MAKALAH
Disusun oleh:
Rosalinda / D1A020464
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2023
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan anugerah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN” ini dengan tepat waktu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Hirsanuddin, SH.,MH selaku dosen
pengampu pada mata kuliah Hukum Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen karena
telah membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dr. H.
Hirsanuddin, SH.,MH. Makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca
mengenai kasus persaingan usaha. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca agar kedepannya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
E. Analisis Kasus penentuan rekanan asuradur yang dilakukan oleh PT Bank Negara
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 13
B. Saran ............................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya orang menjalankan usaha adalah untuk memperoleh keuntungan
dan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan primer,
sekunder, maupun kebutuhan tersier. Atas dasar itulah mendorong banyak orang untuk
melakukan kegiatan usaha baik kegiatan usaha yang sejenis maupun kegiatan usaha
yang berbeda. Kegiatan usaha yang demikian yang sesungguhnya menimbulkan atau
melahirkan persaingan usaha antar pelaku usaha. Oleh karena itu, persaingan dalam
dunia usaha merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan dapat dikatakan persaingan
dalam dunia usaha itu merupakan persyaratan mutlak bagi terselenggaranya ekonomi
pasar.Walaupun diakui bahwa adakalanya persaingan usaha tersebut terselenggara
secara sehat dan dapat pula terselenggara secara tidak sehat.
Persaingan dalam kegiatan usaha adalah suatu hal yang merupakan nafas dari
kegiatan usaha itu sendiri.Tidak ada kegiatan usaha yang dilakukan oleh sesama
manusia yang tidak memunculkan suatu persaingan karena tentunya pelaku usaha
memerlukan konsumen agar usahanya dapat mendatangkan keuntungan, sehingga pada
akhirnya para pelaku usaha mencoba berbagai cara untuk menarik hati konsumen
tersebut.
Mengingat kondisi ekonomi yang semakin maju saat ini, akan menyebabkan
persaingan antar perusahaan yang semakin ketat, yang secara tidak langsung akan
meningkatkan persaingan antar entitas perusahaan. Hal ini dapat menimbulkan
persaingan usaha yang tidak sehat, dimana para pelaku perdagangan berlomba-lomba
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, terlepas dari apakah usaha
yang digelutinya merugikan pihak lain. Banyak pelaku usaha yang menggunakan
praktek persaingan usaha tidak sehat untuk mengalahkan pelaku usaha lain untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Persaingan bebas telah menciptakan situasi persaingan dalam dunia bisnis,
meskipun memiliki sisi positif, namun juga memiliki sisi negatif. Pengusaha dengan
modal, pengalaman dan keterampilan yang kuat akan berkembang pesat dan menguasai
pasar. Hal ini akan mencegah masuknya pengusaha kecil/lemah. Tanpa campur tangan
pemerintah melalui jalur hukum, hal ini akan terus berlangsung dan akibatnya tidak
akan ada pemerataan pendapatan.
2
Dari perspektif makro, banyak negara saat ini cenderung mengadopsi pasar bebas,
dan entitas komersial dapat "bebas" memenuhi kebutuhan konsumen dengan
menyediakan produk yang beragam dan efisien. Kebebasan pasar dalam sistem ini
cenderung menggiring pelaku untuk melakukan tindakan (perilaku) yang membentuk
struktur pasar yang bercirikan monopoli atau oligopoli. Dalam hal ini, peran negara
adalah mediator dan remediator. Hukum persaingan usaha hadir sebagai perantara
antara ekonomi pasar bebas dan peran negara dalam perekonomian.
Untuk mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat pada tangal 5 Maret
1999 Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat. Persaingan tidak sehat dapat
dipahami sebagai kondisi persaingan diantara pelaku usaha yang bejalan secara tidak
fair. Undang-Undang Nomor 5 memberikan tiga indikator untuk menyatakan terjadinya
persaingan usaha yang tidak sehat, yaitu :
1. Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur .
2. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan hukum.
3. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya
persaingan di antara pelaku usaha.
Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur dapat dilihat dari cara pelaku
usaha dalam bersaing dengan pelaku usaha lain. Misalnya pada kasus penentuan
rekanan asuradur yang dilakukan oleh PT, Bank Negara Indonesia (persero) tbk . PT,
Bank Negara Indonesia (persero) tbk diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
Pasal 4 dan Pasal 15 ayat (2) Undang - Undang Nomor 5 tahun 1999. Di dalam kasus
ini diindikasi telah terjadi praktek oligopoli dan perjanjian tertutup yang dilakukan oleh
PT, Bank Negara Indonesia (persero) tbk . PT, Bank Negara Indonesia (persero) tbk
dalam melakukan penentuan rekanan asuradur.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Dari Perjanjian Oligopoli?
2. Apa Saja Unsur-Unsur Perjanjian Oligopoli menurut Undang – Undang Nomor
5 Tahun 1999?
3. Apakah Perjanjian Yang Dilakukan Oleh PT. Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk melanggar Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat?
3
C. Manfaat Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Perjanjian Oligopoli.
2. Untuk Mengetahui Unsur-Unsur Perjanjian Oligopoli menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
3. Untuk Mengetahui Apakah Perjanjian Yang Dilakukan Oleh PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk melanggar Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
4
BAB II
PEMBAHASAN
B. Perjanjian Oligopoli
Dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa oligopoly dapat di uraikan sebagai
berikut :
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana
dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
Namun, sebelum membahas lebih jauh mengenai perjanjian oligopoli ada baiknya
memahami arti kata tersebut.
a. Pengertian Perjanjian
Secara yuridis, pengertian perjanjian terdapat pada Pasal 1 angka 7 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan : “perjanjian adalah suatu
perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap
satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis ataupun tidak
tertulis.”
Sepintas bahwa definisi perjanjian pada Pasal 1 diatas tidak berbeda dengan
perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Pasal 1313
“suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
kepada orang lain atau lebih”. Namun sebenarnya terdapat beberapa perbedaan
yang mendasar dalam pengertian perjanjian dalam hukum persaingan usaha.
Perjanjian dalam teori persaingan usaha adalah upaya dua pelaku usaha atau
lebih dalam konteks strategi pasar. Dengan demikian, esensi perjanjian adalah
saling bersepakatnya antar pesaing tentang tingkah laku pasar mereka, baik
seluruhnya ataupun menyepakati tingkah laku bagian tertentu dari keseluruhan
tingkah laku pasar. Akibatnya pesaing tidak lagi tampil secara terpisah dan tidak
lagi mandiri di pasar.
b. Struktur Pasar Oligopoli
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oligopoli tidak didefinisikan
secara eksplisit, tetapi justru pengertian oligopoli ditemukan dalam penjelasan
6
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.
2. Unsur Perjanjian
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 Undang – Undang Nomor 5
tahun 1999, yaitu :
“perjanjian adalah suatu perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun baik tertulis ataupun tidak tertulis.”
3. Unsur Pihak Lain
Menurut penjelasan Pasal 17 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
yang dimaksud pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai
kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar bersangkutan.
Berdasarkan hal-hal sebagaimana disebutkan diatas, maka unsur pelaku usaha lain
dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak terpenuhi. Karena salah satu
unsur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak terpenuhi,
maka Majelis Komisi berpendapat tidak perlu mempertimbangkan unsur-unsur
berikutnya dari Pasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
asuransi juga mengakibatkan perusahaan asuransi yang lain tidak bisa masuk dan
bersaing untuk melayani nasabah BNI yang akan mengasuransikan agunannya .
Perjanjian yang dibuat antara PT Bank Negara Indonesia (persero) tbk dengan
rekanan asuradur berpotensi melanggar prinsup-prinsip Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 melalui oligopoli antara PT. Asuransi Tri Pakarta; PT. Asuransi
Wahana Tata; PT. Maskapai Asuransi Indonesia; dan PT (persero) Jasa Asuransi
Indonesia menghambat persaingan usaha yang tidak sehat dan perjanjian tersebut
menyebabkan pasar tidak terbuka seluas-luasnya bagi perusahaan asuradur lainnya
yang tidak ikut dalam perjanjian. Tetapi berdasarkan fakta-fakta yang telah ada maka
dapat dikatakan bahwa sebenarnya tidak terjadi metode perjanjian oligopoli tersebut,
hal ini dikarenakan pada kasus penentuan rekanan asuradur oleh PT. Bank Negara
Indonesia (persero) tbk sebenarnya tidak terjadi pelanggaran.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada perjanjian usaha untuk penutupan klaim asuransi
nasabah PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk antara PT. Bank Negara Indonesia
(persero) tbk bersama Wahana Tata, Tri Pakarta, Jasindo dan MAI bukan merupakan
kegiatan yang menolak atau menghalangi perusahaan asuransi lainnya untuk
melakukan kegiatan penutupan asuransi , nasabah PT. Bank Negara Indonesia (persero)
tbk bebas untuk memilih atau menentukan perusahaan asuransi untuk menutup barang
jaminannya, selain itu dalam penetapan nilai pertanggungan, PT. Bank Negara
Indonesia (persero) tbk telah merubah perilaku usahanya dalam bentuk meniadakan
penetapan komposisi dan presentase terhadap perusahaan asuransi, PT. Bank Negara
Indonesia (persero) tbk telah memberikan persetujuan prinsip kepada 5 (lima)
perusahaan asuransi selain Wahana Tata, Tri Pakarta, Jasindo, dan MAI, kemudian PT.
Bank Negara Indonesia (persero) tbk juga memberikan kesempatan terhadap 40 (empat
puluh) perusahaan asuradur lain untuk bermitra sesuai dengan permintaan nasabah.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka dapat dikatakan kasus penentuan rekanan
asuradur oleh PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk tidak melanggar Pasal 4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pernyataan bahwa PT. Bank Negara Indonesia
(persero) tbk dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 4, Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 19 huruf a dan huruf d
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat telah di putuskan oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha Republik Indonesia dalam Perkara Nomor : 10/KPPU-L/2001.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk tidak terbukti melakukan perjanjian
oligopoli dengan Perusahaan asuransi antara lain PT. Asuransi Tri Pakarta; PT.
Asuransi Wahana Tata; PT. Maskapai Asuransi Indonesia; dan PT (persero)
Jasa Asuransi Indonesia Berdasarkan faktafakta yang ada perjanjian usaha
untuk penutupan klaim asuransi nasabah PT. Bank Negara Indonesia (persero)
tbk bukan merupakan kegiatan yang menolak atau menghalangi perusahaan
asuransi lainnya untuk melakukan kegiatan penutupan asuransi , nasabah PT.
Bank Negara Indonesia (persero) tbk bebas untuk memilih atau menentukan
perusahaan asuransi untuk menutup barang jaminannya. Selain itu dalam
penetapan nilai pertanggungan, PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk telah
merubah perilaku usahanya dalam bentuk meniadakan penetapan komposisi dan
presentase terhadap perusahaan asuransi
2. PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk tidak terbukti melakukan perjanjian
tertutup (perjanjian tying) dengan Perusahaan asuransi antara lain PT. Asuransi
Tri Pakarta; PT. Asuransi Wahana Tata; PT. Maskapai Asuransi Indonesia; dan
PT (persero) Jasa Asuransi Indonesia. Perjanjian ini merupakan perjanjian yang
dilarang menurut Pasal 15 ayat (2) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Berdasarkan fakta yang ada bahwa perjanjian yang dilakukan oleh BNI dengan
pelaku usaha tersebut tidak ada yang menetapkan persyaratan bahwa pembeli
akan membeli produk lain dari penjual. Dalam perjanjian sama sekali tidak
menyinggung tentang barang atau jasa lain/produk lain, dalam kasus rekanan
asuradur BNI yang di singgung hanyalah tentang jasa asuransi saja.
B. Saran
Mengingat intensitas pelanggaran dan kerugian yang ditimbulkan sangat besar dari
dampak perjanjian oligopoli, maka pemerintah dapat membuat kebijakan yaitu
memberikan aturan kemudahan bagi perusahaan baru untuk masuk ke dalam pasar dan
ikut menciptakan persaingan, dan lebih tegas dalam memberlakukan Undang – Undang
Nomor 5 Tahun 1999 agar dapat menghindari dampak negatif atau dampak buruk yang
mungkin ditimbulkan oleh pasar oligopoli.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Anti Monopoli, Raja Grafindo, Jakarta 1999.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
Pedoman KPPU tentang Pasal 15 (Perjanjian tertutup) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat
Hikmahanto Juwana ,“Sekilas Tentang Hukum Persaingan dan UU No.5 Tahun 1999,”Jurnal
Magister Hukum. Vol.1
https://www.kppu.go.id/docs/Putusan/putusan_bni.pdf
https://fahum.umsu.ac.id/wajib-ketahui-hukum-persaingan-
usaha/#:~:text=Kegiatan%2Dkegiatan%20tertentu%20yang%20dilarang,%2C%20dan%20pe
rsekongkolan%20(conspiracy)