Anda di halaman 1dari 51

TUGAS

FILSAFAT HUKUM

Proposal (Usulan) Desertasi

Dosen :
Prof. Dr. Basuki Rekso W, SH., MS.

Oleh:

Nama : Andi Muhammad Reza P.N, SH., MH


NIM : 2001741017

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM

Jakarta
2021

0
DAFTAR ISI
BAB I

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 29

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 29

1.4 Kerangka Teori dan Konsep 30

1.5 Metode Penelitian 42

1.6 Asumsi Penelitian 46

1.7 Sistematika Penulisan 46

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Lembaga peradilan1 didalam persaingan usaha yang berada dibawah

mahkamah agung merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan demi

mendapatkan kepastian hukum di masyarakat. Lembaga persaingan usaha

mempunyai peran yang cukup besar, yaitu sebagai lembaga yang menegakan

hukum persaingan usaha dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat dan

memajukan pembangunan ekonomi suatu negara. Emmy Simanjuntak

menjelaskan bahwa persaingan dapat mendorong peningkatan perekonomian serta

memungkinkan terciptanya kekuatan pasar yang tersebar dan tidak dikuasai oleh

golongan pelaku usaha tertentu. Mempertahankan adanya persaingan sehat antara

perusahaan-perusahaan juga berarti mempertahankan efisiensi2. Upaya untuk

menciptakan pembangunan ekonomi dapat diwujudkan dengan membangun iklim

usaha bersaing yang kondusif.

Terdapat suatu teori bahwa untuk memajukan pembangunan ekonomi di

suatu negara berkembang, maka hal yang harus dilakukan adalah, melakukan

pencangkokan terhadap apa yang telah dilakuakan oleh negara-negara di Eropa

Barat pada tahun 1700, yang dicangkokan adalah sistem (baik itu sistem hukum,

sistem ekonomi, maupun sistem politik) yang digunakan oleh negara maju seperti

1
Menurut R.Subekti dan R. Tjitrosoedibio, pengertian peradilan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan tugas Negara untuk menegakkan hukum dan keadilan. Lihat : Sjachran
Basah, Mengenal Peradilan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 9
2
Emmy Simanjuntak, “Analisis Hukum Ekonomi Terhadap Hukum Persaingan”, Makalah,
Penataran Hukum Perdata & Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
23-30 Agustus 1999, hlm. 5.

2
negara-negara di Eropa Barat. Cara ini dinamakan Legal Transplant

(Transplantasi Hukum).3

Negara-negara berkembang4 mau tidak mau harus mengadopsi hukum

asing dan kemudian melakukan modifikasi terhadap hukum asing tersebut. Selain

itu, hukum akan efisien jika secara substansi, hukum dapat mempromosikan

alokasi yang efektif atas semua sumber daya ekonomi (kepada pasar). Di sisi lain,

hukum itu efisien apabila secara prosedural mampu mengurangi cost

(pengeluaran) dan meningkatkan akurasi dan pemakaian sistem hukum.5

Hukum dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dalam

segala aspek kehidupannya, baik sosial, politik, budaya serta peranannya dalam

pembangunan ekonomi. Dikarenakan sumber-sumber ekonomi yang terbatas

disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber

ekonomi dilain pihak, agar dapat mencegah timbulnya konflik antara sesama

warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut. Jelas bahwa

hukum mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi untuk

mewujudkan kesejahteraan sosial.6 Salah satunya adalah ikut membentuk lembaga

persaingan usaha, beberapa negara mempunyai bentuk dan model lembaga

persaingan usaha yang berbeda-beda, sehingga memerlukan pengkajian yang

komprehensif untuk menentukan model mana yang dapat diterapkan di Indonesia


3
Cheryl W. Gray, Reforming Legal System in Developing and Transition Countries, Dikutip dari
Ahmad kaylani, Negara dan Pasar dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, Cetakan Pertama (Jakarta
: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2011), hlm 19.
4
Menurut Harvey Leibenstein,  negara berkembang adalah suatu negara yang sumber-sumber
ekonomi,penduduk,teknologi, dan sebagainya dapat berubah tetapi pendapatan per kapitanya agak
stabil. Lihat : https://brainly.co.id/tugas/22300886 diakses tgl 12 Januari 2021.

5
Richard A. Posner, Creating A Legal Framework, Dikutip dari Ahmad kaylani, Negara dan Pasar
dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, Cetakan Pertama (Jakarta : Komisi Pengawas Persaingan
Usaha, 2011), hlm 21-22.
6
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik serta
Penerapan Hukumnya, Cetakan Pertama (Jakarta : Kencana, 2012), hlm 1-2.

3
dengan tepat. Persaingan atau Competition oleh Webster dijabarkan sebagai “... a

struggle or contest between two or more persons for the same object.” Dengan

definisi demikian, kondisi dari persaingan itu sebenarnya merupakan satu

karakteristik yang melekat pada kehidupan manusia yang akan cenderung

mengungguli dalam banyak hal.7 Oleh karena itu, sebagai sebuah bentuk

peningkatan pembangunan perekonomian nasional dan memberikan perlindungan

dalam persaingan dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian

dunia pada era globalisasi, maka keterlibatan negara perlu didukung oleh suatu

pembaharuan yang sistematis sehingga dapat menjamin terselenggaranya iklim

dunia usaha yang kondusif.8

Persaingan akan mendorong setiap pelaku usaha untuk melakukan

usahanya se-efisien mungkin agar bisa menjual barang dan/ atau jasa dengan

harga yang serendah-rendahnya, sehingga jika setiap pelaku usaha berlomba-

lomba untuk paling efisien dalam rangka bersaing dengan pelaku usaha yang lain,

maka pada gilirannya konsumen bisa memilih alternatif terbaik bagi barang

dan/atau jasa untuk kebutuhannya, sehingga menciptakan pula efisiensi bagi

masyarakat sebagai konsumen.9

Sejak tahun 2000, Lembaga persaingan usaha yang berwenang menegakan

hukum persaingan usaha adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

KPPU merupakan lembaga independen yang terlepas dari pengaruh pemerintah

dan pihak lain, serta berwenang melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi.

7
Munir Fuady, Hukum tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2014), hlm. 92.
8
Farid Ibrahim Suhandi, Kebijakan Pre-Merger Notification Badan Usaha Sebagai Penegakan
Hukum di Era Revolusi Industri 4.0, UKM Lex Scientia, Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang, Hlm 133.
9
Togar Tandjung, Law and Market Economy, https://lawmark.wordpress.com., Diakses pada
tanggal 24 Januari 2021.

4
Sanksi tersebut berupa tindakan administratif, sedangkan sanksi pidana

merupakan wewenang pengadilan.10

Kedudukan hukum KPPU dalam ketatanegaraan merupakan lembaga

negara komplementer (state auxilary organ), dibentuk oleh presiden untuk

mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU dalam pelaksanaan

tugasnya terlepas dari pengaruh Pemerintah.11 State auxilary organ adalah

lembaga negara yang dibentuk di luar konstitusi untuk membantu pelaksanaan

tugas lembaga negara pokok yaitu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. 12

Seperti lembaga negara pada umumnya, kedudukan KPPU hanyalah sebagai

pelengkap dari lembaga negara utama. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa

lahirnya KPPU tidak serta merta meniadakan peran lembaga negara utama dalam

mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.13

Tujuan Undang – Undang No.5 Tahun 1999 yakni untuk terciptanya

kesejahteraan konsumen dan pelaku usaha sendiri, serta sebagai bentuk usaha

untuk meningkatkan efisiensi ekonomi nasional.14 Undang – Undang ini juga

merupakan jaminan kepastian hukum untuk terciptanya persaingan usaha yang

sehat bagi pelaku usaha di Indonesia.15

10
Susanti Adi Nugroho.,Op.Cit., hlm 542.
11
Alum Simbolon, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha Melaksanakan
Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha”, Jurnal Mimbar Hukum Edisi No. 3 Vol. 24
(2012), hlm 540.
12
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cetakan
Kedua (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm 24.
13
Rio Satriawan et. al., Analisis Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia, GEMA Tahun XXVII/50/Pebruari - Juli 2015, hlm 1719.
14
Rizki Tri Anugrah Bhakti, “ANALISIS YURIDIS DAMPAK TERJADINYA PASAR OLIGOPOLI
BAGI PERSAINGAN USAHA MAUPUN KONSUMEN DI INDONESIA”, Jurnal Cahaya Keadilan
3, no. 2: HLM. 64-78, 73.
15
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.
91-93.

5
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memuat tiga kategori tindakan yang dilarang

yaitu perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan juga posisi dominan.

Dalam kategori perjanjian yang dilarang ditentukan ada 10 (sepuluh) tindakan

yang tidak dapat dilakukan oleh pelaku usaha yaitu oligopoli, penetapan harga,

pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal,

perjanjian tertutup, serta perjanjian dengan pihak luar negeri.16

Secara umum alat perlengkapan negara yang berupa state auxiliaries atau

independent bodies ini muncul karena:17

1. Adanya tugas-tugas kenegaraan yang semakin kompleks yang

memerlukan independensi yang cukup untuk operasionalisasinya.

2. Adanya upaya empowerment terhadap tugas lembaga negara yang sudah

ada melalui cara membentuk lembaga baru yang lebih spesifik. Masalah

kedudukannya struktural atau non-struktural, financing budgeter atau non-

budgeter (swakelola/mandiri), masalah kepegawaiannya yang non PNS

atau semi-volunteer, perlu diposisikan sesuai dengan struktur administrasi

negara yang ingin kita bangun.

Sebagian kalangan masyarakat menilai, lahirnya lembaga-lembaga negara

independen atau komisi-komisi negara, yang sebagian besar berfungsi sebagai

pengawas kinerja lembaga-lembaga pengawas yang ada. Hal ini merupakan

bentuk ketidakpercayaan terhadap seluruh instansi penegak hukum, mulai dari

Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, hingga kepolisian Negara Republik


16
Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan usaha, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008),
Hlm. 25.
17
Hendra Nurtjahjo, “Lembaga, Badan, Komisi Negara Independen (State Auxilary Agencies) di
Indonesia (Tinjauan Hukum Tata Negara)”, Jurnal Hukum dan Pembangunan No. 3 (2005), hlm
280.

6
Indonesia.18 Penegakan hukum pada persaingan usaha merupakan salah satu

kewenangan KPPU.19

Dari penjelasan bentuk dari lembaga persaingan usaha, model lembaga

persaingan usaha yang dipakai oleh beberapa negara tentunya berbeda-beda,

seperti di Indonesia yang menggunakan model lembaga persaingan usaha dalam

bentuk komisi. Bentuk komisi yang dipakai oleh beberapa negara di dunia juga

memiliki kewenangan dan fungsi yang berbeda satu sama lain.

Pada dasarnya terdapat empat model komisi, yaitu :20

1. Kewenangan penyelidikan, penuntutan maupun pembuat putusan

diserahkan pada lembaga yang sama yang juga merupakan lembaga

pembuat kebijakan dalam bidang persaingan usaha. Para pihak dalam hal

ini dapat mengajukan banding pada pengadilan. Model pertama ini dipakai

oleh Uni Eropa.

2. Kedua adalah kewenangan penyelidikan, penuntutan, dan putusan

diserahkan pada lembaga independen yang bebas dari intervensi politik.

Putusan ini juga dapat diajukan banding. Model ini dipakai oleh Jerman

dan Italia.

3. Model Ketiga yaitu Putusan dibuat oleh lembaga independen. Lembaga

tersebut tidak melakukan tugas penyelidikan dan penuntutan. Model ini

dipakai oleh Belgia dan Spanyol, lembaga yang berwenang memberi

putusan adalah Competition Council.

18
Ni`matul Huda, Sengketa Kewenangan Lembaga Negara dalam Teori dan Praktik di Mahkamah
Konstitusi, Cetakan Pertama (Yogyakarta : UII Press, 2016), hlm 73-74.
19
Jimly Asshidiqie dalam Andi Fami Lubis, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks
(Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2009), 312
20
Kurnia Ditha Wiradiputra dan Freddy Harris, Pengantar Hukum Persaingan Usaha, Dikutip dari
I Made Sarjana, Prinsip Pembuktian dalam Acara Persaingan Usaha, Cetakan Pertama (Sidoarjo :
Zifatama Publisher, 2014) hlm 33-34.

7
4. Model keempat yang dipakai oleh Amerika Serikat, kewenangan

penegakan hukum dalam bidang hukum antimonopoli dipegang oleh

lembaga yang independen yaitu FTC (Federal Trade Commision) dan

Departemen of Justice. Dari empat model yang ada, Indonesia memakai

model yang kedua, KPPU merupakan lembaga yang bebas dari intervensi

pemerintah maupun kekuatan-kekuatan lainnya.

Indonesia tentunya harus mendesain lembaga persaingan usahanya sendiri

dengan mempertimbangkan struktur lembaga kenegaraan dan konstitusi yang

berlaku, tidak asal meniru dan mengambil model lembaga persaingan usaha milik

negara maju.

KPPU dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999

tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. KPPU juga bertugas menafsirkan

Undang-Undang Antimonopoli dengan berpedoman pada undang-undang dan

peraturan lain diatasnya.21

Pada dasarnya dapat dikemukakan alasan dari segi filosofis dan juga

sosiologis dari pembentukan KPPU ini. Salah satu alasan filosofis dari

pembentukan KPPU ialah didalam mengawasi pelaksanaan dari suatu aturan

diperlukan suatu lembaga yang mendapat kewenangan dari negara. Adapun alasan

sosiologis yang dijadikan dasar pembentukan KPPU adalah adanya penurunan

citra pengadilan didalam memeriksa dan mengadili suatu perkara. Selain itu dunia

usaha membutuhkan penyelesaian yang cepat dan bersifat rahasia. Oleh karena itu

diperlukan lembaga khusus yang beranggotakan orang-orang ahli ekonomi dan

21
Rio Satriawan, Rony Setyawan dan Taufik Dwi Paksi, “Analisis Kedudukan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,” GEMA 27, no. 50 (2015): 1719-
1731, 1723

8
hukum agar terjadi penyelesaian yang efektif terwujud.22 KPPU terdiri dari

seorang Ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua mernagkap anggota dan

sekurang-kurangnya tujuh orang anggota,23 sehingga total KPPU dipimpin oleh

tujuh orang komisioner.

Salah satu peran hukum sebagai alat kontrol pembangunan adalah untuk

ketertiban dan keseimbangan kegiatan ekonomi.24 Dampak persaingan usaha yang

sehat pada suatu negara yaitu dengan meningkatnya ekonomi nasional.25

Pada tataran pengaturan, pada umumnya dikenal dua instrumen kebijakan

pengaturan persaingan usaha yaitu instrumen pengaturan kebijakan struktur

(structure policy) dan instrumen pengaturan kebijakan perilaku (behavioral).

Instrumen kebijakan perilaku banyak menjadi pilihan di berbagai negara (Kanada,

Meksiko, dan Selandia Baru) karena dianggap efektif dan tidak kontraproduktif

terhadap upaya meningkatkan efisiensi ekonomi dan kepentingan masyarakat luas.

Pada sisi lainnya, instrumen pengaturan kebijakan struktur digunakan oleh negara-

negara yang telah masuk dalam kategori negara industri maju, guna mengawasi

ketatnya persaingan dalam negeri. Pola pengaturan persaingan usaha seperti itu

misalnya terjadi di Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa.26

Setiap lembaga persaingan usaha di negara-negara maju mempunyai

alasan yang kuat untuk membuat instrumen pengaturan kebijakan dan

kewenangan lembaga persaingan usaha yang dimilikinya, hal itu tentunya di


22
Ayudha D Prayoga, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, (Jakarta:
Proyek Elips 2000), hlm. 128
23
Lihat Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
24
Ahmad Muhtar Syarofi, “Kontribusi Hukum Terhadap Perkembangan Perekonomian Nasional
Indonesia,” Iqtishodia: Jurnal Ekonomi Syariah 1, no. 2 (September 21, 2016): 57–80, 79
25
Christin Octa Tiara, “Indikasi Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Aspek Tata Niaga
Perdagangan Sapi Impor,” Masalah-Masalah Hukum 46, no. 4 (2018): hlm. 343-348, 346
26
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di
Indonesia, Cetakan Ketiga (Malang : Bayumedia Publishing, 2009), hlm 219.

9
dasarkan pada teori dan ahli hukum negara masing-masing dalam menentukan

pilihan tersebut. Terkait kewenangan lembaga persaingan usaha dalam

mengungkap kasus persaingan usaha tidak sehat, tentunya lembaga ini harus

dibekali dengan kewenangan khusus dalam menindak pelaku usaha yang di duga

melanggar peraturan. Kewenangan tersebut adalah kewenangan penggeledahan

dan penyitaan.

Lembaga pengawas persaingan usaha di Jepang, Japan Fair Trade

Commision (JFTC), mempunyai wewenang untuk masuk ketempat-tempat bisnis

pelaku usaha dan tempat-tempat dan lain yang relevan untuk menggeledah

dokumen-dokumen bisnis dan lain sebagainya. Bahkan dalam penyelidikan kartel,

JFTC dapat melakukan on the spot investigation, yakni penyelidikan secara

mendadak di tempat-tempat pelaku usaha dan dapat memaksa pelaku usaha untuk

menyerahkan dokumen-dokumen yang relevan. Barangsiapa menolak untuk

dialkukan penyelidikan semacam ini dapat dikenai hukuman penjara maksimal 6

bulan atau denda maksimal 200.000 yen.27

Lembaga persaingan usaha lain seperti di Jerman juga memilki

kewenangan penggeledahan dan penyitaan28, “The competition authority may

seize objects which may be of importance as evidence in the investigation. The

person affected by the seizure shall be informed thereof without delay”. 29 Hal ini

27
Masahiro Murakami, The Japanese Antimonopoly Act 2003, Dikutip dari Andi Fahmi Lubis, et.
al., Hukum Persaingan Usaha Antara teks & Konteks, (Jakarta: ROV Creative Media,2009) hlm
320.
28
Gesetz gegen Wettbewerbsbeschränkungen Pasal 58 ayat (1).
29
Terjemahan : Lembaga persaingan dapat mengambil objek yang mungkin penting sebagai bukti
di penyelidikan. Orang yang terkena dampak penyitaan harus diberitahu tanpa penundaan.

10
diatur dalam Gesetz gegen Wettbewerbsbeschränkungen (GWB) / German Act

against Restraints of Competition.30

Berdasarkan uraian diatas, perlu dikaji, apakah KPPU juga harus diberikan

kewenangan serupa atau sudah cukup dengan kewenangan yang ada, Kewenangan

dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan tidak dimiliki oleh KPPU.

Padahal kewenangan tersebut merupakan bagian penting untuk menunjang kinerja

KPPU dalam mengungkap kasus persaingan usaha yang terjadi di bawah

kewenangan KPPU. Pada kenyataannya Kewenangan untuk melakukan

penggeledahan dan penyitaan merupakan tugas penyidik, oleh karena itu KPPU

harus meminta bantuan Kepolisian. Pada dasarnya, setiap penyidikan harus

mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP).

Kendala yang akan dihadapi KPPU dalam menangani perkara persaingan

usaha yang semakin kompleks dan rumit tentunya perlu mendapat perhatian

khusus dan mempertimbangkan kemungkinan untuk penambahan kewenangan

dan penguatan kelembagaan KPPU untuk mewujudkan iklim usaha yang sehat.

Hukum persaingan usaha memang bersifat khusus karena memiliki lingkup yang

sangat luas, sehingga dalam memutus perkara tersebut juga memerlukan

perpaduan ilmu ekonomi dan hukum. Institusi yang menyelesaikan sengketa

persaingan usaha harus beranggotakan orang-orang yang tidak hanya berlatar

belakang hukum, tetapi juga ekonomi dan bisnis.31Undang-Undang Nomor 5

30
Gesetz gegen Wettbewerbsbeschränkungen (GWB) / German Act against Restraints of
Competition adalah Undang-Undang Persaingan Usaha yang dimiliki oleh Jerman
31
Ibid. hlm. 540

11
Tahun 1999 mengatur tata cara penanganan perkara penegakan hukum persaingan

usaha, menurut Pasal 38 sampai 4632.

Pengawas persaingan usaha dapat melakukan secara pro aktif atau dapat

menerima pengaduan atau laporan dari masyarakat dalam menangani perkara

penegakan hukum persaingan usaha.33Akan tetapi disisi lain kegiatan penguasaan

pasar sangat erat kaitannya dengan pemilikan posisi dominan dan kekuatan pasar

yang signifikan di pasar bersangkutan. Penguasaan pasar akan sulit dicapai

apabila pelaku usaha, baik secara sendiri maupun bersama-sama, tidak memiliki

kedudukan yang kuat di pasar bersangkutan.34

Monopoli memiliki pengaruh yang besar terhadap struktur iklim usaha di

Indonesia. Salah satu di antaranya adalah miskinnya kesempatan perubahan dan

terhambatnya mobilitas vertikal- horizontal masyarakat. Beberapa bukti empiris

yang menunjukkan pengaruh monopoli seperti disebutkan di atas adalah:

monopoli di industri tepung terigu, kartel yang terbentuk di industri semen,

terobosan untuk membentuk Mobil Nasional, serta instrumen tataniaga jeruk serta

cengkeh. Sederetan pengalaman empiris tersebut lahir dari kebijakan ekonomi

pemerintah dan telah berhasil mewujudkan kemakmuran namun juga sekaligus

kemiskinan dan kemelaratan.35 Menurut KBBI yang disebut monopoli adalah

situasi pengadaan barang dagangannya tertentu sekurang-kurangnya sepertiga

32
Lihat Pasal 38 sampai 46 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
33
Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Graha Media Pustaka
Utama, 2004), hlm. 110.
34
Irwan Sugiarto, "Perspektif Ilmu Ekonomi dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Diskriminasi Harga,"
Jurnal Wawasan Hukum Volume 33 Nomor 2 (September Tahun 2015), hlm. 169.
35
Sudirman Said, Mencegah Kebangkrutan Bangsa Pelajaran dari Krisis, (Penerbit: Masyarakat
Transparansi Indonesia (MTI), Jakarta, 2003), hlm. 6.

12
dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat

dikendalikan.36

Diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak saja

membawa angin baru bagi regulasi persaingan usaha di Indonesia yang selama ini

tersebar dalam berbagai regulasi, namun di satu sisi juga melahirkan suatu

lembaga yakni Komisi Pengawas Persaingan Usaha.37 Setelah berdiri selama 20

tahun eksistensi KPPU terus menjadi sorotan publik terutama mengenai

kewenangan KPPU yang belum maksimal. Sebagai lembaga yang memiliki fungsi

pengawasan, KPPU telah memiliki kewenangan penyelidikan, penuntutan dan

memutus.38

Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan suatu lembaga

independen yang berwenang melakukan pengawasan persaingan usaha dan

menjatuhkan sanksi yang terlepas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain.

Kewenangan KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha dan monopoli

tertuang dalam Undang-Undang Anti Monopoli yang mana terdapat dalam Pasal

36 dinilai sangat berlebihan karena melihat status KPPU yang merupakan

lembaga independen yang menjalankan fungsinya secara campuran yaitu fungsi

regulasi, fungsi administrasi, dan fungsi semi-peradilan sekaligus.39

Pada saat Amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sedang

dibahas di DPR, perlu dikaji secara mendalam, bagaimana kinerja KPPU beberapa

36
Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009), hlm.3.
37
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Cetakan ke-2, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2004), hlm.
93-94.
38
Muh.Risnain, “Kedudukan Lembaga Quasi Peradilan dalam Sistem Peradilan Indonesia :
Komisi Pengawas Persaingan Usaha” Vol.2
39
Jimly Asshiddiqie, , Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta:
Gramedia, 2007), Hal. 23.

13
tahun terakhir, apa kendala yang sering ditemui, serta apa saja kewenangan yang

perlu ditambahkan kedepannya untuk KPPU. Sampai saat ini poin-poin yang

dianggap paling penting dan menjadi fokus dalam Amandemen Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 adalah :40

1. Status kelembagaan KPPU yang perlu diperkuat;

2. Denda maksimum sebesar 30% dari keuntungan kartel bagi pelaku usaha

yang melakukan kartel;

3. Pengubah pengaturan rezim merger;

4. Memperluas definisi pelaku usaha;

5. Pengadopsian Leniency.

Amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, menjadi momentum

untuk merumuskan kembali bentuk lembaga pengawas persaingan usaha yang

ideal, dengan memperhatikan kewenangan apa yang akan ditambah serta

penambahan ketentuan hukum materiil dan formil yang belum mengakomodasi

penegakan hukum persaingan usaha.41

KPPU memiliki kewenangan luas dengan tersedianya berbagai upaya

terkait suatu badan peradilan.42 Sebagai pengawas UU No. 5 Tahun 1999, KPPU

40
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt575805e2373f0/“uu-persaingan-usahadiubahpahami-
lima
fokus-revisi” Akses 3 Septermber 2020.
41
Leniency merupakan program yang mirip dengan Justice Collaborator, Justice Collaborator
merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku
utama dalam kejahatan tersebut. serta memberikan keterangan sebagai saksi didalam proses
peradilan, dalam
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fb7bff86349a/“perbedaan_iwhistleblower-i
danijusticecollaborator-i”, Akses 3 September 2020.
42
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2014), hlm. 546.

14
memiliki peran penting didalam bidang hukum terkait persaingan usaha yang

meliputi:43

a. Pemberian sanksi untuk pelanggaran persaingan usaha.

b. Penyusunan peraturan.

c. Pemberian saran terkait kebijakan pemerintah tentang persaingan dan

monopoli sebagai bahan pertimbangan.

d. Pelaksanaan peraturan.

Tugas dan fungsi terpenting dari KPPU adalah dalam hal menjatuhkan

putusan. Setelah melakukan penyidikan dan penyelidikan sehingga terbukti

adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang, KPPU akan menjatuhkan putusan

yang disertai pemberian sanksi untuk pelanggar. Putusan yang dijatuhkan KPPU

bersifat Final and binding, namun apabila pihak pelanggar merasa keberatan

dengan putusan tersebut maka pihak pelangar dapat mengajukan keberatan

sebagai upaya hukum di Pengadilan Negeri atau dilanjutkan oleh yang dikalahkan

ke Mahkamah Agung.

Berkaitan dengan lembaga negara independen yang memiliki fungsi pada

cabang kekuasaan eksekutif dan yidikatif, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan ruang bagi terciptanya badan-

badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan hakim (yudikatif)

sepanjang diatur dalam undang-undang.44 KPPU mempunyai wewenang

berdasarkan Undang – Undang Persaingan Usaha untuk melakukan penegakan

hukum persaingan usaha. Secara sederhana state auxiliary organ adalah lembaga

negara yang dibentuk diluar konstitusi dan merupakan lembaga yang membantu
43
Berli Yudiansah, Fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Larangan Praktik Monopoli,
Indonesian Private Law Review, Fakultas Hukum, Universitas Lampung, Volume 1, Hlm. 80
44
Lihat Pasal 24 Ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

15
pelaksanaan tugas lembaga pokok negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif).45

Lembaga negara yang dibentuk diluar konstitusi juga sering disebut dengan

lembaga independen semu negara (quasi), peran sebuah lembaga independen

semu negara menjadi penting sebagai upaya rensponsif bagi negara – negara yang

tengah transisi dari otoriter ke demokrasi.46

Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan salah satu instrumen

penting dalam mendorong terciptanya efisiensi ekonomi, dan menciptakan iklim

kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha.47 Undang - Undang ini

memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan

pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta

sebagai implementasi semangat dan jiwa dari Undang - Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Agar implementasi undang-undang ini serta

peraturan pelaksananya dapat berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka

perlu dibentuk sebuah lembaga pengawas.

Menurut Mustafa Kamal Rokan, secara makro, saat ini kecenderungan

banyak negara menganut pasar bebas, di mana pelaku usaha “secara bebas” dapat

memenuhi kebutuhan konsumen dengan memberikan produk yang beragam

sekaligus efisien. Kebebasan pasar dalam sistem ini tidak jarang membuat pelaku

melakukan perbuatan (behavior) yang membentuk struktur pasar (market

structure) yang bersifat monopolistic atau oligopolistik. Pembentukan struktur

45
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
(Jakarta: Konpres, , 2008). hlm. 24
46
Jimly Asshidiqie dalam Andi Fami Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan
Konteks, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2009), hlm. 312.
47
Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha, cet. 1 (Jakarta :Prenada Media Group,
2008), hlm. 8.

16
pasar (market structure) yang bersifat monopolistik atau oligopolistik merupakan

perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat. 48 Kepemilikan dan

penguasaan aset kekayaan ditangan individu mengenai sesuatu yang

diperbolehkan, namun demikian ketika kebebasan tersebut dimanfaatkan untuk

menciptakan praktik-praktik monopolistik yang merugikan di mana tugas

kewajiban negara untuk melakukan intervensi dan koreksi.49

Sejak berdirinya AFTA (Asean Free Trade) dan APEC (Asia Pacific

Economic Corporation) pada tahun 1967 di kawasan Asia, maka pemerintah

Indonesia sejak awal harus bersungguh-sungguh mempersiapkan segala sesuatu

untuk ikut serta dalam lingkaran perdagangan regional dan internasional terutama

dari segi perangkat hukum atau perundang-undangan. Kondisi ini membawa

konsekuensi dan pengaruh bagi perekonomian Indonesia, karena Indonesia

merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perdagangan global dalam tatanan

dan kesatuan ekonomi dunia tanpa batas.50 Oleh karena begitu pentingnya

persaingan, Amerika Serikat misalnya melihat hukum persaingan / Antitrust Law

seperti Magna Charta bagi free enterprise untuk menjaga kebebasan ekonomi dan

sistem fre enterprise atau seperti halnya Bill of Rights bagi Hak Asasi Manusia

dalam melindungi kebebasan-kebebasan pribadi yang sangat fundamental.51

Dalam perkembangan menjelang hampir dua dekade ini, keberadaan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan praktik monopoli dan

48
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di IndonesiaI (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 1
49
Mashur Malaka, Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha, Jurnak Syariah dan Ekonomi Islam
STAIN Kendari Vo. 7 No. 2 (Juli 2014, hlm. 40.
50
Mohammad Taufik Makarao, dan Suharsil, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 3
51
Sutan Remi Sjahdeini, Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jurnal
Hukum Bisnis, vol. 10, 2000.

17
persaingan usaha tidak sehat telah memberikan banyak manfaat. Banyak

kebiasaan yang menunjukan bahwa perilaku dunia usaha cukup banyak berubah

karena menyadari bahwa telah ada peraturan perundang-undangan dan

didirikannya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang

bertanggungjawab mengawasi persaingan dunia usaha.52 Walaupun demikian, dari

pencapaian positif yang dicapai KPPU tersebut, harus diakui juga bahwa perkara-

perkara tertentu belum berjalan maksimal. Salah satunya adalah perkara-perkara

terkait kartel. Ketentuan kartel dalam UU No. 5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 5

(Penetapan Harga dan Penetapan Harga di Bawah Harga Pasar), Pasal 9

(Pembagian Wilayah), Pasal 10 (Pemboikotan), dan Pasal 11 (Kartel), serta Pasal

22 (Persekongkolan Tender). Sampai dengan Desember 2015 tercatat sejumlah

perkara kartel di luar persekongkolan tender sebanyak 25 kasus atau sejumlah 9%

dari total 272 perkara yang telah diputus oleh KPPU. Melihat jumlah perkara

kartel di luar persekongkolan yang telah diputus oleh KPPU tersebut, jumlah

perkara yang ditangani oleh KPPU sebanyak 25 dapat dikatakan tidak signifikan

dilakukan selama rentang waktu 15 tahun. Hal ini mengingat laporan dugaan

perilaku kartel yang masuk ke KPPU mencapai ratusan laporan. 53 Sebagai

perbandingan misalnya, The European Commission, dalam kurun waktu 2011

52
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya,
CICODS (Centre for Intellectual Property, Competition, and Dispute Settlement), (Fakultas
Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2009), hlm. 37.
53
Selama ini KPPU telah menerima ratusan laporan dugaan persekongkolan tender, menahan
pasokan dan kartel di beberapa komoditas dengan pola yang mirip satu sama lain. Lihat
Muhammad Syarkawi Rauf, 2013, “Kartel dan Negara Gagal”, Bisnis Indonesia, 12 September
2013. Di tahun 2016 ini, terdapat juga beberapa perkara kartel yang telah diputusa oleh KPPU,
diantara kartel ayam, tanggal 13 Oktober 2016, Nomor Perkara 02/KPPU-I/2016, pelanggaran
terhadap Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999. SeLin itu, juga terdapat dugaan pelanggaran Pasal 5 UU
No. 5 tahun 1999 dalam Industri Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110-125 CC di Indonesia oleh
dua produsen besar (Yamahan dan Honda) dengan Nomor Perkara 04/KPPU-I/2016.“KPPU Gelar
Sidang Perdana Dugaan Kartel Motor Matic”, http://finance.detik.com/beritaekonomi-bisnis/d-
3292654/kppu-gelar-sidang-perdana-dugaan-kartel-motor-matic, diakses 12 januari 2020.

18
hingga Februari 2015 (selama empat tahun), telah berhasil memutuskan perkara

kartel sebanyak 24 kasus, di antaranya kasus TV dan computer monitor tubes

pada tahun 2012, dengan nilai denda mencapai Rp. 21,3 triliun.54

Terjadinya fenomena kartel, terkait dengan kelangkaan barang dan jasa.

Aktivitas perdagangan, tidak pernah lepas dari persoalan bagaimana memenuhi

kebutuhan manusia yang sifatnya tidak terbatas dengan barang dan jasa yang

bersifat terbatas.55 Perbuatan yang dilarang di Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat

salah satunya perjanjian kartel yaitu persekongkolan atau persekutuan diantara

beberapa produsen produk sejenis dengan maksud untuk mengontrol produksi,

harga dan penjualan serta untuk memperoleh posisi monopoli.56

Black law dictionary mengartikan kartel adalah suatu kerja sama dari

produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi,

penjualan dan harga untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri

tertentu.57

Diundangkannya UU No. 5 Tahun 1999 dapat dianggap sebagai

penjabaran teori Utilitarisme. Teori utilitarisme menyatakan bahwa suatu

kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau hanya mendatangkan

manfaat besar bagi orang sebanyak mungkin.58 Teori tersebut dipelopori oleh
54
Chandra Setiawan, “Memberantas Kartel: Menghadapi Perlawanan”, dalam Komisi Pegawas
Persaingan Usaha, Komitmen dari Harmoni, Lima Belas Tahun Implementasi Kebijakan
Persaingan Usaha di Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jakarta, hlm. 152.
55
Serge Christope Kolm, Modern Theories of Justice, (London : The MIT Press, Cambridge,
Massachusetts, 1996), hlm. 3. Lihat juga Michael Dua, Filsafat Ekonomi : Upaya Mencari
Kesejahteraan Bersama, (Yogyakarta : Kanisius, 2008), hlm. 11.
56
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2012), hlm.
176.
57
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta :Sinar Grafika,2013), hlm.
283
58
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm.
93- 94. Utilitarisme berasal dari kata Latin utilities yang berarti “manfaat”

19
Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Betham

dalam karya tulisannya yang berjudul “An Introduction to the Principles of

Morals and Legislation”, menjelaskan bahwa asas manfaat melandasi segala

kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi

kebahagiaan kelompok itu, atau dengan kata lain meningkatkan atau melawan

kebahagiaan itu.59

Hadirnya UU No. 5 Tahun 1999 bila dikaitkan dengan teori utilitarisme,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa UU No. 5 Tahun 1999 yang berfungsi

sebagai code of conduct mengarahkan pelaku usaha untuk bersaing secara sehat.

Diharapkan UU tersebut akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dengan

memperhatikan keseimbangan antara pelaku usaha dan kepentingan umum.60

Latar belakang diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

adalah adanya perjanjian yang dilakukan antara Internasional Monetary Fund

(IMF) dengan Negara Indonesia pada tanggal 15 Januari 1998. Dalam perjanjian

tersebut, IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan kepada Indonesia sebesar

US$ 43 miliar yang bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi dengan syarat

Indonesia melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu. Hal ini

menyebabkan diperlukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Akan tetapi

perjanjian dengan IMF bukan menjadi satu-satunya alasan terbit Undang-Undang

No. 5 Tahun 1999. Sejak tahun 1989, telah terjadi diskusi intensif di Indonesia

mengenai perlunya suatu Undang – Undang yang bertitik fokus pada persaingan

59
Verry Iskandar, Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 5 Tahun 2011, Hlm. 11
60
Lihat Pasal 2 dan 3 UU Nomor 5 Tahun 1999, Pasal 2 mengatur mengenai asas UU yang
menyatakan bahwa: Pelaku Usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum. Sedangkan Pasal 3 mengatur mengenai tujuan UU yang menyatakan bahwa
salah satu tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk menjaga kepentingan umum dan
meningkatkan efisiensi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

20
usaha. Dalam kurun 10 tahun timbul konglomerasi dari pelaku usaha yang

dikuasai oleh keluarga atau partai tertentu untuk memengaruhi semaksimal

mungkin penyusunan undang-undnag serta pasar keuangan.61

Lembaga yang serupa dengan KPPU di Australia adalah the Australian

Competition and Consumer Commission (ACCC). Sebagaimana KPPU, ACCC

adalah sebuah lembaga independen (independent statutory authority) yang

dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan the Trade Practices Act 1974 dan

peraturan peraturan yang lain. ACCC mempunyai seorang ketua, wakil ketua,

anggota komisi tetap, anggota komisi yang diangkat secara ex officio dan

associate members. Anggota ACCC disebut the commission (komisi). ACCC

mempunyai lima komite untuk membantu tugas Komisi membuat keputusan.

Komisi ini berisi anggota full time dan atau associate dan ex officio commisioners

yang mempunyai keahlian dalam bidang bidang tertentu. Komisi ini bertemu

secara rutin, biasanya seminggu sekali, untuk membuat keputusan tentang

masalah masalah yang tengah diselidiki oleh ACCC.62

Selain Monopoli dan Kartel ada bahasa lain yang digunakan oleh Undang -

Undang No. 5 Tahun 1999 yakni oligopoli. Pasar oligopoli adalah pasar yang

terdiri dari hanya beberapa produsen saja. Ada kalanya pasar oligopoli terdiri dari

dua perusahaan saja, yang dinamakan pasar duopoli. Cara untuk mengetahui pasar

oligopoli dapat dilihat daripada beberapa indikasi, yakni menghasilkan barang

standar atau barang berbeda corak. Kekuasaan menentukan harga ada kalanya

lemah dan ada kalanya sangat tangguh.63

61
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, (Jakarta : ROV
Creative Media, 2009), hlm. 12
62
The Australian Competition and Consumer Commission, Roles and Activities, 2 Mei 2009.
63
Mustafa, Kamal Rokan, op.cit., hlm. 12

21
KPPU memiliki kewenangan dalam proses pemeriksaan hingga pemberian

putusan. Eksistensi KPPU mulai disegani oleh para pelaku usaha. KPPU sebagai

suatu komisi bentukan pemerintah dalam memberikan layanan kepada masyarakat

(public service) telah menjalankan fungsinya dengan baik.64 Secara prinsip

kelembagaan, KPPU sesungguhnya merupakan lembaga pengawas pelaksana

Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan KPPU bukan sebagai penegak

hukum dibidang pidana seperti polisi, jaksa dan hakim yang memiliki upaya paksa

untuk menghadirkan tersangka dalam persidangan.65 Penegakan hukum

persaingan usaha berada dalam kewenangan KPPU, akan tetapi bahwa tidak ada

lembaga lain yang berwenang menangani perkara monopoli dan persaingan usaha

juga tidak benar. Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung (MA) secara

kewenangan juga diberikan wewenang untuk menyelesaikan perkara tersebut.

Pengadilan Negeri atau PN diberi wewenang untuk menangani keberatan terhadap

putusan KPPU dan menangani pelanggaran hukum persaingan yang menjadi

perkara pidana karena tidak dijalankannya putusan KPPU yang sudah in kracht.

MA diberi wewenang untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hukum

persaingan usaha apabila terjadi kasasi terhadap keputusan PN.66

KPPU mempunyai fungsi penegakan hukum khususnya dalam Hukum

Persaingan Usaha, akan tetapi KPPU bukan lembaga peradilan khusus persaingan

usaha. Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga administratif, sehingga sanksi

64
Isis Ikhwansyah, Hukum Persaingan Usaha Dalam Implementasi Teori dan Praktik (Bandung:
UNPAD PRESS, 2010), hlm. 12
65
Rai Mantili, Hazar Kusmayanti, Anita Afriana, "Problematika Penegakan Hukum Persaingan
Usaha di Indonesia dalam Rangka Menciptakan Kepastian Hukum," PJIH: Padjadjaran Jurnal Ilmu
Hukum, Volume 3 Nomor 1 (Tahun 2016), hlm. 118.
66
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, Cetakan Kedua,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2000), hlm. 53.

22
nya pun bersifat administratif.67 Kedudukan KPPU berdasarkan Undang – Undang

No. 5 Tahun 1999 adalah sebagai lembaga publik, penegak dan pengawas

pelaksanaan Undang-Undang Antimonopoli dan juga KPPU berperan sebagai

wasit independen dalam rangka menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan

dengan larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.68

Selain itu, sebagai sebuah lembaga pengawas, maka KPPU memiliki

keterbatasan mulai dari pembuktian, pemanggilan para pihak, eksekusi putusan,

penjatuhan sanksi, dan lain sebagainya. KPPU tidak memiliki daya paksa

sebagaimana lembaga peradilan. Permasalahan-permasalahan yang melingkupi

persaingan usaha tertutama dari sisi hukum acara tentu harus dikaji ulang secara

komprehensif.69

Banyak faktor yang menjadi penyebab sehingga tidak terciptanya

penegakan hukum persaingan usaha yang ekfektif, yang berakibat tidak saja pada

kepastian hukum, tetapi juga berpengaruh pada faktor ekonomi dan politik. 70

Penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia saat ini dapat dikatakan masih

jauh dari konsep negara hukum (rechtstaat).71 Penegakan hukum itu sendiri dapat

ditinjau dari dua sudut, yaitu dari sudut subjeknya dan dari sudut objeknya. Dari

sudut subjeknya penegakan hukum persaingan usaha terdapat pada KPPU, PN,

MA, Kepolisian dan Kejaksaan.

67
Dewa Ayu Reninda Suryanitya, Ni Ketut Sri Utari, Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) Sebagai Lembaga Pengawas Persaingan Usaha Yang Independen, Jurnal Kertha
Semaya, Vol. 04, No. 03, April 2016, Udayana, Denpasar
68
Hermansyah, op.cit., hlm. 75.
69
Johnny Ibrahim, op. cit., hlm. 1.
70
Rai Mantili, Hazar Kusmayanti, Anita Afriana, op.cit., hlm. 119.
71
Rechtstaat sebenarnya menitikberatkan pada sistem hukum yang ada pada suatu negara. Lihat
Philipus M. Hadjon, sebagaimana dikutip Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Indonesia. Cetakan keempat. (Jakarta, Kencana, 2012), hlm. 21.

23
KPPU dalam menjalankan tugasnya diberi kewenangan menerima laporan

dari masyarakat, melakukan penelitian, melakukan penyelidikan, dan/atau

pemeriksaan serta menyimpulkan ada tidaknya praktik monopoli dan atau usaha

persaingan tidak sehat. KPPU bahkan dapat memutuskan ada tidaknya kerugian

dari pelaku usaha lain atau masyarakat serta meminta bantuan penyidik untuk

menghadirkan pihak-pihak yang dipanggil tetapi tidak bersedia datang.72 Tidak

adanya kewenangan terkait dengan penggeledahan dan penyitaan ini, membuat

KPPU dalam melaksanakan tugasnya belum dapat berjalan maksimal.

Dalam konteks penegakan hukum, pembuktian merupakan bagian sangat

penting. Van Bummulen dan Moeljatno menjelaskan bahwa pembuktian atau

membuktikan adalah memberikan kepastian yang layak menurut akal tentang: (a)

apakah hal yang tertentu itu sungguh-sungguh terjadi dan (b) apa sebabnya

demikian.73 Untuk kegiatan pembuktian tersebut diperlukan adanya alat bukti.

Ketentuan Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa alat bukti

pemeriksaan KPPU terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau

dokumen, petunjuk dan keterangan pelaku usaha.74

Apabila dibandingkan dengan komisi-komisi sejenis dari negara lain

seperti The Federal Trade Commission di Amerika Serikat, Fair Trade

Commission ,di Jepang, Bunderkartellant di Jerman, maka posisi legalitas formal

KPPU pada prinsipnya sama dengan ketiga negara tersebut, walaupun pada

kenyataannya komisi sejenis di negara-negara tersebut jauh lebih efektif

72
Munir Fuadi, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1999), hlm. 37.
73
Policyrountables :Prosecuting Cartels without Direct Evidence, Global Forum OCDC
(Organization for Economic Co-operation and Development), 2006, hlm. 5.
74
Lihat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

24
dibanding KPPU.75 Begitu juga dengan Australia yang memiliki kewenangan

untuk memasuki tempat manapun dan untuk memeriksa tempat manapun dan

untuk memeriksa dokumen yang dimiliki atau dikuasai oleh seorang dan

memperbanyak (copy) atau meringkas dokumen yang ada.76 Sedikit berbeda

dengan jerman, Bundeskartellamnt mempunyai wewenang untuk melakukan

penggeledahan untuk mendapatkan dokumen atau bukti-bukti yang diperlukan

dalam proses penyelidikan berdasarkan perintah hakim Pengadilan Negeri. 77

Selain itu, Bundeskartellamnt mempunyai wewenang untuk melakukan penyitaan

terhadap suatu objek apabila hal tersebut dianggap perlu untuk kepentingan

penyelidikan dan tiga hari setelahnya Bundeskartellamnt harus meminta

pengesahan barang sitaan tersebut kepada Pengadilan Negeri.78

Dalam hal kewenangan apabila kita melihat kedalam Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa

kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan

agama, peradilan militer, tata usaha negara, dan oleh Mahkamah Konstitusi.79

Didalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 perihal keberadaan

lembaga quasi judisial diatur dalam bab tersendiri dengan judul bab “Badan-

Badan Lain Yang Fungsinya Berkaitan Dengan Kekuasaan Kehakiman.”.

Selanjutnya Pasal 38 ayat (3) mengatur bahwa ketentuan mengenai badan-badan


75
Abdul Hakim Garuda Nusantara, Benny K. Harman, Analisa dan Perbandingan Undang-
Undang Anti Monopoli, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 1999), hlm. 9.
76
Ernest Gellhorn and William Kovacic, 1994, Antitrust Law and Economics in a Nutshell, West
Group, halaman 277, sebagaimana dikutip oleh Paripurna dalam “Cartel, Kendala dan Solusi
Penegakan Hukumnya di Indonesi”, Seminar Nasional Kartel, Kendala dan Solusi Dalam
Penegakannya di Indonesia” CICODS, Yogyakarta, hlm. 10.
77
Section 59, German Act Against Restraint of Competition
78
Section 58, Ibid.
79
Lebih lanjut lihat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.

25
lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang

– Undang.80

Dalam konteks KPPU pelaku usaha yang tidak menerima putusan KPPU

dapat mengajukan keberatan ke pengadilan negeri. Hal ini dimaksudkan, segala

upaya hukum yang ditempuh oleh pelaku usaha diajukan ke lingkungan peradilan

umum. Hal ini merupakan suatu pertentangan dalam tata cara penanganan perkara

persaingan usaha, terutama berkenaan peran peradilan saat ada keberatan terhadap

putusan KPPU.81 Hal ini didasarkan pada Pasal 25 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 yang menyatakan bahwa peradilan umum berwenang memeriksa,

mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Peradilan umum ini sifatnya umum, sedangkan

substansi hukum persaingan usaha bersifat khusus. Seharusnya perkara persaingan

usaha juga diselesaikan didalam lingkup peradilan yang bersifat khusus.

Peradilan yang bersifat khusus contohnya adalah pengadilan niaga.

Pengadilan niaga adalah pengadilan khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan

sengketa niaga seperti kepailitan, HKI, Pengadilan niaga yang dimaksud oleh

Pasal 280 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan. 82adalah

pengadilan niaga berada dilingkungan peradilan umum, maka tidak ada posisi

ketua pengadilan niaga.

80
Jimly Asshidiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: BIP,
2007), hlm. 511.
81
Siti Anisah, “Permasalahan Seputar Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan
KPPU”, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis, vol 24, No.2 2005, hlm. 4
82
Telah ditetapkan menjadi Undang-Undang oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 yang
telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang Kepailitan.

26
Keputusan yang dihasilkan KPPU bersifat mengikat, tetapi tidak final,

sebab masih dimungkinkan kepada pihak terlapor untuk mengajukan keberatan

atas putusan KPPU kepada Pengadilan Negeri tempat terlapor berdomisili, bahkan

bisa sampai kasasi di Mahkamah Agung.

Pembahasan mengenai eksistensi lembaga quasi-yudisial dalam sistem

kekuasaan kehakiman di Indonesia akan lebih komprehensif jika dimulai dengan

pemahaman teoretis tentang eksistensi kekuasaan kehakiman dalam sistem

pembagian kekuasaan dan keberatan pengadilan dalam sistem kekuasaan

kehakiman. Menurut Bagir Manan, adanya kekuasaan kehakiman tidak terlepas

dari konsep pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesqiue yaitu

adanya cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.83

Pelaksanaan kekuasaan kehakiman didalam negara hukum yang

demokratis harus memiliki kemandirian dan juga terlepas dari keikutsertaan

siapapun dan dari manapun.84

Untuk mendapatkan kejelasan teoritis keberadaan lembaga quasi peradilan

dalam kekuasaan kehakiman maka penulis menyitir beberapa pendapat pakar

tentang batasan peradilan. Menurut Sudikno Mertokusumo peradilan adalah

segala sesuatu yang bertalian dengan tugas hakim dalam memutus perkara, baik

perkara perdata maupun perkara pidana untuk mempertahankan atau menjamin

ditaatinya hukum.85

83
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Edisi
Ke-2, (Bandung : Alumni, 1997) hlm.39
84
Suparto, Pemisahan Kekuasaan, Konstitusi dan Kekuasaan Kehakiman yang Independen
Menurut Islam, Jurnal Selat, Volume 4 Nomor 1, 2016, Hlm. 123.
85
Sudikno Mertokusumo, Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya di Indonesia sejak
1942 dan apakah kemanfaatannya bagi kita bangsa Indonesia. (Bandung: Kilat Maju, 1971), hlm.
2.

27
Dengan status KPPU sebagai lembaga quasi peradilan sesungguhnya

lembaga ini seolah-olah sebagai lembaga “super body” dalam memutuskan

sengketa persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. Padahal Undang-Undang

membatasi kewenangan KPPU hanya sekedar memutus tetapi tidak ada

kewenangan untuk menegakan putusan KPPU itu sendiri. Pasal 30 ayat (3) 86

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menentukan bahwa KPPU sebagai

lembaga bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. Secara

institusional KPPU tetap menjadi lembaga independen dan imparsial dalam

menjalankan tugas wewenangnya.87 Namun demikian bukan berarti KPPU dapat

melaksanakan tugas sesuai kehendaknya sendiri, karena KPPU mempunyai

kewajiban memberikan pertanggungjawaban kepada Presiden Republik Indonesia.

Atas Dasar itulah penulis hendak mengambil judul penelitian desertasi :

KEWENANGAN LEMBAGA PERADILAN PERSAINGAN USAHA UNTUK

MENCAPAI SUATU KEPASTIAN HUKUM DI INDONESIA.

86
KPPU bertanggungjawab kepada Presiden
87
Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia : Suatu Kajian Teoritik, (Yogyakarta: FH UII Press,
2004), hlm. 50.

28
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Permasalahan yang dikemukakan diatas, maka dengan ini

permasalahan yang akan dibahas adalah :

1. Bagaimana Pengawasan dari Komisi Persaingan Usaha terhadap

persaingan usaha tidak sehat di Indonesia?

2. Bagaimana mekanisme yang dipakai oleh KPPU didalam menyelesaikan

perkara-perkara persaingan usaha di tahun 2015-2020?

3. Bagaimanakah penyelesaian perkara yang diputuskan oleh Komisi

Pengawas Persaingan Usaha hingga ke Mahkamah Agung sejak tahun

2015-2020?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengkaji kewenangan penyidikan, apakah KPPU sebagai

pengawas persaingan usaha, benar-benar memerlukan kewenangan

penyidikan dalam rangka penegakan hukum persaingan usaha.

2. Untuk mengkaji pengawasan dari Komisi Persaingan Usaha terhadap

persaingan usaha tidak sehat di Indonesia dalam rangka penegakan

hukum persaingan usaha.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, baik secara teoritis

maupun secara praktis, adalah:

1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu hukum bisnis, terutama bidang hukum persaingan

29
usaha, selain itu dengan adanya tulisan ini penulis berharap dapat

menambah dan melengkapi perbendaharaan koleksi karya ilmiah,

dengan memberikan kontribusi pemikiran bagi perkembangan hukum

persaingan usaha di Indonesia.

2. Secara Institusional penulisan ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan pembaca dalam mencermati permasalahan yang muncul

pada masyarakat serta dapat membuka cakrawala pemikiran mengenai

persaingan usaha yang selama ini tidak biasa dibicarakan oleh

masyarakat.

3. Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan

dan landasan bagi penulis lanjutan dan praktisi hukum, serta dapat

memberikan masukan bagi pembaca, untuk menambah referensi

dalam menulis karya ilmiah.

1.4 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

1.4.1 Kerangka Teori

Pelaku usaha88 melakukan penggalangan kekuatan di pasar89 bertujuan

untuk menkonsentrasikan modal, berbagai sumber daya temasuk sumber

daya manusia, memperluas jaringan pemasaran, dan akses pada

pengambilan keputusan dalam hal campur tangan pemerintah di sektor


88
Menurut Pasal1 angka 1 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU Monopoli). Pelaku usaha adalah setiap
orang perorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
89
Menurut Pasal1 angka 9 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU Monopoli). Pasar adalah lembaga
ekonomi dimana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
melakukan transaksi perdagangan barang dan/ atau jasa

30
swasta yang menentukan. Penggalangan tersebut dapat dilakukanoleh

pelaku usaha melalui bermacam cara, antara lain:90

a. Melalui perjanjian yang dilarang;

b. Melalui kegiatan yang dilarang;

c. Posisi dominan;

d. Pengambilaihan perusahaan (akuisisi);

e. Penggabungan perusahaan (merger); dan

f. Peleburan perusahaan (konsolidasi)

Cara-cara penggalangan kekuatan tersebut bertentangan dengan spirit

persaingan usaha yang sehat. Padahal persaingan usaha yang sehat

merupakan conditio Sine Quanon pasar bebas. Teori ekonomi pasar murni

atau pasar bebas pertama kali diungkapkan oleh Adam Smith. 91 Apabila

seseorang menjadi pimpinan suatu usaha sehingga sedemikian rupa

produknya mencapai nilai yang tinggi, maka tujuannya hanya mencari

untung sendiri. Dalam hal ini, seperti juga dalam hal lain ia dituntun oleh

suatu “tangan yang tidak terlihat” (invisible handI)92 untuk

menyelenggarakan tujuan yang tidak dimaksudkan.

Segala campur tangan negara tersebut dikritik dan ditolak oleh aliran

sekonomi neo klasik atau sering disebut neo-liberal. Prinsip non

intervention pemerintah terhadap pasar tidak akan terjadi apabila pasar

90
Hal ini diatur didalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU Monopoli) pada Pasal 4.
91
Adam Smith lahir di Kirckcaldy, Skotlandia Tahun 1723, dekat Edinburgh. Adam Smith
dianggap sebagai pendiri aliran ekonomi klasik. Lebih jauh lihat George Soule, Tcleas Ideas of
The Great Economist, dialihbahasakan oleh T. Gilarso, Pemikiran Para Pakar Ekonomi
Terkemuka, (Jogjakarta:Kanisius, 1994), hlm. 52-55. Nail MacCormick, "Adam Smith on Law",
Valparaiso University Law Review, (Vol. 15, 198 l), hlm. 244-245.
92
George Soule, Ibid, hlm. 57.

31
tidak terjadi suatu perilaku yang merugikan (harm) yang dilakukan oleh

pelaku pasar.93

Teori ekonomi yang dikembangkan oleh Adam Smith berpengaruh

terhadap pembentukan teori hukum perindungan konsumen menurut

Karen S. Fishman94 ada 2 (dua) teori berkenaan dengan perlindungan

konsurnen melalui mekanisme pasar yaitu:

1. Perlindungan oleh mekanisme pasar tanpa intervensi pemerintah

(unregulated market place). Teori ini dijiwai oleh prinsip laissez

faire,95 yang menjunjung tinggi kebebasan berusaha dan kekuatan

pasar, dimana peraturan perundang-undangan sebagai alat untuk

mengawasi kegiatan ekonomi.

2. Perlindungan konsumen dengan intervensi pemerintah terhadap pasar

(government regulated market place).

Adam Smith menolak campur tangan pemerintah, akan tetapi tidak

mutlak. Adam Smith memberikan peran sentral keada pemerintah untuk

menegakkan keadilan. Dengan demikian Adam Smith memperbolehkan

93
A. Sonny Keraf, Pmar Bebas, KeadiIan, dan Peran Pemerintah . (Jakarta: Prisma, 9 September
1995), hlm. 199 sebagaimana dikutip oleh Ridwan Khairandy, lkrikad Baik dalam Kebebasan
Berkonfrak, (Jakarta:Progarn Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), him.
226-227.
94
Karen S. Fishman, C:on.sumer Tm, dalam Donald P. Rothschild&David W. Carroll, Consumer
Protection, hlm 3, sebagaimana dikutip Inosentius Samsul, Yerlindungan Konsumen:
Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, (Jakarta:Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2004)., hlm.26-27
95
Laissez faire merupakan salah satu pandangan dari ekonom klasik yang mempengaruhi teori-
teori perubahan sosial dikemudian hari. Lebih lanjut lihat Mansour Fakih, Runtuhnya Teori
Pembangunan dan Globalisasi, (Jogjakarta: Insist Press, cetakan pertama, bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar, 2002), hlm.46. Prinsip laissez faire bukan suatu prinsip mutlak karena prinsip ini
dibatasi atau dikendalikan oleh prinsip tidak memgikan orang lain. Artinya, atas dasar tidak ikut
carnpur, setiap orang memang dibiarkan untuk melakukan apa saja yang ia kehendakai. Tetapi, ini
tidak berarti bahwa ia dibiarkan melakukan apa saja sesuka hatinya. Ini bukan merupakan prinsip
"apa saja boieh". Karena pada tempat pertama setiap orang dikendalikan dan dibatasi oleh prinsip
tidak merugikan orang lain dibawah pengawasan sebagai wasit yang adil.

32
campur tangan pemerintah tetapi pada tingkat yang seminimal mungkin.96

Selain itu Adam Smith juga menganjurkan untuk membongkar birokrasi

negara dan menyerahkan keputusan-keputusan ekonomi kepada kekuatan

pasar yang mengatur dirinya sendiri secara bebas.97 Adam Smith

menempatkan pasar sebagai pemeran sentral kehidupan ekonomi. Nilai riil

atau suatu perilaku “alamiah” suatu barang menurut Adam Smith

ditentukan oleh banyak sedikitnya kerja yang harus dilakukan dalam

menghasilkan barang tersebut.98

Akan tetapi dalam suatu perekonomian, uang, harga pasar suatu

barang tidak selalu tepat sama dengan nilai riil. Apabila permintaan dan

penawaran pada harga berada dalam keseimbangan, maka itu artinya pada

harga itulah terjadi harga pasar (Natural Price).99

Mekanisme pasar mampu menggerakan roda perekonomian atau

bahwa invisible hand cukup membuat lancar produksi, distribusi maupun

konsumsi. Setiap campur tangan negara hanya akan menimbulkan distorsi.

Intervensi ekonomi pemerintah hanya diperlukan apabila persaingan yang

efektif tidak berjalan, dan jika produksi dan pengembangan nilai-nilai serta

prinsip-prinsip dasar tidak dapat dipercayakan kepada pihak swasta.100

96
Luiz Muniz Arguelles, "A Theory on The Will Theory: Fredoom of Contract in Historical and
Comparative Perspective",Revista Juriclica De La Uiniversidad De Puerto Rico, hlm. 254.,
sebagaimana dikutip oleh Ridwan Khairandy, op.cit., hlm.66.
97
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Ilsaha,(Jakarta: Ghalia Indonesia,2002), hlm. 21.
98
Ibid. hlm 56
99
Jadi orang akan memperoleh keuntungan dari pasar bebas, karena setiap orang dapat
memperoleh apa yang ia butuhkan pada harga yang paling rendah, dengan dernikian setiap orang
akan melakukan kegiatan apa yang menurutnya paling baik dilakukan, dan sumber-surnber
produktif akan dibagi-bagikan sesuai dengan kebutuhan para konsumen, Ibid., hlm 56.
100
Mubyarto menjelaskan bahwa dalam Sistem Ekonomi Pasar Sosial (SEPS), justru memerlukan
pemerintah yang kuat dan haws melakukan campur tangan ("menguasai") jika benarbenar
diperlukan. Lebih jauh lihat Mubyarto, Membangun Sisrem Ekonomi, (Jogjakarta:BPFE, 2000).,
hlm. 84.

33
Persaingan efektif memerlukan perlindungan usaha dan dorongan

pemerintah dan merupakan instrumen paling efisien untuk mencapai

alokasi sumber daya yang optimal, dan produktivitas, yang juga optimal. 101

Pasar memberi peluang yang optimal, meskipun belum tentu sempurna,

bagi persaingan bebas dan fair. Ini tidak berarti pasar menerima dan

membenarkan kebebasan mutlak yang anarkis, sebagaimana secara keliru

dianggap banyak orang. Justru sebaliknya kebebasan ini tetap dijamin

dibawah keadilan yang fair bagi semua pihak tanpa pandang bulu.102

Negara memiliki kewajiban untuk menyediakan segala yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan umum yang tak dapat disediakan

oleh pasar, atau yang dapat disediakan oleh pasar secara tidak teratur.

Kehadiran pemerintah secara tegas dalam perekonomian, dan sektor-sektor

kemasyarakatan lainnya adalah normal dan didambakan, karena kekuatan

publik, dalam sebuah masyarakat demokratis, mewakili kehendak kolektif.

Pengambilan keputusan kolektif yang melibatkan pemerintah, dunia usaha,

dan perserikatan, sebagian menggantika mekanisme pasar.103 Pembuktian

terhadap penguasaan pasar, maka definisi pasar menjadi faktor penting

dalam hukum persaingan.104 Untuk menentukan apakah telah terjadi

praktik persaingan tidak sehat dan monopoli didalam pasar dimana pelaku

usaha tertentu dianggap memiliki market power (kekuatan pasar), maka

akan bergantung sekali kepada penentuan definisi pasar (market definition)


101
Mubyarto, Ibid., hlm 85.
102
A. Sonny Keraf, op.cit., hlm. 224-225.
103
Anthony Giddens, The Third Way the Renewal of Social Democracy, Terjemah, Ketut Arya
Mahardika, Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial, Cetakan Keempat (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2002), hlm. 10.
104
Dennis W. Carlton&Jefiey M. Perlofff, Industrial Organization, (Harper Collins College
Publisher, 1994), hlm. 803

34
sebab pasar dapat didefinisikan baik secara sempit maupun luas. 105 Dalam

ilmu ekonomi, maka sebagai langkah pertama yaitu definisi dari pasar

yang bersangkutan (relevant market) adalah faktor esensial untuk

menentukan dalam suatu pasar.106

Di era globalisasi saat ini, sering timbul perdebatan mengenai peran

negara dalam bidang ekonomi, yaitu terkait sejauh mana negara boleh ikut

campur atau bahkan membatasi peran negara dalam bidang ekonomi.

Kelompok kanan menghendaki peran negara yang seminimal mungkin

agar dapat menerapkan prinsip pasar bebas secara optimal sedangkan

kelompok kiri menghendaki peran negara dalam bidang ekonomi lebih

dioptimalkan agar dapat melindungi masyarakat dan mewujudkan

kesejahteraan rakyat.

Intervensi pemerintah dalam wilayah ekonomi, berbeda dari intervensi

pada masa lalu. Mereka yang termasuk kiri lama selalu mengatakan

“cincai lah”, dan pengetahuan kehidupan ekonomi, dalam beberapa

konteks, merupakan keniscayaan. Tetapi deregulasi juga sama pentingnya,

dalam area dimana pembatasan menghambat inovasi, penciptaan lapangan

kerja atau tujuan-tujuan ekonomi dasar lainnya.107

Dilihat dari sudut pandang lain, Sri Redjeki Hartono berpendapat

bahwa asas campur tangan negara terhadap kegiatan ekonomi merupakan

salah satu dari tiga asas penting yang dibutuhkan dalam rangka pembinaan

cita hukum dari asas- asas hukum Nasional ditinjau dari aspek Hukum
105
Neil B. Cohen dan Charles k Sullivan, "The Hedindahl-Heriscman Index and The New
Antitrust Merger Guidelines: Concentrating on Concentration," 62 Texas Law Review,(November,
1983), hlm. 459.
106
Ningrum Natasya Sirait, hlm. 223.
107
Anthony Giddens, The Third Way and Its Critics....op.cit., hlm 87.

35
Dagang dan Ekonomi. Dua asas lain adalah asas keseimbangan dan asas

pengawasan publik.108

Campur tangan atau intervensi negara pada sistem pasar sangat

dibutuhkan, karena melalui campur tangan itu akan lahir kepastian hukum,

perlindungan dan pengawasan serta sebagai bentuk kewajiban negara

melaksanakan pengaturan ekonomi untuk menjaga agar kondisi pasar tetap

stabil. Pada dasarnya ada hubungan yang sangat kuat, terkait intervensi

dari pemerintah pada sistem pasar, yaitu mencegah terjadinya kegagalan

pasar (market failure). Apalagi di era globalisasi dan mulai banyaknya

kerjasama antar negara untuk menjalin perdagangan dalam lingkup yang

lebih luas, selain itu juga adanya liberalisasi pasar atau sistem pasar bebas.

Dalam hubungan dengan intervensi negara terhadap kegagalan pasar,

seorang pakar ekonomi yang bernama John Maynard Keynes (1883 –

1946) memperkenalkan teorinya bahwa adalah merupakan sebuah

keharusan campur tangan atau intervensi negara melalui kebijakan fiskal

dan moneter, guna membantu mengatasi akibat buruk gejolak resesi,

depresi dan bahkan booming ekonomi.109

Pada akhirnya, pasar tidak dapat mengatur dirinya sendiri.

Kecenderungannya kepada fluktuasi yang berulang-ulang perlu dibatasi

dengan intervensi luar, sebagaimana keccenderungannya untuk

menciptakan monopoli. Dua hal itu saling terkait, karena dalam situasi-

108
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di
Indonesia, Cetakan Ketiga (Malang : Bayumedia Publishing, 2009), hlm. 35.
109
Johnny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum Teori dan Implikasi
Penerapannya dalam Penegakan Hukum, Cetakan Pertama (Surabaya; ITS Press, 2009), hlm 27

36
situasi sulit, perusahaan-perusahaan dapat saja merger atau menyatu

dengan perusahaan lain.110

Monopoli juga timbul dari proses kompetisi itu sendiri. Pelaku-pelaku

ekonomi sering berusaha mengukuhkan monopoli dan kartel karena hal itu

akan melindungi mereka dari potensi adanya pesaing yang

membahayakan. Diperlukan pelaku-pelaku eksternal untuk menguatkan

kompetisi.111

Upaya untuk mewujudkan negara kesejahteraan memang tidaklah

mudah, Pemerintah harus ikut campur atau melakukan “intervensi” dalam

pengertian positif, untuk mengatur, membuat kebijakan dan mengawasi

pelaksanaan kegiatan perekonomian negara, sehingga para pelaku usaha

dan masyarakat mendapat perlakuan yang adil. Dalam sistem demokrasi

modern dewasa ini, sistem kekuasaan dalam kehidupan bersama biasa

dibedakan dalam tiga wilayah atau domain, yaitu negara (state), pasar

(market), dan masyarakat (civil society). Ketiga domain kekuasaan

tersebut memiliki logika dan hukumnya sendiri-sendiri. Ketiganya harus

berjalan seiring dan sejalan, sama-sama kuat dan saling mengendalikan

satu sama lain, tetapi tidak boleh saling mencampuri atau

dicampuradukan.112

Masa transisi yang sedang ditempuh oleh Indonesia saat ini,

mengharuskan untuk adanya keseimbangan antara ketiga domain diatas,

tetapi pada kenyataanya harmonisasi ketiga domain diatas tidak mudah

110
Anthony Giddens, The Third Way and Its Critics....op.cit hlm 44.
111
Ibid.
112
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua (Jakarta :
Sinar Grafika, 2012) hlm 133

37
karena setiap domain mempunyai mekanisme tersendiri. Dunia usaha

merupakan bagian dari domain pasar (market) dalam hubungannya dengan

negara (state) dan masyarakat (civil society). Maka dunia usaha harus

ditumbuhkembangkan bersama-sama secara seimbang dengan negara

(state) dan masyarakat (civil society). Untuk itu harus ada hubungan yang

saling mempengaruhi dan saling mengendalikan, sehingga tidak terjadi

dominasi antara yang satu terhadap yang lain.113

Masyarakat sipil adalah elemen fundamental untuk membatasi

kekuasaan pasar dan pemerintah. Pasar ekonomi atau negara demokratik

tidak dapat berfungsi secara efektif tanpa pengaruh asosiasi sipil yang

berperadaban. Orang-orang neoliberal yang mengkritik pemerintahan yang

besar (big goverment) membayangkan bahwa kebebasan akan dapat

dimaksimalkan dengan mengalihkan kekuasaan pada sektor privat.114

Pemikiran jalan ketiga menekankan bahwa sebuah ekonomi yang kuat

mengandaikan masyrakat yang kuat, tetapi tidak memandang hubungan ini

muncul dari intervensionisme gaya lama. Tujuan kebijakan makro

ekonomi adalah menjaga agar inflasi tetap rendah, membatasi pinjaman

Pemerintah, dan menggunakan standart supply side aktif untuk

mendorong pertumbuhan dan tingkat lapangan kerja yang tinggi.115

Pada praktik di lapangan, para pelaku usaha sering kali merasa

keberatan terhadap kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah terkait

pengaturan di bidang ekonomi, misalnya terkait upah buruh, pajak, dan

penyesuaian lainnya, padahal semua tindakan yang dilakukan oleh


113
Ibid., hlm. 135.
114
Anthony Giddens, The Third Way and Its Critics..., op.cit hlm 69.
115
Ibid., hlm. 77.

38
Pemerintah adalah serangkaian upaya untuk menciptakan keseimbangan

pada masyarakat yang akhirnya mengarah pada usaha untuk mendongkrak

pertumbuhan ekonomi negara.

Sebagai perbandingan, di negara yang paling liberal seperti Amerika

pun, Pemerintah Federal masih melakukan berbagai intervensi tertentu.

Misalnya melarang adanya praktek monopoli oleh swasta yang tidak sehat

(anti trust law).116 Dalam era perekonomian modern, tak ada satu pun

negara kapitalis yang mampu menjalankan sistem kapitalisme secara

murni.117

Campur tangan negara dalam bidang ekonomi, merupakan suatu

keharusan karena setiap pelaku usaha membutuhkan kepastian hukum dan

perlindungan hukum di setiap kegiatan usaha, negara dalam hal ini

Pemerintah harus membuat perangkat hukum atau peraturan untuk

menjaga dan menertibkan para pelaku usaha juga mengawasi para pelaku

usaha dengan instrumen yang ada sepanjang tidak mengganggu sistem

yang ada di pasar.

Negara terus memainkan peran fundamental dalam kehidupan

ekonomi sebagaimana dalam wilayah-wilayah lain. Ia tidak dapat

menggantikan pasar atau masyarakat sipil, tetapi perlu mengintervensi

kedua-nya. Pemerintah mesti berusaha menciptakan stabilitas makro

ekonomi, mengembangkan investasi dalam pendidikan dan infrastruktur,

116
Guritno Mangkoesoebroto, Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia Substansi dan Urgensi,
Cetakan Pertama (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 41.
117
Ibid., hlm 3.

39
mengendalikan setidaksetaraan agar tidak berkembang dan menjamin

kesempatan bagi realisasi diri individu.118

1.4.2 Kerangka Konsep

1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran

barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha

atau satu kelompok pelaku usaha.119

2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau

lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan

atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga

menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan

kepentingan umum.120

3. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam

bidang ekonomi.121

4. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha

dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan

118
Anthony Giddens, The Third Way and Its Critics...,op.cit., hlm 162.
119
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 5 Tahun 1999,
120
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No 5 Tahun 1999
121
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

40
atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum

atau menghambat persaingan usaha.122

5. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk

mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan

nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.123

6. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang

dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud

untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha

yang bersekongkol.124

7. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik

secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi

perdagangan barang dan atau jasa.125

8. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan

atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau

jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa

tersebut.126

9. Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau

jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan

pihak lain.127

10. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk

untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya

122
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
123
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
124
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang no. 5 Tahun 1999
125
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
126
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
127
Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

41
agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat.128

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan jenis penelitian normatif.

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka.129

Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup penelitian

terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf sinkronasi vertikal dan

horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.130

1.5.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kewenangan penyidikan yang belum

ada pada KPPU dan Pengawasan Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat berkaitan dengan lembaga penegak hukum

persaingan usaha.

1.5.3 Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang meliputi, bahan

hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan

hukum yang mengikat secara yuridis, yaitu :

128
Pasal 1 angka 18 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
129
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Cetakan Ketigabelas, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2015), hlm 13.
130
Ibid,hlm 14

42
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan.

d. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XIV/2016.

e. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tata

Cara Pengajuan Keberatan atas Putusan KPPU.

f. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang

Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan

Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

g. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara

Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis terhadap

Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-

Bentuk Pengamanan Swakarsa.

h. Peraturan Komisi Nomor 4 tahun 2009 tentang Pedoman Tindakan

Administratif

i. Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara

Penanganan Perkara.

j. Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kartel

43
Sementara itu bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang

dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dalam

penelitian ini meliputi:

a. Gesetz gegen Wettbewerbsbeschränkungen (GWB) / German Act

against Restraints of Competition.

b. The Antimonopoly Act.

c. Buku-buku yang relevan dengan masalah yang dikaji.

d. Jurnal-jurnal hukum.

e. Amandemen Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

f. Karya tulis hukum atau pendapat ahli hukum yang termuat dalam

media masa.

g. Bahan hukum yang bersumber dari internet.

1.5.4 Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan 3 macam pendekatan masalah, yaitu:

a. Pendekatan Perundang-undangan. Pendekatan ini dilakukan untuk

memahami isi, sinkronisasi, sistematika, dan kelengkapan aturan.

Pendekatan ini digunakan berkenaan peraturan-peraturan tentang

larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,

lembaga penegak hukum persaingan usaha serta ketentuan yang

telah ada dalam undang-undang.

b. Pendekatan Konsep. Pendekatan yang mengkaji permasalahan dari

sudut pandang praktis dan sudut pandang pengetahuan dalam

44
pikiran. Pendekatan ini digunakan untuk memahami konsep-

konsep penegakan hukum persaingan usaha, sehingga dapat

diterapkan penegakan hukum persaingan usaha untuk memperoleh

argumentasi hukum dan menyelesaikan suatu permasalahan

hukum.

c. Pendekatan Perbandingan, merupakan salah satu cara yang

digunakan dalam penelitian normatif untuk membandingkan salah

satu lembaga hukum (legal institutions) dari sistem hukum yang

satu dengan lembaga hukum (yang kurang lebih sama dari sistem

hukum) yang lain.131 Pendekatan ini digunakan untuk

membandingkan lembaga pengawas persaingan dan peraturan di

Indonesia dengan lembaga pengawas persaingan usaha di Jerman,

alasan pemilihan negara Jerman sebagai pembanding karena

Jerman telah sukses dalam aplikasi dan supremasi hukum terutama

tentang persaingan usaha di tatanan Uni Eropa.132 Selain negara

Jerman, juga dilakukan perbandingan dengan negara Jepang yang

memiliki lembaga persaingan usaha yang mempunyai karakteristik

dan kemiripan dengan lembaga persaingan usaha di Indonesia.

1.5.5 Teknik Pengumpulan Bahan

131
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Keempat
(Malang: Bayumedia Publising, 2008), hlm 313.
132
Kerangka Acuan Kunjungan Kerja Panitia Kerja Komisi VI DPR RI ke Jerman Dalam Rangka
Memperkuat Analisis Dalam Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, dalam www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K6-12
b352b54b38fc2638cab4b75ec54ac44e.pdf, Akses 8 September 2020.

45
Bahan hukum dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan

model studi pustaka/ dokumen. Studi pustaka/ dokumen dilakukan dengan

cara menelusuri bahan-bahan berupa buku dan dokumentasi penelitian,

mengkaji berbagai regulasi dibidang hukum khususnya persaingan usaha

dan referensi-referensi lainnya terkait dengan pokok permasalahan

didalam penelitian ini.

1.6 Asumsi

Asumsi penelitian biasa disebut sebagai anggapan dasar atau postulat, yaitu

sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti.

Anggapan dasar harus dirumuskan secara jelas sebelum peneliti melangkah

mengumpulkan data.133

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir akan mengikuti buku pedoman penulisan

dari program pascasarjana program doktor ilmu hukum yang dikeluarkan oleh

Fakultas Hukum Universitas Kdrisnadwipayana yang dirinci sebagaimana

berikut ini :

Bab I berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori dan konsep, metode peneltian

dan sistematika penulisan.

Bab II membahas sejarah hukum persaingan usaha di Indonesia, Komisi

Pengawas Persaingan Usaha di Indonesia, Hukum Acara Persaingan Usaha,

133
STAIN Jember Press, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember: STAIN Jember
Press, 2012), hlm. 37.

46
Pendekatan Per Se Illegal Dan Rule of Reason Dalam Hukum Persaingan

Usaha, Hukum Persaingan Usaha Di Beberapa Negara.

Bab III berisi tentang pembahasan, yang akan penulis bagi menjadi dua bagian

besar yakni: Penambahan kewenangan Penyidikan pada Komisi Pengawas

Persaingan Usaha dan Isu krusial dalam Amandemen Undang-Undang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Bab IV: berisi tentang mekanisme pengawasan KPPU didalam menangani

perkara serta didalam praktek yang dilakukan oleh pelaku usaha, serta

penyelesaian perkara di Mahakamah Agung sejak 2015-2020.

Bab V: Berisi tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilakukan.

47
DAFTAR PUSTAKA

Kaylani, Ahmad, Negara dan Pasar dalam Bingkai Kebijakan Persaingan,


Cetakan Pertama, Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
Jakarta, 2011

Nugroho, Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan
Praktik serta Penerapan Hukumnya, Cetakan Pertama,
Kencana, Jakarta, 2012.

Asshiddiqie Jimly, Perkembangan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca


Reformasi, Cetakan Kedua, Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006

Huda, Ni`matul, Sengketa Kewenangan Lembaga Negara dalam Teori dan


Praktik di Mahkamah Konstitusi, Cetakan Pertama, UII Press,
Yogyakarta, 2016.

Sarjana, I Made, Prinsip Pembuktian dalam Acara Persaingan Usaha, Cetakan


Pertama, Zifatama Publisher, Sidoarjo, 2014

Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha Filosofi, Teori, dan Implikasi


Penerapannya di Indonesia, Cetakan Ketiga, Bayumedia
Publishing, Malang 2009

Lubis, Andi Fahmi, et. al., Hukum Persaingan Usaha Antara teks & Konteks,
ROV Creative Media, Jakarta, 2009

Soule, George, The Ideas of The Great Economist, dialihbahasakan oleh T.


Gilarso, Pemikiran Para Pakar Ekonomi Terkemuka,Kanisius,
Jogjakarta,1994

Keraf, A. Sonny, Pasar Bebas, KeadiIan, dan Peran Pemerintah , Prisma, Jakarta
1995)

Ridwan Khairandy, ltikad Baik dalam Kebebasan Berkonfrak, Program


Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,
2003
Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak, Program Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004

Siswanto Arie, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002

Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Jogjakarta, 2000

Giddens, Anthony, The Third Way the Renewal of Social Democracy, Terjemah,
Ketut Arya Mahardika, Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi

48
Sosial, Cetakan Keempat, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2002

Carlton, Dennis W. &Jefiey M. Perlofff, Industrial Organization, Harper Collins


College Publisher, 1994

Neil B. Cohen dan Charles k Sullivan, "The Hedindahl-Heriscman Index and The
New Antitrust Merger Guidelines: Concentrating on
Concentration," 62 Texas Law Review, November, 1983

Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha Filosofi, Teori, dan Implikasi


Penerapannya di Indonesia, Cetakan Ketiga, Bayumedia
Publishing, Malang ,2009
______________, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum Teori dan Implikasi
Penerapannya dalam Penegakan Hukum, Cetakan Pertama, ITS
Press, Surabaya, 2009

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan


Kedua (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hlm 133

Mangkoesoebroto, Guritno, Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia Substansi


dan Urgensi, Cetakan Pertama, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1994

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Cetakan Ketigabelas, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2015

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan


Keempat , Bayumedia Publising, Malang, 2008

Simbolon, Alum, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha


Melaksanakan Wewenang Penegakan Hukum Persaingan
Usaha”, Jurnal Mimbar Hukum Edisi No. 3 Vol. 24 , 2012

Rio Satriawan et. al., Analisis Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, GEMA Tahun
XXVII/50/Pebruari - Juli 2015, hlm 1719.

Hendra Nurtjahjo, “Lembaga, Badan, Komisi Negara Independen (State Auxilary


Agencies) di Indonesia (Tinjauan Hukum Tata Negara)”,
Jurnal Hukum dan Pembangunan No. 3, 2005

Nail MacCormick, "Adam Smith on Law", Valparaiso University Law Review,


Vol. 15, 198l

49
Gesetz gegen Wettbewerbsbeschränkungen (GWB) / German Act against
Restraints of Competition adalah Undang-Undang Persaingan Usaha yang dimiliki
oleh Jerman

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt575805e2373f0/“uu-persaingan-
usahadiubahpahami-limafokus-revisi

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fb7bff86349a

www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K6-12
b352b54b38fc2638cab4b75ec54ac44e.pdf,

50

Anda mungkin juga menyukai