Anda di halaman 1dari 16

POSISI DOMINAN DALAM PERSAINGAN USAHA

MAKALAH

Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Hukum
Perlindungan Konsumen dan Persaingan Usaha

Dosen Pengampu : Pangestika Rizki Utami, M.H

KELOMPOK 8

Ananta Arini Rizka Saputri (214110301019)

Muhammad Alfa Dzul Azmi (214110301033)

Nuraini Khairiyatin (214110301153)

Puput Setyani (214110301142)

Uswatun Khasanah (224110301129)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

5 HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H SAIFUDDIN ZUHRI

2023
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam dunia usaha, persaingan merupakan hal yang dianggap positif.
Persaingan disebut sebagai sebuah elemen yang esensial dalam perekonomian
modern. Pelaku usaha menyadari bahwa dalam dunia bisnis adalah wajar untuk
mencari keuntungan sebesar-besarnya, namun sebaliknya dilakukan melalui
persaingan usaha yang jujur1. Persaingan berdampak pada semakin efisiennya
pelaku usaha dalam menghasilkan produk atau jasanya. Di satu sisi dengan adanya
persaingan maka konsumen sangat diuntungkan karena mereka memiliki pilihan
dalam membeli produk atau jasa tertentu dengan harga yang murah dan
berkualitas yang baik2. namun disi lain persaingan usaha yang cenderung
menguasai posisi dominan akan berdampak kurang baik bagi pelaku usaha
lainnya, sebab tidak semua pelaku usaha dapat menjangkau apa yang dilakukan
oleh pelaku usaha yang menguasai posisi dominan tersebut.
Dalam perspektif ekonomi, posisi dominan adalah posisi yang ditempati oleh
perusahaan yang memiliki pangsa pasar terbesar. Dengan market power tersebut,
perusahaan dominan dapat melakukan tindakan atau strategi tanpa dapat
dipengaruhi oleh perusahaan pesaingnya. Dalam undang-undang No. 5 Tahun
1999, posisi dominan diartikan sebagai suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak
mempunyai pesaing, yang berarti atau suatu pelaku usaha mempunyai posisi lebih
tinggi dari pada pesaingnya pada pasar yang bersangkutan dalam kaitan pangsa
pasarnya, kemampuan keuangan, akses pada pasokan atau penjualan serta
kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Kepedulian tentang pentingnya persaingan usaha sudah dipahami jauh
sebelum dilahirkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ini dapat dilihat dengan
adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang persaingan usaha yang
tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh dalam

1
Prayoga, A. Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia. Jakarta: ELIPS dan
Partnership for Business Competition, 1999
2
Juwana, H. “Sekilas Tentang Hukum Persaingan dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999,”
Magiter Hukum, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Indonesia, 1, No.1. 1999
Pasal 382Bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat yang mengatur
tentang persaingan curang.
Bila disadari, persaingan usaha pada pasar bebas sekarang ini, memiliki
konsekuensi tersendiri bagi para pelaku usaha dalam memproduksi dan
memasarkan produknya. Pelaku usaha dituntut untuk memproduksi barang dan
atau jasa agar lebih menarik perhatian konsumen, berinovasi sehingga pada
akhirnya penghasilan atau pemasukan para pelaku usaha tersebut semakin
meningkat3. Persaingan usaha ini bermanfaat dalam rangka mendorong para
pelaku usaha untuk dapat berbuat yang terbaik, baik dari segi mutu atau kualitas,
pelayanan, harga, dan lain sebagainya. Tentu saja tujuannya untuk dapat memicu
atau mendorong suatu perusahaan atau pelaku usaha untuk dapat meningkatkan
kinerja yang unggul sehingga tumbuh secara cepat dengan menawarkan suatu
kombinasi antar kualitas dan harga barang atau jasa serta pelayanan sebagaimana
yang dikehendaki oleh konsumen.4
Sebaliknya, persaingan usaha yang bersifatnegatif dapat menyebabkan
pelaku usaha lain mengalami kerugian sehingga berdampak pada turunnya
penghasilan atau pendapatan para pelaku usaha lainnya.5 Pada prinsipnya
persaingan usaha hanya terjadi jika ada dua pelaku usaha atau lebih menawarkan
produk dan jasa yang sama kepada konsumen dalam sebuah pasar. Dua pelaku
usaha atau lebih ini berusaha utuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya
yang kadangkala hal tersebut dapat merugikan pelaku usaha lain.
Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tidak melarang pelaku usaha menjadi
perusahaan besar. Undang- undang No. 5 Tahun 1999 justru mendorong pelaku
usaha untuk menjadi besar dan dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan.
Persaingan inilah yang memicu pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dan

3
Nurimansyah Hasibuan, Ekonomi Industri Persaingan, Monopoli dan Regulasi.Pustaka, LP3ES
Indonesia, Jakarta, 1993. hal 81.

4
. Ibrahim, Johni, Hukum Persaingan Usaha Filsofi, teori dan implkasi Penerapannya di
Indonesia, Bayumedia Publishing.,Jawa Timur, 2009 hal 41
5
Wihana Kirana Jaya, Pengantar Ekonomi IndustriPendekatan Struktur, prilaku dan Kinerja
Pasar, BPFE, Yogyakarta, 1993, hal 256
inovasi-inovasi untuk menghaslkan produk yang lebih berkualitas dan harga yang
kompetitif, dibandingkan dengan kualitas produk dan harga jual dari pesaingnya.
Persainganlah yang mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang
dominan.6
Syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 yang penting adalah bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan
mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya dalam kaitan pangsa pasar,
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, dan
kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barangatau jasa tertentu oleh
karena itu menurut hukum hanya satu pesaing (yang mempunyai posisi dominan)
yang dapat menguasai posisi dominan dipasar bersangkutan. Salah satu ciri-ciri
pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah jika pelaku usaha tersebut
dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan
secara mandiri/indivudutanpa memperhitungkan pesaing-pesaingnya, sehingga
keadaan suatu pasar yang dapat dipengaruhi oleh satu pelaku usaha secara mandiri
karena pelaku usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi dari pada
pesaingnya dan kemampuan keuangan yang lebih kuat dari pada pesaingnya serta
mampu menetapkan harga dan mengatur pasokan barang dipasar yang
bersangkutan. Dengan demikian, akibat tindakan pelaku usaha yang mempunyai
posisi dominan tersebut pasar menjadi terdistorsi.
Undang-Undang No.5 Tahun 1999 telah membuat regulasi melarang
persekongkolan tender yang mengakibatkan terjadi persaingan usaha tidak sehat.
Undang-Undang ini dimaksudkan untuk menata kegiatan usaha di Indonesia,
supaya dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang sehat dan benar sehingga
tercipta iklim persaingan usaha yang sehat. selain itu untuk mencegah terjadinya
pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu yang pada
akhirnya merugikan pelaku usaha lain dan masyarakat. Undang-undang No. 5
Tahun 1999 tidak melarang pelaku usaha menjadi perusahaan besar. Undang-
undang No. 5 Tahun 1999 justru mendorong pelaku usaha untuk menjadi besar

6
Andi Fahmi, et. al., ed. Hukum Persaingan Usaha antara Teks dan Konteks, Jakarta: Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2009, hal. 166
dan dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan. Persaingan inilah yang memicu
pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dan inovasi-inovasi untuk menghaslkan
produk yang lebih berkualitas dan harga yang kompetitif, dibandingkan dengan
kualitas produk dan harga jual dari pesaingnya. Persainganlah yang mendorong
pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang dominan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Hukum Persaingan Usaha?
2. Bagaimana Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha?
3. Bagaimana Sejarah Pentingnya Persaingan Usaha?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Persaingan Usaha


Hukum Persaingan Usaha terdiri dari kata hukum dan persaingan
usaha. Bila dikehendaki persaingan usaha dapat dipecah lagi menjadi kata
persaingan dan usaha. Hukum merupakan pengatur dan petunjuk dalam
kehidupan bermasyarakat (levensvoorschriten) sehingga hukum selalu
sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat itu sendiri. Menurut Borst
hukum ialah keseluruhan peraturan bagikelakuan atau perbuatan manusia
didalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan
bertujuan mendapatkan tata atau keadilan. Utrecht dan Van Apeldoorn
beranggapan bahwa untuk memberikan suatu definisi yang tepat tentang
hukum adalah tidak mungkin. Hukum mengatur hubungan didalam
masyarakat antara orang dengan orang atau antara anggota masyarakat
yang lain. Bentuk hubungannya dapat lebih terinci lagi dalam bermacam-
macam bentuk seperti perkawinan, tempat kediaman, perjanjian-
perjanjian, dan lain sebagainya.7
Persaingan merupakan suatu perjuangan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok orang tertentu (kelompok sosial), agar
memperoleh kemenangan memperlihatkan keunggulan masing-masing
yang dilakukan oleh perseorangan (perusahaan, negara) pada bidang
perdagangan, produksi, maupun persenjataan.Usaha dalam kehidupan
sehari-hari dapat diartikan sebagai upaya manusia untuk melakukan
sesuatu guna mencapai tujuan tertentu, usaha atau dapat juga disebut suatu
perusahaan adalah suatu bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara
tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan, baik yang
diselenggarakan oleh perorangan maupun badan usaha yang berbentuk
badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum, yang didirikan dan
berkedudukan di suatu daerah dalam suatu negara.

7
Abdul Hakim G. Nusantara dan Benny K. Harman, Analisa dan Perbandingan Undang

Undang Antimonopoli (Jakarta: Elex Media Komputindo), hlm 20


Persaingan usaha adalah kondisi dimana terdapat dua pihak (pelaku
usaha) atau lebih berusaha untuk saling mengungguli dalam mencapai
tujuan yang sama dalam suatu usaha tertentu. Pengertian dari hukum
persaingan usaha adalah hukum yang mengatur tentang interaksi atau
hubungan perusahaan atau pelaku usaha di pasar, sementara tingkah laku
perusahaan ketika berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi.
Pengertian persaingan usaha secara yuridis selalu dikaitkan dengan
persaingan dalam ekonomi yang berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha
baik perusahaan maupun penjual secara bebas berupaya untuk
mendapatkan konsumen guna mencapai tujuan usaha atau perusahaan
tertentu yang didirikannya. Dilihat dari segi ekonomi, pengertian
persaingan atau competition adalah:
a. Merupakan suatu bentuk struktur pasar, dimana jumlah perusahaan
yang menyediakan barang di pasar menjadi indikator dalam menilai
bentuk pasar seperti persaingan sempurna (perfect competition),
Oligopoli (adanyabeberapa pesaing besar).
b. Suatu proses dimana perusahaan saling berlomba dan berusaha untuk
merebutkonsumen atau pelanggan untuk dapat menyerap produk
barang dan jasa yangmereka hasilkan, dengan cara:
1. Menekan harga (price competition);
2. Persaingan bukan terhadap harga (non price competition) melalui
deferensial produk, pengembangan HAKI, promosi/iklan,
pelayanan purna jual;
3. Berusaha untuk lebih efesien (low cost production).

B. Posisi Dominan dalam Hukum Persaingan Usaha


Pengaturan posisi dominan di Indonesia tercantum dalam pasal 1
angka (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yaitu:
“Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi
tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau
penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu”.
Ketentuan ini menetapkan syarat atau parameter posisi dominan.
Syarat yang dimaksud adalah pelaku usaha tidak mempunyai pesaing
yang berarti atau pelaku usaha mempunyai posisi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya di pasar yang
bersangkutan dalam kaitan pangsa pasarnya, kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, dan
kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa
tertentu.8
Dalam Pengertian kemampuan keuangan suatu pelaku usaha dapat
dipahami khususnya kemampuan ekonomi pelaku usaha tersebut
yang pada pokoknya mempunyai kemungkinan keuangan artinya
kemampuan keuangan yang dimiliki sendiri, untuk melakukan investasi
sejumlah uang tertentu dan mempunyai akses menjual kepada pasar
modal. Secara sederhana dilihat dari keberadaan pelaku usaha yang
mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi (besar) dibandingkan dengan
pelaku usaha pesaingnya, pelaku usaha yang mempunyai pangsa pasar
yang lebih tinggi akan mempunyai keuangan yang lebih besar
dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya. Karena presentase nilai
jual atau beli yang lebih tinggi atas suatu barang atau jasa
tertentu dibandingkan dengan nilai jual atau beli pesaing-pesaingnya akan
menunjukkan ke kemampuan keuangan yang lebih kuat atau lebih besar.
Faktor- faktor menetapkan pelaku usaha mempunyai keuangan yang
kuat adalah dapat dilihat dari:
a. Modal dasar

8
Anang Triyono, Penyalahgunaan Posisi Dominan Oleh Pelaku Usaha: Studi Kasus PadaAudit
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., Skripsi tidak diterbitkan, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2010, hlm. 21.
b. Cash flow Pengertian cash flow adalah aliran kas perusahaan yang
secara riil diterima dan dikeluarkan oleh perusahaan untuk
keperluan operasi, pendanaan, dan investasi.
c. Omzet Omzet adalah nilai transaksi yang terjadi dalam hitungan
waktu tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan, tahunan.
d. Keuntungan
e. Batas kredit dan Akses ke pasar keuangan nasional
dan internasional.9

Hambatan masuk pasar oleh pelaku usaha posisi dominan swasta


adalah penguasaan produk suatu barang mulai proses produki dari hulu ke
hilir hingga pendistribusian – sehingga perusahaan tersebut demikian
kokoh pada sektor tertentu mengakibatkan pelaku usaha potensial tidak
mampu masu ke pasar yang bersangkautan. Sedangkan hambatan masuk
pasar akibat kebijakan negara atau pemerintah ada dua, yaitu hambatan
masuk pasar secara struktur dan strategis. Hambatan masuk pasar secara
struktur adalah dalam kaitan sistem paten dan lisensi. Sementara
hambatan masuk pasar secara strategis adalah kebijakan-kebijakan yang
memberikan perlindungan atau perlakuan khusus bagi pelaku usaha
tertentu, akibatnya pesaing potensial tidak dapat masuk ke dalam pasar.
Jadi, di dalam hukum persaingan usaha ukuran yang sangat penting
adalah bahwa pesaing potensial bebas keluar masuk ke pasar yang
bersangkutan.

Selain pelaku usaha yang dominan dapat melakukan penyalahgunaan


posisi dominannya sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 25 ayat
1 tersebut, pelaku usaha tersebut dapat juga melakukan perilaku yang
diskriminatif, baik diskriminasi harga dan non harga dan jual rugi
(predatory pricing).

9
N ingrum Natasya Syirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Medan: PustakaBangsa Press,
2004, hlm. 17.
Peraturan KPPU No.6 tahun 2010 tentang pedoman pelaksanaan
Pasal 25 tentang penyalahgunaan posisi dominan berdasarkan UU
No.5 tahun 1999, menguraikan konsep dasar penyalahgunaan posisi
dominan yaitu pertama, penentuan posisi dominan, dan kedua,
melakukan tindakan yang bersifat antipersaingan. Konsep dasar ini
berawal dari pemikiran bahwa penyalahgunaan posisi dominan (abuse of
dominant position) muncul ketika pelaku usaha memiliki kekuatan
secara ekonomi yang memungkinkan pelaku usaha yang bersangkutan
untuk beroperasi di pasar tanpa terpengaruh oleh persaingan dan
melakukan tindakan yang dapat mengurangi persaingan
(lessen competition).10

C. Sejarah Pentingnya Persaingan Usaha di Indonesia


Latar belakang langsung dari penyusunan undang-undang
antimonopoli adalah perjanjian yang dilakukan antara Dana Moneter
Internasional (IMF) dengan Pemerintah Republik Indonesia, pada tanggal
15 Januari 1998. Dalam perjanjian tersebut, IMF menyetujui pemberian
bantuan keuangan kepada Negara Republik Indonesia sebesar US$ 43
miliar yang bertujuan untuk mengatasai krisis ekonomi, akan tetapi
dengan syarat Indonesia melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum
ekonomi tertentu. Hal ini menyebabkan diperlukannya undang-undang
antimonopoli. Akan tetapi perjanjian dengan IMF tersebut bukan
merupakan satu-satunya alasan penyusunan undang-undang tersebut.
Sejak 1989, telah terjadi diskusi intensif di Indonesia mengenai
perlunya perundangundangan antimonopoli. Reformasi sistem ekonomi
yang luas dan khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan sejak tahun
1980, dalam jangka waktu 10 tahun telah menimbulkan situasi yang
dianggap sangat kritis. Timbul konglomerat pelaku suaha yang dikuasai

10
Usman, Rachmadi. 2004. “Hukum persaingan Usaha di Indonesia”. ( Jakarta: PT Gramedia
Pusaka Utama)
oleh keluarga atau partai tertentu, dan konglomerat tersebut dikatakan
menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengah malalui praktik usaha
yang kasar serta berusaha untuk mempengaruhi semaksimal mungkin
penyusunan undangundang serta pasar keuangan. Kalangan konglomerat
tersebut malahan diberikan perlindungan undang-undang, contohnya
adanya kartel semen, kaca, kayu, kertas serta penetapan harga semen, gula
dan beras, penentuan akses masuk ke pasar untuk kayu dan kendaraan
bermotor, lisensi istimewa, untuk cengkeh dan tepung terigu, pajak,
pabean dan kredit dalam sektor industri pesawat dan mobil.
Dengan latar belakang demikian, maka disadari bahwa pembubaran
ekonomi yang dikuasai negara dan perusahaan monopoli saja tidak cukup
untuk membangun suatu perekonomian yang bersaing. Disadari juga hal-
hal yang merupakan dasar pembentukan setiap perundang-undangan
antimonopoli, yaitu justru pelaku usaha itu sendiri yang cepat atau lambat
melumpuhkan dan menghindarkan dari tekanan persaingan usaha dengan
melakukan perjanjian atau penggabungan perusahaan yang menghambat
persaingan serta penyalahgunaan posisi kekuasaan ekonomi untuk
merugikan pelaku usaha yang lebih kecil. Negara perlu menjamin
keutuhan proses persaingan usaha terhadap gangguan dari pelaku usaha
dengan menyusun undang-undang, yang melarang pelaku usaha
mengganti hambatan perdagangan oleh negara yang baru saja ditiadakan
dengan hambatan
persaingan swasta.
Tahun-tahun awal reformasi di Indonesia memunculkan rasa
keprihatinan rakyat terhadap fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar
yang disebut konglomerat menikmati pangsa pasar terbesar dalam
perekonomian nasional Indonesia. Dengan berbagai cara mereka berusaha
mempengaruhi berbagai kebijakan ekonomi pemerintah sehingga mereka
dapat mengatur pasokan atau supply barang dan jasa serta menetapkan
harga secara sepihak yang tentu saja menguntungkan mereka. Koneksi
yang dibangun dengan birokrasi negara membuka kesempatan luas untuk
menjadikan mereka sebagai pemburu rente.
Apa yang mereka lakukan sebenarnya hanyalah mencari peluang
untuk menjadi pemburu rente (rent seeking) dari pemerintah yang
diberikan dalam bentuk lisensi, konsesi, dan hak-hak istimewa lainnya.
Kegiatan pemburuan rente tersebut, oleh pakar ekonomi William J.
Baumol dan Alan S. Blinder dikatakan sebagai salah satu sumber utama
penyebab inefisiensi dalam perekonomian11 dan berakibat pada ekonomi
biaya tinggi (high cost economy)
Indonesia sendiri baru memiliki aturan hukum dalam bidang
persaingan, setelah atas inisiatif DPR disusun RUU Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. RUU tersebut akhirnya
disetujui dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 18 Februari 1999,
dalam hal ini pemerintah diwakili oleh Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Rahardi Ramelan. Setelah seluruh prosedur legislasi
terpenuhi, akhirnya Undang-Undang tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ditandatangani oleh Presiden B.J.
Habibie dan diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 serta berlaku satu
tahun setelah diundangkan.
Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun
1999) sebagai tindak lanjut hasil Sidang Istimewa MPR-RI yang
digariskan dalam Ketetapan MPR-RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-
Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan
Normalisasi Kehidupan Nasional, maka Indonesia memasuki babak baru
pengorganisasian ekonomi yang berorientasi pasar.

11
William J. Baumol dan Alan S. Blinder, Economics, Principles and Policy, Third edition,
Harcourt BraceJovanovich Publisher Orlando, Florida, 1985, hal. 550.
KESIMPULAN

Dalam perspektif ekonomi, posisi dominan adalah posisi yang ditempati oleh
perusahaan yang memiliki pangsa pasar terbesar. Dengan market power tersebut,
perusahaan dominan dapat melakukan tindakan atau strategi tanpa dapat dipengaruhi oleh
perusahaan pesaingnya. Dalam undang-undang No. 5 Tahun 1999, posisi dominan
diartikan sebagai suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing, yang
berarti atau suatu pelaku usaha mempunyai posisi lebih tinggi dari pada pesaingnya pada
pasar yang bersangkutan dalam kaitan pangsa pasarnya, kemampuan keuangan, akses
pada pasokan atau penjualan serta kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan
barang atau jasa tertentu.

Persaingan usaha pada pasar bebas sekarang ini, memiliki konsekuensi tersendiri
bagi para pelaku usaha dalam memproduksi dan memasarkan produknya. Pelaku usaha
dituntut untuk memproduksi barang dan atau jasa agar lebih menarik perhatian konsumen,
berinovasi sehingga pada akhirnya penghasilan atau pemasukan para pelaku usaha
tersebut semakin meningkat . Persaingan usaha ini bermanfaat dalam rangka mendorong
para pelaku usaha untuk dapat berbuat yang terbaik, baik dari segi mutu atau kualitas,
pelayanan, harga, dan lain sebagainya. Tentu saja tujuannya untuk dapat memicu atau
mendorong suatu perusahaan atau pelaku usaha untuk dapat meningkatkan kinerja yang
unggul sehingga tumbuh secara cepat dengan menawarkan suatu kombinasi antar kualitas
dan harga barang atau jasa serta pelayanan sebagaimana yang dikehendaki oleh
konsumen.

Sebaliknya, persaingan usaha yang bersifatnegatif dapat menyebabkan pelaku


usaha lain mengalami kerugian sehingga berdampak pada turunnya penghasilan atau
pendapatan para pelaku usaha lainnya. Pada prinsipnya persaingan usaha hanya terjadi
jika ada dua pelaku usaha atau lebih menawarkan produk dan jasa yang sama kepada
konsumen dalam sebuah pasar. Dua pelaku usaha atau lebih ini berusaha utuk mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya yang kadangkala hal tersebut dapat merugikan pelaku
usaha lain.

Persaingan usaha adalah kondisi dimana terdapat dua pihak (pelaku usaha) atau
lebih berusaha untuk saling mengungguli dalam mencapai tujuan yang sama dalam suatu
usaha tertentu. Pengertian dari hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur
tentang interaksi atau hubungan perusahaan atau pelaku usaha di pasar, sementara tingkah
laku perusahaan ketika berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi. Pengertian
persaingan usaha secara yuridis selalu dikaitkan dengan persaingan dalam ekonomi yang
berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha baik perusahaan maupun penjual secara bebas
berupaya untuk mendapatkan konsumen guna mencapai tujuan usaha atau perusahaan
tertentu yang didirikannya.

Pengaturan posisi dominan di Indonesia tercantum dalam pasal 1 angka (4)


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, yaitu:

“Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing
yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai,
atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau
penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau
jasa tertentu”.

Dimaksud adalah pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti atau
pelaku usaha mempunyai posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha
pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitan pangsa pasarnya, kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, dan kemampuan
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.

Secara sederhana dilihat dari keberadaan pelaku usaha yang mempunyai pangsa
pasar yang lebih tinggi (besar) dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya, pelaku
usaha yang mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi akan mempunyai keuangan yang
lebih besar dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya. Karena presentase nilai jual
atau beli yang lebih tinggi atas suatu barang atau jasa tertentu dibandingkan dengan nilai
jual atau beli pesaing-pesaingnya akan menunjukkan ke kemampuan keuangan yang
lebih kuat atau lebih besar.

Selain pelaku usaha yang dominan dapat melakukan penyalahgunaan posisi


dominannya sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 25 ayat 1 tersebut, pelaku usaha
tersebut dapat juga melakukan perilaku yang diskriminatif, baik diskriminasi harga dan
non harga dan jual rugi (predatory pricing).

Peraturan KPPU No.6 tahun 2010 tentang pedoman pelaksanaan Pasal 25 tentang
penyalahgunaan posisi dominan berdasarkan UU No.5 tahun 1999, menguraikan konsep
dasar penyalahgunaan posisi dominan yaitu pertama, penentuan posisi dominan, dan
kedua, melakukan tindakan yang bersifat antipersaingan. Konsep dasar ini berawal dari
pemikiran bahwa penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) muncul
ketika pelaku usaha memiliki kekuatan secara ekonomi yang memungkinkan pelaku
usaha yang bersangkutan untuk beroperasi di pasar tanpa terpengaruh oleh persaingan
dan melakukan tindakan yang dapat mengurangi persaingan (lessen competition).

Latar belakang langsung dari penyusunan undang-undang antimonopoli adalah


perjanjian yang dilakukan antara Dana Moneter Internasional (IMF) dengan Pemerintah
Republik Indonesia, pada tanggal 15 Januari 1998. Dalam perjanjian tersebut, IMF
menyetujui pemberian bantuan keuangan kepada Negara Republik Indonesia sebesar US$
43 miliar yang bertujuan untuk mengatasai krisis ekonomi, akan tetapi dengan syarat
Indonesia melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu. Hal ini
menyebabkan diperlukannya undang-undang antimonopoli. Akan tetapi perjanjian
dengan IMF tersebut bukan merupakan satu-satunya alasan penyusunan undang-undang
tersebut.

Dengan latar belakang demikian, maka disadari bahwa pembubaran ekonomi


yang dikuasai negara dan perusahaan monopoli saja tidak cukup untuk membangun suatu
perekonomian yang bersaing. Disadari juga hal-hal yang merupakan dasar pembentukan
setiap perundang-undangan antimonopoli, yaitu justru pelaku usaha itu sendiri yang cepat
atau lambat melumpuhkan dan menghindarkan dari tekanan persaingan usaha dengan
melakukan perjanjian atau penggabungan perusahaan yang menghambat persaingan serta
penyalahgunaan posisi kekuasaan ekonomi untuk merugikan pelaku usaha yang lebih
kecil. Negara perlu menjamin keutuhan proses persaingan usaha terhadap gangguan dari
pelaku usaha dengan menyusun undang-undang, yang melarang pelaku usaha mengganti
hambatan perdagangan oleh negara yang baru saja ditiadakan dengan hambatan
persaingan swasta.
DAFTAR PUSTAKA

Anang Triyono. 2010. “Penyalahgunaan Posisi Dominan Oleh Pelaku Usaha: Studi Kasus
PadaAudit PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., Skripsi tidak diterbitkan”. (Jakarta:
Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

Abdul Hakim G. Nusantara dan Benny K. Harman. “Analisa dan Perbandingan Undang”

Ibrahim, Johni. 2009. “Hukum Persaingan Usaha Filsofi, teori dan implkasi
Penerapannya di Indonesia”. (Jawa Timur: Bayumedia Publishing).

Juwana, H. “Sekilas Tentang Hukum Persaingan dan Undang-Undang No. 5 Tahun


1999,” Magiter Hukum, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Indonesia, 1,
No.1. 1999

Ningrum Natasya Syirait. 2004. “Hukum Persaingan di Indonesia”. (Medan:


PustakaBangsa Press)

Nurimansyah Hasibuan. 1993. “Ekonomi Industri Persaingan, Monopoli dan Regulasi”.


(Jakarta: Pustaka, LP3ES Indonesia).

Prayoga, A. 1999. “Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia”.


(Jakarta: ELIPS dan Partnership for Business Competition).

Usman, Rachmadi. 2004. “Hukum persaingan Usaha di Indonesia”. (Jakarta: PT


Gramedia Pusaka Utama)

Undang Antimonopoli (Jakarta: Elex Media Komputindo)

Wihana Kirana Jaya. 1993. “Pengantar Ekonomi IndustriPendekatan Struktur, prilaku dan
Kinerja Pasar”. (Yogyakarta: BPFE).

William J. Baumol dan Alan S. Blinder. 1985. “Economics, Principles and Policy, Third
edition”. (Florida: Harcourt BraceJovanovich Publisher Orlando).

Anda mungkin juga menyukai