Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN


PERLINDUNGAN KONSUMEN
“PERJANJIAN YANG DILARANG DALAM UNDANG-
UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999”

Dosen Pengampu :
Dr. BETSY ANGGRENI KAPUGU SH,MH
Di Susun Oleh:
Kelompok 3
Anggota:
1. AFDAL BAHSOAN 210711010991
2. IMMANUEL POSUMAH 210711010958
3. OMEGA GLORIA PAAT 210711010968
4. MARCELLINO ROMPAS 210711010966
5. MAJESTY A. MANGUNDAP 210711010965
6. KIZZIN YOSSI SIGAR 210711010963
7. JUSTINE TARUMAMPEN 210711010962
8. JUAN VERON RANTUNG 21071101096
9. JESICA YOHANA REMBET 210711010960

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis
berupa makalah ini dengan baik dan tanpa suatu kendala berarti.
Kami kelompok 3 mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah
Hukum persaingan usaha dan perlindungan konsumen kepada Nci Dr BETSY
ANGGRENI KAPUGU SH,MH yang telah membimbing dan memberi arahan
dalam penyusunan makalah ini. Begitu pula kepada teman-teman seperjuangan
yang telah memberi masukan dan pandangan kepada kami selama menyelesaikan
makalah ini.
Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Karenanya, kami menerima kritik serta saran yang
membangun dari pembaca agar kami dapat menulis makalah secara lebih baik
pada kesempatan berikutnya.
Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat dan berdampak besar
sehingga dapat memberi inspirasi bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................
1.1 Latar Belakang ................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................
2.1 Perjanjian Penetapan Harga ............................................................
2.2 Oligopoli .........................................................................................
2.3 Perjanjian Penetapan Harga......................................................
2.4 Perjanjian Diskriminasi Harga..................................................
2.5 Harga Pemangsa atau Jual Rugi................................................
2.6 Pengaturan Harga jual kembali.................................................
2.7 Pembagian Wilayah..................................................................
2.8 Pemboikotan..............................................................................
2.9 Kartel.........................................................................................
3.1 Trust..........................................................................................
3.2 Oligopsoni.................................................................................
3.3 Integrasi Vertikal.......................................................................
3.4 Perjanjian Tertutup.....................................................................
3.5 Perjanjian dengan pihak luar negri……………………………
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................
4.2 Saran ..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur tentang
interaksi atau hubungan perusahaan atau pelaku usaha di pasar,
sementara tingkah laku perusahaan ketika berinteraksi dilandasi atas
motif-motif ekonomi.

Pasal 33 ayat (4) yang menyatakan : Perekonomian nasional


diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional. Dari Pasal tersebut tersirat bahwa tujuan
pembangunan ekonomi yang hendak dicapai haruslah berdasarkan
kepada demokrasi yang bersifat kerakyatan yaitu adanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hukum persaingan usaha diciptakan dalam rangka mendukung


terbentuknya sistem ekonomi pasar agar persaingan antar pelaku usaha
dapat tetap hidup dan berlangsung secara sehat, sehingga masyarakat.

Hukum persaingan usaha sifatnya mencegah terjadinya praktek monopoli


dan/atau mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.
Dengan ditegakkannya hukum persaingan usaha diharapkan
efisiensi ekonomi tercapai, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan
masyarakat secara umum.

Kegiatan-kegiatan tertentu yang dilarang dan berdampak tidak baik


untuk persaingan pasar terdiri dari monopoli, monopsoni, penguasaan
pasar (predatory pricing, price war and price competition, penetapan biaya
produksi dengan curang), dan persekongkolan (conspiracy).

Perjanjian Yang Dilarang melihat dari unsure katanya, yaitu perjanjian, hal


ini sudah dapat dipastikan harus ada minimal dua pihak, sementara
dalam Kegiatan Yang Dilarang, dalam melakukan kegiatan tesebut dapat
dilakukan oleh hanya satu pihak/pelaku usaha saja.

Persaingan usaha sempurna memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

1. Jumlah pembeli banyak dan jumlah penjual pun banyak.


2. Barang yang diperjual belikan homogen dalam anggapan konsumen
3. Ada kebebasan mendirikan atau membubarkan perusahaan
4. Sumber produksi bebas bergerak kemana pun
5. Pembeli dan penjual mengetahui satu sama lain dan mengetahui barang-
barang yang diperjual belikan.
Sedangkan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha. Persaingan usaha tidak sehat memiliki
ciriciri sebagai berikut :

1. Jumlah pembeli sedikit jumlah penjual pun sedikit


2. Barang yang diperjual belikan heterogen dalam anggapan konsumen
3. Tidak ada kebebasan untuk mendirikan atau membubarkan perusahaan
4. Pembeli dan penjual tidak mengetahui satu sama lain dan tidak
mengetahui barang-barang yang diperjual belikan
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa itu perjanjian yang dilarang menurut Prof subekti!
2 Jelaskan Oligopoli menurut ilmu ekonomi!
3 Jelaskan pengertian dari perjanjian penetapan harga dan masalahnya
pada pasal 5 tersebut!
4 Jelaskan apa yang dimaksud dengan perjanjian diskriminasi harga sesuai
dengan undang-undang nomor 5 tahun 1999 dan jelaskan beberapa
syarat untuk terjadinya diskriminasi harga!
5 Jelaskan apa yang dimaksud dengan harga pemangsa atau jual rugi
(Predatory pricing) dan isi dari pasal 7 undang-undang nomor 5 tahun
1999!
6 Apa yang dimaksud dengan pengaturan harga jual kembali dan pasal
berapa yang mengatur tentang masalah tersebut?jelaskan
7 Jelaskan pengertian dari pembagian wilayah!
8 Jelaskan apa yang dimaksud dengan pemboikotan!
9 Jelaskan apa yang dimaksud dengan kartel!
10 Jelaskan apa itu trust sesuai dengan uud nomor 5 tahun 1999!
11 Jelaskan apa yang dimaksud dengan oligopsoni!
12 Jelaskan apa yang dimaksud dengan integrasi vertikal!
13 Jelaskan apa yang dimaksud dengan perjanjian tertutup!
14 Jelaskan apa yang dimaksud dengan perjanjian dengan pihak luar negri!
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perjanjian yang dilarang Menurut Prof Subekti
Menurut Prof Subekti "perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji untuk melaksanakan suatu hal". Dalam sistem hukum perjanjian, maka
dianut sistem terbuka, yang artinya para pihak mempunyai kebebasan yang
sebesar-besarnya untuk mengadakan perjanjian yang berisi dan berbentuk apa
saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

2.2 Oligopoli
Oligopoli menurut ilmu ekonomi merupakan salah satu bentuk struktur
pasar, di mana dalam pasar tersebut hanya terdiri dari sedikit perusahaan.
Sedikitnya jumlah perusahaan yang beroperasi di pasar dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti karena adanya barrier to entry yang mampu menghalangi
pemain baru untuk masuk ke dalam pasar.

2.3 Perjanjian penetapan harga


Perjanjian penetapan harga (price fixing agreement) merupakan salah satu
strategi yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang bertujuan untuk
menghasilkan laba yang setinggi-tingginya.Dengan adanya penetapan harga yang
dilakukan di antara pelaku usaha (produsen atau penjual), maka akan meniadakan
persaingan dari segi harga bagi produk yang mereka jual atau pasarkan, yang
kemudian dapat mengakibatkan surplus konsumen yang seharusnya dinikmati
oleh pembeli atau konsumen dipaksa beralih ke produsen atau penjual.Masalah ini
dijelaskan pada pasal 5 yaitu:
1).Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
2). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku bagi:
a.suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha yang patungan,atau
b.suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

2.4 Perjanjian diskriminasi harga


Perjanjian diskriminasi harga sebagaimana yang diamanatkan dalam 6
undang-undang nomor 5 tahun 1999, adalah perjanjian yang dibuat oleh pelaku
usaha dengan pelaku usaha lainnya dimana untuk suatu produk yang sama dijual
kepada setiap konsumen dengan harga yang berbeda-beda.Diskriminasi harga
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan biaya iklan dan lain-lain.Terdapat
beberapa syarat untuk terjadinya diskriminasi harga yaitu:
a. Para pihak haruslah mereka yang melakukan kegiatan bisnis,sehingga
diskriminasi harga akan merugikan apa yang disebut “primary line” injury yaitu
dimana diskriminasi harga dilakukan oleh produsen atau grosir terhadap
pesaingnya.
b. Terdapat perbedaan harga baik secara langsung maupun tidak langsung,
misalnya melalui diskon, atau pembayaran secara kredit, namun pada pihak
lainnya harus cash dan tidak ada diskon.
c. Dilakukan terhadap pembeli yang berbeda, jadi dalam hal ini paling sedikit
harus ada dua pembeli.
d. Terhadap barang yang sama tingkat dan kedudukannya.
e. Perbuatan tersebut secara substansial akan merugikan, merusak atau mencegah
terjadinya persaingan yang sehat atau dapat menyebabkan monopoli pada
suatu aktifitas perdaganganc

2.5 Harga pemanngsa atau jual rugi (Predatory pricing)


Predatory pricing adalah salah satu bentuk strategi yang dilakukan oleh
pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga dibawah biaya produksi
(average cost atau marginal cost). Adapun tujuan utama dari predatory pricing
untuk menyingkirkan pelaku usaha pesaing dari pasar dan juga mencegah pelaku
usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang
sama.Pasal 7 undang-undang nomor 5 tahun 1999 “melarang pelaku usaha untuk
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya untuk menetapkan harga di
bawah harga pasar (predatory pricing) yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat”.

2.6 Pengaturan harga jual kembali


Harga jual kembali (floor price) yaitu kesepakatan antar pelaku usaha dimana
pembeli akan menjual kembali barang yang dia beli pada harga dimana tidak
boleh dibawah harga yang ditentukan.Pasal 8 undang-undang nomor 5 tahun 1999
menyatakan bahwa: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak
akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya,
dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”

2.7 Pembagian wilayah


Pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar adalah salah satu cara yang
dilakukan untuk menghindari terjadinya persaingan di antara mereka.Melalui
pembagian wilayah ini, maka para pelaku usaha dapat menguasai wilayah
pemasaran atau alokasi pasar yang menjadi bagiannya tanpa harus menghadapi
persaingan. Dengan demikian dia akan mudah menaikkan harga ataupun
menurunkan produksinya atau barang yang dijual untuk mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya.

2.8 Pemboikotan
Pemboikotan pada umumnya dianggap anti persaingan dan biasanya
mempunyai karakteristik dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk merugikan
para pesaing baik dengan secara langsung menolak atau memaksa supplier atau
konsumen untuk menghentikan hubungan dengan kompetitornya, Boikot juga bisa
dilakukan dengan menghentikan supply akan bahan pokok yang sangat
diperlukan.Undang-undang nomor 5 tahun 1999 mengkategorikan perjanjian
pemboikotan sebagai salah satu perjanjian yang dilarang,yang diatur dalam pasal
10,yaitu:
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,
baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negri.
2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain
sehingga perbuatan tersebut:
a) merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain: atau
b) membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan
atau jasa dari pasar bersangkutan.

2.9 Kartel
Praktek kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku
usaha untuk dapat mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi
mereka.Mereka berasumsi jika produksi mereka di dalam pasar dikurangi
sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap, akan
berakibat kepada naiknya harga ke tingkat yang lebih tinggi.Dan sebaliknya, jika
di dalam pasar produk mereka melimpah, sudah barang tentu akan berdampak
terhadap penurunan harga produk mereka di pasar.Undang-undang nomor 5 tahun
1999 mengkategorikan kartel sebagai salah satu bentuk perjanjian yang dilarang
untuk dilakukan oleh pelaku usaha sesuai dengan pasal 11, yaitu:”Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,yang bermaksud
untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu
barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat”

3.1 Trust
Undang-undang nomor 5 tahun 1999,menyatakan bahwa trust merupakan
salah satu perjanjian yang dilarang untuk dilakukan.Pasal 12 undang-undang
nomor 5 tahun 1999 adalah:”Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan
anggotanya,yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa,sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat”.

3.2 Oligopsoni
Oligopsoni adalah merupakan bentuk suatu pasar yang di dominasi oleh
sejumlah konsumen yang memiliki kontrol atas pembelian.Struktur pasar ini
memiliki kesamaan dengan struktur pasar oligopoly hanya saja struktur pasar ini
terpusat di pasar input,dengan demikian distorsi yang ditimbulkan oleh kolusi
antar pelaku pasar akan mendistorsi pasar input.

3.3 Integrasi vertikal


Integrasi vertikal terjadi ketika satu perusahaan melakukan kerjasama dengan
perusahaan lain yang berada pada level yang berbeda dalam suatu proses
produksi,sehingga membuat seolah-olah mereka merupakan satu perusahaan yang
melakukan dua aktivitas yang berbeda tingkatannya pada satu proses
produksi,biasanya yang umum dilakukan adalah dengan cara meningkatkan
produksi.Oleh karena terdapat dampak negatif yang mungkin muncul dari suatu
integrasi vertical,maka undang-undang nomor 5 tahun 1999 memasukkan
integrasi vertical ke dalam pengaturan kelompok perjanjian yang dilarang pasal 14
undang-undang nomor 5 tahun 1999 menyebutkan bahwa: “Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan
atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil
pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun
tidak langsung,yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
dan atau merugikan masyarakat”.

3.4 Perjanjian tertutup


Perjanjian tertutup atau exclusive dealing adalah suatu perjanjian yang terjadi
antara mereka yang berada pada level yang berbeda pada proses produksi atau
jaringan distribusi suatu barang atau jasa.

3.5 Perjanjian dengan pihak luar negri


Pasal 16 undang-undang nomor 5 tahun 1999 menyebutkan bahwa:”Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau jasa
persaingan tidak sehat”
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai