu, serta
pengaturan harga penjualan kembali.7
7 A. M. Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat:, 218.
4
Perjanjian Yang Dilarang 1999 Diantaranya Pemboikotan, Kartel, Trust,
Oligopsoni Berdasarkan Perspektif Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia
A. Pemboikotan
Perjanjian pemboikotan adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh
pelaku usaha yang bertujuan untuk mengecualikan pelaku usaha lain dari pasar
yang sama, atau untuk mencegah pelaku usaha yang mungkin menjadi pesaing
memasuki pasar yang sama, dan kemudian mempertahankannya hanya untuk
mendapatkan keuntungan perusahaan yang berpartisipasi dalam perjanjian
pemboikotan.
Pemboikotan biasanya dilakukan untuk memaksa pelaku usaha untuk
mengikuti perbuatan yang biasanya merupakan perbuatan yang antipersaingan
(predatory boycott) atau untuk menghukum pelaku bisnis lainnya yang melanggar
perjanjian yang menghambat persaingan (defensive boycott). Namun demikian
pemboikotan dapat juga dilakukan secara tidak langsung, misalkan dengan cara
para pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian pemboikotan meminta kepada
pelaku usaha yang menjadi pemasok dari produk mereka untuk tidak memasok
produk yang sama kepada pelaku usaha yang menjadi target dari perjanjian
pemboikotan, sehingga apabila si perusahaan pemasok tidak mengindahkan
larangan tersebut, maka para pelaku usaha yang melakukan pemboikotan akan
memutuskan hubungan dengan perusahaan pemasok tersebut dan akan mencari
perusahaan pemasok lain.8
UU No. 5 Tahun 1999 mengkategorikan perjanjian pemboikotan sebagai
salah satu perjanjian yang dilarang, yang diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2)
UU No. 5 Thun 1999, Pasal 10 ayat (1) berbunyi: “Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi
pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri.” Sedangkan Pasal 10 ayat (2) berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
untuk menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari pelaku usaha lain
sehingga perbuatan tersebut: a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan
pelaku usaha lain atau; b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau
membeli setiap barang dan/atau jasa dari pasar bersangkutan.”9
Karena besarnya dampak yang akan ditimbulkan dari pemboikotan, maka
Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 1999 yang mengatur mengenai
perjanjian pemboikotan ini dirumuskan secara per se illegal, dengan
8 Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua, 197.
9 https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1999_5 diakses pada hari Kamis tanggal 3
Maret 2022.
5
memperhatikan konsekuensi perilakunya atau alasan pemboikotan tersebut, maka
pelaku usaha tersebut dapat sudah dapat dihukum.
B. Kartel
Praktik kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan di antara pelaku
usaha untuk dapat mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi
mereka. Mereka berasumsi jika produksi mereka di dalam pasar dikurangi
sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap, akan
berakibat kepada naiknya harga ke tingkat yang lebih tinggi. Dan sebaliknya, jika
di dalam pasar produk mereka melimpah, sudah barang tentu akan berdampak
terhadap penurunan harga produk mereka di pasar. Oleh karena itu, pelaku usaha
mencoba membentuk suatu kerja sama horizontal (pools) untuk menentukan harga
dan jumlah produksi barang atau jasa. Namun pembentukan kerja sama ini tidak
selalu berhasil, karena para anggota sering kali berusaha berbuat curang untuk
keuntungannya masing-masing.
Kartel secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perjanjian yang
dilakukan oleh pelaku usaha yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan
dan harga, dan untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri
tertentu. Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa kartel dapat terjadi
jika pelaku usaha membuat perjanjian dengan pesaingnya yang bertujuan untuk
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang dan
atau jasa sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.10
Bentuk kartel yang umum dilakukan oleh pihak penjual adalah perjanjian
penetapan harga, perjanjian pembagian wilayah pasar atau pelanggan, dan
perjanjian pembatasan output. Sedangkan kartel yang dilakukan oleh pihak
pembeli adalah perjanjian penetapan harga, perjanjian alokasi wilayah dan bid
rigging.
Pada umumnya terdapat beberapa karakteristik dari kartel. Pertama,
terdapat konspirasi antara beberapa pelaku usaha. Kedua, melakukan penetapan
harga. Ketiga, agar penetapan harga dapat efektif, maka dilakukan pula alokasi
10 A. M. Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat:, 223.
11
Andi Fahmi Lubis, dkk. (2017). Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua, 208.
6
konsumen atau produksi atau wilayah. Keempat, adanya perbedaan kepentingan
di antara pelaku usaha misalnya karena perbedaan biaya. Oleh karena itu perlu
adanya kompromi antar anggota kartel misalnya dengan adanya kompensasi dari
anggota kartel yang besar kepada mereka yang lebih kecil.
Praktik kartel dapat berjalan sukses apabila pelaku usaha yang terlibat di
dalam perjanjian kartel tersebut haruslah mayoritas dari pelaku usaha yang
berkecimpung di dalam pasar tersebut. Karena apabila hanya sebagian kecil saja
pelaku usaha yang terlibat di dalam perjanjian kartel biasanya perjanjian kartel
tidak akan efektif dalam mempengaruhi pasokan produk di pasar, karena
kekurangan pasokan di dalam pasar akan ditutupi oleh pasokan dari pelaku usaha
yang tidak terlibat di dalam perjanjian kartel.11
C. Trust
Untuk dapat mengontrol produksi atau pemasaran produk di pasar ternyata
para pelaku usaha tidak hanya cukup dengan membuat perjanjian kartel antar
mereka, tetapi mereka juga terkadang membentuk gabungan perusahaan atau
perseroan yang lebih besar (trust), dengan tetap menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya.
Trust sebenarnya merupakan wadah bagi pelaku usaha yang didesain
untuk membatasi persaingan dalam bidang usaha atau industri tertentu. Gabungan
antara beberapa perusahaan yang bersaing dengan membentuk organisasi yang
lebih besar yang akan mengendalikan seluruh proses produksi dan atau pemasaran
suatu barang. Suatu trust terjadi di mana sejumlah perusahaan menyerahkan
saham mereka kepada suatu “badan trustee” yang kemudian memberikan
sertifikat dengan nilai yang sama kepada anggota trust. Trust pertama di Amerika
Serikat yang sangat terkenal adalah Standard Oil yang terbentuk pada tahun 1882,
yang kemudian diikuti oleh banyak industri lainnya. Hal ini menyebabkan
banyaknya kemajuan-kemajuan di Amerika Serikat. Namun, karena trust juga
mengakibatkan adanya pemusatan kekuasaan, maka trust dianggap melanggar
hukum.11
11 Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua, 224.
7
UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa trust merupakan salah satu
perjanjian yang dilarang. Pasal 12 UU No. 5 Tahun 1999 berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan
anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas
barang dan/atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat.”12
Pasal 12 UU No. 5 Tahun 1999 ini menggunakan pendekatan rule of
reason sehingga dapat kita ketahui bahwa trust itu sendiri tidak dilarang, asalkan
trust tersebut tidak mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat, atau semata-mata untuk pemusatan kekuatan tanpa
mengakibatkan dampak negatif bagi masyarakat.13
D. Oligopsoni
Oligopsoni merupakan bentuk suatu pasar yang didominasi oleh sejumlah
konsumen yang memiliki kontrol atas pembelian. Struktur pasar ini mirip dengan
struktur pasar oligopoli, hanya saja struktur pasar ini terkonsentrasi pada pasar
input. Oleh karena itu, distorsi akibat kolusi antar pelaku usaha akan mendistorsi
pasar.
Oligopsoni merupakan salah satu bentuk praktik antipersaingan yang
cukup unik, karena dalam praktik oligopsoni yang menjadi korban adalah
produsen atau penjual, di mana biasanya untuk bentuk-bentuk praktik
antipersaingan lain (seperti price fixing, price discrimination, kartel, dan lain-
lainnya) yang menjadi korban umumnya konsumen atau pesaing. Dalam
oligopsoni, konsumen membuat kesepakatan dengan konsumen lain dengan
tujuan agar mereka secara bersama-sama dapat menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan, dan pada akhirnya dapat mengendalikan harga atas barang
atau jasa pada pasar yang bersangkutan.15
8
UU No. 5 Tahun 1999 memasukkan perjanjian oligopsoni ke dalam salah
satu perjanjian yang dilarang. Pasal 13 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999
usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa
penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3
(tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh
puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.”
pendekatan rule of reason, itu berarti sebenarnya oligopsoni tidak secara otomatis
dilarang. Namun dalam oligopoli, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
penetapan harga sehingga menimbulkan efek anti persaingan. Jika produk yang
dibeli berdasarkan perjanjian ini hanya mencakup sebagian kecil dari total
pembelian pasar, perjanjian tersebut tidak akan kondusif untuk kolusi harga.15
9
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjanjian pemboikotan adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh
pelaku usaha yang bertujuan untuk mengecualikan pelaku usaha lain dari pasar
yang sama, atau untuk mencegah pelaku usaha yang mungkin menjadi pesaing
memasuki pasar yang sama, dan kemudian mempertahankannya hanya untuk
mendapatkan keuntungan perusahaan yang berpartisipasi dalam perjanjian
pemboikotan.
Kartel secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perjanjian yang dilakukan
oleh pelaku usaha yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan
harga, dan untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.
Trust sebenarnya merupakan wadah bagi pelaku usaha yang didesain untuk
membatasi persaingan dalam bidang usaha atau industri tertentu. Gabungan antara
beberapa perusahaan yang bersaing dengan membentuk organisasi yang lebih
besar yang akan mengendalikan seluruh proses produksi dan atau pemasaran suatu
barang. Suatu trust terjadi di mana sejumlah perusahaan menyerahkan saham
mereka kepada suatu “badan trustee” yang kemudian memberikan sertifikat
dengan nilai yang sama kepada anggota trust.
11
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Andi Fahmi, dkk. Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua. Jakarta: Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), 2017.
Swasono, Sri Edi. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta: UIPress,
1985.
Website :
12