Anda di halaman 1dari 20

Tugas Makalah

Hukum Dagang
(Persaingan Usaha)

Oleh:
Panca Nurazmi Febrianto
(A1011201297)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTAIANAK
2021
Kata pengantar

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Dagang sesuai dengan harapan. Serta solawat seta
salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa menuntun kita kepada jalan yang
benar yakni islam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Dagang, berupa makalah yang
menjelaskan salah satu dari materi yang telah dosen mata kuliah ini berikan, untuk meningkatkan
pemahaman tentang materi tersebut. Saya menyadari bahwa penyajian makalah ini masih banyak
kekurangan. Saya mengharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Serta saya berharap
laporan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Atas bantuannya kami ucapkan terima kasih.

i
Daftar isi

BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 1


A. latar belakang masalah ........................................................................................... 1
B. Rumusan masalah .................................................................................................. 1
C. Tujuan penulisan .................................................................................................... 1

BAB II Pembahasan ......................................................................................................... 2


A. Apa itu persaingan usaha ....................................................................................... 2
B. Ruang Lingkup Hukum Persaingan Usaha ............................................................. 2
C. Apa saja bentuk dari persaingan usaha ................................................................... 5
D. Upaya penyelesaian sebuah persaingan usaha ........................................................ 7
E. Dasar Hukum Persaingan Usaha ............................................................................ 8
F. Contoh kasus .......................................................................................................... 9

BAB III Penutup ............................................................................................................... 16


A. Kesimpulan ............................................................................................................ 16
B. Saran ...................................................................................................................... 16

Daftar pustaka ......................................................................................................... 17

ii
BAB I
Pendahuluan

A. latar belakang masalah


Praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat dalam dunia usaha, mengakibatkan
terhambatnya mekanisme pasar secara sehat serta terhambatnya perekonomian suatu bangsa.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat2 , yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Anti Monopoli, merupakan peraturan
yang memberikan harapan baru bagi masyarakat Indonesia guna mendapatkan perlindungan dari segala
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Undang-undang yang bersifat khusus baik menyangkut
hukum materiil maupun formil yang berkaitan erat dengan hukum persaingan usaha ini sekaligus menjadi
langkah baru bagi
Pada intinya Undang-Undang Anti Monopoli dirancang untuk mengoreksi tindakan-tindakan dari
kelompok pelaku ekonomi yang menguasai pasar. Karena dengan posisi dominan maka mereka dapat
menggunakan kekuatannya untuk berbagai macam kepentingan yang menguntungkan pelaku usaha.
Sehingga dengan lahirnya Undang-Undang Anti Monopoli maka ada koridor-koridor hukum yang
mengatur ketika terjadi persaingan usaha tidak sehat antara pelaku-pelaku usaha.

B. Rumusan masalah
A. Apa itu persaingan usaha
B. Apa saja bentuk-bentuk dari persaingan usaha
C. Upaya penyelesaian sebuah persaingan usaha
D. Contoh kasus

C. Tujuan penulisan
A. Untuk membantu pembaca dalam memahami persaingan usaha
B. Untuk membantu pembaca mengetahui bentuk-bentuk dari persaingan usaha
C. Untuk membantu pembaca mengetahui bagaimana upaya penyelesaian dari persaingan usaha

1
BAB II
Pembahasan

A. Apa itu persaingan usaha

Persaingan berasal dari bahasa Inggris yaitu competition yang artinya persaingan itu sendiri atau
kegiatan bersaing, pertandingan, dan kompetisi. Persaingan adalah ketika organisasi atau perorangan
berlomba untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti konsumen, pangsa pasar, peringkat survei, atau
sumber daya yang dibutuhkan.

Dalam perundang-undangan di Indonesia definisi yang terdapat di dalamnya adalah mengenai


persaingan usaha tidak sehat. Definisi tersebut berada dalam rumusan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak S, yang berbunyi
sebagai berikut:

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau permasalahan barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan
hukum atau menghambat persaingan usaha.

Definisi dari persaingan usaha saja adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau permasalahan barang atau jasa.

B. Ruang Lingkup Hukum Persaingan Usaha

Penerapan hukum persaingan usaha bertujuan untuk menghindari timbulnya persaingan usaha tidak
sehat. Pasal 1 angka (6) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Pengertian persaingan usaha tidak sehat ini dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian dan kegiatan
sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 .
a. Perjanjian yang Dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999
Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan denganmana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Handri Raharjo bersandarkan pada Pasal
1313 KUHPerdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu hubungan hukum di bidang harta kekayaan
yang didasarikata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan di antaramereka (para
pihak/subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan
begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan

2
kesepakatan yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum. berjanji untuk
melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lainnya berhak menuntut
pelaksanaan dari perjanjian itu. Sedangkan Subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa,
dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal.
Pasal 7 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 mengatur secara khusus mengenai apayang dimaksud dengan
perjanjian. Perjanjian dalam Pasal ini didefinisikan sebagai: suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha
untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis
maupun tidak tertulis. Perjanjian
yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1999 yang terjadi atau mengakibatkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, antara lain meliputi:

(1) Perjanjian Oligopoli


Pasal 4 UU No. 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha melakukan perjanjian oligopoli yaitu
perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasaiproduksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

(2) Perjanjian Penetapan Harga


UU No. 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha untuk melakukan perjanjian dengan pesaingnya
untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasayang harus dibayar konsumen atau pelanggannya.
UU No. 5 Tahun 1999 membagi perjanjian penetapan harga kedalam beberapa jenis yaitu:
a) Perjanjian Penetapan Harga (Price Fixing Agreement) Pasal 5 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999
merumuskan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untukmenetapkan harga atau suatu barang dan/atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
b) Perjanjian Diskriminasi Harga (Price Discrimination Agreement) Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1999
melarang setiap perjanjian diskriminasi harga, dimana bunyi Pasal tersebut antara lain: “Pelaku
usaha dilarangmembuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar
dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang
dan/atau jasa yang sama.”
c) Harga Pemangsa atau Jual rugi (Predatory Pricing) Predatory pricing adalah salah satu bentuk
strategi yang dilakukan olehpelaku usaha dalam menjual produk dengan harga dibawah biaya
produksi(average cost atau marginal cost). Tujuan utama dari predatory pricing untuk
menyingkirkan pelaku usaha pesaing dari pasar dan juga mencegah pelaku usaha yang
berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasaryang sama.
d) Penetapan Harga Jual Kembali (Resale Price Maintenance) – (Vertical Price Fixing) Pasal 8
UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lain yang membuat persyaratanbahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan
menjual atau memasok kembali barang dan/atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang
lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapatmengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.”

3
e) Perjanjian Pembagian Wilayah (Market Division) Prinsipnya perjanjian antara pelaku usaha
untuk membagi wilayahpemasaran diantara mereka akan berakibat kepada eksploitasi
terhadapkonsumen, dimana konsumen tidak mempunyai pilihan yang cukup baik dari segi
barang maupun harga. UU No. 5 Tahun 1999 melarang perbuatan tersebut dalam Pasal 9 yang
menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bertujuan untukmembagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan/atau
jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.

(3) Pemboikotan

Pasal 10 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan
usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri17. Dan dalam Pasal 10
Ayat (2) menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
untuk menolak menjual setiap barang dan/atau jasadari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:
a) Merugikan atau dapatdiduga akan merugikan pelaku usaha lain atau;
b) Membatasi pelaku usahalain dalam menjual atau membeli setiap barang dan/atau jasa dari pasar
bersangkutan.

(4) Kartel
Perjanjian Kartel adalah Pengaturan produksi dan atau pemasaran suatu barangdan atau jasa untuk
mempengaruhi harga. Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian, dengan pelakuusaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan
caramengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapatmengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

(5) Trust
Pasal 12 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk
membentuk gabungan perusahaan dengan tetapmempertahankan kelangsungan perusahaan masingmasing
dengan tujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran sehingga dapat mengakibatkanpraktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

(6) Oligopsoni
Pasal 13 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa perjanjian dua pelaku usaha atau lebih
untuk menguasai pasokan agar dapat mengendalikanharga yang dapat mengakibatkan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidaksehat.

(7) Integrasi Vertikal

4
Perjanjian Integrasi Vertikal adalah perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasai
rangkaian produksi berkelanjutan yang dapat mengakibatkanpersaingan usaha tidak sehat dan merugikan
masyarakat.
(8) Perjanjian Tertutup
Perjanjian Tertutup adalah perjanjian dua pelaku usaha atau lebih yang berisisyarat bahwa
penerima pasokan hanya akan memasok atau tidak akan memasok produk tersebut kepada pelaku usaha
lain; harus bersedia membeliproduk lainnya dari pemasok; atau mengenai harga atau potongan harga
yangakan diterima bila bersedia membeli produk lain atau tidak membeli produkyang sama dari pelaku
usaha lain18 .
(9) Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri

UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa Perjanjian dengan pihak luar negeri adalah perjanjian
dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuanyang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persainganusaha tidak sehat.

C. Apa saja bentuk dari persaingan usaha

1. Kartel (hambatan horizontal)


Persaingan usaha tidak sehat pertama yakni kartel atau hambatan horizontal adalah suatu perjanjian
tertulis ataupun tidak tertulis antara beberapa pelaku usaha untuk mengendalikan produksi, atau pemasaran
barang atau jasa sehingga diperoleh harga tinggi. Kartel pada gilirannya berupaya untuk memaksimalkan
keuntungan pelaku usaha yang mana kartel merupakan suatu hambatan persaingan yang paling banyak
merugikan masyarakat, sehingga di antara Undang-Undang Monopoli di banyak negara kartel dilarang
sama sekali. Hal ini karena kartel dapat merubah struktur pasar menjadi monopolistik. Kartel juga dapat
berupa pembagian wilayah pemasaran maupun pembatasan (quota) barang atau jasa. Dalam keadaan
perekonomian yang sedang baik kartel dengan mudah terbentuk, sedangkan kartel akan terpecah kalau
keadaan ekonomi sedang mengalami resesi. Selain kartel juga akan mudah terbentuk apabila barang yang
diperdagangkan adalah barang massal yang sifatnya homogen sehingga dengan mudah dapat
disubstitusikan dengan barang sejenis dengan struktur pasar tetap dipertahankan.
Berdasarkan Pasal 11 yang dapat dikatakan sebagai kartel, yaitu:
a. Perjanjian dengan pelaku usaha saingannya.
b. Bermaksud mempengaruhi harga.
c. Dengan mengatur produksi dan atau pemasaran.
d. Dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
Suatu kartel pada umumnya mempunyai beberapa karakteristik:
a. Terdapat konspirasi diantara beberapa pelaku usaha.
b. Melibatkan para senior eksekutif dari perusahaan yang terlibat. Para senioreksekutif inilah biasanya
yang menghadiri pertemuan-pertemuan dan membuat keputusan.
c. Biasanya dengan menggunakan asosiasi untuk menutupi kegiatan mereka.

5
d. Melakukan price fixing atau penetapan harga agar penetapan harga berjalanefektif, maka diikuti
dengan alokasi konsumen atau pembagian wilayah ataualokasi produksi. Biasanya kartel akan
menetapkan pengurangan produksi.
e. Adanya ancaman atau sanksi bagi anggota yang melanggar perjanjian. Apabila tidak ada sanksi
bagi pelanggar, maka suatu kartel rentan terhadap penyelewengan untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih besar dari pada anggota kartel lainnya.
f. Adanya distribusi informasi kepada seluruh anggota kartel. Bahkan jika memungkinkan dapat
menyelenggarakan audit dengan menggunakan data laporan produksi dan penjualan pada periode
tertentu. Auditor akan membuat laporan produksi dan penjualan setiap anggota kartel dan kemudian
membagikan hasil audit tersebut kepada seluruh anggota kartel.
g. Adanya mekanisme kompensasi dari anggota kartel yang produksinya lebih besar atau melebihi
kuota terhadap mereka yang produksinya kecil atau mereka yang diminta untuk menghentikan
kegiatan usahanya. Sistem kompensasi ini tentu saja akan berhasil apabila para pelaku usaha akan
mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan apabila mereka melakukan persaingan.
Hal ini akan membuat kepatuhan anggota kepada keputusan-keputusan kartel akan lebih terjamin.

2. Perjanjian tertutup (hambatan vertikal)


Persaingan usaha tidak sehat yang kedua adalah perjanjian tertutup (exclusive dealing) adalah suatu
hambatan vertikal berupa suatu perjanjian antara produsen atau importir dengan pedagang pengecer yang
menyatakan bahwa pedagang pengecer hanya diperkenankan untuk menjual merek barang tertentu sebagai
contoh sering kita temui bahwa khusus untuk merek minyak wangi tertentu hanya boleh dijual di tempat
yang eksklusif. Dalam kasus ini pedagang pengecer dilarang menjual merek barang lain kecuali yang terlah
ditetapkan oleh produsen atau importir tertentu dalam pasar yang bersangkutan (relevant market). Suatu
perjanjian tertutup dapat merugikan masyarakat dan akan mengarah ke struktur pasar monopoli.

3. Merger

Jenis persaingan usaha yang ketiga adalah merger. Secara umum merger dapat didefinisikan
sebagai penggabungan dua atau lebih pelaku usaha menjadi satu pelaku usaha. Suatu kegiatan merger dapat
menjadi suatu pengambilalihan (acquisition) apabila penggabungan tersebut tidak diinginkan oleh pelaku
usaha yang digabung. Dua atau beberapa pelaku usaha sejenis yang bergabung akan menciptakan integrasi
horizontal sedangkan apabila dua pelaku usaha yang menjadi pemasok pelaku usaha lain maka akan
membentuk integrasi vertikal. Meskipun merger atau pengambilalihan dapat meningkatkan produktivitas
pelaku usaha baru, namun suatu merger atau pengambilalihan perlu mendapat pengawasan dan
pengendalian, karena pengambilalihan dan merger dapat menciptakan konsentrasi kekuatan yang dapat
mempengaruhi struktur pasar sehingga dapat mengarah ke pasar monopolistik.

4. Monopoli.
Persaingan usaha yang tidak sehat akan melahirkan monopoli. Bagi para ekonom defenisi monopoli
adalah suatu struktur pasar dimana hanya terdapat satu produsen atau penjual. Sedangkan pengertian
monopoli bagi masyarakat adalah adanya satu produsen atau penjual yang mempunyai kekuatan monopoli
apabila produsen atau penjual tersebut mempunyai kemampuan untuk menguasai pasar bagi barang atau

6
jasa yang diperdagangkannya, jadi pada dasarnya yang dimaksud dengan monopoli adalah suatu keadaan
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) hanya ada satu produsen atau penjual,
2) tidak ada produsen lain menghasilkan produk yang dapat mengganti secara baik produk yang
dihasilkan pelaku usaha monopoli,
3) adanya suatu hambatan baik secara alamiah, teknis atau hukum.

5. Monopsoni
Pasal 18 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut
diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
pangsa pasar atau satu jenis barang atau jasa tertentu.

6. Penguasaan Pasar
Penguasaan Pasar adalah dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, sendiri atau bersama
yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berupa: menghalangi pelaku
usaha lain untuk melakukan usaha yang sama; atau menghalangi konsumen untuk bertransaksi dengan
pelaku usaha tertentu; atau membatasi peredaran dan penjualan produk; atau melakukan diskriminasi (Pasal
19); melakukan jual rugi untuk menyingkirkan pesaing (Pasal 20); dengan curang menetapkan biaya
produksi dan biaya lainnya (Pasal 21).

7. Persekongkolan
Kegiatan persekongkolan adalah persekongkolan dengan pihak lain untukmengatur dan menentukan tender
kolusif (Pasal 22), bersekongkol mendapatkan rahasia perusahaan pesaing (Pasal 23), bersekongkol untuk
menghambat produksi dan atau pemasaran pesaing (Pasal 24),

D. Upaya penyelesaian sebuah persaingan usaha

Undang-Undang Anti Monopoli dirancang untuk mengoreksi tindakan-tindakan dari kelompok


pelaku ekonomi yang menguasai pasar. Karena dengan posisi dominan maka mereka dapat menggunakan
kekuatannya untuk berbagai macam kepentingan yang menguntungkan pelaku usaha. Sehingga dengan
lahirnya Undang-Undang Anti Monopoli maka ada koridor-koridor hukum yang mengatur ketika terjadi
persaingan usaha tidak sehat antara pelaku-pelaku usaha.

7
Ditinjau lebih lanjut sebenarnya terjadinya suatu peningkatan konsentrasi dalam suatu struktur
pasar dapat disebabkan oleh beberapa hal yang dapat menimbulkan terjadinya monopolistik di antaranya
adalah pembangunan industri besar dengan teknologi produksi massal (mass production) sehingga dengan
mudah dapat membentuk struktur pasar yang monopolistik dan oligopolistik, kemudian faktor yang lain
adalah pada umumnya industri atau usaha yang besar memperoleh proteksi efektif yang tinggi, bahkan
melebihi rata-rata industri yang ada kemudian faktor yang lain adalah industri tersebut memperoleh
kemudahan dalam mendapatkan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih
baik, dan dengan adanya berbagai usaha yang menghambat usaha baru.

Sebagai akibatnya pelaku usaha yang memiliki industri tersebut membentuk kelompok dan dengan
mudah memasuki pasar baru serta pada tahap selanjutnya akan melakukan diversifikasi usaha dengan
mengambil keuntungan dari kelebihan sumber daya manusia dan alam serta keuangan yang berhasil
dikumpulkan dari pasar yang ada.

Sehingga, pada tahap selanjutnya struktur pasar oligopolistik dan monopolistik tidak dapat
dihindarkan, akan tetapi bukan pula bahwa lahirnya direncanakan. Oleh sebab itu pada negara-negara
berkembang dan beberapa negara yang sedang berkembang struktur pasar yang demikian perlu ditata atau
diatur dengan baik, yang pada dasarnya akan mengembalikan struktur pasar menjadi pasar yang lebih
kompetitif. Salah satu cara dengan menciptakan Undang-Undang Anti Monopoli sebagaimana dalam
Undang-Undang Anti Monopoli yang saat ini berlaku di Indonesaia, yang dimaksudkan untuk
membubarkan grup pelaku usaha yang telah menjadi oligopoli atau trust akan tetapi hanya ditekankan untuk
menjadi salah satu alat hukum untuk mengendalikan perilaku grup pelaku usaha yang marugikan
masyarakat konsumen.

E. Dasar Hukum Persaingan Usaha


Kegiatan perekonomian nasional dalam pengaturannya diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 dimana ekonomi diatur oleh kerjasama berdasarkan prinsip gotong royong. Secara tidak
langsung dalam Pasal 33 UUD dimana demokrasi memiliki ciri khas yang proses perwujudannya
diwujudkan oleh semua anggota masyarakat untuk kepentingan seluruh masyarakat, dan harus mengabdi
kepada kesejahteraan seluruh rakyat. Pemikiran demokrasi ekonomi perlu diwujudkan dalam menciptakan
kegiatan ekonomi yang sehat, maka perlu disusun undangundang tentang larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan
perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha didalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang
sehat. Ketentuan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia terdapat dalam
UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diundangkan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 33 pada tanggal 5 Maret 1999 dan berlaku
secara efektif 1 (satu) tahun sejak diundangkan.

Sebelum UU No. 5 Tahun 1999 berlaku secara efektif dan menjadi dasar hukum persaingan usaha,
telah ada sejumlah peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai persaingan usaha.
Pengaturannya terdapat dalam sejumlah peraturan perundang-undangan yang tersebar secara terpisah
(sporadis) satu samalain.

8
Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai antimonopoli dan persaingan
usaha tidak sehat adalah sebagai berikut:
a. Pasal 382 bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
b. Pasal 1365 KUHPerdata
c. Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria
d. Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo Undang-Undang No. 12 Tahun 1970 jo Undang-Undang No.
7 Tahun 1983 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
e. Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
f. Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 14 Tahun 1997tentang Merek
g. Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
h. Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
i. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
j. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
Perseroan Terbatas
k. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum

Keberadaan UU No. 5 Tahun 1999 sebagai dasar hukum persaingan usaha juga dilengkapi dengan
berbagai peraturan pelaksana dan peraturan terkait lainnya baik yang dikeluarkan oleh KPPU dalam bentuk
Peraturan Komisi (Perkom), Pedoman KPPU, Surat Keputusan (SK) dan Surat Edaran (SE), maupun yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma)

F. Contoh kasus

1. Asal Mula Kasus Aqua vs. Le Minerale


JAKARTA -- Persaingan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) khusunya di wilayah
Jabodetabek tengah ramai dengan kasus yang menyeret penguasa pasar PT Tirta Investama (terlapor I) dan
distributornya, PT Balina Agung Perkasa (terlapor II).
Perkaranya tengah bergulir di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang terdaftar dengan nomor
perkara No.22/KPPU-L/2016. Bagaimana sebenarnya asal-mula kasus Aqua vs. Le Minerale ini?
Dalam kasus ini produsen Aqua PT Tirta Investama diduga melanggar tiga pasal sekaligus, yaitu Pasal 15
ayat (3), Pasal 19 dan Pasal 25 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
“Aqua dituduh melarang outlet di Jabetabek untuk menjual produk Le Minerale. Hal itu tertuang dalam
surat perjanjian yang harus disepakati oleh pedagang outlet. Pedagang ini yang ramai-ramai melapor ke
KPPU,” ujar Direktur Penindakan KPPU Gopprera Panggabean.
Perkara ini bermula dari laporan para pedagang ritel maupun eceran ke Kantor KPPU pada September 2016.
Pedagang mengaku dihalangi oleh pihak PT Tirta Investama untuk menjual produk Le Minerale yang
diproduksi PT Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group).

9
Salah satu klasul perjanjian ritel menyebutkan, apabila pedagang menjual produk Le Minerale maka
statusnya akan diturunkan dari star outlet (SO) menjadi wholesaler (eceran).
Atas perbuatan itu, PT Tirta Fresindo Jaya ini melayangkan somasi terbuka terhadap PT Tirta Investama di
surat kabar pada 1 Oktober 2017. Somasi ini selanjutnya ditanggapi oleh otoritas persaingan usaha. KPPU
mengendus praktik persaingan usaha tidak sehat dalam industri AMDK.
Dari sidang-sidang diKPPU diketahui bahwa tim investigator setidaknya memiliki tiga bukti. Salah satu
bukti yang dimiliki tim investigator yakni bukti komunikasi berupa e-mail.
Investigator mengaku menemukan komunikasi dua arah antara terlapor I dan II, yang saling dikirim melalui
alamat e-mail kantor. E-mail yang ditemukan tim investigator berjudul "Degradasi Star Outlet (SO)
Menjadi Wholesaler." E-mail itu berisi sanksi yang diterapkan oleh terlapor II kepada pedagang SO
Bahkan, terlapor II disebut telah mengeksekusi sanksi tersebut kepada salah satu SO.
Menanggapi tuduhan itu kubu PT Tirta Investasma melalui kuasa hukumnya, Rikrik Rizkiyana dari kantor
hukum Assegaf Hamzah & Partners, mengatakan Aqua berbisnis sesuai undang-undang. Diakui memang
ada hubungan antara perseroan dengan terlapor II berupa prinsipal dan ditributor.
Namun, Aqua tidak pernah bersepakat menghambat kompetitor lain untuk bersaing di pasar yang sama.
Sistem distribusi Tirta Investasma menganut sistem jual putus kepada distributor, sehingga ketika
perusahaan menjual produk ke distributor independen, proses setelahnya bukan menjadi domain Aqua.
Sementara itu kubu PT Balina Agung Perkasa, distributor Aqua, menganggap e-mail kantor juga dapat
digunakan untuk kepentingan pribadi, sehingga bukti surat elektronik tentang klausul penurunan level
pedagang merupakan pertanggungjawaban pribadi. Kuasa hukum PT Balina Agung Perkasa Ketut Widya
mengatakan tugasnya distributor adalah menjual produk, dan tidak seperti apa yang dituduhkan lewat
temuan surat elektronik. Menurutnya, di perusahaan penggunaan e-mail kantor juga dapat dimungkinkan
untuk kepentingan pribadi. Terkait dengan degradasi grosir besar menjadi wholesaler, kata Ketut, akibat
kesalahan internal, bukan karena menjual produk Le Minerale. Perkara ini masih terus berlanjut. Terakhir,
Senin (10/7/2017), adalah agenda mendengar saksi dari kubu PT Tirta Fresindo Jaya yang diwakili National
Sales Manager PT Inbisco Niagatama Semesta Carol Mario Sampouw. PT Inbisco Niagatama merupakan
perusahaan yang mendistribusikan produk Mayora, termasuk Le Minerale.

2. Lakukan Persaingan Tidak Sehat, Grab Didenda Rp 29,5 Miliar oleh KPPU
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan PT Solusi
Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) bersalah terkait
praktik diskriminasi mitra pengemudi.
Keduanya dijatuhkan sanksi atas pelanggaran Pasal 14 dan Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Grab sebagai terlapor 1 diputuskan dikenakan hukuman denda sebesar Rp 29,5 miliar. Sementara itu, TPI
sebagai terlapor 2 dikenakan denda sebesar Rp 19 miliar.
Putusan tersebut ditetapkan oleh Majelis Komisi yang dipimpin oleh Dinni Melanie, selaku Ketua Majelis,
dengan Guntur Saragih dan Afif Hasbullah sebagai Anggota Majelis, dalam sidang putusan yang digelar
KPPU pada Kamis (2/7/2020) malam.

10
Pada awal perkara, KPPU menduga terjadi praktik diskriminasi dengan order prioritas diberikan Grab ke
mitra pengemudi di bawah TPI dan praktik tying-in, yang diduga terkait rangkap jabatan antarkedua
perusahaan tersebut.
Dalam persidangan, Majelis Komisi menilai perjanjian kerja sama penyediaan jasa oleh Grab selaku
perusahaan penyedia aplikasi dan TPI selaku perusahaan yang bergerak di bidang jasa sewa angkutan
khusus bertujuan untuk menguasai produk jasa penyedia aplikasi angkutan sewa khusus berbasis teknologi
di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan persentase jumlah mitra dan penurunan jumlah order dari
pengemudi mitra non-TPI.
Majelis Komisi menilai tidak ada upaya tying-in yang dilakukan Grab terhadap jasa yang diberikan oleh
TPI. Namun demikian, majelis menilai terjadi praktik diskriminasi yang dilakukan oleh Grab dan TPI atas
mitra individu dibandingkan mitra TPI.
Diskriminasi tersebut seperti pemberian order prioritas, masa suspend, dan fasilitas lainnya. Praktik tersebut
telah mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra non-TPI
dan mitra individu.
"Memperhatikan berbagai fakta dan temuan dalam persidangan Majelis Komisi memutuskan bahwa Grab
dan TPI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 14 dan 19 huruf “d”, namun tidak terbukti
melanggar Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No 5/1999," ujar KPPU dalam pernyataan resmi, Jumat
(3/7/2020).
"Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi menjatuhkan sanksi denda kepada Grab sebesar Rp 7,5 miliar
untuk pelanggaran Pasal 14 dan Rp 22,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 19 huruf “d”. Sementara TPI
dikenakan sanksi denda sebesar Rp 4 miliar atas pelanggaran Pasal 14 dan Rp 15 miliar untuk pelanggaran
Pasal 19 huruf “d”," ungkap KPPU.
Majelis Komisi juga memerintahkan agar para terlapor, yakni Grab dan TPI, melakukan pembayaran denda
paling lambat 30 hari setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Secara khusus, Majelis Komisi juga merekomendasikan kepada KPPU untuk memberikan saran
pertimbangan kepada Kementerian Perhubungan untuk melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan
kuota angkutan sewa khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.
Adapun Kementerian Koperasi dan UKM diminta melakukan advokasi kepada pengemudi yang tergolong
UMKM terkait dengan pelaksanaan perjanjian antara pengemudi dengan perusahaan penyedia aplikasi, dan
perjanjian antara pengemudi dengan perusahaan angkutan sewa khusus.

3. KPPU Dalami 5 Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat di Industri Penerbangan

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali


mengungkapkan perkembangan kasus persaingan usaha di industri penerbangan, yang
melibatkan maskapai Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya dan Lion Air.
Komisioner KPPU Guntur Saragih menjelaskan ada lima kasus yang tengah ditangani KPPU yaitu dugaan
dihalang-halanginya penjualan tiket AirAsia di agen travel online, kasus rangkap jabatan Garuda dan

11
Sriwijaya, dugaan kartel tarif kargo, kartel tiket pesawat dan yang terbaru kasus travel umrah yang juga
melibatkan Garuda Indonesia.
Dalam kasus rangkap jabatan, hari ini, KPPU akan memanggil Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo
untuk dimintai keterangan.
"Kami sampaikan pada semua pihak siapapun itu untuk bisa kooperatif dan untuk segera bisa memenuhi
panggilan kami" ujar dia di Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Selain itu, KPPU juga akan memanggil mantan Komisaris Sriwijaya atas nama Henry Lie terkait dengan
bagaimana proses rangkap jabatan Garuda bisa sampai ke Sriwijaya. Sementara rencana pemanggilan
Menteri BUMN, Rini Soemarno masih akan dikaji.
"Kami akan rapat lagi untuk menentukan apakah diperlukan untuk meminta keterangan dari Menteri
BUMN," lanjut dia.
Untuk kasus dugaan kartel tarif kargo, Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, POS dan Logistik
Indonesia (ASPERINDO) pada Senin 9 Juli 2019, kemarin, telah mendatangi KPPU untuk memberi
keterangan seputar kenaikan harga tarif surat muatan udara (SMU) atau kargo udara.
Guntur menjelaskan, selain kasus kartel tiket yang banyak mendapat perhatian media, dugaan kartel tarif
kargo ini juga masih berjalan. Sementara untuk dugaan kartel harga tiket, baru minggu
depan KPPU berencana melakukan ekspose perkembangan kasusnya pada media.
"Minggu depan akan kami ekspos dan akan kami putuskan nanti di rapat komisi" ungkap dia.
Sedangkan yang terbaru tentang travel umrah, Guntur menjelaskan ada empat terlapor pelaku usaha travel
agent yang diberikan oleh pihak Garuda. Hal itui berpotensi membuat persaingan tidak sehat dengan travel
umroh lainnya.

4. MA Denda AQUA Rp 13,8 Miliar karena Terbukti Monopoli Usaha


Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menghukum PT Tirta Investma selaku produsen AQUA sebesar
Rp 13,8 miliar karena terbukti melakukan praktik monopoli usaha. Ikut didenda juga PT Balina Agung
Perkasa selaku distributor AQUA sebesar Rp 6,2 miliar.
Kasus bermula saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki praktik usaha tidak sehat
yang dilakukan oleh AQUA. Penyelidikan itu berlanjut ke sidang KPPU dan digelarlah pembuktian.
Pada 19 Desember 2017, KPPU memutuskan AQUA melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19
huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Pasal 15 ayat 3 huruf b berbunyi:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan
atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis
dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok
Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha
lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:

12
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama
pada pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu;

5. KPPU: Yamaha-Honda Langgar UU Larangan Praktik Monopoli

Terdapat tiga bukti yang memberatkan terlapor. Ketiganya yaitu adanya pertemuan kedua terlapor
di lapangan Golf, adanya surat elektronik atau email tanggal 28 April 2014, serta adanya email pada 10
Januari 2015.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan menghukum denda dengan total Rp 47,5 miliar
kepada PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM). Kedua
perusahaan ini dinyatakan terbukti bersalah dalam dugaan pelanggaran praktik kartel dalam penjualan
sepeda motor jenis skuter matic 110 – 125 CC di Indonesia.
Hal ini berdasarkan pembacaan putusan perkara Nomor 04/KPPU-I/2016 terkait dugaan pelanggaran Pasal
5 Ayat 1 UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam
industri sepeda motor jenis skuter matic 110 -125 CC di Indonesia yang digelar pada Senin, (20/2), di
Kantor KPPU di Jakarta.
Seperti dikutip dari situs KPPU, Majelis Komisi perkara ini terdiri dari Tresna Priyana Soemardi, sebagai
Ketua Majelis Komisi, Munrokhim Misanam dan R. Kurnia Sya’ranie, masing-masing sebagai Anggota
Majelis Komisi. Serta, dibantu oleh Jafar Ali Barsyan, R.Arif Yulianto, dan Detica Pakasih, masing-masing
sebagai Panitera.
Dalam putusan perkara tersebut, Majelis menghukum denda dengan total Rp47,5 miliar. Rinciannya,
Yamaha selaku Pihak Terlapor I diberikan sanksi sebesar Rp25 miliar, sedangkan Honda selaku Pihak
Terlapor II dikenakan sanksi senilai Rp22,5 miliar. Majelis Komisi menyatakan bahwa Terlapor I dan
Terlapor II terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Ayat 1 UU Nomor 5/1999.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf menjelaskan, terdapat tiga bukti yang memberatkan terlapor. Ketiganya yaitu,
adanya pertemuan kedua terlapor di lapangan Golf, adanya surat elektronik atau email tanggal 28 April
2014, serta adanya email pada 10 Januari 2015.
Berdasarkan fakta persidangan, kiriman email pada 10 Januari 2015 merupakan surat yang dikirimkan Saksi
Saudara Yutaka Terada yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Marketing Terlapor I dengan
menggunakan alamat email teradayu@yamaha-motor.co.id dan dikirimkan kepada Dyonisius Beti selaku
Vice President Direktur Terlapor I. Sehingga, fakta email tersebut merupakan komunikasi resmi yang
dilakukan antar pejabat tinggi Terlapor I (top level management Terlapor I).
Syarkawi mengatakan, email tertanggal 28 April 2014 dan 10 Januari 2015 menjadi bukti adanya dugaan
kesepakatan antar kedua terlapor melakukan kesepakatan harga. Sebab, Berdasarkan UU Nomor 5/1999,
pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas
suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang
sama.

“Mengingat kapasitas pengirim dan penerima email serta media yang digunakan yaitu email resmi
perusahaan, maka kami tidak serta merta untuk mengabaikan fakta tersebut sebagai alat bukti,” ujar
Syarkawi.

13
Selain menghukum denda Yamaha dan Honda, KPPU juga akan memberikan rekomendasi ke pemerintah
berdasarkan hasil temuan selama persidangan. Yakni, merekomendasikan kepada Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia agar lebih kuat lagi mendorong peningkatan industri komponen lokal
termasuk sektor industri kecil menengah (IKM).
Dengan begitu, diharapkan komponen utama sepeda motor berupa engine, transmisi, rangka, dan elektrikal
dapat dihasilkan oleh industri domestik yang nantinya dapat mempengaruhi penurunan harga motor di hilir.
Selanjutnya, para Terlapor diharapkan dapat segera menjalankan amar putusan berupa pembayaran denda
ke kas negara. “Para Terlapor diberi waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah menerima petikan
putusan dimaksud untuk segera membayar denda yang telah dijatuhkan,” tegas Syarkawi.

6. Kasus persekongkolan tender RS di Aceh, KPPU denda Mina Fajar Abadi Rp 1,72 miliar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan
putusan atas perkara dugaan persekongkolan tender Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan
Regional Langsa Satker Dinas Kesehatan Aceh Pemerintah Daerah Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2018.
Dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan yang digelar pada 11 Februari 2021, KPPU memutuskan PT.
Mina Fajar Abadi (Terlapor I) dan Pokja Konstruksi–LXXXIX Biro Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018 (Terlapor VII) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
“Untuk itu, Majelis Komisi menjatuhkan sanksi denda kepada Terlapor I sejumlah Rp 1.723.500.000 (satu
miliar tujuh ratus dua puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah),” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan
Kerja Sama KPPU, Deswin Nur dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kontan.co.id, Jumat (12/2).
KPPU menyebutkan, perkara dengan nomor register 04/KPPU-L/2020 ini berawal dari laporan publik yang
melibatkan beberapa Terlapor. Yakni PT Mina Fajar Abadi (Terlapor I), PT Sumber Alam Sejahtera
(Terlapor II), PT Arafah Alam Sejahtera sebagai (Terlapor III), PT Betesda Mandiri (Terlapor IV (Terlapor
V), PT Adhi Putra Jaya (Terlapor VI), dan Pokja Konstruksi–LXXXIX Biro Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018 (Terlapor VII).
Dalam proses persidangan, Majelis Komisi membuktikan adanya persekongkolan vertikal yang dilakukan
oleh Terlapor I dan Terlapor VII dalam pengadaan tersebut, khususnya dalam bentuk berbagai pembiaran
dan fasilitasi yang dilakukan Terlapor VII kepada Terlapor I untuk memenangkan tender.
Atas kasus tersebut, Majelis Komisi dalam Putusannya menyatakan bahwa hanya Terlapor I dan Terlapor
VII yang secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sehingga atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi menjatuhkan hukuman berupa denda kepada Terlapor
I sejumlah Rp 1,7 miliar.
Terlapor I diwajibkan melakukan pembayaran denda selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak putusan
memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) serta melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran
denda ke KPPU.

14
Sementara atas Terlapor VII, KPPU akan memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur Provinsi
Aceh dan/atau Pejabat Pembina Kepegawaian/Pejabat berwenang untuk memberikan sanksi hukuman
disiplin kepada Terlapor VII dan melaporkan pelaksanaan sanksi tersebut kepada KPPU.
Sebagai informasi, Ketua Majelis Komisi dalam perkara tersebut adalah Kurnia Toha, dengan Anggota
Majelis Komisi yang terdiri dari Chandra Setiawan dan Yudi Hidayat.
Seperti diketahui, Pasal 22 UU 5 Tahun 1999 berbunyi Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak
lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.

15
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Hukum persaingan usaha adalah peraturan atau kebiasaan yang secara resmi dianggap mengikat
dan telah dikukuhkan menurut penguasa atau pemerintah, hukum dimaksudkan untuk mencerminkan saja
baik untuk orang lain. Mungkin karena itu baik untuk seseorang salah satu fungsi hukum merugikan orang
lain adalah menciptakan ketertiban masyarakat yang aman, damai dan adil.

B. Saran
Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna karena itu, Saya sangat
berharap ada kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini. Ini bisa memperbaikinya
dengan lebih baik. Terima kasih

16
Daftar pustaka

https://repository.uin-suska.ac.id/20639/8/8.%20BAB%20III.pdf
https://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/222-persaingan-usaha-tidak-sehat-dalam-tinjauan-
hukum
kabar24.bisnis.com/read/20170711/16/670224/persaingan-usaha-tidak-sehat-asal-mula-kasus-aqua-vs.-le-
minerale
https://money.kompas.com/read/2020/07/03/112257926/lakukan-persaingan-tidak-sehat-grab-didenda-rp-
295-miliar-oleh-kppu?page=all
https://nasional.kontan.co.id/news/kasus-persekongkolan-tender-rs-di-aceh-kppu-denda-mina-fajar-abadi-
rp-172-miliar
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58abff1598fdc/kppu--yamaha-honda-langgar-uu-larangan-
praktik-monopoli/
https://news.detik.com/berita/d-4801904/ma-denda-aqua-rp-138-miliar-karena-terbukti-monopoli-usaha

17

Anda mungkin juga menyukai