Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM PERSAINGAN USAHA

Disusun Oleh :

Nur Oktapiana S. Tungko


(NIM: 1011419001)

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalahini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalahini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar
makalahini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalahini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalahini.

Gorontalo, Desember 2022

Nur Oktapiana S. Tungko

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................... Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI ................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ................................................. Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ...............................................Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ..........................................Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan.............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBAHASAN .................................................. Error! Bookmark not defined.
2.1 Persaingan Usaha ..........................................Error! Bookmark not defined.
2.2 Penerapan Hukum Persaingan Usaha ...........Error! Bookmark not defined.
2.3 Kendala Terkait Penerapan Hukum Persaingan Usaha dan Penyelesaian
.......................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP ......................................................... Error! Bookmark not defined.
KESIMPULAN ............................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persaingan dalam dunia bisnis dan ekonomi saat ini merupakan
sebuah suatu kewajaran dalam lingkungan perekonomian. Adanya
persaingan dalam mekanisme pasar akan memacu pelaku usaha berinovasi
untuk menghasilkan produk yang bervariatif dengan harga bersaing dan akan
dapat menguntungkan produsen maupun konsumen. Akan tetapi perlu
diperhatikan bahwa bentuk persaingan usaha tersebut harus dilakukan
secara sehat dan wajar sehingga tidak menimbulkan suatu praktek monopoli
atau persaingan usaha tidak sehat yang justru akan menghambat
perekonomian negara.
Secara umum semangat diundangkan Undang-Undang Nomor 5
tahun 1999 dalam rangka mendorong persaingan yang sehat sehingga iklim
dalam berusaha lebih fair dan kondusif untuk menjamin industri yang
kompetitif bisa tumbuh dan berkembang serta kesejahteraan masyarakat
lebih terjamin. Sesuai dengan ketentuan undang-undang maka hanya pelaku
usaha besar dan menengah saja yang terkena larangan, karena
UndangUndang Nomor 5 tahun 1999 secara tegas memberikan
pengecualian kepada pelaku usaha kecil. Pemberian pengecualian kepada
pelaku usaha kecil dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-
Undang Anti Monopoli menimbulkan suatu implikasi baik bagi pelaku usaha
kecil tersebut maupun stakeholder lainnya yang terkait (Ningsih, 2019).
Banyak aspek dari berbagai macam dunia lainnya yang turut terlibat
baik langsung maupun tidak langsung dengan dunia usaha. Keterkaitan
tersebut kadang kala tidak memberikan prioritas atas dunia usaha, yang pada
akhirnya membuat dunia usaha harus tunduk dan mengikuti rambu-rambu
yang ada dan sering kali bahkan mengutamakan dunia usaha sehingga
mengabaikan aturan-aturan yang ada (Yani & Widjaja dalam Fadhilah, 2019).
Persaingan dalam kegiatan usaha senafas dengan kegiatan usaha itu
sendiri. Pada prinsipnya, setiap orang berhak menjual atau membeli barang
atau jasa “apa”, “dengan siapa”, “berapa banyak” serta “bagaimana cara”
1
produksi, inilah apa yang disebut ekonomi pasar. Sejalan dengan itu, perilaku
dan struktur pasar terkadang tidak dapat diprediksi, sehingga tidak jarang
pelaku usaha menimbulkan kecurangan, pembatasan yang menyababkan
sebagian atau beberapa pelaku usaha merugi bahkan mati (Rokan dalam
Ningsih, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.2.1 Apa Definisi Dari Persaingan Usaha?
1.2.2 Bagaimana Penerapan Hukum Dalam Persaingan Usaha?
1.2.3 Seperti Apa Kendala Terkait Penerapan Hukum Persaingan
Usaha dan Penyelesaiannya?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam makalah ini
yaitu sebagai berikut :
1.3.1 Untuk Mengetahui Definisi Dari Persaingan Usaha
1.3.2 Untuk Mengetahui Penerapan Hukum Dalam Persaingan
Usaha
1.3.3 Untuk Mengetahui Kendala Terkait Penerapan Hukum
Persaingan Usaha dan Penyelesaiannya

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Persaingan Usaha


Dalam dunia usaha, persaingan harus dipandang sebagai hal yang
positif. Dalam Ilmu Ekonomi, persaingan yang sempurna adalah suatu kondisi
pasar yang ideal. Akibat dari terjadinya kondisi persaingan usaha yang sangat
beragam, suatu usaha atau badan usaha yang terancam tidak mampu
bersaing dapat melakukan berbagai cara dalam upaya mengembangkan
usahanya (Nadirah, 2021). Paling tidak ada empat asumsi yang melandasi
agar terjadinya persaingan yang sempurna pada pasar tertentu (Sugiarto
dalam Fadhilah, 2019):
1) Pelaku usaha tidak dapat menentukan secara sepihak harga atas produk
atau jasa;
2) Barang dan jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha mempunyai
kebebasan untuk masuk ataupun keluar dari pasar;
3) Pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk masuk ataupun keluar dari
pasar; dan
4) Konsumen dan pelaku pasar memiliki informasi yang sempurna tentang
berbagai hal
Hubungan hukum yang terjadi diantara pelaku usaha dan konsumen
adalah hubungan timbal balik akibat adanya transaksi jual beli. Pelaku usaha
memiliki kewajiban untuk menyerahkan barang setelah menerima haknya
berupa pembayaran dari konsumen. Sedangkan konsumen memiliki
kewajiban untuk melakukan pembayaran sejumlah uang dan menerima
haknya berupa barang atau jasa (Hotana, 2018).
Persaingan usaha yang sehat (fair competition) akan memberikan
akibat positif bagi para pelaku usaha, sebab dapat menimbulkan motivasi
atau rangsangan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, inovasi, dan
kualitas produk yang dihasilkannya. Selain menguntungkan bagi para pelaku
usaha, tentu saja konsumen memperoleh manfaat dari persaingan usaha
yang sehat itu, yakni adanya penurunan harga, banyak pilihan, dan
peningkatan kualitas produk. Sebaliknya apabila terjadi persaingan usaha
3
yang tidak sehat (unfair competition) antara pelaku usaha tentu berakibat
negatif tidak saja bagi pelaku usaha dan konsumen, tetapi juga memberikan
pengaruh negatif bagi perekonomian nasional (Hermansyah dalam Ningsih,
2019).

2.2 Penerapan Hukum Persaingan Usaha


Penerapan hukum persaingan usaha adalah suatu keharusan bagi
setiap negara yang menganut sistem perekonomian modern. Hampir
diseluruh negara ekonomi modern di dunia meskipun tidak dalam format
legislasi yang khusus, telah diterapkan hukum persaingan usaha. Keterlibatan
negara dibidang hukum termasuk masalah yang bersifat perdata dilakukan
sepanjang ada pihak yang lemah yang perlu dilindungi agar terhindar dari
tindakan eksploitasi oleh pihak yang kuat. Keikutsertaan negara adalah
sebagai pihak regulator yang menerbitkan perundang-undangan untuk
mengatur persaingan dan memberi sanksi administratif maupun sanksi pidana
terhadap pelaku usaha yang melakukan persaingan tidak sehat (Hotana,
2018).
Terdapat banyak istilah yang digunakan untuk bidang hukum ini selain
istilah hukum persaingan usaha (competition law), yaitu hukum anti monopoli
(antimonopoly law) dan hukum antitrust. Istilah hukum persaingan usaha
dipandang paling tepat, dan memang sesuai dengan substansi ketentuan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mencakup pengaturan anti monopoli
dan persaingan usaha dengan segala aspeknya yang terkait (Hermansyah,
dalam Fadhilah, 2019).
Persaingan tidak sehat menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.
Monopoli yang diperoleh melalui cara-cara yang fair dan tidak
melanggar hukum pada dasarnya diperbolehkan. Hal yang dilarang adalah
4
perbuatan-perbuatan dari perusahaan yang memiliki posisi monopoli untuk
menggunakan kekuatannya di pasar bersangkutan yang kemudian disebut
dengan praktek monopoli atau monopolizing/ monopolisasi. Dalam hal ini
perlu ditegaskan bahwa tujuan dari UU Nomor 5 Tahun 1999 secara umum
adalah untuk menjaga iklim persaingan antar pelaku usaha yang sehat serta
menghindari terjadinya eksploitasi terhadap konsumen yang dilakukan oleh
pelaku usaha tertentu (Maheswari dalam Hayati, 2021).

2.3 Kendala Terkait Penerapan Hukum Persaingan Usaha dan Penyelesaian


Pemerintah membentuk Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang
dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan
perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk
menciptakan persaingan usaha yang sehat. Disamping itu, pemerintah juga
membentuk KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sebagai suatu
lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah
serta pihak lain untuk mengawasi jalannya persaingan usaha di Indonesia.
a) Analisis Kasus
Salah satu kasus pelanggaran terhadap Pasal 27 (a) Undang-
Undang No 5 Tahun 1999 adalah kasus Kepemilikan Saham Silang yang
dilakukan oleh Temasek Holdings Pte. Ltd (selanjutnya disebut Temasek).
Perusahaan asal Singapura tersebut menanamkan sahamnya di PT
Indosat Tbk dan PT Telkomsel melalui dua anak perusahaannya. Sejak
tahun 2002, KPPU telah menduga adanya unsur monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat yang dilakukan oleh Temasek. Perusahaan ini
mengelola dana investasi sebesar US$ 108 Miliar atau sekitar Seribu
triliun rupiah dengan dugaan melakukan struktur kepemilikan silang atas
saham dua perusahaan jasa seluler Indonesia yaitu Telkomsel dan
Indosat. Namun kasus ini baru diangkat ke sidang KPPU pada tahun
2006. (L. Budi Kagramanto, Kepemilikan Saham Silang PT. Indosat dan
PT. Telkomsel) (Suparji & Ikraam, 2021).
Temasek Holdings menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) telah melakukan pelanggaran terhadap Hukum Antimonopoli yaitu
5
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perusahaan asal Singapura
tersebut didakwa atas keterlibatannya dalam kepemilikan silang atas
saham pada dua perusahaan Telekomunikasi di Indonesia yaitu PT
Telkomsel dan PT Indosat Tbk melalui dua anak perusahaannya.
Disamping itu kepemilikan saham dengan persentase yang cukup
berpengaruh menyebabkan Temasek dituduh atas kepemilikan saham
mayoritas. Keadaan ini dapat bersifat anti persaingan sehingga
menyebabkan kerugian bagi perusahaan kompetitor. Selain itu, monopoli
dagang dapat menimbulkan terbentuknya posisi perusahaan tersebut
sebagai price leader yang dapat menentukan harga pasar produk yang
dimonopoli.
Hal ini tentu saja akan merugikan konsumen. Sehingga diperlukan
adanya payung hukum yang melindungi setiap pihak yang terlibat dalam
bisnis secara adil dengan upaya pencegahan dan pengendalian atas
pelanggaran hukum khususnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa
perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang
sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa
perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
Peraturan tentang larangan kepemilikan saham silang tidak tertulis
secara konkretdalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini, namun
dalam perspektif hukum,pelanggaran atas pasal 27 dapat
diindikasikanmelalui beberapa ciri yaitu adanya kemampuan pengendalian
atau mendirikan beberapa perusahaan, dan timbulnya akibat berupa
penguasaan pasar lebih dari 50%, baik dalam satu perusahaan atau
dalam dua atau lebih perusahaan yang saling bersaing dalam satu bidang
usaha dan pasar bersangkutan yang sama, serta penyalahgunaan
6
penguasaan pasar yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
persaingan usaha.
Kepemilikan silang berdampak langsung terhadap perubahan
struktur kepemilikan suatu perusahaan dan perubahan struktur industri
dimana perusahaan itu berada. Kepemilikan silang yang memberikan
dampak buruk terhadap persaingan dapat diidentifikasi melalui perubahan
tingkat konsentrasi industri sebelum dan sesudah hal ini terjadi. Jika
tingkat struktur industri semakin terkonsentrasi setelah adanya
kepemilikan silang maka dapat mengindikasikan adanya dampak buruk
yang ditimbulkan yaitu peningkatan market power pelaku usaha dalam
industri tersebut yang akhirnya memberikan keleluasaan bagi pelaku
usaha untuk menetapkan harga (price maker) dan membuka jalan pelaku
usaha untuk menentukan harga tertinggi suatu produk.
b) Penyelesaian Kasus
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasal 27
yang menyatakan tentang kepemilikan saham yang dilarang, hukum
kepemilikan silang dan saham mayoritas bersifat Rule of Reason karena
dianggap melanggar ketentuan Undang-Undang tersebut jika memenuhi
kondisinya yaitu jika usaha tersebut mengakibatkan satu pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu (Suparji &
Ikraam, 2021).
Dilihat dari akibatnya, kepemilikan silang Temasek terhadap Indosat
dan Telkomsel semakin menjauhkan insustri telekomunikasi di Indonesia
dari persaingan usaha yang sehat dan kompetitif antara Indosat sebagai
pesaing utama terhadap Telkomsel sebagai pemain dominan. Dari
dugaan-dugaan pelanggaran yang diajukan KPPU diatas, dapat
disimpulkan bahwa Temasek telah melakukan beberapa pelanggaran
terkait Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu adanya kepemilikan
saham mayoritas dan saham silan (Pasal 27), adanya indikasi praktek

7
monopoli (Pasal 17) dan adanya penyalahgunaan posisi dominan dalam
manajemen Temasek (Pasal 25 (a)).
Sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan PT Temasek,
KPPU memutuskan perkara ini melalui Putusan Perkara Nomor:
07/KPPU- L/2007. Dengan adanya keputusan tersebut, KPPU
mengajukannya kepada Pengadilan Negeri untuk diputuskan secara
hukum karena KPPU hanya berwenang menyelidiki kasus dan
menentukan sanksi, bukan memutuskan. Namun tidak selamanya
keputusan awal akan diterima. Artinya, bila salah satu pihak ada yang
merasa dirugikan, maka berhak untuk mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Namun, adanya beberapa celah hukum dalam peraturan-peraturan
tersebut menyebabkan pelanggaran-pelanggaran yang pada akhirnya
berdampak pada keseimbangan perekonomian di Indonesia. Oleh
karena itu, perlu adanya penyesuaian-penyesuaian yang menutup
kekurangan yang ada supaya pelaksanaan hukum persaingan usaha
dapat menjalankan tugasnya sebagai lembaga yang menegakkan aturan
hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku
usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.

8
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai Hukum Persaingan Usaha maka


dapat disimpulkan bahwa terjadinya kondisi persaingan usaha yang sangat
beragam, suatu usaha atau badan usaha yang terancam tidak mampu bersaing
dapat melakukan berbagai cara dalam upaya mengembangkan usahanya. Istilah
hukum persaingan usaha dipandang paling tepat, dan memang sesuai dengan
substansi ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mencakup pengaturan anti
monopoli dan persaingan usaha dengan segala aspeknya yang terkait.
Terkait kasus Temasek Holdings Pte., Ltd. Merupakan salah satu dari banyak
kasus kepemilikan silang atas saham yang terjadi di Indonesia. KPPU sebagai
lembaga Pengawas Persaingan Usaha berwenang dalam memeriksa dan
memutuskan sanksi yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah, M. (2019). Penegakan Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (Kppu) Dalam Kerangka Ekstrateritorial. Jurnal
Wawasan Yuridika, 3(1), 55-72.
Hayati, A. N. (2021). Analisis Tantangan Dan Penegakan Hukum Persaingan Usaha
Pada Sektor E-Commerce Di Indonesia. Jurnal Penelitian Hukum De Jure,
21(1), 109-122.
Hotana, M. S. (2018). Industri E-Commerce Dalam Menciptakan Pasar Yang
Kompetitif Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha. Jurnal Hukum Bisnis Bonum
Commune, 1(1), 28-38.
Nadirah, I. (2021, August). Perspektif Hukum Persaingan Usaha Terhadap Merger
Dan Akuisisi Perusahaan Di Era New Normal. In Seminar Nasional Teknologi
Edukasi Sosial Dan Humaniora (Vol. 1, No. 1, Pp. 968-973).
Ningsih, A. S. (2019). Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada Pelaku
Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (Umkm). Jurnal Penelitian Hukum De Jure,
19(2), 207-215.
Suparji, S., & Ikraam, A. (2021). Kasus Kepemilikan Saham Silang Pt Temasek
Holdings. Jurnal Magister Ilmu Hukum, 1(2), 1-8.

10

Anda mungkin juga menyukai