oleh
Zulherman Idris
1
A. Pendahuluan;
pelaku usaha dan masyarakat banyak, karena disitu ‘tertumpu’ berbagai kepentingan
dan/atau jasa, sehingga rentan terjadi instabilitas pasar kearah pasar bebas dan
cendrung tidak terkontrol, yang akhirnya akan menghasilkan sebuah persaingan yang
tidak sehat yang jauh dari harapan masyarakat dan pelaku usaha.
tercipta efisiensi dibidang produk dan jasa, serta pelaku pasar dituntut
memperbaiki produk dan jasa yang dihasilkan dan juga akan selalu tercipta
dalam pilihan harga rendah dan kualitas tinggi. Sebaliknya, tanpa persaingan
secara sehat dalam mekanisme pasar akan tercipta penguasaan pasar secara
tidak sehat yang pada akhirnya tercipta penguasaan pasar tanpa persaingan,
pelaku usaha menjadi inefisiensi dalam menghasilkan produk dan jasa, serta
pada sisi lain konsumen tidak memiliki alternatif 1. Untuk itulah lahirnya
merupakan sebuah tuntutan dan kebutuhan guna memutuskan persaingan pasar sudah
berjalan secara sehat atau tidak, serta menilai adanya pembenaran dan pengecualian
1
Editorial, “Membudayakan Persaingan Seha t” Dalam “Jurnal Hukum Bisnis” Volume
19, 2002, hal 4.
2
Undang-undang ini merupakan sebuah produk hukum yang unik dan spesifik
yang pengaturannya bersifat materil dan formil di bawah sebuah komisi yang
disebut KPPU yang terkesan super bodi2, yang bertanggung jawab pada Presiden3.
Sekaligus jika dilihat dalam banyak produk keputusan yang ditangani komisi telah
terukur4, menuju sebuah perlindungan bagi sesama pelaku usaha dan masyarakat
demi terwujudnya kesejahteraan. Hal ini akan lebih nyata kalau dilanjutkan
B. Pembahasan:
ekonomi pasar, sehingga suasana persaingan antara pelaku usaha tetap hidup
peluang besar untuk terjadinya persaingan curang oleh pelaku usaha yang
2
Hal ini terkait dengan Tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 35 sampai 36
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat LNRI
Tahun 1999 No 33, yang didalamnya terdapat kewenangan yang dimulai dari melakukan
penyelidikan, menyimpulkan, memenggil pelaku usaha, memenggil dan menghadirkan saksi,
memutus ada atau tidaknya kerugian sampai memebrikan sebuah keputusan ada atau tidaknya
pelanggaran .
3
Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, LNRI Tahun 1999 No 33
4
Ini dimaksudkan adanya penilaian atas indikasi pasar pada sebuah kepentingan ekonomi dan/atau
adanya pelanggaran hukum, yang semua ini kalau dicermati akan tertuju pada sebuah kepentingan
yang lebih besar, yaitu kepentingan masyarakat banyak.
5
Pasal 4 sampai 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. LNRI Tahun 1999 No 33
6
Pasal 17 sampai 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. LNRI Tahun 1999 No 33
7
Pasal 25 sampai 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. LNRI Tahun 1999 No 33
3
berkedudukan dominan sebagaimana pengalaman masa lalu yang terjadi dimasa
Dimasa orde baru terdapat bukti sejarah yang bisa dijadikan pengalaman dan
hukum bagi sesama pelaku usaha akan berakibat menimbulkan monopolistik yang
merugikan banyak pihak. Bahkan dengan intervensi penguasa pada pasar yang
bahwa instabilitas pasar dan unfair copetition terjadi dibanyak sektor ekonomi. Itulah
sebabnya memasuki awal orde reformasi pemerintah yang berkuasa dibawa Presiden
yang biasa disebut Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan
tujuan antara lain menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
Dalam kajian ini akan menjelaskan 2 (dua) pendekatan sebagai ukuran yaitu
penegakan hukum sebagai pengawal dalam UU No 5 Tahun 1999 itu dapat diterima
akal sehat (rasional) dan penerapan hukumnya tidak bersifat mutlak karena
undang ini memang didasarkan pada sebuah aturan yang jelas dan tertulis sehingga
8
Lihat Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, LNRI Tahun 1999 No 33, yang tujuan lainnya juga menginginkan pencapaian
pada terwujudnya iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
sehingga menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah
dan kecil, serta menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan berusaha.
4
jika diterapkan dalam peristiwa konkrit pada kesalahan pelaku usaha, maka pada satu
sisi pertimbangan hukumnya dapat diterima akal sehat. Sebaliknya dalam beberapa
alasan dan fakta hukum lain bahwa disaat penerapan hukum dikaitkan dengan
peristiwa konkrit dan terbukti memenuhi unsur pasal, maka dimungkinkan adanya
pertimbangan hukum yang tidak sejalan dengan ketentuan unsur pasal dimaksud
dengan alasan yang lebih rasional dan juga dapat diterima akal sehat. Hal ini sebagai
terjadinya perbuatan monopoli, melainkan perbuatan monopoli itu terjadi atas sebuah
barang dan jasa, serta pada merekalah penyelenggaraan pasar itu terjadi. Namun
pada sisi lain pengaruh penyelenggaraan itu juga memiliki implikasi pada
pelaku usaha sejenis serta pada akhirnya menimbulkan kecurangan serta kerugian
economic regulation.
5
rangka pembangunan bidang ekonomi yang diarahkan kepada terwujudnya
ajaran antara pasar bebas (free market) dan pasar yang diatur pemerintah 9.
Akhirnya dalam perkembangan yang ada melahirkan banyak prodak politik yang pro
pada budaya monopolistik yang menjadi budaya penyelenggara pasar dimasa orde
baru10.
9
Bandingkan dengan Jurnal hukum Bisnis, Vol 19 Mei-Juni 2002, hal 4. Bahwa Sejarah telah
mencatat adanya ajaran yang melegitimasi kedua hal tersebut. Sebut saja Teori klasik Laissez Faire
dari Adam Smith yang mendukung bahwa pasar seharusnya dibiarkan bebas tanpa intervensi dari
pemerintah, apabila terjadi hal yang tidak diinginkan maka secara otomatis pasar akan
mengkoreksinya dengan apa yang dinamakan invisible hand. Dalam perkembangannya teori ini
dinterpretasikan bahwa invisible hand itu adalah adanya campur tangan pemerintah melalui
perturan perundang-undangan guna menentukan bahwa kompetisi itu berjalan dengan sewajarnya
sesuai yang diharapkan. Sehingga pada akhirnya negara melalui pemerintahnya akan
memberikan serta menerbitkan peraturan, yang pada prakteknya akan didapat adanya “wasit”
guna memberikan penilaian atas pelanggaran peraturan tersebut. Dalam perkembangannya
makna interpensi ini semakin ekstrim, yaitu bahwa ekonomi pasar harus dikontrol secara
penuh, bahkan hak miliknya saja tidak dapat diberikan pada warga negaranya. Ajaran inilah
yang disebut aliran komunis dari ekonom Karl Mark, yang dalam perkembangannya tidak
dapat menjawab zaman, dan akhirnya banyak negara komunis mengubah haluannya dan
perkembangan terakhir muncul jalan tengah, yaitu adanya kebebasan pasar dan prinsip pasar
yang diatur pemerintah.
10
. Bandingkan,. Elita Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung 2011, hal 10-12, bahwa pemerintah telah berperan menumbuhkan persaingan yang tidak
sehat di berbagai bidang, dalam bentuk perbuatan. Menciptakan rintangan Artificial (yang dibuat-
buat) dan Captive Market ( Penguasaan Pasar). Memberikan Privillage yang berlebihan pada
pelaku usaha tertentu. Dikalangan BUMN pesaingan usaha juga sering terjadi, hal ini bernuansa
KKN, dimana perusahaan yang diberi privillge tersebut memiliki vesed interest / kepentingan
permanen dengan pemerintah atau elit politik yg berkuasa.
6
Namun demikian seharusnya pembangunan bidang ekonomi haruslah
situasi dan kondisi dunia usaha yang mampu melibatkan seluruh aspek dan seluruh
lapisan pendukung dan pelaku ekonomi itu sendiri, yang antara lain harus
dalam bidang ekonomi itu sendiri menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi
setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran
barang dan/atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga
mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar 11.
Persaingan dunia usaha yang sehat akan menumbuhkan iklim ekonomi yang
kondusif. Hanya dalam lingkungan persaingan ekonomi yang sehat yang dapat
memberikan kemajuan dan keadilan yang merata bagi semua lapisan masyarakat.
Pada umumnya negara yang menerapkan sistem ekonomi yang sehat sangat
bersangkutan. Disamping itu persaingan dunia usaha yang sehat tidak hanya
mental semua pihak yang terlibat dalam dunia usaha untuk jujur, kreatif, dan
11
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bagian Menimbang huruf a, yang dimuat dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33 serta Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3817.
7
bertanggungjawab. Tentu sumber daya manusia yang demikian sangat mendukung
Sebagai produk hukum yang memiliki kelebihan dan kekurangan yang terlahir
dalam masa transisi dimasa orde reformasi, maka aturan materi dan formil dalam
(perjanjian, kegiatan dan posisi dominan) tersebut telah mampu mengukur causal
dalam berbagai perbuatan yang mempu memicu terjadinya persaingan usaha tidak
sehat. Sehingga selaku pelaku usaha dan masyarakat konsumen secara mudah
mengetahui dan menyadari bentuk-bentuk perbuatan mana yang boleh dan tidak
hukumnya.
pemahaman yang lebih yang tidak saja bermodalkan memahaman hukum dengan
segala lingkupnya sebagaimana berlaku pada hukum perdata dan hukum pidana.
Karena hukum persaingan usaha tidak mengenal peristilahan perdata dan pidana,
melainkan lebih dikenal dalam lingkup hukum bisnis yang tuntutan pertanggungan
jawabnya lebih bersifat hukum dan moral. Maka melihat hukum persaingan usaha
dengan segala penegakan hukumnya dalam kaca mata perdata dan pidana tidak akan
12
Helza Nova Lita, Persekongkolan Sebagai Kejahatan Bisnis Dihubungkan Dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat (Analisis Kasus Penjualan Saham PT. Indomobil Sukses International, Tbk), Makalah,
2006.
8
tersebut. Dengan demikian dalam mengejar peluang pasar dan target bisnis maka
setiap pelaku usaha dan masyarakat harus dapat menyadari bahwa penyelenggaraan
pasar telah mendapat pengawasan dalam penegakan hukum ini, dan dituntut saling
secara fair dengan penuh tanggung jawab pada rambu-rambu hukum dan etika moral.
Dalam konteks ini setiap pelaku usaha harus mampu dan terbuka menerima
persaingan sebagai sebuah koreksi pada produk dan jasa yang dihasilkankannya
dengan basis efisiensi pada Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia
efisiensi ini maka pelaku usaha akan berkreasi, berinovasi, memberikan pelayanan
dalam memproduksi, distribusi dan pemasaran produk barang dan jasa yang
dimilikinya. Inilah tujuan ideal dan harapan dalam penyelenggaraan pasar. Kalau
tentunya struktur pasar yang terbentuk juga akan sehat, yang akhirnya akan
memberikan keuntungan pada semua pihak. Para pelaku usaha memiliki kesempatan
kemudahan dalam menjalankan hukum yang ada sebagai akibat jarang dan/atau tidak
terjadi pelanggaran hukum yang akhirnya kesejahteraan bagi banyak pihak akan
menjadi kenyataan.
9
Hal ini dimaksudkan bahwa hukum persaingan usaha secara jelas telah
jika dikaitkan dengan peristiwa konkrit dalam proses penegakan hukumnya, maka
yang sudah ada. Hal ini tentunya memiliki keterkaitan dengan langkah dan
pentahapan yang juga berlaku dalam sebuah putusan di tingkat pengadilan pada
umumnya, yang dikenal dengan pentahapan konstatir, kualifisir, konstituir 14. Karena
pelanggaran yang dimaksud tidak bersifat mutlak, karena hukuman kesalahan akan
13
.Bandingkan dengan pasal 38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat; LNRI Tahun 1999 No 33.
14
.Konstatuir (membenarkan telah terjadi peristiwa hukum yang diajukan), kwalifisir ( menemukan
telah terjadi hubungan hukum), Mengkonstituir ( menetapkan hukumnya), lebih lanjut dapat dilihat
dalam Lili Mulyadi, Putusan Hakim Dalam hukum acara Perdata; teori, praktek, Telknik membuat
dan Permasalahannya, Bandung; Citra adytia Bakti,Bandung; 2009;147 dan Sudikno Mertokusumo,
Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogjakarta: Liberty, 1988:87-89.
10
b. Perbuatan-perbuatan yang dikonstituir dalam sebuah perbuatan yang melanggar,
bahwa analisa ini juga memiliki keterkaitan dengan kaedah hukum yang berlaku
dalam tindak pidana yang biasa disebut dengan penghapusan dan penghilangan
perbuatan pidana15, sehingg pemenuhan unsur atas sebuah tindak pidana masih
hukumnya juga mengenal sebuah pendekatan analisa yang biasa disebut dengan Rule
of reasioning dan Perse illlegal16. Pendekatan ini menitip beratkan pada sebab dan
terpenuhinya unsur pelanggaran secara logis dan terukur, baik dalam prilaku
pelaku usaha maupun struktur pasar, namun pada titik akhirnya juga dikenal adanya
sebuah keputusan yang bisa menganulir terbuktinya pelanggaran. Hal ini dapat
kesejahteraan ekonomi.
11
d. Penguasaan Pasar yang terjadi secara alamiah.
memungkinkan sama sekali bagi pelaku usaha lain masuk pasar, sehingga
yang paling efisien, umumnya monopoli alami mencakupi prasarana atau sektor
industri pelayanan umum yang berkaitan dengan grid (jaringan), seperti tenaga
listrik, air, gas, jalan, rel kereta api, pelabuhan laut dan udara 17
barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang
diselenggarakan Badan Usaha Milik Negara dan/atau badan atau lembaga yang
terdapat pada swasta yang dilandaskan pada hak atas kekayaan intelektual 19,
17
Peter W Heermann dalam Undang-undang Larangn Praktek Monopoli dan Perasingan Usaha
Tidak Sehat ( Law Concerning Prohibition of Monopolistic Prractices and unfair busininesss
competition, Katalis Publishing media Services, hal 20
18
Lihat Pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 1999.,
19
Lihat Pasal 50 huruf b. Undang-undang Nomor 5 Tahu 1999, yaitu perjanjian yang berkaitan
dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desin
produksi industri, rangkaian elektronik terpadu, dn rahasia dagang, serta perjanjian yang
berkaitan engan waralaba.
12
sehingga apabila hak tersebut telah didaftarkan, pemegangnya dapat menghambat
pesaing lain untuk menggunakan hak tersebut dalam jangka waktu yang telah
ditentukan.
Selain itu juga terdapat alasan pembenar lainnya dilakukan monopoli, yaitu:
Dalam aspek ini bahwa pembenaran atas pelanggaran ini dilakukan bukan saja
analisis hukum tetapi juga analisis ekonomi, untuk itulah dalam upaya penegakan
hukum ini tidak saja terfokus pada pelanggaran unsur-unsur dalam pasal, tetapi juga
penyalahgunaan posisi dominan” yang pada akhirnya terjadi “persaingan usaha tidak
sehat”.
C. Penutup.
capaian yang diinginkan hukum agar persaingan harus berjalan secara sehat. Untuk
itu setiap pelaku usaha diarahkan mampu menerima persaingan. Dengan adanya
persaingan akan muncul sikap dan pemikiran untuk efisiansi pada sumberdaya alam
dan sumber daya manusi serta dapat ditekan biaya produksi. Sejalan dengan ini
dengan munculnya persaingan maka antara sesama pelaku usaha akan bersikap
sama dalam persaingan yang sehat menuju sebuah kreativitas dan inovasi atas
20
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Pasal 50 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
13
produk dan/atau jasa yang diproduksi, distribusi dan dipasarkannya, yang pada
barang dan/atau jasa yang diminatinya dengan kualitas dan harga yang bersaing.
Sikap dan perbuatan sebagaimana dalam penjelasan ini akan berbanding lurus
(RUU) tentang Larangan Praktek monopoli antara lain adalah adanya kemakmuran
berusaha yang sama, adil dan merata bagi setiap warga negara
Daftar Keputakaan
- A.M Tri Agraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Perse Illegal atau Rule of Reason, UI. Fak Hk UI, asca sarjana, Jakarta, 2003
- Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Tinjauan
UU No 5 Tahun 1999, PT Citra Aditya,Bandung 1919.
- Elita Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung 2011
14
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Analisis Kasus Penjualan Saham
PT. Indomobil Sukses International, Tbk), Makalah, 2006.
- Lili Mulyadi, Putusan Hakim Dalam hukum acara Perdata; teori, praktek, Telknik
membuat dan Permasalahannya, Bandung; Citra adytia Bakti,Bandung; 2009
15