Anda di halaman 1dari 10

FAIR COMPETITION

Disusun oleh :
Polly Sukassa

(022101178)

M. Idham Priananda

(022101045)

Rangga Pratisara

(022070124)

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Persaingan Usaha


Fakultas Ekonomi
Universitas Trisakti
Jakarta 2015

Pendahuluan
Sebagai negara hukum dan negara kesejahteraan, Indonesia bertujuan untuk mencapai
masyarakat yang adil dan makmur materil dan spiritual yang dalam pelaksanaannya berdasarkan
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
disebut UUD 1945). Pasal 33 UUD 1945 menetapkan bahwa sistem ekonomi yang dianut negara
adalah ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan sosial sebagai cita-cita pembangunan ekonomi. Untuk itu dalam
menyusun kebijakan perekonomian negara harus senantiasa berusaha menghilangkan ciri-ciri
negatif yang terkandung dalam sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi sosialisme, yaitu free
fight liberalism yang membenarkan eksploitasi terhadap manusia, etatisme dimana negara
beserta aparaturnya meminimumkan potensi dan daya kreasi unit ekonomi di luar sektor negara,
dan pemusatan ekonomi pada salah satu kelompok yang bersifat monopoli yang merugikan
masyarakat.
Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan perjanjian-perjanjian
dan kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur yang kurang adil terhadap pihak
yang ekonomi atau sosialnya lebih lemah dengan dalih pemeliharaan persaingan yang sehat.
Terjadinya hal yang demikian itu antara lain disebabkan kurangnya pemahaman kalangan pelaku
usaha terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999).
Bagi dunia usaha, persaingan harus dipandang sebagai suatu hal yang positif. Persaingan disebut
sebagai suatu elemen yang esensial dalam perekonomian modern. Pelaku usaha menyadari
bahwa dalam dunia bisnis adalah wajar untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, tetapi
sebaiknya dilakukan melalui persaingan usaha yang jujur. Persaingan memberikan keuntungan
pada para pelaku usaha itu sendiri dan juga kepada konsumen. Dengan adanya persaingan,
pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus memperbaiki produk ataupun jasa yang
dihasilkan, terus-menerus melakukan inovasi dan berupaya keras memberikan produk untuk jasa
yang terbaik bagi konsumen. Persaingan akan berdampak pada semakin efisiennya pelaku usaha
dalam menghasilkan produk atau jasanya. Di sisi lain, dengan adanya persaingan, maka
konsumen sangat diuntungkan karena mereka mempunyai pilihan dalam membeli produk atau
jasa tertentu dengan harga yang murah dan kualitas yang baik.

Persaingan usaha memang dapat membantu meningkatkan kualitas suatu produk barang
dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha, dengan harga yang terjangkau oleh konsumen,
sehingga tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa adanya persaingan usaha yang sehat itu
dianggap sebagai katalisator menuju perkembangan industri, usaha, dan ekonomi pada
umumnya.
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dibalik praktik bisnis itu adanya berbagai
macam persaingan misalnya: ada persaingan yang sehat dan adil (fair competition), ada
persaingan yang tidak sehat (unfair competition), bahkan ada persaingan yang destruktif
(destructive competition) seperti predatory price. Tentu saja, perilaku anti persaingan seperti
persaingan usaha tidak sehat dan destruktif itu tidak kita kehendaki, karena mengakibatkan inefisiensi

perekonomian

berupa

hilangnya

kesejahteraan

(economic

welfare),

bahkan

mengakibatkan keadilan ekonomi dalam masyarakatpun terganggu dan timbulnya akibat-akibat


ekonomi dan sosial yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban,
maupun kepentingan umum
Maksud dan Tujuan
1. Menambah wawasan atau ilmu pengetahuan teman-teman mahasiswa tentang persaingan sehat.
2. Tujuan dan harapan utamanya di Indonesia adalah terwujudnya sistem persaingan usaha yang
bebas dan adil sehingga terdapat kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku
usaha. Selain itu perjanjian ataupun penggabungan usaha yang menghambat persaingan serta
penyalahgunaan kekuasaan ekonomi tidak ada sehingga semua pelaku usaha dapat melakukan
kegiatan ekonomi dan tersedia ruang gerak yang luas. Pengaturan persaingan usaha berasaskan
demokrasi ekonomi dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha
dan kepentingan umum.
Definisi Para Pakar
Hukum dan UU
Pertama, terhadap ketentuan mengenai monopoli antara Sherman Act dan UU Persaingan
Usaha. Monopoli yang terdapat dalam Section 2 Sherman Act lebih menekankan niat untuk
menguasai pasar (attempt to monopolize), sedangkan dalam Pasal 17 UU Persaingan Usaha yang
lebih menekankan akibat perbuatan monopoli. Dengan menggunakan rule of reason dan per se
dikatakan bahwa untuk mengadili perbuatan monopoli menurut Sherman Act menggunakan per
se, berbeda dengan ketentuan dalam UU Persaingan Usaha yang menggunakan rule of reason,

yaitu dengan mempertimbangkan apakah perbuatan yang dilakukan pelaku usaha mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli atau menghambat persaingan usaha tidak sehat (Asril Sitompul,
1999; 27-28).
Kedua, terhadap ketentuan jabatan rangkap yang terdapat dalam Pasal 26 UU Persaingan
Usaha. Dengan melakukan analisis terhadap bunyi ketentuan undang-undang mengklasifikasikan
jabatan rangkap dalam UU Persaingan Usaha menganut asas rule of reason. Dikatakan bahwa
dengan adanya kalimat yang berbunyi yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat maka pasal ini berubah menjadi menganut asas rule of
reason (Asril Sitompul, 1999; 41).
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun
1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum. Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis
sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undangundagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan praktek monopoli adalah suatu
pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu
persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal
1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di
Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menjalankan tugas untuk
mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersamasama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan
praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga,
diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah,
kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan
persaingan usaha tidak sehat.

2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk
membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar
membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim
ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan
layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU
Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan
dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan
sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang
termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski
KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga
mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16
sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendahrendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selamalamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya

Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima
miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya

Rp1.000.000.000

(satu

miliar

rupiah)

dan

setinggi-tingginya

Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3
(tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undangundang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada
pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan
secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks
pidana.

Efisiensi Sebagai Tujuan Kebijakan Persaingan


Efisiensi berhubungan dengan penggunaan sumber daya, baik hari ini dan masa yang
akan datang. Produksi yang efisien hari ini, berarti manusia, mesin, bahan mentah dan bahan
lainnya dipergunakan untuk memproduksi output terbesar yang bisa mereka hasilkan. Input tidak
dipergunakan secara percuma atau sia-sia. Efisiensi hari ini juga berarti bahwa produk dan jasa
yang diproduksi adalah barang dan jasa yang dinilai paling tinggi oleh konsumen dimana pilihan
mereka tidak terdistorsi. Efisiensi pada masa yang akan datang didapat dan dari insentif untuk
inovasi yang menghasilkan peningkatan produk dan jasa maupun perbaikan dalam proses
produksinya dimasa depan. Meningkatnya produksi dengan harga yang rendah, sebagaimana
juga inovasi yang menghasilkan produk baru dan jasa yang lebih baik dimasa depan, akan
meningkatkan surplus total.
Relevansi pertimbangan efisiensi bagi kebijakan kompetisi adalah bahwa penggunaan
sumber daya yang tidak efisien, dengan kata lain, akan mengakibatka harga tinggi,output rendah,
kurangnya inovasi dan pemborosan penggunaan sumber daya. Bila perusahaan bersaing satu

sama lain untuk mengidentifikasikan kebutuhan konsumen, memproduksi apa yang dibutuhkan
konsumen pada harga yang paling rendah yang dapat dihasilkannya dan terus menerus berusaha
meningkatkan dan melakukan inovasi untuk meningkatkan penjualan, sumber daya digunakan
secara lebih produktif dan konsumen mendapatkan apa yang dibutuhkannya
Pengertian Hukum Persaingan Usaha dan Kebijakan Persaingan Usaha.
Menurut Arie Siswanto, dalam bukunya yang berjudul Hukum Persaingan Usaha yang
dimaksud dengan hukum persaingan usaha (competition law) adalah instrumen hukum yang
menentukan tentang bagaimana hukum itu harus dilakukan. Sedangkan menurut Kamus Lengkap
Ekonomi yang ditulis oleh Cristopher Pass dan Bryan Lowes, yang dimaksud dengan
Compettion laws adalah bagian dari perundang-undangan yang mengatur tentang monopoli,
penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian perdagangan yang membatasi dan praktik anti
persaingan.
Selain pengertian hukum persaingan usaha, maka pengertian kebijakan persaingan
(competititon policy) perlu juga dikemukakan karena berkaitan erat dengan persaingan usaha.
Dalam Kamus Lengkap Ekonomi yang ditulis oleh Cristopher Pass dan Bryan Lowers, yang
dimaksud dengan kebijakan persaingan adalah kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan
efisisensi pemakaian sumner daya dan perlindungan kepentingan konsumen. Tujuan kebijakan
persaingan adalah untuk menjamin pasar terlaksananya pasar secara optimal.
Pengertian Monopoli, Praktik Monopoli, Pemusatan Kekuatan Ekonomi, dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
Praktik Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999
1.

Pengertian Monopoli dan Persaingan Usaha


Persaingan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam proses perkembangan kegiatan
ekonomi. Disnilah peranan hukum diperlukan agar tercipta suatu persaingan yang sehat dan
wajar antara pelaku usaha.

Persaingan atau competition dalam bahasa Inggris oleh Webster didefinisikan sebagai : . A
struggle or contest between two or more persons for the same objects.
Memperhatikan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat
unsur-unsur sebagai berikut :
a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli;
b. Ada kehendak diantara mereka untuk mencapai tujuan yang sama
Persaingan antara pelaku usaha salah satunya adalah persaingan dalam merebut pasar dan
mendapatkan konsumen sebanyak-banyaknya. Persaingan sebenarnya merupakan kondisi ideal
yang memiliki banyak aspek positif. Meskipun demikian, persaingan akan berjalan dengan baik
sesuai dengan fungsinya apabila tidak terjadi perbuatan curang yang justru merugikan dan
menimbulkan aspek negatif.
Monopoli menurut Kamus Besar Indonesia adalah situasi pengadaan barang dagangan
tertentu (di pasar lokal atau internasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang
atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan. Sedangakan menurut Blacks Law
Dictionary monopoli adalah :
A privilege or peculiar advanted vested in noe or more persons or company , consisting in the
exclusive right (or power) to carry on a particular business or trade, manufactured a partucular
article or control the sale of the whole supplyof a particular commodity. . A form of the market
structure in which one or only a few firms dominate the total sales of a product or service
Mainers, member definisi monopoli sebagai berikut: a market structure in which the output of an
industry by single seller or a group of seller making joint decisions regarding production and
price.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mendefinisikan monopoli sebagai penguasaan atas
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha. Sementara yang dimaksud dengan praktik monopoli adalah
suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga

menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum.
2.

Praktik Monopoli
Dalam ketentuan dalam pasal 1 angkan 2 Undang-Undang Anti monopoli dirumuskan
bahwa yang dimaksud dengan praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang
dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.

3.

Pemusatan Kekuatan Ekonomi


Yang dimaksud dengan pemusatan kekuatan ekonomi dalam pasal 1 angka 3 UndangUndang Monopoli adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau
lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan/atau jasa.

4.

Persaingan Usaha Tidak Sehat


Menurut rumusan pasal angka 1 ayat 6 Undang-Undang Antimonopoli, yang dimaksud
dengan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak
jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Dalam Blacks Law Dictionary, persaingan usaha tidak sehat diartikan sebagai berikut:
A term which be applied generally to all dishonest or fraudulent rivalry in trade and
commerce, the practice of endeavoring to substitute ones own goods or products in the market
for those of another by means of imitating or counterfeiting the name, brand, size, shape, or
other distinctive characteristic of the article or of packaging.
Menurut sistematik pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha
Tidak Sehat ditandai tiga alternative kriteria, yaitu: persaingan usaha yang dilakukan dengan cara
tidak jujur, melawan hukum, dan menghambat persaingan usaha. Tindakan persaingan usaha
tidak sehat sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua keategori, yaitu tindakan anti persaingan
(anti competition) dan tindakan persaingan curang (unfair competition practice). Tindakan anti

persaingan adalah tindakan yang bersifat mencegah terjadinya persaingan dan dengan demikian
mengarah pada terciptanya kondisi tanpa atau minim persaingan, sedangkan persaingan curang
adalah tindakan tidak jujur yang dilakukan dalam kondisi persaingan.
Kesimpulan
Dengan adanya persaingan sehat, pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus memperbaiki
produk ataupun jasa yang dihasilkan, terus-menerus melakukan inovasi dan berupaya keras
memberikan produk dan jasa yang terbaik bagi konsumen. Persaingan yang sehat juga akan
berdampak pada semakin efisiennya pelaku usaha dalam menghasilkan produk atau jasanya. Di
sisi lain, dengan adanya persaingan, maka konsumen sangat diuntungkan karena mereka
mempunyai pilihan dalam membeli produk atau jasa tertentu dengan harga yang murah dan
kualitas yang baik.
Saran
Agar para pelaku usaha lebih mengedepankan nilai nilai yang adil dan terdapat dalam UU
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
dalam menjalankan usaha atau bisnis nya agar pelanggan merasa puas.
Daftar Pustaka
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta: Rajawali Pers,
1999), hlm. 4.
Max Huffman 2010, Bridging The Divide? Theories For Integrating Competition Law And
Consumer Protection, European Competition Journal, Winter-January,
Asril Sitompul, SH., Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan terhadap
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999), Bandung, PT. Citra Aditya, 1999.p.7.
(sumber:https://yakubadikrisanto.wordpress.com/tag/beberapa-ahli-yang-concern-terhadaphukum-persaingan-us/ )
(sumber:http://saepudin-npmstudentgunadarmaacid.blogspot.com/2012/04/anti-monopolipersaingan-usaha.html
Laporan Kebijakan Persaingan Indonesia: Indonesian Competition Report, (Elips, 2000) p.5

Anda mungkin juga menyukai