Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KELOMPOK 1

“HUKUM PERSAINGAN USAHA”

Dosen Pengampuh : Kiki Yulinda, S.H, M.H

Disusun Oleh :

1. Muhammad Syis : (2010003600090)


2. Vikri Haikal : (2010003600396)
3. Muklis Aldi : (2010003600243)
4. Rizki Febrifirnanda putra

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS EKASAKTI PADANG TAHUN.2022

i
DAFTAR ISI

i
Kata Pengantar……………………………………………………………............
ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………..........
iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……........................………….……………………1

BAB II
3
PEMBAHASAN
3
A. Pengertian Pesaingan Usaha……..................………………………..
5
B. Persaingan Usaha di Indonesia...........................................................
8
C. Pentingnya Hukum Persaingan Usaha....................................................
13
D. Perjanjian, Kegiatan, dan Posisi Dominan yang Dilarang

dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia......................................


16
17
E. Lembaga KPPU.....................................................................................

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………….......................

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..…….........................

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah yang

berjudul “HUKUM PERSAINGAN USAHA”.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas Hukum Dagang kelas 4H1 dari Ibu Kiki

Yulinda, S.H, M.H pada bidang studi Ilmu Hukum. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan

menambah wawasan kepada pembaca tentang hukum persaingan usaha

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Kiki Yulinda, S.H, M.H selaku dosen

pengampu mata kuliah Hukum Dagang. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah

wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih

yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan.

Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang pembaca

temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca

apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Padang,16 juni 2022

Penulis

i
BAB

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup


manusia. Dunia yang kita kenal sekarang ini adalah hasil dari persaingan
manusia dalam berbagai aspek. Persaingan yang dilakukan secara terus-
menerus untuk saling mengungguli membawa manusia berhasil menciptakan
hal-hal baru dalam kehidupan yang berangsur-angsur menuju arah yang
semakin maju dari sebelumnya. Untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan
bagi semua pihak, persaingan yang harus dilakukan adalah persaingan yang
sehat. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun tidak luput dari sebuah persaingan,
mengingat kegiatan ini dilakukan banyak pihak untuk menunjang
kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur persaingan
usaha dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua pihak
supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Seiring dengan Era Reformasi, telah terjadi perubahan yang mendasar


dalam bidang hukum ekonomi dan bisnis, yang ditandai antara lain dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang di banyak negara disebut
Undang-Undang Antimonopoli. Undang-undang seperti ini sudah sejak lama
dinantikan oleh pelaku usaha dalam rangka menciptakan iklim usaha yang
sehat dan bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah diatur sejumlah larangan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya, dengan
harapan dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang
sama kepada setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dalam
berusaha. Dengan adanya larangan ini, pelaku usaha atau sekelompok pelaku
usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat, serta tidak merugikan

1
masyarakat banyak dalam berusaha, sehingga pada gilirannya penguasaan
pasar yang terjadi timbul secara kompetitif. Di samping itu dalam rangka
menyosong era perdagangan bebas, kita juga dituntut untuk menyiapkan dan
mengharmonisasikan rambu-rambu hukum yang mengatur hubungan
ekonomi dan bisnis antar bangsa. Dengan demikian dunia internasional juga
mempunyai andil dalam mewujudkan lahirnya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Persaingan Usaha


Hukum persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur segala
sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha. Menurut Arie Siswanto,
hukum persaingan usaha (competition law) adalah instrumen hukum yang
menentukan tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan. Menurut
Hermansyah hukum persaingan usaha adalah seperangkat aturan hukum yang
mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha,
yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang dilarang
dilakukan oleh pelaku usaha. Sedangkan kebijakan persaingan (competition
policy) merupakan kebijakan yang berkaitan dengan masalah-masalah di
bidang persaingan usaha yang harus dipedomani oleh pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya dan melindungi kepentingan konsumen. Tujuan
kebijakan persaingan adalah untuk menjamin terlaksananya pasar yang
optimal, khususnya biaya produksi terendah, harga dan tingkat keuntungan
yang wajar, kemajuan teknologi, dan pengembangan produk.

B. Persaingan Usaha Di Indonesia


Sejak 1989, telah terjadi diskusi intensif di Indonesia mengenai
perlunya perundang-undangan antimonopoli. Reformasi sistem ekonomi yang
luas dan khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan sejak tahun 1980,
dalam jangka waktu 10 tahun telah menimbulkan situasi yang dianggap
sangat kritis. Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga
atau partai tertentu, dan konglomerat tersebut dikatakan menyingkirkan
pelaku usaha kecil dan menengah melalui praktek usaha yang kasar serta

3
berusaha untuk mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan undang-
undang serta pasar keuangan.
Dengan latar belakang demikian, maka disadari bahwa pembubaran
ekonomi yang dikuasai Negara dan perusahaan monopoli saja tidak cukup
untuk membangun suatu perekonomian yang bersaing. Disadari juga hal-hal
yang merupakan dasar pembentukan setiap perundang-undangan
antimonopoli, yaitu justru pelaku usaha itu sendiri yang cepat atau lambat
melumpuhkan dan menghindarkan dari tekanan persaingan usaha dengan
melakukan perjanjian atau penggabungan perusahaan yang menghambat
persaingan serta penyalahgunaan posisi kekuasaan ekonomi untuk merugikan
pelaku usaha yang lebih kecil.
Disadari adanya keperluan bahwa Negara menjamin keutuhan proses
persaingan usaha terhadap gangguan dari pelaku usaha terhadap gangguan
dari pelaku usaha dengan menyusun undang-undang, yang melarang pelaku
usaha mengganti hambatan perdagangan oleh Negara yang baru saja
ditiadakan dengan hambatan persaingan swasta.
Tahun-tahun awal reformasi di Indonesia memunculkan rasa
keprihatinan rakyat terhadap fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar yang
disebut konglomerat menikmati pangsa pasar terbesar dalam perekonomian
nasional Indonesia. Dengan berbagai cara mereka berusaha mempengaruhi
berbagai kebijakan ekonomi pemerintah sehingga mereka dapat mengatur
pasokan atau supply barang dan jasa serta menetapkan harga-harga secara
sepihak yang tentu saja menguntungkan mereka. Koneksi yang dibangun
dengan birokrasi Negara membuka kesempatan luas untuk menjadikan
mereka sebagai pemburu rente. Apa yang mereka lakukan sebenarnya
hanyalah mencari peluang untuk menjadi penerima rente (rent seeking) dari
pemerintah yang diberikan dalam bentuk lisensi, konsesi, dan hak-hak
istimewa lainnya. Kegiatan pemburuan rente tersebut, oleh pakar ekonomi
William J. Baumol dan Alan S. Blinder dikatakan sebagai salah satu sumber
utama penyebab inefisiensi dalam perekonomian dan berakibat pada ekonomi
biaya tinggi (high cost economy).

4
Indonesia sendiri baru memiliki aturan hukum dalam bidang persaingan
usaha, setelah atas inisiatif DPR disusun RUU Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. RUU tersebut akhirnya disetujui dalam
Sidang Paripurna DPR pada tanggal 18 Februari 1999, dalam hal ini
pemerintah diwakili oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi
Ramelan. Setelah seluruh prosedur legislasi terpenuhi, akhirnya Undang-
undang tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat ditandatangani oleh Presiden B.J. Habibie dan diundangkan pada
tanggal 5 Maret 1999 serta berlaku satu tahun setelah diundangkan.
Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai tindak lanjut
hasil Sidang Istimewa MPR-RI yang digariskan dalam Ketetapan MPR-RI
No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam
Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional, maka Indonesia
memasuki babak baru pengorganisasian ekonomi yang berorientasi pasar.

C. Pentingnya Hukum Persaingan Usaha.

Sebuah persaingan membutuhkan adanya aturan main, karena terkadang


tidak selamanya mekanisme pasar dapat berkerja dengan baik (adanya
informasi yang asimetris dan monopoli). Dalam pasar, biasanya ada usaha-
usaha dari pelaku usaha untuk menghindari atau menghilangkan terjadinya
persaingan di antara mereka. Berkurangnya atau hilangnya persaingan
memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang jauh lebih besar. Di
Indonesia, pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan masyarakat
akan reformasi total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara,
termasuk penghapusan kegiatan monopoli di segala sektor. Adapun falsafah
yang melatarbelakangi kelahiran undang-undang tersebut ada tiga hal, yaitu:

5
1) Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada
terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
2) Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi
dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam
iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien, sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
3) Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam
situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan
adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu,
dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh
Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.

Oleh karena itu, perlu disusun undang-undang tentang larangan praktik


monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk
menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi
setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk meneiptakan persaingan usaha
yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk
lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat
dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian kelahiran Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan
kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha
dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat
menciptakan iklim usaha yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat
bersaing secara wajar dan sehat. Adapun beberapa tujuan diadakannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara lain:

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi


nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

6
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan
usaha yang sehat.
3. Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4. Berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Dampak positif lain dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah


terciptanya pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha
yang semakin besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para
pelaku usaha untuk lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan
produk (barang dan jasa) mereka. Jika hal ini tidak dilakukan, para konsumen
akan beralih kepada produk yang lebih baik dan kompetitif. Ini berarti bahwa,
secara tidak langsung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan
memberikan keuntungan bagi konsumen dalam bentuk produk yang lebih
berkualitas, harga yang bersaing, dan pelayanan yang lebih baik. Namun
perlu diingat bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bukan merupakan
ancaman bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah berdiri sebelum
undang-undang ini diundangkan, selama perusahaan-perusahaan tersebut
tidak melakukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999.

D. Perjanjian, Kegiatan, dan Posisi Dominan yang Dilarang dalam Hukum


Persaingan Usaha di Indonesia
1) Perjanjian yang dilarang
Menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-undang No. 5 Tahun 1999,
perjanjian didefinisikan sebagai: “Suatu perbuatan satu atau lebih pelaku
usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.”
Dengan adanya definisi perjanjian yang dirumuskan oleh Undang-
undang No. 5 Tahun 1999, dapat diketahui bahwa Undang-Undang No. 5

7
tahun 1999 merumuskan bahwa perjanjian dapat dalam bentuk tertulis
maupun tidak tertulis, kedua-duanya diakui atau digunakan sebagai alat
bukti dalam kasus persaingan usaha.
Sebelumnya perjanjian tidak tertulis umumnya dianggap tidak begitu
kuat sebagai alat bukti di pengadilan, karena hukum acara perdata yang
berlaku pada saat ini lebih menekankan dan mengganggap bukti tertulis
dan otentik sebagai alat bukti yang kuat.
Pengakuan dan masuknya perjanjian yang tidak tertulis sebagai bukti
adanya kesepakatan yang dilakukan oleh para pelaku usaha dalam Hukum
Persaingan Usaha adalah sangat tepat dan telah sesuai dengan rezim
Hukum Persaingan Usaha yang berlaku di berbagai negara. Pada
umumnya para pelaku usaha tidak akan begitu ceroboh untuk
memformalkan kesepakatan diantara mereka dalam suatu bentuk tertulis,
yang akan memudahkan terbuktinya kesalahan mereka. Oleh karenanya
perjanjian tertulis diantara para pelaku usaha yang bersekongkol atau yang
bertentangan dengan Hukum Persaingan Usaha akan jarang ditemukan.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur beberapa perjanjian
yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu:

1. Oligopoli,

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain


untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Dimana pelaku usaha tersebut patut diduga atau dianggap secara
bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa, apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.

2. Penetapan harga

8
Perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing,
sehingga terjadi koordinasi (kolusi) untuk mengatur harga. Hal ini
bisa juga disebut kartel harga. Penetapan harga adalah salah satu
bentuk perjanjian pengaturan harga. Di luar itu ada bentuk perjanjian
price discrimination (diskriminasi terhadap pesaing), predatory
pricing (banting harga), dan resale price maintenance (mengatur
harga jual kembali atas suatu produk).

3. Pembagian wilayah,

Perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, untuk


berbagi wilayah pemasaran.

4. Pemboikotan,

Perjanjian di antara beberapa pelaku usaha untuk:

a) Menghalangi masuknya pelaku usaha baru (entry barrier);


b) Membatasi ruang gerak pelaku usaha lain untuk menjual atau
membeli suatu produk.

5. Kartel,

Perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing,


sehingga terjadi koordinasi (kolusi) untuk mengatur kuota produksi,
dan/atau alokasi pasar. Kartel juga bisa dilakukan untuk harga
(menjadi price fixing).

6. Trust,

Perjanjian kerja sama di antara pelaku usaha dengan cara


menggabungkan diri menjadi perseroan lebih besar, tetapi eksistensi
perusahaan masing-masing tetap ada.

7. Oligopsoni,

9
Perjanjian untuk menguasai penerimaan pasokan barang/jasa dalam
suatu pasar oleh 2 s.d. 3 pelaku usaha atau 2 s.d. 3 kelompok pelaku
usaha tertentu.

8. Integrasi vertikal (vertical integration),

Perjanjian di antara perusahaan-perusahaan yang berada dalam satu


rangkaian jenjang produksi barang tertentu, namun semuanya berada
dalam kontrol satu tangan (satu afiliasi), untuk secara bersama-sama
memenangkan persaingan secara tidak sehat.

9. Perjanjian tertutup (exclusive dealing),

Perjanjian di antara pemasok dan penjual produk untuk memastikan


pelaku usaha lainnya tidak diberi akses memperoleh pasokan yang
sama atau barang itu tidak dijual ke pihak tertentu.

10. Perjanjian dengan luar negeri

Semua bentuk perjanjian yang dilarang tidak hanya dilakukan antar


sesama pelaku usaha dalam negeri, tetapi juga dengan pelaku usaha
dari luar negeri.

2) Kegiatan yang dilarang


Kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang berkaitan dengan proses dalam menjalankan kegiatan
usahanya. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilarang menurut Undang-
Undang Antimonopoli adalah sebagai berikut:

1. Monopoli, yaitu kegiatan menguasai atas produksi dan/atau


pemasaran barang atau menguasai penggunaan jasa oleh satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha tertentu.

2. Monopsoni, yaitu kegiatan menguasai atas penerimaan pasokan


barang/jasa dalam suatu pasar oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha tertentu.

10
3. Penguasaan pasar. Ada beberapa kegiatan yang termasuk kategori
kegiatan penguasaan pasar yang dilarang:

a) menolak/menghalangi masuknya pelaku usaha baru (entry


barier);
b) menghalangi konsumen berhubungan dengan pelaku usaha
saingannya;
c) membatasi peredaran/penjualan barang/jasa pelaku usaha lain;
d) melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha lain;
e) menjual rugi (banting harga).

4. Persekongkolan, yaitu kegiatan (konspirasi) dalam rangka


memenangkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat, dalam
bentuk:

1. persekongkolan untuk memenangkan tender;

2. persekongkolan mencuri rahasia perusahaan saingan;

3. persekongkolan merusak kualitas/citra produk saingan.

3) Posisi Dominan

Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-


Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan
adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang
dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau
jasa tertentu.

11
Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku
usaha dianggap memiliki "posisi dominan" apabila:

a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%
(lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau
jasa tertentu; atau
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dapat


diketahui bahwa posisi dominan yang dilarang dalam dunia usaha karena
dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
dapat dibedakan menjadi 4 macam yakni:

a. Kegiatan posisi dominan yang bersifat umum;


b. Jabatan rangkap atau kepengurusan terafiliasi;
c. Kepemilikan saham mayoritas atau terafiliasi;
d. Penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan perusahaan.

E. Lembaga KPPU

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah lembaga baru yang


diperkenalkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Pembentukannya
secara resmi melalui Kepres No. 75 Tahun 1999 dengan melalui serangkaian
tahap pemilihan yang cukup alot melibatkan Pemerintah dan DPR.

KPPU berkedudukan di Jakarta, tetapi boleh membuka perwakilan di


ibukota provinsi. Organisasi KPPU hanya terdiri dari anggota dan sekretariat.
Jumlah anggota seluruhnya (termasuk seorang ketua dan seorang wakil)
paling sedikit sembilan orang. Keanggotaan KPPU periode yang pertama
(2000–2005) ada 11 orang, dan mereka masih mungkin dipilih untuk satu
periode berikutnya.

12
Pasal 35 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 menentukan bahwa tugas
tugas KPPU terdiri dari:

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan


terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan
posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha.
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi.
5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah
yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-
Undang No. 5 tahun 1999
7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada
Presiden dan DPR.
Dalam menjalankan tugas tugasnya tersebut, Pasal 36 Undang-Undang
No. 5 tahun 1999 memberi wewenang kepada KPPU untuk:
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang
dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang
ditemukan komisi sebagai hasil penelitiannya.

13
4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada
atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan Undang-Undang No. 5 tahun 1999.
6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan Undang-Undang No. 5
tahun 1999.
8. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli atau setiap orang yang dimaksud dalam nomor 5 dan 6
tersebut di atas yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi.
9. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-Undang No. 5 tahun 1999.
10. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti
lain untuk keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan.
11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
pelaku usaha lain atau masyarakat.
12. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
13. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan Undang-Undang No. 5 tahun 1999.
Jadi, KPPU berwenang untuk melakukan penelitian dan penyelidikan
dan akhirnya memutuskan apakah pelaku usaha tertentu telah melanggar
Undang-Undang No. 5 tahun 1999 atau tidak. Pelaku usaha yang merasa
keberatan terhadap Putusan KPPU tersebut diberikan kesempatan selama 14
hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan
keberatan ke Pengadilan Negeri.
KPPU merupakan lembaga administratif. Sebagai lembaga semacam
ini, KPPU bertindak demi kepentingan umum. KPPU berbeda dengan
pengadilan perdata yang menangani hak-hak subyektif perorangan. Oleh

14
karena itu, KPPU harus mementingkan kepentingan umum dari pada
kepentingan perorangan dalam menangani dugaan pelanggaran hukum
antimonopoli.
Hal ini sesuai dengan tujuan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 yang
tercantum dalam Pasal 3 huruf a Undang-Undang No. 5 tahun 1999 yakni
untuk “menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat”.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hukum persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur segala sesuatu
yang berkaitan dengan persaingan usaha.
2. Adapun falsafah yang melatarbelakangi kelahiran undang-undang tersebut
ada tiga hal, yaitu:
1) Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada
terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
2) Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi
dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam
iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien, sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
3) Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam
situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan
adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu,
dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh
Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
3. Tujuan diadakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara lain:
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan
usaha yang sehat.
c. Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha.
d. Berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
4. Perjanjian yang dilarang dalam persaingan usaha:

16
a. Oligopoli, f. Trust,

b. Penetapan harga g. Oligopsoni,

c. Pembagian wilayah, h. Integrasi vertikal

d. Pemboikotan, i. Perjanjian tertutup

e. Kartel, j. Perjanjian dengan luar negeri

5. Kegiatan yang dilarang dalam persaingan usaha

a. Monopoli,

b. Monopsoni,

c. Penguasaan pasar,

d. Persekongkolan.

6. Posisi Dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai


pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di
antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau
jasa tertentu.
7. KPPU adalah sebuah lembaga yang bersifat independen, dimana dalam
menangani, memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu perkara tidak
dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah maupun pihak
lain yang memiliki conflict of interest, walaupun dalam pelaksanaan
wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden.

1
DAFTAR PUSTAKA

http://alisarjuni.blogspot.com/2013/05/hukum-persaingan-usaha.html. Diakses
tanggal 20 Mei 2014 Pukul 00:39
http://business-law.binus.ac.id/2013/01/20/catatan-seputar-hukum-persaingan-
usaha/. Diakses tanggal 20 Mei 2014 Pukul 00:33
http://dunia-angie.blogspot.com/2013/10/hukum-persainganusaha-di-susun-
guna.html. Diakses tanggal 20 Mei 2014 Pukul 00:27
http://prokum.esdm.go.id/uu/1999/uu-5-1999.pdf. Diakses tanggal 20 Mei 2014
Pukul 00:20
http://www.kppu.go.id/docs/buku/buku_ajar.pdf. Diakses tanggal 20 Mei 2014
Pukul 00:12

18

Anda mungkin juga menyukai