Anda di halaman 1dari 35

Kelompok 6 HPPU

- Dinda Nofia Rahma


1111190012
- Miranti Ayuningtyas

PERSAINGAN 1111190072
- Fathur Rohman
1111190242
USAHA TIDAK - Moch Sovi Ramadhan
1111190342
SEHAT AIR MINUM
DALAM
KEMASAN
Pengertian Persaingan Usaha
Persaingan usaha adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dilakukan dengan cara-cara tertentu untuk mencapai target
yang diinginkan. Persaingan usaha ini terbagi menjadi dua macam,
yaitu persaingan usaha sempurna dan persaingan usaha tidak sehat.
Persaingan usaha sempurna adalah struktur pasar yang akan
mewujudkan kegiatan produksi barang dan jasa yang sangat tinggi
efisiensinya. Terdapat banyak penjual dan pembeli namun tidak dapat
mempengaruhi keadaan pasar. Sedangkan persaingan tidak sehat
adalah persaingan diantara pelaku usaha yang tidak seimbang, terdapat
ketidakjujuran dari pelaku usaha yang bersaing dengan pelaku usaha
lain.
Hukum Persaingan Usaha

Perkembangan sistem hukum di negara Indonesia salah


satunya dibidang hukum ekonomi yaitu hukum
persaingan usaha. Hukum persaingan usaha bertujuan
untuk mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat yang dilarang. Arie Siswanto
berpendapat dalam bukunya yang berjudul “Hukum
Persaingan usaha” yang dimaksud dengan hukum
persaingan usaha (Competition Law) adalah instrumen
hukum yang menentukan tentang mekanisme persaingan
harus dilakukan. Hukum persaingan secara khusus
menekan pada bagian aspek “persaingan” sehingga pelaku
usaha tidak melakukan praktek monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat.
Ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan
dasar negara yang harus dijadikan sebagai pedoman di negara Indonesia.
Pemerintah mengundangkan Peraturan Perundang-undangan Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan usaha
Tidak sehat sebagai perwujudan dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33
Ayat (4). Undang-Undang Persaingan Usaha bahwa ketentuan Pasal 3
menegaskan tujuan pembentukan Undang-Undang Persaingan Usaha yaitu:
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan
usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah
dan pelaku usaha kecil.
c. Mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha.
d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Sejarah Persaingan Usaha Tidak Sehat
Dalam perkembangan sistem ekonomi Indonesia, persaingan usaha
menjadi salah satu instrumen ekonomi sejak saat reformasi digulirkan.
Sebuah undang-undang yang secara komprehensif mengatur persaingan
usaha tidak sehat dan keinginan itu didorong oleh munculnya praktik-
praktik perdagangan yang tidak sehat terutama karena penguasa sering
memberikan perlindungan ataupun hak istimewa (priveleges) yang tidak
sehat kepada para pelaku bisnis tertentu sebagai bagian dari praktik-
praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dikatakan secara komprehensif
karena sebenarnya secara pragmentaris batasan-batasan yuridis terhadap
praktik-praktik bisnis yang tidak sehat atau curang dapat ditemukan
secara tersebar diberbagai hukum positif tetapi, karena sifatnya yang
sektoral perundang-undangan tersebut sangat tidak efektif untuk secara
konseptual memenuhi berbagai indikator sasaran yang ingin dicapai oleh
undang-undang persaingan sehat tersebut.
Dasar Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat

Secara umum persaingan usaha merupakan sebuah praktik monopoli bisa


merupakan sebuah masalah dalam dunia usaha sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan implikasinya adalah tidak kompetitifnya
pasar
sehingga menyebabkan melemahnya daya saing pelaku usaha. Dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut dibuat dengan tujuan untuk menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisensi ekonomi nasional, untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang kondusif,
mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta
menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Dari penjelasan
mengenai persaingan usaha tidak sehat diatas, maka dasar hukum terkait
persaingan usaha tidak sehat yaitu sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
b. Pasal 33 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945
c. Keppres No.75 Tahun 1999 dan diberi nama Komisi Pengawas
Persaingan Usaha.
Jenis-Jenis Persaingan Usaha Tidak Sehat
Secara umum materi dan ruang lingkup dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
ini adalah:11 Pengaturan perjanjian yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha meliputi 10 bagian dan 13 Pasal, dari Pasal 4 sampai
Pasal 16 yaitu:
1. Oligopoli
Oligopoli yaitu hanya beberapa perusahaan yang menjual produk yang sama, yang mengakibatkan kompetisi terbatas dan harga tinggi.
2. Penentapan Harga (Price Fixing)
Penentapan Harga (Price Fixing) yaitu kerjasama dengan perusahaan pesaing untuk menetapkan 240 harga pasar. Berupa perjanjian
penetapan harga (price fixing agreement), perjanjian diskriminasi harga (price discrimination agreement), harga pemangsa atau jual
rugi (predatory pricing), dan penetapan harga jual kembali (resale price maintenance/vertical price fixing).
3. Pembagian Wilayah (division of market allocation)
Pembagian Wilayah (division of market allocation) yaitu perjanjian yang mengikat untuk membagi wilayah pasar antara produsen
dengan pertimbangan memaksimalkan keuntungan.
4. Pemboikotan (group boycotts/horizontal refuse to deal)
Pemboikotan (group boycotts/horizontal refuse to deal) yaitu perbuatan yang mengajak orang lain untuk tidak berhubungan dengan
orang ketiga. Perjanjian tersebut sebagaimana berikut:
67%
a. Perjanjian untuk mengahalangi pelaku usaha yang lain (pihak ketiga) untuk melakukan usaha
yang sama. Expansion of the sector
b. Perjanjian untuk menolak menjual barang atau jasa dari pelaku usaha lain (pihak ketiga).
5. Kartel
Kartel yaitu kombinasi keseluruhan pengontrolan produksi, penjualan dan harga, yang bertujuan untuk memonopoli atau membatasi
suatu kompetisi.
Jenis-Jenis Persaingan Usaha Tidak Sehat
6. Trust Agreement
Trust Agreement yaitu perjanjian untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau
perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masingmasing
perusahaan
7. Oligopsoni
Oligopsoni yaitu perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku240 usaha lain untuk bersama-sama
menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa dalam pasar
yang bersangkutan.
8. Integrasi Vertikal
Integrasi Vertikal yaitu penguasaan serangkaian proses produksi yang berlanjut atas layanan suatu jasa tertentu
oleh seorang pelaku usaha tertentu.
9. Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri
Perjanjian ini dilarang apabila memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan 67% terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Expansion of the sector
10. Perjanjian Tertutup (Exclusive Dealing)
Exclusive Dealing atau Perjanjian Tertutup adalah suatu perjanjian yang terjadi antara mereka yang berada pada
level yang berbeda pada proses produksi atau jaringan distribusi suatu barang atau jasa.
Pendekatan Perse Illegal dan Rule of Reason

1. Teori Dasar Persaingan Usaha Tidak Sehat


Pendekatan Perse Illegal dan Rule Of Reason telah lama diterapkan untuk menilai apakah suatu tindakan tertentu dari
pelaku usaha melanggar Undang-Undang Antimonopoli. Kedua metode pendekatan yang memiliki perbedaan ini juga
digunakan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
Monopoli atau persaingan usaha tidak sehat terjadi akibat dari suatu superrior skill, yang salah satunya dapat terwujud
dari pemberian hak paten secara eksklusif oleh negara, berdasarkan pada peraturan perundangundangan yang berlaku
kepada pelaku usaha tertentu atas hasil riset dan pengembangan atas teknologi tertentu. Selain itu ada juga yang
dikenal dengan istilah Trade Secret (Rahasia Dagang), yang meskipun tidak memperoleh ekslusivitas pengakuan oleh
negara, namun dengan rahasia dagangnya mampu membuat produk yang superior.
Ada beberapa hal-hal yang mempengaruhi terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat secara
ilmiah, yaitu:
a. Monopoli atau persaingan usaha tidak sehat terjadi karena pemberian negara (Ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang dikutip kembali dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999).
Pendekatan Perse Illegal dan Rule of Reason

b. Monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang terjadi akibat adanya historical accident, yaitu monopoli yang
terjadi karena tidak sengaja, dan berlangsung karena proses alamiah yang ditentukan oleh berbagai faktor terkait
dimana monopoli tersebut terjadi. Dalam hal ini penilaian mengenai pasar bersangkutan yang memungkinkan
terjadinya monopoli menjadi sangat relevan.
2. Teori Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Terdapat dua teori yang terdapat dalam hukum anti monopoli dan persaingan240 usaha tidak sehat, yaitu:
a. Teori Perse Illegal Teori yang melarang monopoli, tanpa melihat apakah ada akses negatifnya. Beberapa bentuk
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat harus dianggap dengan sendirinya bertentangan dengan hukum. Titik
beratnya adalah unsur formal dari perbuatan tersebut.
Perse illegal itu dapat juga diartikan sebagai suatu terminologi yang menyatakan bahwa suatu tindakan
dinyatakan melanggar hukum dan dilarang secara mutlak, serta tidak diperlukan pembuktian apakah tindakan
tersebut memiliki dampak negatif terhadap persaingan usaha. Perbuatan-perbuatan seperti perjanjian penetapan
67%
harga (price fixing agreements), perjanjian pemboikotan (boycotts agreement), dan perjanjian pembagian wilayah
(geographical market division agreement), dan perjanjian tertutupExpansion
(Exclusive
of the Dealing)
sector adalah contoh jenis-jenis
perbuatan yang diklasifikasikan sebagai Perse Illegal.
b. Teori Rule Of Reason
Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk
membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu
perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan.
Pendekatan Perse Illegal dan Rule of Reason

Melalui pendekatan rule of reason, apabila suatu perbuatan dituduh melanggar hukum
persaingan, maka pencari fakta harus mempertimbangkan dan menentukan apakah perbuatan
tersebut menghambat persaingan dengan menunjukkan akibatnya terhadap proses persaingan dan
apakah perbuatan itu tidak adil atau mempunyai 240 pertimbangan lainnya.
Dalam pendekatan rule of reason ini, suatu perbuatan yang dilarang dilakukan oleh
pelaku usaha, maka akan dilihat sejauh mana dampak dari perbuatan tersebut, oleh karena itu
diperlukan pembuktian lebih lanjut apakah perbuatan tersebut berakibat menghambat persaingan.
Suatu perbuatan dalam pendekatan rule of reason, tidak secara otomatis dilarang meskipun
perbuatan yang dituduhkan tersebut kenyataannya terbukti telah dilakukan. Dengan demikian dalam
pendekatan ini memungkinkan lembaga otoritas persaingan usaha atau pengadilan untuk melakukan
67%
interpretasi terhadap undang-undang maupun terhadap pasar.
Expansion of the sector
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dibentuk suatu komisi.
Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 yang
mengintruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas dan fungsi komisi ditetapkan
melalui Keputusan Presiden. Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres No.75 Tahun 1999
dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dengan demikian, kewenangan yang dimiliki
oleh lembaga peradilan. Kewenangan tersebut meliputi penyidikan, penuntutan, konsultasi,
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.41 KPPU adalah lembaga publik, penegak dan
pengawas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, serta wasit independen dalam rangka
menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan dengan larangan monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Perlu ditekankan bahwa melalui wewenang pengawasan yang dimilikinya, KPPU
diharapkan dapat menjaga dan mendorong agar sistem ekonomi pasar lebih efisiensi produksi,
konsumsi dan alokasi, sehingga pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
BISNIS AIR MINUM DALAM KEMASAN DI INDONESIA

Konsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami
peningkatan. Kondisi ini ditunjang oleh semakin buruknya kondisi air tanah di beberapa kota besar di Indonesia seperti
Jakarta, Surabaya dan Semarang. Tingkat ketergantungan masyarakat pada AMDK semakin tinggi karena minuman ini
sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Pada tahun 2013 konsumsi Air Minum Kemasan di Indonesia
mencapai angka 15,3 miliar liter dimana angka ini lebih besar dari tahun 2012 yang mencapai angka 13,8 miliar liter.
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dijaman seperti ini sudah menjadi barang yang familiar. Hampir setiap hari
dapat ditemui dan didapatkan oleh orang-orang perkotaan seperti Jakarta. Cerita dibalik dengan kemunculan AMDK di
Indonesia. Dulunya, AMDK menjadi produk yang sangat mudah dan familiar di masyarakat modern. AMDK juga
dulunya menjadi barang yang exclusive dimana tidak semua orang dapat membelinya. AMDK memang hanya
berisikan air mineral, namun kebanyakan yang meminum air ini adalah orang-orang penting seperti tamu dari luar
negeri atau wisatawan asing. Sekitar awal tahun 1970-an, Indonesia belum memproduksi AMDK sendiri. Pada tahun
tersebut AMDK yang tersedia adalah produk impor. Pada saat itu para wisatawan atau tamu dalam negeri yang
berkunjung di Indonesia hanya mau meminum air minum dalam kemasan. Hal ini karena mereka tidak cocok dengan
air rebusan. Dulu tidak mudah pula untuk mendapatkan air mineral dalam kemasan. Air mineral dalam kemasan hanya
dapat ditemui di hotel-hotel berbintang.
BISNIS AIR MINUM DALAM KEMASAN DI INDONESIA

Beberapa perusahaan yang membuat AMDK di Indonesia adalah sebagai berikut:


A. Kegiatan Bisnis Air Minum Dalam Kemasan Oleh PT. Tirta Investama dan PT.
Tirta Fresindo Jaya
1. PT. Tirta Investama
a. Sejarah Berdirinya PT. Tirta Investama AQUA lahir atas ide Bapak Tirto
Utomon (1930-1994). Beliau menggagas lahirnya industri Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) pertama di Indonesia melalui PT. Golden Mississippi pada
tanggal 23 Februari 1973, kegiatan fisik perusahaan dimulai pada bulan Agustus
1973, ditandai dengan pembangunan pabrik dikawasan Pondok Ungu Bekasi,
percobaan produksi dilaksanakan pada bulan Agustus 1974 dengan kapasitas
produksi 6.000.000 liter/tahun. Sebelum bernama aqua dahulu bernama Puritas
(Pure Artesian Water), yang berlogo daun semanggi. Tetapi, Eulindra Lim
mengusulkan nama aqua karena cocok terhadap imej air minum dalam botol serta
tidak sulit diucapkan. Tirto setuju dan mengubah merek produknya dari Puritas
menjadi aqua pada bulan Oktober 1974.
b. Visi dan Misi Perusahaan
1) Memberikan hidrasi berkualitas untuk kesehatan yang lebih
baik bagi sebanyak mungkin masyarakat Indonesia melalui
produk dan layanan.
2) Membangun organisasi yang dinamis, terbuka dan beretika
dengan budaya pembelajaran yang memberikan kesempatan
berkembang yang unik bagi karyawan.
3) Menjadi acuan dalam pembangunan berkelanjutan,
melindungi sumber daya airnya, melestarikan lingkungan,
memberdayakan masyarakat dan mempromosikan serta
mendorong masyarakat untuk menjadi “lebih bertanggung
jawab terhadap lingkungan”.
4) Memberikan kesehatan melalui pangan kepada sebanyak
mungkin orang.
c. Tata Kelola Perusahaan
Grup Aqua menerapkan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik demi memastikan berjalannya roda
bisnis perusahaan secara bertanggung jawab, mematuhi
segala peraturan dan hukum yang berlaku, serta
memperhatikan segala aspek keberhasilan ekonomi dan
kemajuan sosial juga lingkungan. Selain itu, penerapan tata
kelola perusahaan yang baik menjadi bukti perusahaan
dalam menjaga kepercayaan investor yang pada akhirnya
dapat meningkatkan nilai tambah bagi mereka.
Dalam grup aqua terdapat 10 divisi yaitu Finance, Human
Resources, Corporate Secretary, Modern Distribution
Channel, Sales and Distribution, Operations, Marketing,
Research and Development, dan Supply Chain yang
bertanggung jawab pada Direksi
d. Tanggung Jawab Kepada Konsumen
Sesuai dengan pilar kesehatan Danone menghadirkan air minum dalam kemasan (AMDK)
diterima luas di masyarakat. Hal tersebut terbukti dengan tidak adanya keluhan atau
pengaduan yang signifikan oleh konsumen terkait terganggunya kesehatan mereka setelah
mengkonsumsi produk Aqua. Tindakan yang dilakukan oleh Aqua, yaitu:
1) Pencantuman Informasi Penting
2) Promosi dan Komunikasi Pemasaran
3) Kepuasan dan Privasi Pelangan
2. PT. Fresindo Jaya
a. Sejarah Berdirinya PT. Tirta Investama
PT. Tirta Fresindo Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang
manufaktur makanan dan minuman yang termasuk dalam mayora
grup (PT. Mayora Indah Tbk) yang berdiri pada tahun 1977
dengan pabrik pertama berlokasi di Tangerang yang menjadi
perusahaan pablik pada tahun 1990. Salah satu produknya berupa
air minum dalam kemasan air mineral yaitu Teh Pucuk Harum,
kali pertama dikenalkan pada tahun 2011 dan langsung mencuri
pasar Teh Sosro.
Lewat PT. Tirta Fresindo Jaya, Mayora merambah ke pasar air
minum dalam kemasan yang lain dengan merek Le Minerale. Dua
pabrik baru dibangun di Cianjur dan Palembang pada akhir 2016,
dengan total investasi mencapai Rp. 1,4 Triliun. Ini menambah
lima pabrik lain yang sudah berdiri di Ciawi, Sukabumi, Pasuruan,
Medan, dan Makasar. Mayora menargetkan produksi hingga 5 juta
karton per bulan dari 1 juta karton per bulan demi bersaing dalam
pangsa pasar tersebut.
b. Visi dan Misi Perusahaan
1) Menjadi produsen minuman yang berkualitas dan terpercaya di mata
konsumen domestik maupun internasional dan menguasai pangsa
pasar terbesar dalam kategori produk sejenis.
2) Dapat memperoleh laba bersih operasi diatas rata-rata industri dan
memberikan nilai yang baik bagi seluruh stakeholders perseroan. 3)
Dapat memberikan kontribusi posistif terhadap lingkungan dan negara
dimana perseroan berada.

c. Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance).


Tata kelola perusahaan atau good corporate governance sebagai suatu
struktur yang mengatur pada hubungan yang harmonis tentang peran
Direksi, Dewan Komisaris, Pemegang Saham dan Para Skateholder
lainnya, juga berpeeran sebagai sistem pengontrolan dan pertimbangan
atas kewenangan pengendalian perusahaan yang diajarkan oleh Direksi.
POSISI KASUS

Berdasarkan Putusan KPPU Nomor 22/KPPU-I/2016. Berawal dari adanya dugaan pelanggaran pada
Pasal 15 Ayat 3 dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan oleh PT. Tirta Investama (Terlapor I)
dan PT. Balina Agung Perkasa (Terlapor II) yang dilaporkan oleh para pedagang ritel dan eceran di
wilayah Jabodetabek melapor ke kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
pemerintah serta pihak lain. Objek Perkara adalah Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Air Mineral
yang di produksi oleh Terlapor I (Danone Indonesia) yang dipasarkan oleh Terlapor II di wilayah
Cikampek, Cikarang, Bekasi, Babelan, Pulo Gadung, Sunter, Prumpung, Kiwi, Lemah Abang,
Rawagirang Cibubur, dan/atau Cimanggis atau setidak-tidaknya di wilayah jangkauan pemasaran Terlapor
II pada tahun 2016. Terlapor I dan Terlapor II secara bersama-sama pernah menyampaikan himbauan lisan
kepada para pedagang Star Outlet (SO) mulai dari akhir tahun 2015 sampai dengan pertengahan tahun
2016, Terlapor I melalui Key Account Excecutive dan Terlapor II melalui bagian penjualan.
POSISI KASUS

Adanya bukti dokumen mengenai Form Sosialisasi Pelanggaran SO yang memerintahkan bahwa penjual yang
menjadi SO dari produk Terlapor I bersedia untuk tidak menjual produk air minum dalam kemasan (AMDK)
dengan merek Le Minerale, dan bersedia menerima konsekuensi sanksi dari Terlapor I berupa penurunan harga
ke Wholeseller apabila menjual produk kompetitor sejenis dengan merek Le Minerale. Form Sosialisasi SO
tersebut wajib ditandatangani oleh pedagang SO lengkap dengan nama pemilik dan nomer telepon. Dan
penyebaran form sosialisasi dilakukan baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri oleh pegawai Terlapor
I dan/atau Terlapor II.
Lalu ditemukannya bukti komunikasi e-mail terdapat komunikasi antara pegawai perusahaan Terlapor I dengan
Terlapor II mengenai tindakan degradasi toko SO dengan pertimbangan toko SO masih menjual produk
kompetitor. Dengan adanya bukti berupa e-mail penurunan status SO pada pedagang, tindakan Terlapor I dan
Terlapor II dengan membuat program-program tersebut diatas adalah perilaku anti persaingan yang bertujuan
untuk mengikat para pedagang toko SO untuk Loyal dan tidak menjual produk kompetitor (Le Minerale).
Tindakan Terlapor I dengan Terlapor II dimaknai sebagai perbuatan bersama (concerted action) yang dapat
dikualifikasikan sebagai perjanjian tidak tertulis.
POSISI KASUS

Mengenai harga barang dan potongan harga menurut Peraturan Komisi Nomor 5
Tahun 2011 mengenai Pedoman Pasal 15, diuraikan bahwa harga adalah biaya
yang harus dibayar dalam suatu transaksi barang dan/atau jasa sesuai
kesepakatan antara pihak di pasar bersangkutan. Berdasarkan peraturan tersebut
disebutkan bahwa potongan harga merupakan insentif yang diberikan oleh
seorang produsen kepada distributor ataupun distributor kepada pengecernya,
dimana harga lebih murah dari harga yang dibayarkan. Fakta dari pedagang SO
adanya larangan kepada para pedagang untuk tidak menjual produk kompetitor
(Le Minerale) dengan sanksi degradasi status dari SO menjadi wholeseller
(eceran) berimbas pada harga pembelian atau pengambilan barang. Perbedaan
harga SO dengan harga Wholeseller memiliki selisih sebesar 3%.
Januari 2016 Himbauan kepada toko yang berstatus SO untuk tetap loyal dan memperhatikan
produk kompetitor.
April 2016 Himbauan lisan terjadi hampir diseluruh SO pada daerah distribusi Terlapor II dan
menhimbau para pedagang SO untuk tidak mendisplay produk Le Minerale bahkan diminta untuk
dihilangkan.
Mei 2016 Didapatkan bukti komunikasi melalui surat elektronik (e-mail) tentang Degradasi Toko
Chun-Chun menjadi Wholeseller karena dianggap tidak loyal lagi terhadap AQUA dan tetap menjual
produk dari pesaing para terlapor yaitu Le Minerale.
Agustus 2016 Merebaknya Form Sosialisasi Loyalitas dan larangan menjual produk Le Minerale
yang harus ditandatangani oleh pemilik toko level SO yang pada pokoknya menyatakan tidak boleh
menjual produk dari kompetitornya.
September 2016 Pedagang SO menyatakan adanya intimidasi dan ancaman degradasi apabila menjual
produk Le Minerale.
Oktober 2016 Pihak Le Minerale mengeluarkan somasi terbuka kepada PT. Tirta Investama atas
dugaan persaingan usaha tidak sehat atas larangan penjualan produk Le Minerale pada beberapa media
nasional melalui kuasa hukumnya Suyanto Simalango Patria. Hal ini dilakukan selain karena adanya
aduan dari pedagang SO tetapi ditakutkan pula apabila dibiarkan akan berdampak pada penjualan Le
Minerale.
7 Oktober 2016 PT. Tirta Fresindo Jaya (produsen Le Minerale) memberikan keterangan kepada KPPU,
undangan tersebut ditandatangani oleh R. Frans Adiatma atas nama Plt. Deputi Bidang Penegekan Hukum
Direktur Innvestigasi U.B Koordinator Satuan Tugas. Sesuai dengan surat pemberitahuan klarifikasi pihak Le
Minerale bertemu dengan Tim Investigasi KPPU. Kemudian adanya langkah-langkah yang diambil oleh para
terlapor guna menutupi kesalahannya dengan melakukan permintaan maaf dan janji-janji akan diberi hadiah,
meskipun itu dirasa sudah terlambat oleh pihak pedagang. Tata cara penanganan perkara berdasarkan laporan
pelapor maka langkah selanjutnya adalah klarifikasi.
9 Mei 2017 Gelar perkara mulai bergulir, sidang pertama dengan agenda pembacaan dan penyerahan salinan
laporan dugaan pelanggaran oleh tim investigator KPPU.
10 Juli 2017 Agenda sidang mendengar keterangan saksi dari pihak Le Minerale menghadirkan orang yang
telah diberikan kuasa yaitu Carol Mario Sampouw sebagai National Sales Manager. Sidang kali ini membahas
tentang akibat dari adanya perjanjian antara para terlapor dengan toko SO yang menyebabkan penurunan
penjualan air minum dalam kemasan yang bermerek Le Minerale. Mario mengatakan adanya aduan dari para
pedagang sehingga membuat ke khawatiran kepada terhambatnya penjualan Le Minerale. Maka dilakukan survei
acak di wilayah jabodetabek karena adanya laporan dari SO Karawang.
26 Oktober 2017 Majelis Komisi melaksanakan sidang Majelis komisi dengan agenda pemeriksaan Terlapor I.
Pada sidang kali ini ditemukan bahwasannya Terlapor I sebagai principal dan Terlapor II sebagai distributor
memiliki kontrak atau perjanjian distributor.
27 Oktober 2017 Majelis Komisi melaksanakan sidang majelis dengan agenda pemeriksaan alat bukti dan
dokumen serta dilanjutkan dengan pemeriksaan Terlapor II. Sidang kali ini ditemukan adanya perilaku yang
dilarang oleh para terlapor yang berhubungan dengan perjanjian tertutup dan hubungan bisnis antara para terlapor
yang berhubungan dengan perjanjian tertutup dan hubungan bisnis antara para terlapor bukanlah hubungan jual
dan/atau beli putus karena adanya perjanjian khusus yaitu perjanjian kerjasama adanya penempatan pegawai
Terlapor I dalam kantor Terlapor II yang memang jabatan sebagai KAE (Key Account Excecutive) dan Sales
Manager.
19 September 2017 Terlapor I menganggap saksi yang dihadirkan cukup yaitu dengan tiga orang saksi dari
Terlapor I dan sembilan orang saksi dari Terlapor II. Pernyataan tersebut kemudian ditanggapi oleh salah satu
investigator KPPU yaitu Helmi Nurjamil, yang mengatakan hadir atau tidak hadirnya saksi oleh Terlapor I,
diserahkan kepada Terlapor. Namun kewenangan itu sepenuhnya berada di tangan Ketua Majelis Komisi. Dalam
persidangan ditemukan adanya bukti surat komunikasi elektronik antara Terlapor I yaitu Sulistyo Pramono dalam
kapasitasnya sebagai KAE Terlapor I kepada Denny Lasut selaku senior sales manager Terlapor II tentang
degradasi stastus SO menjadi Wholeseller.
19 Desember 2017 Sidang yang digelar oleh KPPU, Ketua Majelis Komisi menyatakan kedua terlapor terbukti
secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 Ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
BENTUK PELANGGARAN DAN PERTIMBANGAN HAKIM

A. Pelanggaran Hukum Yang Dilakukan Oleh PT. Tirta Investama dan


PT. Balina Agung Perkasa
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Tirta Investama dan PT. Balina
Agung Perkasa. Salah satunya yaitu perjanjian tertutup dan penguasaan pasar.
Namun menurut peneliti PT. Tirta Investama juga melakukan pelanggaran
hukum terkait dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Posisi Dominan, yang disebutkan sebagai berikut:
1. Perjanjian Tertutup (exclusive dealing) merupakan suatu perjanjian yang
terjadi antara mereka yang berada pada level yang berbeda pada proses
produksi atau jaringan distribusi suatu barang atau jasa.
2. Penguasaan pasar yaitu dengan kata lain menjadi penguasa di pasar
merupakan keingan dari hampir semua pelaku usaha, karena penguasaan
pasar yang cukup besar memiliki korelasi positif dengan tingkat
keuntungan yang mungkin bisa dimiliki oleh pelaku usaha.
3. Posisi dominan adalah suatu keadaan dimana pelaku usaha dalam
memasarkan produknya tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar
yang bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau
pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar yang
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan
akses pada pasokan dan penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang dan jasa tertentu.
B. Pertimbangan Hakim
1. Pertimbangan Hakim Aspek Filosofis
Betapa pentingnya persaingan usaha di Indonesia harus sehat, dalam perkara
ini dijelaskan bahwa pelaku terlapor telah merugikan pelaku usaha lain serta
akan berdampak pada masyarakat luas. Karena selain karena amanat undang-
undang namun juga dikarenakan persaingan usaha tidak sehat memiliki
dampak kepada pelaku usaha lain dan berimbas pada kemakmuran rakyat.
Yang dimana dampak tersebut telah menderogasi dan menyebabkan Negara
Indonesia gagal untuk menjadi negara kesejahteraan yang mana Negara
Indonesia telah bercita-cita untuk memakmurkan rakyatnya sendiri.
2. Pertimbangan Hakim Aspek Yuridis
Aspek Yuridis dalam penelitian ini berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur
dari Undang-Undang Pelanggaran Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
a. Pemenuhan Unsur Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat perjanjian tertutup
terdiri dari tiga macam pelanggaran, yaitu:
1) Exclusive Distribution Agreement
2) Tying Agreement
3) Vertical on Discount
b. Pemenuhan Unsur-Unsur Pasal 19 Menimbang bahwa untuk
membuktikan terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran Pasal 19 huruf
a undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mempertimbangkan unsur-
unsur sebagai berikut:
1) Unsur Pelaku Usaha
Bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam perkara ini adalah PT.
Tirta Investama (Terlapor I) dan PT. Balina Agung Perkasa (Terlapor
II).
2) Unsur Melakukan Satu atau Beberapa Kegiatan, Baik Sendiri
Maupun Bersama Pelaku Usaha Lain.
3) Unsur Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan
atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.
4) Unsur Menolak dan atau Menghalangi Pelaku Usaha Tertentu
Untuk Melakukan Kegiatan Usaha Yang Sama Pada Pasar
Bersangkutan.
5) Unsur Menghalangi Konsumen atau Pelanggan Pelaku Usaha
Pesaingnya Untuk Tidak Melakukan Hubungan Usaha dengan Pelaku
Usaha Pesaingnya.
3. Pertimbangan Hakim Aspek Sosiologis
Berdasarkan bukti yang ada Terlapor II mempunyai
perjanjian dengan Terlapor I dengan hanya mendistribusikan
AMDK produk Terlapor I secara ekslusif dan Terlapor I
diketahui memiliki akses bebas untuk mengaudit setiap saat
lokasi pabrik, catatan-catatan perusahaan dan proses
produksi milik Terlapor II. Dengan demikian terbuktinya
Terlapor I melakukan pengawasan terhadap Terlapor II
hingga ke dalam tingkat kegiatan yang bersifat teknis. Fakta
tersebut diperkuat dengan adanya penempatan pegawai
Terlapor I yang ditempatkan di kantor Terlapor II.
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, Terlapor I dan Terlapor II
mempunyai peran-peran atas perkara ini dimulai dari
degradasi penurunan status SO menjadi W sampai himbauan
dan form sosialisasi yang disampaikan kepada pemasok
produk aqua yang berstatus SO untuk tidak menjual produk
kompetitornya yaitu produk AMDK Le Minerale.
DAMPAK KASUS

Dampak dari kasus ini adalah bahwa perilaku para Terlapor yang melarang
pedagang untuk tidak menjual produk Le Minerale berdampak pada produk Le
Minerale selaku pesaing dari aqua menjadi tidak tersedia lagi setidak-tidaknya di
toko pedagang yang dilarang (availability product) menjadi tidak ada. Tindakan
larangan menjual produk pesaing merupakan strategi persaingan yang dilarang
karena dapat menghilangkan akses pelanggan atau konsumen untuk
mendapatkan pilihan sesuai keinginan masing-masing. Dampak dari tidak adanya
produk secara langsung maupun tidak langsung telah menutup akses pembeli
untuk menentukan pilihan produk mana yang diinginkan oleh pembeli. Bahwa
tindakan para terlapor yang telah mengeluarkan strategi anti persaingan tersebut
menyebabkan pesaingnya yaitu Le Minerale tidak bisa melakukan repeat buying
atau permintaan nyata dari konsumen terhadap pendapat suatu perusahaan.
Berdasarkan fakta dan alat bukti berkaitan dengan perilaku Terlapor I dan Terlapor II dalam
memasarkan produknya pada pasar bersangkutan, maka Majelis Komisi menilai telah terjadi
hambatan pasar yang dialami PT. Tirta Fresindo Jaya dalam memasarkan produk Le
Minerale. Oleh karena itu, Majelis Komisi berpendapat hambatan pasar tersebut telah
mengakibatkan berkurangnya pilihan konsumen pada pasar bersangkutan akibat
berkurangnya kebebasan pelaku usaha SO dalam menjual produk AMDK air mineral.
Dalam putusan perkara Nomor: 22/KPPU-I/2016 menurut keputusan Majelis Komisi
melanggarkan 2 Pasal yaitu Pasal 15 Ayat (3) huruf b Tentang Perjanjian Tertutup dan Pasal
19 huruf a dan b Tentang Penguasaan Pasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peneliti setuju dengan keputusan
Majelis Komisi tersebut akan tetapi menurut peneliti melihat dari fakta hukum dan/atau
fakta sosiologis seharusnya Majelis Komisi juga dapat menjatuhkan atau mengenakan
Terlapor I yaitu PT. Tirta Investama juga melanggar Pasal 25 Ayat (1) huruf a Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Posisi Dominan, bahwasannya selain telapor
melanggar perjanjian tertutup dan penguasaan pasar sebagaimana telah di putuskan oleh
Majelis Komisi terlapor juga telah melanggar ketentuan tentang posisi dominan
sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Anti Monopoli.
KESIMPULAN

1. Perkara pada putusan KPPU Nomor 22/KPPU-I/2016 telah memenuhi unsur-unsur


persaingan usaha tidak sehat yaitu perjanjian tertutup yaitu: unsur pelaku usaha, unsur
perjanjian, unsur mengenai harga atau potongan harga, unsur barang, unsur memuat
persyaratan tidak akan membeli barang, dan unsur tidak akan membeli barang dari pelaku
usaha pesaing. Lalu kegiatan penguasaan pasar telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
unsur pelaku usaha, unsur melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri maupun
bersama pelaku usaha, unsur dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat, unsur menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu
untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan, dan unsur menghalangi
konsumen dan pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha
dengan pelaku usaha pesaingnya. dan posisi dominan yaitu: unsur pelaku usaha, unsur pelaku
usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung
dan unsur pelaku usaha memiliki posisi dominan.
KESIMPULAN
2. Dari hasil pertimbangan-pertimbangan yang ada maka Pertimbangan Hakim ditinjau dari
beberapa aspek yaitu, Aspek Filosofis, Aspek Yuridis dan Aspek Sosiologis.
a. Aspek Filosofis
Bahwasannya mengapa persaingan usaha di Indonesia harus sehat karena selain karena
amanat undang-undang namun juga dikarenakan persaingan usaha yang tidak sehat
berdampak kepada pelaku usaha lain dan tentu saja pasti akan berimbas pada kemakmuran
rakyat. Dampak tersebut telah mencederai dan menyebabkan Negara Indonesia menjadi
negara yang gagal untuk menciptakan kesejahteraan di negerinya sendiri. Bahwasannya
perbuatan-perbuatan melanggar hukum dimana telah dijabarkan diatas adalah perbuatan-
perbuatan yang apabila dilihat dari aspek filosofis telah melanggar cita-cita pendiri bangsa
untuk menjadikan Negara Indonesia sebagai Negara yang berkesejahteraan (walfare state)
yang mana cita-cita tersebut dibangun dari landasan filosofis yang terkandung dan bersumber
dari sila keliman Pancasila yang berbunyi “keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” dan
Pembukan UUD 1945 yang berbunyi “...melindungi segenap bangsa Indonesia” kedua
paradigma tersebut menjadi landasan untuk pembangunan ekonomi yang mengarah pada
terwujudkan kesejahteraan rakyat dengan mengatur persaingan usaha di Indonesia
KESIMPULAN
b. Aspek Yuridis
Bahwasannya para terlapor telah memenuhi semua unsur-unsur pelanggaran hukum yang mereka lakukan.
Dengan terbuktinya para terlapor melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasal 15 Ayat (3) huruf b tentang Perjanjian Tertutup dan Pasal
19 huruf a dan b tentang Penguasaan Pasar.
c. Aspek Sosiologis
Dilihat dari fakta-fakta yang ada telah terjadinya suatu pemusatan pasar oleh Terlapor I yang dibuktikan
melalui bukti-bukti dan keterangan para saksi pemasok produk Aqua yang menyatakan produk Aqua adalah
produk yang paling banyak dijual dan dicari di toko. Sehingga para pedagang yang berstatus SO akan
diturunkan statusnya menjadi Wholeseller apabila diketahui oleh pihak Terlapor I menjual produk dari
pesaingnya yaitu Le Minerale. Faktanya, dampak dari perilaku para terlapor yang dianggap melanggar
peraturan perundang-undangan anti monopoli membuat tertutup nya akses produk dari pesaingnya yaitu Le
Minerale menjadi susah dijangkau di dalam pasar besangkutan. Menurut keterangan ahli Prof. Ine Minara S.
Ruky, S.E., M.E yang mengatakan syarat dari penguasaan pasar itu sendiri pemilikan posisi dominan, atau
pemilikan kekuatan pasar yang signifikan, atau pemilikan faktor-faktor khusus merupakan pra kondisi atau
indikasi awal bagi terciptanya kegiatan penguasaan pasar oleh pelaku usaha. Apabila dilihat kembali
berdasarkan bukti-bukti dan para saksi yang ada para terlapor telah memenuhi unsur Pasal 19 tentang
Penguasaan Pasar, yang mana menurut peneliti pasal tersebut telah memenuhi unsur Pasal 25 tentang Posisi
Dominan secara tidak langsung.
THANKS

Does anyone have any questions?

addyouremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com

Anda mungkin juga menyukai