Anda di halaman 1dari 16

Makalah Kelompok III

PERJANJIAN YANG DILARANG DALAM UU NO. 5 TAHUN


1999 TENTANG MONOPOLI & PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah: Hukum Persaingan Usaha
Dosen : Erry Fitrya Primadhany, S.HI, M.H

Oleh
Siti Fatimah
NIM. 2112130151

Supriadi Wijaya
NIM. 2112130138

Husniyah
NIM. 2112130185

Abdurrahman Azhari
NIM. 2112130139

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Alhamdulillahhirobbil’alamin dengan mengucap syukur kehadirat Allah
SWT. Yang mana berkat Rahmat serta Hidayah-Nya jualah kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan salah satu tugas dari Ibu Dosen yang berjudul
“perjanjian yang dilarang dalam uu no.5 tahun 1999 tentang monopoli &
persaingan tidak sehat” tepat waktu. Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang mana Beliau telah membawa
kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang bersinarkan
Iman, Islam dan Ihsan.
Tidak ada manusia yang sempurna di dunia apalagi dalam tahap
pembelajaran seperti ini, karena itu kami menyadari banyak sekali kekurangan
dalam penulisan makalah ini, namun kami berharap agar makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembacanya.
Terimakasih saya sampaikan kepada rekan-rekan kelompok saya karena
telah membantu kelancaran dalam penulisan makalah ini. Semoga Allah SWT
meridhoi segala amal usaha yang kita lakukan. Aamiin
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Palangka Raya, Maret 2023

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar belakang......................................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................2
C. Tujuan penulisan...................................................................................2
D. Metode penulisan..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
A. Integrasi vertikal...................................................................................4
B. Perjanjian tertutup.................................................................................7
C. Perjanjian dengan pihak luar negeri.....................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................11
A. Kesimpulan...........................................................................................11
B. Saran.....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara umum dijelaskan bahwa hukum persaingan usaha
merupakan hukum yang memuat aturan mengenai segala sesuatu yang
berkaitan dengan persaingan usaha. Istilah-istilah yang dapat digunakan
dalam pengertian hukum persaingan usaha yakni hukum antimonopoli
(antimonopoly law) dan hukum antirust (antirust law).1
Sektor usaha merupakan salah satu hal yang memiliki kontribusi
terbesar dalam pertumbuhan perekonomian negara khususnya Indonesia.
Sektor tersebut tentunya diharapkan dalam pelaksanaannya dapat berjalan
secara seimbang. Hal tersebut merupakan suatu bentuk persaingan usaha
yang sehat, dimana para pelaku usaha melakukan kegiatan usaha dengan
mengedepankan keadilan dengan memberikan
kesempatan yang sama bagi setiap pelaku usaha. Persaingan harus
dipandang sebagai hal yang positif dan sangat esensial dalam kegiatan
usaha. Pelaku usaha akan berlomba–lomba untuk terus menerus
memperbaiki produk dan melakukan inovasi atas produk yang dihasilkan
untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Selain itu, persaingan
usaha yang sehat juga akan menciptakan transparansi dan desentralisasi
pengambilan keputusan ekonomi yang membuka partisipasi banyak pihak.
Dalam praktiknya, ternyata persaingan usaha yang sehat sulit
dilaksanakan, karena banyak kebijakan pemerintah yang pada awalnya
kurang tepat sehingga pasar atau kegiatan usaha menjadi terdistorsi. Di
sisi lain, perkembangan para pelaku usaha swasta dalam kenyataannya
di masyarakat atau dalam hal ini konsumen sebagian besar adalah
perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat. Oleh karena
itu, kondisi tersebut marak ditemukan perjanjian-perjanjian atau kegiatan-
kegiatan usaha yang tidak mencerminkan keadilan bagi para pelaku usaha

1
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), 1.

iv
maupun masyarakat pada umumnya. Untuk mencapai keuntungan yang
semaksimal mungkin dalam melakukan usaha, tidak jarang pelaku usaha
melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat merugikan para konsumennya.
Untuk memberikan koridor hukum serta batasan-batasan yang jelas
dalam mengatur persaingan u saha, Pemerintah Indonesia pada tanggal 5
Maret 1999 mengesahkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(selanjutnya akan disebut UU No. 5 Tahun 1999). Undang-undang ini
menjamin adanya kepastian hukum untuk lebih mempercepat
pembangunan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan umum dan
mewujudkan semangat UUD 1945.
Dalam konteks persaingan, maka pelaku usaha akan berupaya
meningkatkan keuntungan maksimum sesuai dengan pilihan konsumen
dengan menggunakan sumber daya yang ada. Perjanjian yang dilarang
diatur dalam Undang-undang no. 5 pasal 4–16 tahun 1999 mengatur
beberapa macam perjanjian yang dilarang serta dianggap sebagai prektek
monopoli atau persaingan tidak sehat. Jika perjanjian-perjanjian tersebut
tetap dilakukan, maka akan berakibat hukum bagi para pelaku dan dapat
diancam perjanjian tersebut batal demi hukum atau dianggap tidak pernah
ada, karena objek perjanjian bukan merupakan klausa yang halal.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan integrasi vertikal?
2. Bagaimana perjanjian tertutup?
3. Bagaimana cara perjanjian dengan pihak luar negeri?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui dan memahami integrasi vertikal
2. Mengetahui dan memahami bagaimana perjanjian tertutup
3. Mengetahui dan memahami Bagaimana cara perjanjian dengan pihak
luar negeri
D. Metode penulisan

v
Adapun metode penulisan yang digunakan sebagai referensi yang
berkaitan ataupun berhubungan dengan penulisan makalah ini yaitu
melalui telaah kepustakaan (Library research), metode penelusuran (Web
research) dan pencarian sumber-sumber yang relevan dari jurnal.

vi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Integrasi vertikal
Integrasi vertikal adalah perjanjian antara pelaku usaha yang bertujuan
untuk menguasai produksi sejumlah produk atau beberapa unit usaha yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang dan jasa tertentu, yang mana
setiap rangkaian kegiatan produksi merupakan hasil pengolahan atau proses
lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung dan
dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan publik.2
Integrasi vertikal dalam UU No. 5 pasal 14 Tahun 1999 yaitu sebagai
berikut : “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu, yang
mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses
lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau
merugikan masyarakat”
Dengan dilarang nya perjanjian integrasi vertikal yang dijelaskan dalam
UU No. 5 Tahun 1999 antar pelaku usaha dalam persaingan sehat, dengan itu
untuk membuktikan bahwa para pelaku usaha telah membuat perjanjian ini,
komisi pengawas persaingan usaha (KPPU) harus melakukan penyidikan
berdasarkan tugas dan wewenangnya. Penjabaran unsur-unsur yang ada
dalam pasal 14 UU No. 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1. Pelaku usaha
2. Perjanjian
3. Pelaku usaha lain
4. Menguasai produksi
5. Barang

2
Ibid., 205.

vii
6. Jasa
7. Persaingan usaha tidak sehat
8. Merugikan masyarakat
Integrasi vertikal dapat dilakukan dengan strategi penguasan unit produksi
dari hulu ke hilir, dari distribusi barang dan jasa hingga ke konsumen akhir. 3
Integrasi vertikal memiliki dampak positif yang dihasilkan dari efesiensi
proses produksi sehingga pelaku usaha melakukan perjanjian integrasi
vertikal. Beberapa alasan yang mengakibatkan pelaku usaha melakukan
perjanjian integrasi vertikal, yaitu :
1. Mencapai efisiensi
Tujuan pelaku usaha melakukan efisiensi melalui integrasi vertikal
adalah untuk mencapai harga yang dapat bersaing dari produk atau
jasa yang di pasarkan. Efisiensi ini dapat dicapai melalui pengurangan
penggunaan suatu proses atau peralatan teknis (technical efficiency),
penghematan biaya transaksi (transaction cost), pengurangan marjin
ganda (double marginalization) atau secara keseluruhan meniadakan
biaya yang sebenarnya dapat dihindari, sehingga proses manufaktur
atau proses operasi dapat berjalan lebih efisien atau produktif.
2. Kepastian ketersediaan bahan baku dalam hal produk dan sumber
daya manusia dalam hal penyediaan jasa dan peningkatan akses
konsumen
Pelaku usaha melakukan integrasi vertikal ke hulu dengan maksud
untuk mengontrol kepastian bahan baku. Sedangkan keputusan untuk
melakukan integrasi ke hilir diarahkan untuk meningkatkan control
atas jejaring distribusi agar akses kepada konsumen meningkat.
3. Pelaku usaha dapat melakukan transfer pricing
Pelaku usaha dapat melakukan subsidi silang antara perusahaanya
melalui integrasi vertikal. Subsidi silang memberikan manfaat untuk
pelaku usaha yang terintegrasi membebankan transfer pricing yaitu
3
Hanifah Prasetyowati, Paramita Prananingtyas, and Hendro Saptono, Analisa Yuridis
Larangan Perjanjian Integrasi Vertikal Sebagai Upaya Pencegahan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jurnal article : Diponegoro Law Journal 6, no. 2, 2017.

viii
pemberian harga oleh pelaku usaha yang lebih rendah kepada
perusahaan yang terintegrasi dibawahnya atau anak perusahaanya
yang bertujuan membuat biaya produksi lebih rendah sehingga
mengakibatkan harga jual yang lebih rendah pula dibanding dengan
biaya yang dibebankan kepada pelaku usaha yang berada diluar
jaringannya atau pesaingnya.4 Pelaku usaha yang tidak terintegrasi
dengan perusahaan tersebut akan menderita kerugian riil maupun
potensial akibat adanya subsidi silang yang dilakukan oleh perusahaan
pesaing yang terintegrasi tersebut.
4. Mengurangi atau menghilangkan pesaing di pasar
Dalam persepktif persaingan, perusahaan yang melakukan integrasi
vertikal akan lebih mudah memperolah kekuatan pasar (market
power) karena lebih efisien serta dapat menjadikan harga barang atau
jasa lebih murah dan adanya jaminan distribusi. Pelaku usaha yang
terintegrasi secara vertikal akan memiliki kemampuan lebih besar
untuk menciptakan hambatan bagi pesaingnya untuk masuk pasar.
Adanya penggabungan mengenai bagian perhitungan ongkos yang
hilang atau menurun, misalnya dalam hal ongkos transaksi, iklan,
pemanfaatan informasi bersama dan administrasi.5
Praktek integrasi vertikal ini memiliki beberapa keuntungan meskipun
sering kali hubungan antar perusahaan melalui praktek seperti ini bukanlah
cara yang paling efiesien dalam berbisnis. Manfaat yang dapat diperolah
perusahaan dari integrasi vertikal ini yaitu :
1. Manfaat ekonomi dengan karakter teknologi
Penghematan biaya karena ekternalitas antara jalan produksi.
Misalnya dalam industri baja, lebih menguntungkan untuk mencapur
baja selagi panas. Jadi, lebih menguntungkan untuk memiliki lembar
pabrik pencampuran baja dibawah satu atap daripda memproduksi

4
Ibid., 5.
5
Nurimansyah Hasibuan, Ekonomi Industri Persaingan, Monopoli Dan Regulasi, LP3ES,
(Jakarta, 1993), 92.

ix
lembar baja disuatu pabrik, kemudian menempa lembar baja yang
telah jadi dengan pabrik lain.
2. Manfaat ekonomi karena adanya kepastian kontrak
Integrasi vertikal seringkali menjadi strategi yang dipilih
perusahaan untuk menghindari perilaku perusahaan pemasok yang
tidak mentaati kontrak. Misalnya permasalahan yang dapat menekan
biaya produksi dengan tidak mentaati produsen produksi botol yang
tercantum dalam kontrak antara perusahaan minuman dengan
perusahaan pembuat botol minuman. Akibatnya mutu botol dapat
berkurang dan pada akhirnya dapat merusak citra perusahaan
minuman tersebut.
3. Manfaat ekonomi karena pengurangan biaya transaksi
Untuk mengurangi biaya transaksi yang mungkin timbul dalam
keadaan tidak pasti yang sering kali transaksi-transaksi tersebut perlu
di lakukan di bawah satu atap perusahaan yang terintegrasi.
4. Manfaat ekonomi karena dapat melakukan transfer pricing
Dampak negatif dari integrasi vertikal bagi pesaing antar pelaku usaha,
yaitu:
1. Diskriminasi harga
Strategi ini dapat gagal jika terdapat kemungkinan akan resale,
yaitu pembeli yang memperoleh harga rendah menjual kembali ke
pembeli yang bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi.
2. Menutup pasar
Penutupan pasar diartikan sebagai perilaku bisnis dan ini termasuk
dalam strategi integrasi vertikal yang membatasi akses pembeli ke
penjual ataupun membatasi akses penjual ke pembeli.
B. Perjanjian tertutup
Akibat pertumbuhan ekonomi yang meningkat membuat persaingan dalam
dunia usaha juga makin meningkat sehingga berdampak pada persaingan
antara pelaku usaha yang menjadi semakin ketat, maka tidak jarang terjadi
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Oleh sebab itu, perlu

x
adanya larangan bagi para pelaku usaha untuk membuat perjanjian tertutup.
Bisnis yang bersifat dinamis juga tajam menjadi salah satu tantangan bagi
para pengusaha agar tetap berada dalam lingkungan persaingan usaha yang
sehat. Untuk itu, perjanjian tertutup antara para pelaku usaha lain sangat
dilarang.6
Larangan tersebut terdapat pada Pasal 15 dalam UU No. 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Berdasarkan pasal 15 ayat (1) mengisyaratkan agar pelaku usaha dalam
melakukan perjanjian tidak diperkenankan untuk mensyaratkan pelaku usaha
lain agar menerima atau memasukan dan tidak menerima atau tidak
memasukan barang dan jasa kepada pihak tertentu saja, dalam pasal ini
dirumuskan dengan pendekatan perse illegal. Kemudian berdasarkan pasal 15
ayat (2) melarang agar perjanjian antar pelaku usaha tidak boleh
mensyaratkan agar pihak yang akan mendapatkan barang serta jasa harus
bersedia membeli barang serta jasa dari pelaku usaha pemasok. Selanjutnya
berdasarkan pasal 15 ayat (3) mengisyaratkan agar pelaku usaha tidak boleh
melakukan perjanjian penetapan harga dengan pelaku usaha lain.7
Perjanjian Tertutup (exclusive agreement) adalah perjanjian antara pelaku
usaha selaku pembeli dan penjual untuk melakukan kesepakatan secara
eksklusif yang dapat berakibat menghalangi atau menghambat pelaku usaha
lain untuk melakukan kesepakatan yang sama. Di samping penetapan harga,
hambatan vertikal lain yang merupakan hambatan bersifat non-harga seperti
yang termuat dalam perjanjian eksklusif adalah pembatasan akses penjualan
atau pasokan, serta pembatasan wilayah dapat dikategorikan sebagai
perjanjian tertutup.
Perjanjian tertutup adalah suatu perjanjian di mana pihak pertama
(penjual) menjual suatu produk, yang kemudian dinamakan tying product,
kepada pihak kedua (pembeli) dengan syarat pembeli tersebut harus pula

6
Werner Wada Betu and NGN Renti Maharaini, Analisis yuridis perjanjian tertutup
berdasarkan undang-undang persaingan usaha, Reformasi Hukum Trisakti 4, no. 5 (3 Oktober
2022), 1350.
7
Ibid, 1351 .

xi
membeli produk lainnya, yang dinamakan tied product, dari penjual yang
sama atau setidak-tidaknya dari pihak ketiga yang ditunjuk pihak pertama.
Dalam perjanjian bisnis semacam ini, pembeli juga dibebani syarat untuk
tidak membeli “tied product” dari penjual lainnya. Undang-undang No. 5
tahun 1999 mengatur perihal “tien-ins” ini pada Pasal 15 ayat (2) dan (3).8
Sebagai contoh, Pelaku UMKM Mina Makmur yang menjual bandeng
presto selalu menyertakan paket produk saus sambal merek lain (Merek X)
yang tidak diproduksi bersama bandeng presto. Praktek tying agreement
seperti ini akan merugikan konsumen yang tidak menyukai dengan saus
sambal tersebut merek X tersebut. Harga saus sambal merek X tersebut sudah
termasuk dalam harga paket bandeng presto tersebut sehingga konsumen mau
tidak mau dengan saus sambal merek X tersebut harus membelinya. Praktek
tying agreement telah menghilangkan hak konsumen untuk memilih secara
merdeka jenis saus sambal yang ingin dibeli. Hal ini dapat menyebabkan
persaingan tidak sehat dengan produsen saus sambal pesaing merek X.9
C. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pasal ini mengatur suatu keadaan khusus apabila pelaku usaha di dalam
negeri melakukan perjanjian dengan pihak pelaku usaha di luar negeri.10
Perjanjian dengan pihak luar negeri yang dilarang dalam Pasal 16
Undang -Undang No. 5 Tahun 1999 apabila pelaku usaha membuat perjanjian
dengan pihak luar negeri yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Terdapat berbagai masalah dalam

8
Citra M Harmain, Aspek hukum perbuatan perjanjian yang dilarang dalam kerangka
larangam praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, LEX PRIVATUM 10, no. 1 (17
Januari 2022), 25.
9
Ayup Suran Ningsih, Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada Pelaku Usaha Mikro Kecil Dan
Menengah (UMKM),” Jurnal Penelitian Hukum De Jure 19, no. 2 (26 Juni 2019), 15 .
10
Kiagoos Haqqy Annafi Ghany Aziz, Perjanjian Yang Dilarang Berdasarkan Perspektif
Hukum Persaingan Usaha Indonesia, (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan) 5, no. 2 (2021).

xii
unsur Pasal 16 ini sebab tidak dijelaskan perjanjian yang bagaimana yang
dimaksudkan dengan perjanjian luar negeri karena selama ini berbagai
perjanjian telah dijalankan baik dalam bentuk kerjasama (joint venture),
kontrak bisnis maupun perjanjian lainnya.
Selain itu, terdapat kejanggalan dalam hal pihak yang melakukan
perjanjian tersebut yaitu siapa saja pihak lain di luar negeri ini, sebab
menimbulkan beberapa persepsi, misalnya apakah yang dimaksud perusahaan
atau badan hukum Indonesia yang merupakan cabang/afiliasi dari perusahaan
asing ataupun sebaliknya termasukkah perusahaan atau badan hukum yang
berdomisili di luar negeri namun merupakan cabang/afiliasi dari perusahaan
atau badan hukum Indonesia serta ada juga pemahaman pihak luar yang
memang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan pelaku usaha tersebut
sebelumnya.11

11
N Sirait, Kumpulan Tulisan, Berbagai Aspek Mengenai Hukum Persaingan, Universitas
Sumatera Utara (Medan, 2004), 8.

xiii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Integrasi vertikal adalah perjanjian antara pelaku usaha yang bertujuan untuk
menguasai produksi sejumlah produk atau beberapa unit usaha yang termasuk
dalam rangkaian produksi barang dan jasa tertentu, yang mana setiap
rangkaian kegiatan produksi merupakan hasil pengolahan atau proses
lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung dan
dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan publik.
2. Perjanjian Tertutup (exclusive agreement) adalah perjanjian antara pelaku
usaha selaku pembeli dan penjual untuk melakukan kesepakatan secara
eksklusif yang dapat berakibat menghalangi atau menghambat pelaku usaha
lain untuk melakukan kesepakatan yang sama. Di samping penetapan harga,
hambatan vertikal lain yang merupakan hambatan bersifat non-harga seperti
yang termuat dalam perjanjian eksklusif adalah pembatasan akses penjualan
atau pasokan, serta pembatasan wilayah dapat dikategorikan sebagai
perjanjian tertutup.
3. Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat. Terdapat berbagai masalah dalam unsur
Pasal 16 ini sebab tidak dijelaskan perjanjian yang bagaimana yang
dimaksudkan dengan perjanjian luar negeri karena selama ini berbagai
perjanjian telah dijalankan baik dalam bentuk kerjasama (joint venture),
kontrak bisnis maupun perjanjian lainnya.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga bisa memberikan pemahaman
kepada pembaca. Kami sebagai penulis menyadari masih banyak kesalahan dan
kekeliruan yang terdapat dalam penyusuanan makalah ini, baik dari segi penulisan
maupun dalam pembahasannya. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan

xiv
kritikannya yang bersifat membangun sehingga dalam penyusunan makalah-
makalah selanjutnya dapat lebih sempurna. Terima kasih.

xv
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Kiagoos Haqqy Annafi Ghany. “Perjanjian Yang Dilarang Berdasarkan
Perspektif Hukum Persaingan Usaha Indonesia.” JISIP (Jurnal Ilmu Sosial
Dan Pendidikan) 5, no. 2, 2021.
Betu, Werner Wada, and NGN Renti Maharaini. “Analisis yuridis perjanjian
tertutup berdasarkan undang-undang persaingan usaha.” Reformasi Hukum
Trisakti 4, no. 5, 2022.
Harmain, Citra M. “aspek hukum perbuatan perjanjian yang dilarang dalam
kerangka larangam praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.”
LEX PRIVATUM 10, no. 1 (2022).
Hasibuan, Nurimansyah. “Ekonomi Industri: Persaingan.” Monopoli Dan
Regulasi, LP3ES, Jakarta, 1993.
Ningsih, Ayup Suran. “Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada
Pelaku Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM).” Jurnal Penelitian
Hukum De Jure 19, no. 2, 2019.
Nugroho, Susanti Adi. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Prenada Media,
2014.
———. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Prenada Media, 2014.
Prasetyowati, Hanifah, Paramita Prananingtyas, and Hendro Saptono. “Analisa
Yuridis Larangan Perjanjian Integrasi Vertikal Sebagai Upaya Pencegahan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.” Diponegoro Law
Journal 6, no. 2, 2017.
Sirait, N. “Kumpulan Tulisan.” Berbagai Aspek Mengenai Hukum Persaingan,
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004.

xvi

Anda mungkin juga menyukai