Anda di halaman 1dari 17

i

MAKALAH

HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dosen : Dr. H. Hirsanuddin, SH.,MH

Disusun oleh:
Rosalinda / D1A020464

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2023
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan anugerah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN” ini dengan tepat waktu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Hirsanuddin, SH.,MH selaku dosen
pengampu pada mata kuliah Hukum Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen karena
telah membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dr. H.
Hirsanuddin, SH.,MH. Makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca
mengenai kasus persaingan usaha. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca agar kedepannya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Mataram, 21 Maret 2023

Penulis
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2

C. Manfaat penulisan .......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Hukum Persaingan Usaha .............................................................................................. 4

B. Perjajian Oligopli ........................................................................................................... 5

C. Unsur-Unsur Perjanjian Oligopoli menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.... 9

D. Dampak Negatif Perjanjian Oligopoli ......................................................................... 10

E. Analisis Kasus penentuan rekanan asuradur yang dilakukan oleh PT Bank Negara

Indonesia (persero) tbk ................................................................................................ 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 13

B. Saran ............................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya orang menjalankan usaha adalah untuk memperoleh keuntungan
dan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan primer,
sekunder, maupun kebutuhan tersier. Atas dasar itulah mendorong banyak orang untuk
melakukan kegiatan usaha baik kegiatan usaha yang sejenis maupun kegiatan usaha
yang berbeda. Kegiatan usaha yang demikian yang sesungguhnya menimbulkan atau
melahirkan persaingan usaha antar pelaku usaha. Oleh karena itu, persaingan dalam
dunia usaha merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan dapat dikatakan persaingan
dalam dunia usaha itu merupakan persyaratan mutlak bagi terselenggaranya ekonomi
pasar.Walaupun diakui bahwa adakalanya persaingan usaha tersebut terselenggara
secara sehat dan dapat pula terselenggara secara tidak sehat.
Persaingan dalam kegiatan usaha adalah suatu hal yang merupakan nafas dari
kegiatan usaha itu sendiri.Tidak ada kegiatan usaha yang dilakukan oleh sesama
manusia yang tidak memunculkan suatu persaingan karena tentunya pelaku usaha
memerlukan konsumen agar usahanya dapat mendatangkan keuntungan, sehingga pada
akhirnya para pelaku usaha mencoba berbagai cara untuk menarik hati konsumen
tersebut.
Mengingat kondisi ekonomi yang semakin maju saat ini, akan menyebabkan
persaingan antar perusahaan yang semakin ketat, yang secara tidak langsung akan
meningkatkan persaingan antar entitas perusahaan. Hal ini dapat menimbulkan
persaingan usaha yang tidak sehat, dimana para pelaku perdagangan berlomba-lomba
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, terlepas dari apakah usaha
yang digelutinya merugikan pihak lain. Banyak pelaku usaha yang menggunakan
praktek persaingan usaha tidak sehat untuk mengalahkan pelaku usaha lain untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Persaingan bebas telah menciptakan situasi persaingan dalam dunia bisnis,
meskipun memiliki sisi positif, namun juga memiliki sisi negatif. Pengusaha dengan
modal, pengalaman dan keterampilan yang kuat akan berkembang pesat dan menguasai
pasar. Hal ini akan mencegah masuknya pengusaha kecil/lemah. Tanpa campur tangan
pemerintah melalui jalur hukum, hal ini akan terus berlangsung dan akibatnya tidak
akan ada pemerataan pendapatan.
2

Dari perspektif makro, banyak negara saat ini cenderung mengadopsi pasar bebas,
dan entitas komersial dapat "bebas" memenuhi kebutuhan konsumen dengan
menyediakan produk yang beragam dan efisien. Kebebasan pasar dalam sistem ini
cenderung menggiring pelaku untuk melakukan tindakan (perilaku) yang membentuk
struktur pasar yang bercirikan monopoli atau oligopoli. Dalam hal ini, peran negara
adalah mediator dan remediator. Hukum persaingan usaha hadir sebagai perantara
antara ekonomi pasar bebas dan peran negara dalam perekonomian.
Untuk mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat pada tangal 5 Maret
1999 Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat. Persaingan tidak sehat dapat
dipahami sebagai kondisi persaingan diantara pelaku usaha yang bejalan secara tidak
fair. Undang-Undang Nomor 5 memberikan tiga indikator untuk menyatakan terjadinya
persaingan usaha yang tidak sehat, yaitu :
1. Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur .
2. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan hukum.
3. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya
persaingan di antara pelaku usaha.
Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur dapat dilihat dari cara pelaku
usaha dalam bersaing dengan pelaku usaha lain. Misalnya pada kasus penentuan
rekanan asuradur yang dilakukan oleh PT, Bank Negara Indonesia (persero) tbk . PT,
Bank Negara Indonesia (persero) tbk diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
Pasal 4 dan Pasal 15 ayat (2) Undang - Undang Nomor 5 tahun 1999. Di dalam kasus
ini diindikasi telah terjadi praktek oligopoli dan perjanjian tertutup yang dilakukan oleh
PT, Bank Negara Indonesia (persero) tbk . PT, Bank Negara Indonesia (persero) tbk
dalam melakukan penentuan rekanan asuradur.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Dari Perjanjian Oligopoli?
2. Apa Saja Unsur-Unsur Perjanjian Oligopoli menurut Undang – Undang Nomor
5 Tahun 1999?
3. Apakah Perjanjian Yang Dilakukan Oleh PT. Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk melanggar Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat?
3

C. Manfaat Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Perjanjian Oligopoli.
2. Untuk Mengetahui Unsur-Unsur Perjanjian Oligopoli menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
3. Untuk Mengetahui Apakah Perjanjian Yang Dilakukan Oleh PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk melanggar Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Persaingan usaha


Hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur tentang interaksi atau
hubungan perusahaan atau pelaku usaha di pasar, sementara tingkah laku perusahaan
ketika berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi. Pasal 33 ayat (4) yang
menyatakan : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional. Dari Pasal tersebut tersirat bahwa tujuan pembangunan
ekonomi yang hendak dicapai haruslah berdasarkan kepada demokrasi yang bersifat
kerakyatan yaitu adanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hukum persaingan usaha diciptakan dalam rangka mendukung terbentuknya
sistem ekonomi pasar agar persaingan antar pelaku usaha dapat tetap hidup dan
berlangsung secara sehat, sehingga masyarakat. Hukum persaingan usaha sifatnya
mencegah terjadinya praktek monopoli dan/atau mencegah terjadinya persaingan
usaha yang tidak sehat. Dengan ditegakkannya hukum persaingan usaha diharapkan
efisiensi ekonomi tercapai, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat
secara umum.
Di dalam suatu usaha persaingan yang ketat antar pelaku usaha adalah bentuk
keberhasilan dalam berjalannya suatu kegiatan usaha, dimana dalam persaingan
tersebut akan menimbulkan akibat positif dan negatif yaitu persaingan yang sehat dan
persaingan yang tidak sehat. Untuk mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak
sehat pada tangal 5 Maret 1999 Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Salah satu masalah yang dibahas dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999
adalah tentang perjanjian oligopoli. Adanya larangan perjanjian oligopoli karena
menciptakan persaingan usaha tidak sehat dan tidak sesuai dengan tujuan diadakan
persaingan usaha yang sehat, yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama bagi
semua pelaku usaha.
5

B. Perjanjian Oligopoli
Dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa oligopoly dapat di uraikan sebagai
berikut :
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana
dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
Namun, sebelum membahas lebih jauh mengenai perjanjian oligopoli ada baiknya
memahami arti kata tersebut.
a. Pengertian Perjanjian
Secara yuridis, pengertian perjanjian terdapat pada Pasal 1 angka 7 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan : “perjanjian adalah suatu
perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap
satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis ataupun tidak
tertulis.”
Sepintas bahwa definisi perjanjian pada Pasal 1 diatas tidak berbeda dengan
perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Pasal 1313
“suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
kepada orang lain atau lebih”. Namun sebenarnya terdapat beberapa perbedaan
yang mendasar dalam pengertian perjanjian dalam hukum persaingan usaha.
Perjanjian dalam teori persaingan usaha adalah upaya dua pelaku usaha atau
lebih dalam konteks strategi pasar. Dengan demikian, esensi perjanjian adalah
saling bersepakatnya antar pesaing tentang tingkah laku pasar mereka, baik
seluruhnya ataupun menyepakati tingkah laku bagian tertentu dari keseluruhan
tingkah laku pasar. Akibatnya pesaing tidak lagi tampil secara terpisah dan tidak
lagi mandiri di pasar.
b. Struktur Pasar Oligopoli
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oligopoli tidak didefinisikan
secara eksplisit, tetapi justru pengertian oligopoli ditemukan dalam penjelasan
6

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang ditetapkan melalui sebuah


perjanjian. Oligopoli adalah salah satu struktur pasar, dimana sebagian besar
komoditi (barang dan jasa) dalam pasar tersebut dikuasai oleh beberapa
perusahaan. Apabila perusahaan tersebut dapat menyatukan perilakunya, maka
terjadilah struktur pasar yang bersifat oligopoli kolusif (adanya perilaku yang
bersatu).
Dalam Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua, oleh Christopher Pass dan
Bryan Lowes, oligopoli adalah suatu tipe struktur pasar yang mempunyai
sifatsifat sebagai berikut:
1. Sedikit perusahaan dan banyak pembeli, yaitu sebagian besar penawaran
pasar berada di tangan beberapa perusahaan yang relatif besar dan
melakukan penjualan pada banyak pembeli-pembeli kecil.
2. Produk homogen yaitu produk yang ditawarkan oleh para pemasok
biasanya dibedakan antara yang satu dengan yang lain dalam satu atau
beberapa hal. Perbedaan-perbedaan ini mungkin sesuatu yang bersifat
fisik.
3. Pasar yang sulit dimasuki, yaitu besarnya rintangan-rintangan yang masuk
(barrier to entry) yang mengakibatkan perusahaan-perusahaan baru sulit
untuk memasuki pasar tersebut.
c. Metode Oligopoli
Bentuk perjanjian Oligopoli merupakan salah satu bentuk perjanjian yang
dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam Pasal 4
UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa :
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau
pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa, sebagaimana yang dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga)
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha masing-masing menguasai
lebih dari 75 % (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
7

Berdasarkan rumusan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,


perjanjian yang menimbulkan oligopoli dilarang jika unsur-unsur berikut ini
telah terpenuhi, yaitu :
1. Adanya suatu perjanjian.
2. Perjanjian tersebut dibuat antar pelaku usaha.
3. Tujuan dibuatnya perjanjian tersebut adalah untuk secara bersama-sama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa.
4. Perjanjian tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan curang.
5. Praktek monopoli atau persaingan curang diduga telah terjadi jika dua atau
tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75%
(tujuh puluh lima persen) pangsa pasar dari satu jenis barang atau jasa
Berdasarkan sifatnya, maka Oligopoli ini dilarang, karena : merugikan
konsumen, meniadakan persaingan dan menimbulkan praktek usaha yang
tidak sehat,
Oligopoli adalah salah satu struktur pasar, dimana sebagian besar komoditi
(barang dan jasa) dalam pasar tersebut dikuasai oleh beberapa perusahaan.
Apabila perusahaan tersebut dapat menyatukan perilakunya, maka terjadilah
struktur pasar yang bersifat oligopoli kolusif (adanya perilaku yang bersatu).
Struktur pasar atau industri oligopoli adalah pasar (industri) yang terdiri dari
hanya sedikit perusahaan (produsen). Setiap perusahaan memiliki kekuatan
yang cukup besar untuk mempengaruhi harga pasar. Produk dapat homogen atau
terdiferensiasi. Perilaku setiap perusahaan akan mempengaruhi perilaku
perusahaan lainnya dalam industri. Definisi diatas, kondisi pasar oligopoli
mendekati kondisi pasar monopoli.
Definisi struktur pasar oligopoli dapat dilihat karakteristik dari pasar
oligopoli antara lain :
a. Hanya sedikit perusahaan dalam industri (few number of firms).
Secara teoritis sangat sulit sekali untuk menetapkan berapa jumlah
perusahaan di dalam pasar agar dapat dikatakan oligopoli. Namun untuk
dasar analisis, biasanya jumlah perusahaan diasumsikan kurang dari
sepuluh. Dalam kasus tertentu hanya terdapat dua perusahaan (duopoli).
b. Produknya homogen atau terdiferensiasi (homogen or differentiated
product).
8

Dilihat dari sifat output yang dihasilkan, pasar oligopoli merupakan


peralihan antara persaingan sempurna dengan monopoli. Perbedaan sifat
output yang dihasilkan akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam
upaya mencapai kondisi optimal (laba maksimum). Jika dalam pasar
persaingan sempurna perusahaan mengatur jumlah output (output
strategy) untuk mengatur tingkat laba, dalam pasar monopoli hanya satu
perusahaan yang mampu mengendalikan harga dan output, maka dalam
pasar oligopoli bentuk persaingan antar perusahaan adalah persaingan
harga (pricing strategy) dan non harga (non pricing strategy). Contoh
pasar oligopoli yang menghasilkan produk diferensiasi adalah industri
mobil, rokok, film, kamera. Sedangkan yang menghasilkan produk
homogen adalah industri baja, pipa paralon, seng, dan kertas.
c. Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi
(interdependence decisions).
Keputusan perusahaan dalam menentukan harga dan jumlah output
akan mempengaruhi perusahaan lainnya, baik yang sudah ada (existing
firms) maupun yang masih di luar industri (potential firms). Karenanya
guna menahan perusahaan potensial untuk masuk industri, perusahaan
yang sudah ada menempuh strategi menetapkan harga jual terbatas
(limiting prices), yang membuat perusahaan menikmati laba super normal
di bawah tingkat maksimum.
d. Kompetisi nonharga (non pricing competition).
Dalam upayanya mencapai kondisi optimal, perusahaan tidak hanya
bersaing dalam harga, namun juga non harga (non pricing competition).
Bentukbentuk kompetisi non harga antara lain adalah pelayanan purna
jual serta iklan untuk memberikan informasi, membentuk citra yang baik
terhadap perusahaan dan mempengaruhi perilaku konsumen. Keputusan
investasi yang akurat diperlukan agar perusahaan dapat berjalan dengan
tingkat efisiensi yang sangat tinggi. Tidak tertutup kemungkinan
perusahaan melakukan kegiatan intelijen industri untuk memperoleh
informasi (mengetahui) keadaan, kekuatan dan kelemahan pesaing nyata
maupun potensial. Informasi-informasi ini sangat penting agar perusahaan
dapat memprediksi reaksi pesaing terhadap setiap keputusan yang
diambil.
9

Didalam oligopoli terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tebentuknya


pasar oligopoli antara lain :
a. Efisiensi Skala Besar Dalam dunia nyata, perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam industri mobil, semen, kertas, pupuk dan peralatan mesin,
umumnya berstruktur oligopoli. Teknologi padat modal (capital intensive)
yang dibutuhkan dalam proses produksi menyebabkan efisiensi (biaya
rata-rata minimum) baru tercapai bila output diproduksi dalam skala
sangat besar.
b. Kompleksitas Manajemen Berbeda dengan tiga struktur industri lainnya
(persaingan sempurna, monopoli dan persaingan monopolistik), struktur
industri oligopoli ditandai dengan kompetisi harga dan non harga.
Perusahaan juga harus cermat memperhitungkan setiap keputusan agar
tidak menimbulkan reaksi yang merugikan dari perusahaan pesaing.
Karena itu dalam industri oligopoli, kemampuan keuangan yang besar saja
tidak cukup sebagai modal untuk bertahan dalam industri. Perusahaan
juga harus memiliki kemampuan manajemen yang sangat baik agar
mampu bertahan dalam struktur industri yang persaingannya begitu
kompleks. Tidak banyak perusahaan yang memilik kemampuan tersebut,
sehingga dalam pasar oligopoli akhirnya hanya terdapat sedikit produsen.

C. Unsur – Unsur Perjanjian Oligopoli menurut Undang – Undang Nomor 5 Tahun


1999
Di dalam Pasal 4 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara
bersama-sama melakukan penguasaan dan/atau pemasaran barang .atau jasa sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat Pelaku usaha patut diduga
atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha masing-masing menguasai lebih dari 75 % (tujuh puluh lima
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu”.
Pasal 4 diatas dapat diuraikan ke dalam beberapa unsur sebagai berikut :
1. Unsur Pelaku Usaha
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang – Undang Nomor 5
tahun 1999, yaitu :
10

“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.
2. Unsur Perjanjian
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 Undang – Undang Nomor 5
tahun 1999, yaitu :
“perjanjian adalah suatu perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun baik tertulis ataupun tidak tertulis.”
3. Unsur Pihak Lain
Menurut penjelasan Pasal 17 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
yang dimaksud pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai
kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar bersangkutan.
Berdasarkan hal-hal sebagaimana disebutkan diatas, maka unsur pelaku usaha lain
dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak terpenuhi. Karena salah satu
unsur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak terpenuhi,
maka Majelis Komisi berpendapat tidak perlu mempertimbangkan unsur-unsur
berikutnya dari Pasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

D. Dampak Negatif Perjanjian Oligopoli


Didalam Oligopoli mempunyai kelemahan dan dampak negatif antara lain:
 Kelemahan pasar oligopoly
1) Dibutuhkan investasi dan modal yang besar untuk memasuki pasar,
karena adanya skala ekonomis yang telah diciptakan perusahaan
sehingga sulit bagi pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar.
2) Apabila terdapat perusahaan yang memiliki hak paten atas sebuah
produk, maka tidak memungkinkan bagi perusahaan lain untuk
memproduksi barang sejenis.
3) Perusahaan yang telah memiliki pelanggan setia akan menyulitkan
perusahaan lain untuk menyainginya.
4) Adanya hambatan jangka panjang seperti pemberian hak waralaba oleh
pemerintah sehingga perusahaan lain tidak bisa memasuki pasar.
11

5) Adanya kemungkinan terjadinya kolusi antara perusahaan di pasar yang


dapat membentuk monopoli atau kartel yang merugikan masyarakat.

 Efek negatif oligopoli antara lain


1) Kemungkinan adanya keuntungan yang terlalu besar (excess profit)
yang dinikmati oleh para produsen oligopoli dalam jangka panjang.
2) Kemungkinan adanya ketidak efisienan produksi karena setiap produsen
tidak beroperasi pada AC minimum.
3) Kemungkinan adanya "eksploitasi" terhadap konsumen maupun buruh
(karena P> MC); seperti kasus monopoli.
4) Ketegaran harga (terutama ke bawah) sering dikatakan menunjang
adanya inflasi yang kronis; dan ini merugikan masyarakat secara makro.

E. Analisis Kasus penentuan rekanan asuradur yang dilakukan oleh PT Bank


Negara Indonesia (persero) tbk
PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk (selanjutnya disebut “BNI” atau “Bank”)
pada awalnya didirikan di Indonesia sebagai Bank sentral dengan nama “Bank Negara
Indonesia” berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun
1946 tanggal 5 Juli 1946. PT, Bank Negara Indonesia (persero) tbk diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap Pasal 4 dan Pasal 15 ayat (2) Undang – Undang
Nomor 5 tahun 1999.
Di dalam kasus ini diindikasi telah terjadi praktek oligopoli dan perjanjian tertutup
yang dilakukan oleh PT, Bank Negara Indonesia (persero) tbk . PT, Bank Negara
Indonesia (persero) tbk dalam melakukan penentuan rekanan asuradur. Kasus ini
berawal dari laporan pada 22 Agustus 2001 kepada KPPU yang pada intinya
menyatakan bahwa PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. membatasi penutupan
asuransi jaminan kredit debitur BNI dengan hanya menunjuk 4 (empat) perusahaan
asuransi sebagai rekanan asuransinya. Perusahaan asuransi tersebut adalah: PT.
Asuransi Tri Pakarta; PT. Asuransi Wahana Tata; PT. Maskapai Asuransi Indonesia;
dan PT (persero) Jasa Asuransi Indonesia. Penunjukan tersebut menghilangkan
kebebasan debitur yang mengajukan kredit pinjaman kepada BNI untuk memilih
perusahaan asuransi yang akan digunakannya. Selain itu, penunjukan untuk rekanan
12

asuransi juga mengakibatkan perusahaan asuransi yang lain tidak bisa masuk dan
bersaing untuk melayani nasabah BNI yang akan mengasuransikan agunannya .
Perjanjian yang dibuat antara PT Bank Negara Indonesia (persero) tbk dengan
rekanan asuradur berpotensi melanggar prinsup-prinsip Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 melalui oligopoli antara PT. Asuransi Tri Pakarta; PT. Asuransi
Wahana Tata; PT. Maskapai Asuransi Indonesia; dan PT (persero) Jasa Asuransi
Indonesia menghambat persaingan usaha yang tidak sehat dan perjanjian tersebut
menyebabkan pasar tidak terbuka seluas-luasnya bagi perusahaan asuradur lainnya
yang tidak ikut dalam perjanjian. Tetapi berdasarkan fakta-fakta yang telah ada maka
dapat dikatakan bahwa sebenarnya tidak terjadi metode perjanjian oligopoli tersebut,
hal ini dikarenakan pada kasus penentuan rekanan asuradur oleh PT. Bank Negara
Indonesia (persero) tbk sebenarnya tidak terjadi pelanggaran.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada perjanjian usaha untuk penutupan klaim asuransi
nasabah PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk antara PT. Bank Negara Indonesia
(persero) tbk bersama Wahana Tata, Tri Pakarta, Jasindo dan MAI bukan merupakan
kegiatan yang menolak atau menghalangi perusahaan asuransi lainnya untuk
melakukan kegiatan penutupan asuransi , nasabah PT. Bank Negara Indonesia (persero)
tbk bebas untuk memilih atau menentukan perusahaan asuransi untuk menutup barang
jaminannya, selain itu dalam penetapan nilai pertanggungan, PT. Bank Negara
Indonesia (persero) tbk telah merubah perilaku usahanya dalam bentuk meniadakan
penetapan komposisi dan presentase terhadap perusahaan asuransi, PT. Bank Negara
Indonesia (persero) tbk telah memberikan persetujuan prinsip kepada 5 (lima)
perusahaan asuransi selain Wahana Tata, Tri Pakarta, Jasindo, dan MAI, kemudian PT.
Bank Negara Indonesia (persero) tbk juga memberikan kesempatan terhadap 40 (empat
puluh) perusahaan asuradur lain untuk bermitra sesuai dengan permintaan nasabah.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka dapat dikatakan kasus penentuan rekanan
asuradur oleh PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk tidak melanggar Pasal 4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pernyataan bahwa PT. Bank Negara Indonesia
(persero) tbk dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 4, Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 19 huruf a dan huruf d
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat telah di putuskan oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha Republik Indonesia dalam Perkara Nomor : 10/KPPU-L/2001.
13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk tidak terbukti melakukan perjanjian
oligopoli dengan Perusahaan asuransi antara lain PT. Asuransi Tri Pakarta; PT.
Asuransi Wahana Tata; PT. Maskapai Asuransi Indonesia; dan PT (persero)
Jasa Asuransi Indonesia Berdasarkan faktafakta yang ada perjanjian usaha
untuk penutupan klaim asuransi nasabah PT. Bank Negara Indonesia (persero)
tbk bukan merupakan kegiatan yang menolak atau menghalangi perusahaan
asuransi lainnya untuk melakukan kegiatan penutupan asuransi , nasabah PT.
Bank Negara Indonesia (persero) tbk bebas untuk memilih atau menentukan
perusahaan asuransi untuk menutup barang jaminannya. Selain itu dalam
penetapan nilai pertanggungan, PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk telah
merubah perilaku usahanya dalam bentuk meniadakan penetapan komposisi dan
presentase terhadap perusahaan asuransi
2. PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk tidak terbukti melakukan perjanjian
tertutup (perjanjian tying) dengan Perusahaan asuransi antara lain PT. Asuransi
Tri Pakarta; PT. Asuransi Wahana Tata; PT. Maskapai Asuransi Indonesia; dan
PT (persero) Jasa Asuransi Indonesia. Perjanjian ini merupakan perjanjian yang
dilarang menurut Pasal 15 ayat (2) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Berdasarkan fakta yang ada bahwa perjanjian yang dilakukan oleh BNI dengan
pelaku usaha tersebut tidak ada yang menetapkan persyaratan bahwa pembeli
akan membeli produk lain dari penjual. Dalam perjanjian sama sekali tidak
menyinggung tentang barang atau jasa lain/produk lain, dalam kasus rekanan
asuradur BNI yang di singgung hanyalah tentang jasa asuransi saja.
B. Saran
Mengingat intensitas pelanggaran dan kerugian yang ditimbulkan sangat besar dari
dampak perjanjian oligopoli, maka pemerintah dapat membuat kebijakan yaitu
memberikan aturan kemudahan bagi perusahaan baru untuk masuk ke dalam pasar dan
ikut menciptakan persaingan, dan lebih tegas dalam memberlakukan Undang – Undang
Nomor 5 Tahun 1999 agar dapat menghindari dampak negatif atau dampak buruk yang
mungkin ditimbulkan oleh pasar oligopoli.
14

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Anti Monopoli, Raja Grafindo, Jakarta 1999.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha , Antara Teks dan Konteks

L. Budi Kagramanto, Hukum Persaingan Usaha, Laros, Surabaya, 2008.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat

Pedoman KPPU tentang Pasal 15 (Perjanjian tertutup) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat

Hikmahanto Juwana ,“Sekilas Tentang Hukum Persaingan dan UU No.5 Tahun 1999,”Jurnal
Magister Hukum. Vol.1

https://www.kppu.go.id/docs/Putusan/putusan_bni.pdf

https://fahum.umsu.ac.id/wajib-ketahui-hukum-persaingan-
usaha/#:~:text=Kegiatan%2Dkegiatan%20tertentu%20yang%20dilarang,%2C%20dan%20pe
rsekongkolan%20(conspiracy)

Anda mungkin juga menyukai