Anda di halaman 1dari 119

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman kearah dunia usaha membuat masyarakat

membangun usaha bisnisnya. Dunia usaha merupakan suatu dunia yang boleh

dikatakan tidak dapat berdiri sendiri. Banyak aspek dari berbagai macam

dunia lainnya turut terlibat baik langsung maupun tidak langsung dengan

dunia usaha.1 Dunia usaha tidak akan dapat berkembang dalam perekonomian

yang statis karena perekonomian yang statis tidak memberikan insentif yang

memadai bagi kreativitas maupun inovasi. Tetapi, bisnis akan berkembang

pesat di sebuah negara yang ekonominya berkembang pesat2.

Kajian ilmiah dari segi ilmu hukum sangat diperlukan untuk memahami

ineraksi antara ilmu hukum dan ilmu ekonomi. Dalam konteks ilmu hukum,

kajian yang dibahas seperti bagaimana melihat konsep – konsep ekonomi

tentang pasar, hal – hal yang menghalangi bekerjanya mekanisme pasar, dan

bagaimana pengaturan dan peranan hukum dalam mengatasi berbagai

gangguan terhadap bekerjanya mekanisme pasar tersebut.3

Dewasa ini sudah lebih 80 (delapan puluh) negara di dunia yang telah

memiliki Undang-Undang Persaingan Usaha dan Anti Monopoli dan lebih

1
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis : Anti Monopoli, Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2006, hlm 1
2
Ismail Solihin, Pengantar Bisnis Pengenalan Praktis Dan Studi Kasus, Kencana
Prenada, Media Group, Jakarta, 2006, hlm 120
3
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya
di Indonesia, Bayumedia, Malang, 2009, hlm 27

1
2

dari 20(dua puluh) negara lainnya sedang berupaya menyusun aturan

perundangan yang sama. Langkah negara-negara tersebut sementara

mengarah pada satu tujuan yaitu meletakkan dasar bagi suatu aturan hukum

untuk melakukan regulasi guna menciptakan iklim persaingan usaha yang

sehat. Persaingan usaha yang sehat (fair competition) merupakan salah satu

syarat bagi negara-negara mengelola perekonomian yang berorientasi pasar.4

Koperasi pada saat ini dapat memasuki pasar era modern hal ini

menyebabkan ide koperasi lahir dalam era kejayaan kapitalisme. Jika

kapitalisme berpijak pada paham tentang pentingnya peranan modal dalam

kegiatan ekonomi, maka koperasi lebih mengutamakan peranan manusia

dalam memupuk modal. Dengan demikian, perbedaannya terletak pada

penekanan peranan faktor – faktor produksi dalam kegiatan ekonomi ;

koperasi pada manusianya, sedangkan kapitalisme pada kekuatan modal.

Dalam hal ini bukanlah berarti bahwa yang satu tidak memerlukan faktor

produksi seperti yang ditekankan oleh yang lainnya ; di dalam kapitalisme,

manusia perannya diperlukan sebagai salah satu faktor produksi sedang di

dalam koperasi modal diperlukan untuk menjalankan usahanya dikumpulkan

oleh manusia – manusia yang menjadi anggotanya.5

Secara etimologi, koperasi berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu

cooperatives ; merupakan gabungan dua kata co dan operation. Dalam bahasa

4
Ibid hlm 1
5
Andjar Pachta W (et all), Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi,
Pendidikan, dan Modal Usaha, Kencana, Jakarta, 2008, hlm 14
3

Belanda disebut cooperatie, yang artinya adalah kerja bersama. Dalam bahasa

Indonesia dilafalkan menjadi koperasi.6

Dari definisi cooperation is an economic system with social contrast

oleh Casselmen, koperasi mengandung dua unsur, yaitu unsur ekonomi dan

unsur sosial. Koperasi merupakan satu sistem dan sebagaimana diketahui

sistem itu merupakan himpunan komponen – komponen atau bagian yang

saling berkaitan yang secara bersama – sama berfungsi mencapai tujuan.7

Koperasi bersifat suatu kerja sama antara orang – orang yang masuk

golongan kurang mampu dalam hal kekayaan yang ingin meringankan beban

hidup atau beban kerja. Persamaan dengan bentuk usaha lain adalah sama –

sama mengejar suatu keuntungan kebendaan. Perbedaannya adalah bahwa

biasanya koperasi didirikan oleh orang – orang yang benar – benar

memerlukan sekali kerja sama ini untuk mencapai suatu tujuan yang

dikehendaki dengan mendapat cukup keuntungan, tetapi mereka ingin

memperbesar keuntungan itu.8

Terdapat kecenderungan munculnya konglomerasi bisnis di sektor jasa

keuangan, munculnya konglomerasi bisnis tersebut disebabkan karena

beberapa faktor, antara lain keinginan suatu Lembaga jasa keuangan untuk

meningkatkan pertumbuhan bisnis secara anorganik dengan mengakuisisi

Lembaga jasa keuangan lainnya, melakukan diversifikasi layanan produk dan

jasa keuangan yang lebih komprehensif sesuai dengan tuntutan masyarakat

6
Ibid hlm 15
7
Ibid hlm 21
8
Ibid hlm 22
4

serta keinginan untuk melakukan ekspansi bisnis ke sektor jasa keuangan

lainnya.9

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk

berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi

menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi

terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor

perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti Asuransi,

Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur

tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,

pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam

Undang-undang Nomor 21 tersebut. Tugas pengawasan industri keuangan

non-bank dan pasar modal secara resmi beralih dari Kementerian Keuangan

dan Bapepam-LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan

di sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan Lembaga

Keuangan Mikro pada 2015. OJK berfungsi menyelenggarakan sistem

pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan

di dalam sektor jasa keuangan.10

Perseroan Terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang

paling disukai saat ini, di samping karena pertanggung-jawabannya bersifat

terbatas, Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik

9
Kusumaningtuti S. Soetiono, Otoritas Jasa Keuangan dan Pengawasan
Mikroprudensial, OJK, Jakarta, 2016, hlm 2, diunduh pada tanggal 22 Oktober 2019 Pukul 00.45
WIB
10
https://www.ojk.go.id/id/Pages/FAQ-Otoritas-Jasa-Keuangan.aspx, diakses pada
tanggal 08 Agustus 2019, Pukul 21.33 WIB
5

( pemegang saham ) nya untuk mengalihkan perusahaannya ( kepada setiap

orang ) dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan

tersebut.11

Undang-undang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas

( perseroan ) sebagai :

“badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan


kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam
saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang –
undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Dunia usaha dipastikan terjadinya persaingan usaha atara pelaku

usaha, setiap pelaku usaha pasti akan menjunjung tinggi usahanya agar

barang atau jasa yang dia jajakan laku dibeli oleh konsumen. Persaingan

usaha yang baik merupakan persaingan usaha tanpa adanya kelicikan atau

kecurangan, kondisi persaingan juga berkaitan erat dengan kebebasan

manusia untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha. Pada

dasarnya setiap orang akan mempunyai kesempatan yang sama dalam

berusaha, sehingga setiap manusia untuk mengembangkan diri menjadi

terjamin12.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 adalah satu dari sedikit undang-

undang yang berlaku efektif secara langsung karena tidak memerlukan

banyak peraturan pemerintah. Dalam batang tubuhnya hanya terdapat dua

pasal yang diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah,

11
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 1
12
Neni Sri Imaniyati & Panji Adam Agus Putra, Hukum Bisnis dilengkapi dengan Kajian
Hukum Bisnis Syariah, Refika Aditama, Bandung, 2017, hlm 108
6

yaitu Pasal 28 dan 29 mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilan

saham (selanjutnya disebut Merger, konsolidasi dan Akuisisi).13

Biasanya merger, konsolidasi, dan akuisisi ditempuh oleh perusahaan-

perusahaan besar untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan,

karena cara-cara tersebut dapat dilakukan untuk tujuan – tujuan, antara lain :

1. Membeli product line atau lines untuk melengkapi product lines dari

perusahaan yang akan mengambil alih atau menghilangkan ketergantungan

perusahaan tersebut pada product lines atau service lines yang ada pada

saat ini.

2. Untuk memperoleh akses pada teknologi baru atau teknologi yang lebih

baik yang dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek merger,

konsolidasi, atau akuisisi

3. Memperoleh pasar atau pelanggan – pelanggan baru yang tidak

dimilikinya, namun dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek merger,

konsolidasi, atau akuisisi.14.

Akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh


pihak pengakuisisi (acquirer), sehingga akan mengakibatkan berpindahnya
kendali atas saham yang diambil alih (acqiree) tersebut biasanya pihak
pengakuisisi memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan pihak yang
diakusisi.15
Pengambilalihan yang melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan

pada KPPU selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak tanggal pengambilalihan


13
Syamsul Maarif, Merger dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha, Degraf
Publishing, Jakarta, 2010, hlm 1-2.
14
Abdul R. Saliman, et.all, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus,
Kencana, Jakarta, 2008, hlm 131
15
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan Praktik
Serta Penerapan Hukumnya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hlm 449
7

saham perusahaan tersebut berlaku efektif. Pengambilalihan saham perusahaan

yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 dan peraturan pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 wajib

dilaporkan kepada KPPU.

Ada sebuah perkara yang telah mendapatkan putusan oleh Majelis

Komisi (KPPU) . Bahwa Terlapor melakukan keterlambatan pemberitahuan

pengambilalihan saham PT. Asuransi Takaful Umum. Bahwa sebelum

terjadinya proses pengambilalihan saham, diantara PT. Asuransi Takaful

Umum dengan Koperasi Simpan Pinjam Jasa tidak memiliki pemegang saham

maupun susunan direksi yang sama. Oleh karena itu, keduanya bukan

merupakan perusahaan terafiliasi.

Berdasarkan penjelasan Pasal 7 PP Nomor 57 Tahun 2010 yang

dimaksud dengan “terafiliasi” adalah :

a. Hubungan antara perusahaan baik langsung maupun tidak langsung

mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut.

b. Hubungan antara 2 ( dua ) perusahaan yang dikendalikan baik langsung

maupun tidak langsung oleh pihak yang sama atau

jika perusahaan menambah kepemilikan saham di suatu perusahaan

sehingga berakibat perusahaan tersebut menjadi pengendali maka penambahan

kepemilikan saham tersebut wajib dinotifikasikan kepada komisi, Nilai

gabungan dari PT. Asuransi Takaful Umum dan Koperasi Simpan Pinjam Jasa,

Dengan nilai penjualan gabungan sebesar Rp. 558,736,443,443.00 ( Lima

Ratus Lima Puluh Delapan Miliar Tujuh Ratus Tiga Puluh Enam Juta Empat
8

Ratus Empat Puluh Tiga Ribu Empat Ratus Tiga Puluh Tiga Rupiah ) dan nilai

gabungan aset sebesar Rp. 6,574,586,464,246.00 (Enam Triliun Lima Ratus

Tujuh Puluh Empat Miliar Lima Ratus Delapan Puluh Enam Juta Empat Ratus

Enam Puluh Empat Ribu Dua Ratus Empat Puluh Enam Rupiah ) . Dalam

perkara ini KPPU memberi putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar pasal 29 Undang Undang No 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5

Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010

2. Menghukum terlapor membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00

( satu miliar rupiah ) yang harus disetor secara langsung ke Kas Negara

sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha

Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank

Pemerintah dengan kode penerimaan 425812 (Pendapatan Denda

Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha )

3. Memerintahkan Terlapor melakukan pembayaran denda, melaporkan dan

menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU.

Keputusan KPPU tersebut, akibat dari keterlambatan pemberitahuan

pengambilalihan saham Koperasi Simpan Pinjam Jasa dengan nilai gabungan

penjualan yang melebihi ketentuan Pasal 29 Undang-Undang No. 5 Tahun

1999, Membandingkan putusan KPPU ini dengan putusan KPPU lain yang

mempunyai permasalahan kasus yang sama, yaitu melakukan keterlambatan

pemberitahuan pengambilalihan saham mempunyai perbedaan yang mencolok

terkait nominal denda yang dijatuhkan seperti pada perkara sebagai berikut:
9

Perkara KPPU dengan unsur pelanggaran yang sama dengan waktu

keterlambatan lebih lama namun nominal denda lebih kecil tertera pada

putusan Nomor 03/KPPU-M/2014 tanggal 07 April 2014. Dalam perkara ini,

PT. Dunia Pangan selaku pihak Terlapor diduga melanggar ketentuan Pasal 29

Undang-undang No. 5 Tahun 1999, terlambat melakukan notifikasi selama 50

(Lima Puluh) hari. Atas dasar pertimbangan terlapor yaitu telah bersikap baik

dan kooperatif selama proses sidang majelis komisi berlangsung maka

meskipun terlambat melakukan notifikasi selama 50 (Lima Puluh) hari,

Terlapor hanya dihukum membayar denda sebesar Rp. 1. 000.000.000,00

(Satu Miliar Rupiah).

Apabila ada pelaku usaha yang melakukan pengambilalihan saham dan

melanggar ketentuan dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun

1999, Pasal tersebut ada kaitannya dengan berdampak pada praktek monopoli

dengan kata lain yaitu pengendalian pasar yang tidak terkendali, sesuai dengan

kewenangan KPPU pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi sanksi administratif.

Namun, apabila ada pelaku usaha yang melakukan pengambilalihan saham

tetapi tidak melanggar ketentuan dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No.

5 Tahun 1999 melainkan melanggar Pasal 29 Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 mengenai ketentuan 30 hari pelaporan, lantas apakah pelaku usaha ini

harus diberikan sanksi administratif?

KPPU mempunyai 2 (dua) metode dalam penanganan perkara yaitu

Rule of Reason dan Per Se Ilegal dimana Per Se Ilegal adalah sebuah

pendekatan di mana suatu perjanjian atau kegiatan usaha dilarang karena


10

dampak dari perjanjian tersebut telah dianggap jelas dan pasti mengurangi atau

menghilangkan persaingan16 dan Rule of Reason adalah pendekatan yang

digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi

mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan

apakah perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung

persaingan17

dalam kasus ini KPPU tidak menggunakan metode Rule of Reason

dimana secara teori untuk penanganan penjatuhan hukuman denda. Peneliti

menilai sepatutnya menggunakan teori Rule of Reason ini sebagai penilaian

akuisisi ini mengarah atau tidak ke arah persaingan usaha dimana hal yang

peneliti anggap penting adalah seberapa pengaruhnya akuisisi tersebut yang

kemudian dapat dijatuhkan denda.

Suatu Lembaga simpan pinjam khususnya koperasi sesungguhnya

diatur suatu peraturan yaitu Pasal 50 huruf (i) Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 yang menyangkutpautkan dengan persaingan usaha tidak sehat. Namun

dalam kasus ini koperasi dinyatakan bersalah, hal ini dapat menimbulkan multi

tafsir dalam hukum. Berdasarkan kasus ini peneliti ingin mengungkapkan

koperasi sebagai permasalahan yang menyangkut ke dalam undang – undang

persaingan usaha tidak sehat sebagai panutan koperasi yang lain dalam

melakukan akuisisi atau pengambilalihan saham supaya tidak terjerat oleh

peraturan persaingan usaha.


16
Syamsul Ma’arif, Perjanjian Penetapan Harga Dalam Perspektif UU No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Proceedings
Rangkaian Lokakarya Terbuka Hukum Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya. UU No.
5 Tahun 1999 dan KPPU, cet 1 hlm. 160.
17
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha : Teori dan Praktiknya di Indonesia,
Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm 78
11

Bertitik tolak dari permasalahan di atas penulis melalui penelitian di

Putusan No.02/KPPU-M/2018 tertarik untuk mengkaji permasalahan kasus PT.

Asuransi Takaful Umum dan Koperasi Simpan pinjam Jasa melalui penelitian

dengan judul “ Analisa Yuridis Keterlambatan melakukan Pemberitahuan

Pengambilalihan (Akuisisi) Saham PT. Asuransi Takaful Umum oleh Koperasi

Simpan Pinjam Jasa terhadap Pengendalian Pasar yang Tidak Terkendali

ditinjau dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat ” ( studi putusan KPPU No.02/KPPU-M/2018 )

B. Identifikasi Masalah

Pokok permasalahan yang dapat diambil dan dari hasil pemikiran latar

belakang masalah yang telah dikemukakan, maka menghasilkan dua pokok

permasalahan yang dapat menjadi pedoman dalam penelitian, adapun

perumusannya sebagai berikut:

1. Apakah dasar pertimbangan majelis komisi KPPU dalam menentukan

nominal denda atas keterlambatan pemberitahuan akuisisi saham PT.

Asuransi Takaful Umum oleh Koperasi Simpan Pinjam Jasa sudah sesuai

berdasarkan UU no 5 Tahun 1999?

2. Bagaimana akuisisi saham PT. Asuransi Takaful Umum oleh Koperasi

Simpan Pinjam Jasa dihubungkan dengan Rule of Reason?

C. Tujuan Penelitian
12

Berdasarkan penelitian di atas, maka tujuan penelitian dari penulisan

skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami dasar pertimbangan majelis komisi

KPPU dalam menentukan nominal denda atas keterlambatan

pemberitahuan akusisi saham PT. Asuransi Takaful Umum oleh Koperasi

Simpan Pinjam Jasa

2. Untuk mengetahui akuisisi saham PT. Asuransi Takaful Umum oleh

Koperasi Simpan Pinjam Jasa dihubungkan dengan Rule of Reason

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini bersifat teoritis dan praktis, yaitu

sebagai berikut :

1. Kegunaan teoritis

a. Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan bahan kepustakaan

hukum tidak hanya tentang hukum tapi mengenai ekonomi tentang

pelaksanaan usaha tidak sehat sehingga menjadikan calon sarjana

hukum menambah wawasan tentang ekonomi.

b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat serta berkontribusi guna

mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang perdata maupun

dibidang lainnya

2. Kegunaan Praktis

a. Manfaat bagi akademisi penelitian ini dapat berguna untuk menambah

wawasan dan pengetahuan mengenai teori-teori dan konsep yang


13

berkaitan dengan pengambilalihan saham perusahaan, yang kemudian

dapat diterapkan dalam praktiknya.

b. Hasil penelitian ini bagi perusahaan dan masyarakat adalah untuk

memberi informasi atau pengetahuan tentang tata cara dan aturan

perundang-undangan terkait pengambilalihan saham perusahaan

sehingga menghindari hal serupa kedepannya.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka teoritis sebagai konsep yang berhubungan dengan

peristiwa keadaan sebagai konsep mencari teori yang berhubungan satu

sama lain, pada penelitian ini teori yang berkenaan adalah teori Rule of

Reason dan kepastian hukum. Pembahasan pertama yaitu mengenai Teori

Kepastian Hukum, Teori Kepastian Hukum kepastian dan keadilan

bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara faktual mencirikan

hukum. suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar

hukum yang baik18. Kepastian hukum adalah kepastian mengenai hak dan

kewajiban, mengenai apa yang menurut hukum boleh dan tidak boleh.

Menurut Apeldoorn kepastian hukum mempunyai dua segi yaitu: 19

1) Soal dapat ditentukannya hukum dalam hal-hal konkret, yakni pihak-

pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang menjadi

hukumnya dalam hal yang khusus sebelum ia memulai perkara.

Menurut Roscoe Pound ini merupakan segi predictability

18
CST Kansil, Chritine S.T Kansil dkk , Kamus Istilah Aneka Hukum, Jala Permata
Aksara, Jakarta, 2009 hlm 385
19
Donald Albert Rumokoy & Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum ed 1, RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2014, hlm 140-141
14

(kemungkinan meramalkan), demikian juga menurut Algra Et.Al aspek

penting dari kepastian hukum ialah bahwa putusan hakim itu dapat

diramalkan terlebih dahulu.

2) Kepastian hukum berarti keamanan hukum artinya perlindungan bagi

para pihak terhadap kesewewenangan hakim.

Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan

secara faktual mencirikan hukum. suatu hkum yang tidak pasti dan tidak

mau adil bukan sekedar hukum yang baik20. Mengenai teori tentang

kepastian hukum ada pendapat menurut Utrecht yaitu kepastian

hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang

bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh

atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh

dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.21

Teori yang kedua yaitu Rule of reason. Rule of Reason adalah

pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk

membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu,

guna menentukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat

menghambat atau mendukung persaingan22. Rule of reason (Rule of

Reason Approach). Rule of reason dalam persaingan usaha ini merupakan


20
CST Kansil, Chritine S.T Kansil dkk , Loc.cit
21
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999,
hlm 23
22
Mustafa Kamal Rokan, Loc.cit
15

kebalikan lebih luas cakupannya jika dibandingkan dengan per se illegal

(per se illegal approach), rule of reason ini cenderung berorientasi pada

prinsip efisiensi.23

Menurut Arie Siswanto, pendekatan rule of reason diterapkan terhadap

tindakan-tindakan yang tidak bisa secara mudah dilihat ilegalitasnya tanpa

menganalisis akibat tindakan itu terhadap kondisi persaingan. Jadi jika

dalam rule of reason pengadilan disyaratkan untuk mempertimbangkan

faktor-faktor seperti latar belakang dilakukannya tindakan, alasan bisnis

dibalik tindakan itu, serta posisi si pelaku tindakan dalam indistri

tertentu.24

Rule of reason adalah suatu pendekatan yang menentukan meskipun

suatu perbuatan telah memenuhi rumusan suatu undang-undang, namun

ika ada alasan obyektif yang membenarkan perbuatan tersebut, maka

perbuatan itu bukan merupakan suatu pelangaran. Artinya, penerapan

hukumnya tergantung pada akibat yang ditimbulkannya, apakah perbuatan

itu telah menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat,

karena titik beratnya adalah unsur material dari perbuatannnya25.

F. Metode Penelitian
23
L Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan
Usaha, Srikandi, Surabaya, 2008, hlm 235
24
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-prinsip-rule-of-reason-didalam-
ilmu-hukum/14802/3 diakses pada tanggal 15 Juli 2019 pukul 19.33 WIB
25
Susanti Adi Nugroho, op.cit, hlm 711
16

1. Metode

Menurut Koentjaraningrat adalah cara kerja untuk dapat membantu

objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Cabang-cabang ilmu

itu mengembangkan metodelogi yaitu pengetahuan yang berbagai cara

disesuaikan dengan objek studi ilmu – ilmu yang bersangkutan.


26
Selanjutnya Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan

dengan analisa dan konstru, yang dilakukan secara metodologis, sistematis

dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara

tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten

berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka

tertentu.27

Penelitian ini akan disusun dengan menggunakan metode yuridis

normatif, menurut Soerjono Soekanto pendekatan yuridis normatif yaitu

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau

data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan

penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti28. Penelitian hukum normatif

dilakukan dengan meneliti data yang diperoleh dari studi kepustakaan

yang meliputi buku-buku serta peraturan Perundang-Undangan yang

berkaitan dengan keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham.

2. Jenis Penelitian
26
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1993, hlm. 7-8.
27
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, .Penerbit UI-Press, Jakarta, 1984,
hlm. 42.
28
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14.
17

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian deskriptif analitis yaitu kegiatan yang dilakukan oleh penulis

untuk menentukan isi atau makna suatu aturan hukum yang dijadikan

rujukan penyelesaian permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.29

Yang mana penulis mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.

Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya yang berkenaan objek

penelitian. Dalam penelitian ini menguraikan permasalahan mengenai

keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham PT. Asuransi

Takaful Umum oleh Koperasi Simpan Pinjam Jasa terhadap pengendalian

pasar yang tidak terkendali ditinjau dari Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan.

3. Sumber Data

Dalam melakukan penelitian ini menggunakan 2 (dua) sumber

data, sumber data primer dan sekunder. Data primer digunakan sebagai

data pendukung yaitu dengan wawancara. Data sekunder yaitu peneliti

menggunakan data yang diperoleh dari perpustakaan, yaitu berupa

peraturan perundang undangan, teori teori hukum normatif dan pendapat

para sarjana terkemuka dibidang ilmu hukum.30

a. Data Primer, yaitu bahan hukum yang melekat,terdiri dari:

1) Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Ibid.
29

30
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, op.cit , hlm 32
18

Usaha Tidak Sehat, KUHPerdata, Undang-Undang No. 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 27

Tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan saham perseroan terbatas jo Peraturan Pemerintah

No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan, Pengambilalihan dan

Peleburan.

b. Data Sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari semua

publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen- dokumen

resmi. Publikasi tentang hukum tersebut meliputi literatur ilmiah,

buku-buku, kamus hukum, jurnal hukum, serta komentar-kementar

atas putusan pengadilan yang bertujuan untuk mempelajari isu pokok

permasalahan yang dibahas.31

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis yaitu,

penulis menggunakan pengumpulan data sekunder dan apabila

dibutuhkan primer penulis menggunakan tambahan teknik pengumpulan

data yaitu dengan wawancara terhadap bagian humas KPPU yaitu bapak

Wisnu Nugroho selaku perwakilan KPPU bidang merger dan akuisisi.

Data sekunder dengan melakukan studi kepustakaan di

perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,

dengan membaca dan mempelajari berbagai macam buku terutama buku

yang berkaitan dengan hukum, serta membaca dan memahami

31
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2008,
hlm 155
19

perundang-undangan, jurnal dan data-data yang diakses melalui internet

yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu tentang kewajiban

pemberitahuan pengambilalihan saham terhadap pasar dengan objek

persaingan usaha tidak sehat.

5. Analisis Data

Data yang telah terkumpul dari studi kepustakaan (library

research), selanjutnya diolah dengan cara diklasifikasikan secara

sistematis, logis dan yuridis secara kualitatif yaitu suatu metode hasil

studi kepustakaan kedalam bentuk penggambaran permasalahan dengan

menggunakan teori-teori dan menguraikannya dalam bentuk kalimat dan

disimpulkan dengan menggunakan metode deduktif yaitu suatu cara

menarik suatu kesimpulan dari dalil yang bersifat umum ke khusus

dengan mengacu pada Undang-Undang yang kemudian menghasilkan

data deduktif analitis.32

6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Komisi Pengawas Persaingan Usaha

yang terletak pada Jl. Ir H Juanda No. 36 Rt.07 Rw. 02 Kb Kelapa

Kecamatan Gambir Kota Jakarta Pusat DKI Jakarta 10120

G. Sistematika Penulisan

Pada penelitian ini penyusunan skripsi akan dikelompokkan menjadi

lima bab dengan sistematika penyampaian sebagai berikut :


32
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, op. cit, hlm 250
20

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,

Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran,

Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI TENTANG AKUISISI, PERSAINGAN

USAHA SERTA PENGAMBILALIHAN SAHAM

PERUSAHAAN

Berisikan tentang mengenai pengertian akuisisi, persaingan usaha,

serta pengambilalihan saham perusahaan yang menjadi bahan

penulisan utama dari bab ini.

BAB III PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

STUDI PUTUSAN PERKARA KPPU NOMOR:

02/KPPU-M/2018 KETERLAMBATAN PEMBERITAHUAN

PENGAMBILALIHAN SAHAM PT. ASURANSI TAKAFUL

UMUM

Berisikan tentang uraian mengenai para pihak dalam putusan

KPPU No: 02/KPPU-M/2018 , serta kasus posisi putusan KPPU.

BAB IV ANALISIS YURIDIS PUTUSAN KPPU NOMOR: 02/KPPU-

M/2018 TENTANG KETERLAMBATAN

PENGAMBILALIHAN SAHAM YANG DILAKUKAN OLEH

KOPERASI SIMPAN PINJAM JASA

Berisikan tentang pengolahan dan analisis data, data yang

bersumber dari putusan KPPU No. 02/KPPU-M/2018,


21

dihubungkan dengan Pasal 28 dan 29 Undang-undang No. 5 Tahun

1999 dan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 serta peraturan

perundang-undangan lainnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan bagian dari seluruh kegiatan penulisan skripsi dimana

pada bab ini peneliti menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian

dan saran.
BAB II

TINJAUAN UMUM MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

SEHAT TENTANG AKUISISI SAHAM PERUSAHAAN

A. Tinjauan Umum Perusahaan

1. Pengertian Tinjauan Umum Perusahaan

Menurut Pasal 1 huruf b Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang

daftar wajib perusahaan, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan

dalam wilayah Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan

atau laba. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang

dokumen perusahaan mendefinisikan perusahaan sebagai bentuk usaha yang

melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan

memperoleh keuntungan dan/laba, baik yang diselenggarakan oleh

perseorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan

badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah negara

Republik Indonesia.

Menurut Dr. Munir Faudy SH.,M.H.,LLM dalam buku pengantar

hukum bisnis pengertian perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan

produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Setiap perusahaan ada

yang terdaftar di pemerintahan dan ada pula tidak. Bagi perusahaan yang

terdaftar di pemerintah, mereka mempunyai badan usaha untuk

22
23

perusahaannya. Badan usaha adalah status suatu perusahaan yang terdaftar

di pemerintah.33

Beberapa sarjana seperti molengraaf menyatakan perusahaan adalah

keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak

keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan

barang-barang menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-

perjanjian perdagangan.34 Kata lain perusahaan adalah kegiatan ekonomi

yang berupa membeli barang dan menjualnya lagi atau menyewakannya

dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.35

Menurut Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia memiliki

banyak badan usaha yang dikelompokan dalam 3 jenis yaitu BUMN atau

Badan Usaha Milik Negara, BUMD atau Badan Usaha Milik Daerah dan

BUMS atau Badan Usaha Milik Swasta. Setiap badan usaha memiliki

karakteristik yang berbeda-beda. Misalnya, seluruh badan usaha yang

tergolong BUMN berbeda dengan yang tergolong BUMS, perbedaannya

antara lain BUMN dikelola oleh pihak negara sedangkan BUMS dikelola

oleh pihak swasta.

2. Badan Hukum

Badan hukum dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai organisasi

atau perkumpulan yang didirikan dengan akta yang otentik dan dalam

33
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern Di Era Global, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm 35
34
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan edisi keenam, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, 2017 hlm 82
35
Ibid hal 83-84
24

hukum diperlakukan sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban atau

disebut juga dengan subyek hukum.

Subyek hukum ada dua yakni, orang dan badan hukum. Disebut

sebagai subyek hukum oleh karena orang dan badan hukum menyandang

hak dan kewajiban hukum. Pengertian lain dari badan hukum adalah subjek

hukum (pelaku) yang tidak memiliki bentuk atau yang bentuknya

tampaknya bukan manusia normal, tetapi memiliki hak dan kewajiban untuk

mengambil tindakan hukum sebagai orang alami. Badan hukum yakni salah

seorang (badan-badan atau juga perkumpulan-perkumpulan) ditentukan oleh

hukum yang juga merupakan subjek hukum, yang berarti bahwa ia juga

dapat melakukan berbagai tindakan hukum seperti dalam kasus orang (yang

memiliki aset dan untuk berpartisipasi dalam lalu lintas) secara hukum

dengan mediasi manajemennya dapat dituntut di pengadilan dan dihadapan

hakim.

Badan hukum inipun dapat mempunyai hak-hak dan kewajiban-

kewajiban serta dapat pula mengadakan hubungan-hubungan hukum

(rechtsbetrekking/rechtsverhouding) baik antara badan hukum yang satu

dengan badan hukum yang lain maupun antara badan hukum dengan orang

manusia (natuurlijkpersoon). Karena itu badan hukum dapat mengadakan

perjanjian-perjanjian jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, dan segala

macam perbuatan dilapangan harta kekayaan. Dengan demikian badan

hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa sebagai

lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia. Dan
25

sebagai subjek hukum yang tidak berjiwa, maka badan hukum tidak dapat

dan tidak mungkin berkecimpung dilapangan keluarga seperti mengadakan

perkawinan, melahirkan anak, dan sebagainya. Badan hukum disamping

manusia tunggal adalah suatu realita yang timbul sebagai suatu kebutuhan

hukum dalam pergaulan ditengah-ditengah masyarakat.

Sebab, manusia selain mempunyai kepentingan perseorangan

(individual), juga mempunyai kepentingan bersama dengan tujuan bersama

yang harus diperjuangkan bersama pula. Karena itu mereka berkumpul

mempersatukan diri dengan membentuk suatu organisasi dan memilih

pengurusnya untuk mewakili mereka.36

Menurut R. Subekti pengertian badan hukum adalah suatu badan

atau bisa juga disebut dengan perkumpulan yang memiliki hak untuk dapat

melakukan perbuatan seperti manusia dan memiliki kekayaan sendiri, dapat

menggugat atau digugat di depan hakim. Lalu menurut para ahli yang lain

adalah E. Utrecht pengertian badan hukum adalah badan yang berkuasa atau

berwenang menurut hukum menjadi pendukung hak yang tidak berjiwa atau

lebih tepatnya bukan manusia.

Terdapat beberapa jenis-jenis badan hukum, antara lain sebagai

berikut :

1) Badan hukum publik, merupakan badan hukum yang dibuat menurut

hukum publik atau badan hukum yang mengatur keterkaitan antara

negara dan atau aparatnya dengan warga negara yang berkaitan

36
Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2006,
hlm 22
26

kepentingan umum atau publik. Seperti hukum pidana, hukum tata

negara, hukum tata usaha negara, hukum internasional dan lain

sebagainya. Contoh badan hukum publik adalah negara, pemerintah

daerah, bank Indonesia.

2) Badan hukum privat, merupakan badan hukum yang dibuat menurut

dasar hukum perdata atau hukum sipil atau sekumpulan orang yang

membuat kerja sama atau membentuk badan usaha dan adalah satu

kesatuan yang memenuhi syarat yang ditentukan hukum. Badan hukum

privat yang mempunyai tujuan profit contohnya adalah Perseroan

Terbatas (PT) atau non material seperti Yayasan.

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh badan

hukum/perkumpulan/badan usaha antara lain sebagai berikut :

1) Adanya Harta Kekayaan Yang Terpisah

Harta kekayaan ini diperoleh dari per anggota maupun dari

perbuatan pemisahan yang dilakukan seseorang/partikiler/pemerintah

untuk suatu tujuan tertentu. Adanya harta kekayaan ini dimaksudkan

sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pada badan hukum yang

bersangkutan. Harta kekayaan ini, meskipun berasal dari anggotanya

namun terpisah dengan harta kekayaan kepunyaan pribadi anggotanya

itu. Perbuatan pribadi anggota-anggotanya tidak mengikat harta kekayaan

tersebut, sebaliknya perbuatan badan hukum yang diwakili pengurusnya

tidak mengikat harta kekayaan anggota-anggotanya.


27

2) Mempunyai Tujuan Tertentu

Tujuan tertentu ini dapat berupa tujuan yang idiil maupun tujuan

komersil yang merupakan tujuan tersendiri daripada badan hukum. Jadi,

bukan tujuan untuk kepentingan satu atau beberapa anggotanya. Usaha

untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri oleh badan hukum

dengan diwakili organnya. Tujuan yang hendak dicapai itu lazimnya

dirumuskan dengan jelas dan tegas dalam anggaran dasar badan hukum

yang bersangkutan.

3) Mempunyai Kepentingan Sendiri

Dalam mencapai tujuannya, badan hukum mempunyai

kepentingan tersendiri yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan-

kepentingan tersebut merupakan hak-hak subyektif sebagai akibat dari

peristiwa-peristiwa hukum. Oleh karena itu badan hukum mempunyai

kepentingan tersendiri, dan dapat menuntut serta mempertahankannya

terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukumnya. Kepentingan sendiri

dari badan hukum itu harus stabil, artinya tidak terkait pada suatu waktu

yang pendek tetapi untuk jangka waktu yang panjang.

4) Organisasi Yang Teratur

Badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis, oleh karena itu

sebagai subyek hukum disamping manusia badan hukum hanya dapat

melakukan perbuatan hukum dengan perantara organnya. Bagaimana tata

cara organ badan hukum yang terdiri dari manusia itu bertindak mewakili

badan hukum, bagaimana organ itu dipilih, diganti dan sebagainya, diatur
28

dalam anggaran dasar dan peraturan-peraturan lain atau keputusan rapat

anggota yang tidak lain daripada pembagian tugas. Dengan demikian

badan hukum mempunyai organisasi.

Dalam ilmu pengetahuan hukum timbul bermacam-macam teori

tentang badan hukum yang satu sama lain berbeda-beda. Berikut

beberapa macam teori :

1) Teori Fiksi (First Theorie)

Menurut teori ini dari Von Savigny badan hukum semata-mata

buatan negara saja. Badan hukum itu hanyalah fiksi, yakni sesuatu

yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menghidupkannya dalam

bayangan sebagai subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan

hukum seperti manusia. Teori ini juga diikuti oleh Houwing teori ini

juga disampaikan oleh sarjana Jerman Friedrich Carl Von Savigny

(1779-1861) dalam bukunya yang berjudul System Des Hentingen

Romischen Recht. Teori ini menjelaskan bahwasanya badan hukum

adalah fiksi hukum, dalam teori ini diungkapkan “mereka diakui

keberadaannya, tetapi bukan suatu pribadi nyata yang dinyatakan oleh

hukum yang dianggap sebagai orang”. Maksudnya hanya manusialah

yang yang menjadi subjek hukum, sedangkan badan hukum sebagai

subjek hukum hanyalah fiksi, yaitu sesuatu yang sebenarnya tidak ada

tetapi orang menghidupkannya dalam bayangannya. Badan hukum

tersebut diciptakan negara atau pemerintah yang wujudnya tidak

nyata, untuk menerangkan suatu hal. Dengan kata lain, sebenarnya


29

menurut alam, manusia selalu subjerk hukum tetapi orang

menciptakan dalam bayangannya, badan hukum selaku subjek hukum

diperhitungkan sama dengan manusia. Jadi, orang-orang bersikap

seolah-olah ada subjek hukum lain tetapi wujud yang tidak nyata itu

tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan, sehingga yang

melakukan ialah manusia sebagai wakil-wakilnya.37

2) Teori Harta Kekayaan Bertujuan (Doel Vermogents Theorie)

Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi

subjek hukum. Namun teori ini ada kekayaan (vermogen) yang bukan

merupakan kekayaan seseorang tetapi kekayaan itu terikat tujuan

tertentu. Kekayaan yang tidak ada yang mempunyainya dan yang

terikat kepada tujuan tertentu inilah yang diberi nama badan hukum.

Teori ini timbul dari collitiviteitstheorie dan dikemukakan oleh sarjana

Jerman A. Brinz dan diikuti oleh Van Der Hayden dalam bukunya

yang berjudul Lehrbuch Der Pandecten.

Teori ini menjelaskan bahwa badan hukum hanyalah sebagia

badan dengan kepentingan tertentu dan manusialah yang menjadi

subyek murni dari hukum. Menurut penganut teori ini “hanya manusia

yang dapat dianggap sebagai orang, hukum bagaimanapun juga

melindungi tujuan-tujuan lain selain memperhatikan tujuan manusia.

Harta kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan bukanlah milik setiap

orang. Tetapi dianggap sebagai kepemilikan untuk tujuan yang pasti

37
Bernard Arief, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2009,
hlm 35
30

dan merupakan perlengkapan perusahaan untuk melindungi tujuan-

tujuan tersebut”. Teori ini disebut juga teori Zweckvermogen.

3) Teori Kekayaan Bersama (Propriete Collective Theorie)

Teori ini disampaikan oleh sarjana Jerman Rudolf Von

Jheering yang kemudian diikuti oleh Molengraaft, Marcel Planiot, dan

Apeeldom. Teori ini menjelaskan bahwa badan hukum tidak lain

merupakan perkumpulan manusia yang mempunyai hak dan

kewajiban masing-masing, teori ini tidak menganggap badan hukum

sebagai abstraksi maupun organism, oleh karena itu apa yang

merupakan hak dan kewajiban badan hukum merupakan hak dan

kewajiban para anggotanya bersama-sama, begitu juga kekayaan

badan hukum itu adalah milik bersama, tidak boleh dibagi-bagi.

Karena itu badan hukum merupakan suatu konstruksi yuridis saja.

Teori ini juga disebut Propriete Collective Theorie.

4) Teori Organ

Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan

bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubyek, tetapi badan hukum

adalah sesuatu organisme yang riiil yang menjelma sungguh-sungguh

dalam pergaulan hukum yang dapat membentuk kemauan sendiri

dengan perantara alat-alat yang ada padanya (pengurus, anggota-

anggotanya) seperti manusia biasa yang mempunyai panca indera dan

sebagainya. Pengikut teori organ ini antara lain Mr. L.C. Polan. Teori

ini juga dikemukakan oleh sarjana hukum Jerman Otto Von Gierke
31

(1841-1921) dalam bukunya yang berjudul Des Deutsche

Cenossenchtsrecht. Teori ini menjelaskan bahwa badan hukum itu

terbentuk menjelma dalam pergaulan hukum dan bisa memenuhi

kehendaknya dari kepengurusan-kepengurusan, perantara alat-alat

atau organ-organ tersebut misalnya anggotanya atauy pengurusnya

mengucapkan kehendak dengan perantara mulutnya atau dengan

tangannya jika kehendak tersebut dituliis diatas kertas, seperti halnya

organ tubuh manusia. Sehingga menurut teori ini, badan hukum ini

nyata adanya.

5) Teori Kenyataan Yuridis (Juridshe Realiteitsleere)

Menurut teori ini badan hukum itu merupakan suatu reliteit,

konkret, riil walaupun tidak bisa diraba, bukan khayal tetapi

kenyataan yuridis. Teori ini dikemukakan oelh sarjana Belanda E. M

Meijers dan dianut oleh Paul Scollen, menurut teorii ini badan hukum

adalah wujud yang riiil dan konkret seperti halnya manusia meskipun

tidak bisa diraba. Teori ini menekankan bahwa hendaknya dalam

mempersamakan badan hukum dengan manusia terbatas sampai pada

bidang hukum saja. Teori ini adalah penghasilan dari teori organ yang

dikemukakan oelh Otto Von Gierke. Meijers sendiri menyebutkan

teori ini sebagai teori kenyataan sederhana karena hendaknya

persamaan yang diberikan pada manusia dan badan hukum ini hanya

terbatas di bidang hukum saja.


32

Berdasarkan bentuk hukumnya, badan usaha dapat dibedakan

menjadi dua yaitu :

1) Badan usaha yang berbadan hukum adalah perusahaan yang berbadan

hukum. Contohnya seperti Perseroan Terbatas (PT), koperasi, dan

BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

2) Badan usaha yang bukan berbadan hukum adalah perusahaan yang

bukan merupakan badan hukum. Contohnya seperti Perusahaan

Perseorangan, Perusahaan Persekutuan (Maatschap,, firma dan CV).

Terdapat pula jenis-jenis badan usaha yang terdapat di Indonesia,

contohnya seperti berikut :

1) Perusahaan Negara atau BUMN

BUMN atau Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha

yang permodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh

pemerintah. Status pegawai badan usaha-usaha tersebut adalah

pegawai negeri. BUMN terdiiri dari 3 macam, yaiitu :

a) Perjan

Perjan adalah bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

yang seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah. Perjan ini

berorientasi pelayanan pada masyarakat, sehingga selalu merugi.

Sekarang sudah tidak ada perusahaan BUMN yang menggunakan

model Perjan karena besarnya biaya untuk memelihara perjan-

perjan tersebut.
33

b) Perum

Perum adalah Perjan yang sudah dirubah. Tujuannya tidak

lagi berorientasi pada pelayanan tetapi sudah profit oriented.

Sama seperti Perjan, Perum dikelola oleh Negara dengan status

pegawainya sebagai Pegawai Negeri. Namun, perusahaan masih

merugi meskipun status Perjan sudah diubah menjadi Perum.

Sehingga pemerintah terpaksa menjual sebagian saham Perum

tersebut kepada publik (Go Public) dan statusnya diubah menjadi

Persero.

c) PT (Perseroan Terbatas)

Perusahaan Perseroan adalah perusahaan yang semua

modalnya berbentuk saham, yang jenisnya peredarannya

tergantung jenis saham tersebut. Perusahaan Perseroan diikelola

secara profesional. Biasanya, perusahaan-perusahaan ini

mencantumkan namanya kedalam bursa efek untuk

diperjualbelikan.

Sedangkan Persero adalah salah satu badan usaha yang

dikelola oleh Negara atau daerah. Berbeda dengan Perum dan

Perjan, tujuan didirikan Persero yang pertama adalah mencarii

keuntungan dan yang kedua memberi pelayanan kepada umum.

Modal pendiriannya berasal sebagian atau sepenuhnya dari

kekayaan Negara yang dipisahkan berupa saham-saham. Persero

dipimpin oleh direksi, sedangkan pegawainya berstatus sebagai


34

pegawai swasta. Badan usahanya ditulis PT (nama perusahaan)

(PERSERO).

Perusahaan ini tidak memperoleh fasilitas Negara. Contoh

perusahaan yang mempunyai badan usaha Persero adalah :

1) PT. Garuda Indonesia Airways (PERSERO).

2) PT. Angkasa Pura (PERSERO).

3) PT. Pertamina (PERSERO).

Adapun ciri-ciri Perseroan Terbatas (PT) adalah :

1) Diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40

Tahun 2007.

2) Didirikan oleh minimal 2 orang/pribadi hukum.

3) Mempunyai minimal modal dasar.

4) Minimal modal yang harus disetorkan pada bank 25% dari

minimal modal dasar.

5) Tanggung jawab terbatas dari para pemegang saham

6) Didirikan dengan akta notaris dan berlaku sejak disahkan oleh

Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan HAM).

7) Bertindak secara pribadi hukum.

8) Memiliki harta kekayaan sendiri.

2) Badan Usaha Miilik Swasta (BUMS)

BUMS atau Badan Usaha Milik Swasta adalah badan usaha

yang dimiliki oleh swasta. Badan usaha ini sepenuhnya dikelola dan
35

pemodalannya dari pihak swasta. Berikut beberapa jenis BUMS

yang ada di Indonesia :

1) Perusahaan Perorangan

Perusahaan Perorangan adalah perusahaan yang dijalankan

dan dimodali oleh satu orang saja sebagai pemiilik dan

penanggung jawab. Hutang perusahaan berarti hutang pemiliknya.

Dengan demikian, seluruh harta kekayaan sang pemilik jadii

jaminan perusahaan. Badan usaha seperti ini tidak perlu berbadan

hukum walaupun jika ingin dibolehkan.

Adapun keuntungan-keuntungan Perusahaan Perorangan

adalah :

a) Keuntungan menjadi milik sendiri.

b) Mudah mendirikannya.

c) Tidak perlu berbadan hukum.

d) Rahasia perusahaan terjamin.

e) Biaya organisasi rendah, karena organisasi tergolong

sederhana.

f) Aktivitas relatif sederhana.

g) Manajemen fleksibel.

Dari keuntungan-keuntungan Perusahaan Perorangan

tersebut terdapat kekurangan dari perusahaan perorangan yaitu :

a) Modal tidak terlalu besar.

b) Aset pribadi sulit dibedakan dengan aset perusahaan.


36

c) Perusahaan sulit berkembang karena kurangnya ide-ide.

d) Pengelolaan tergantung dari kemampuan sang pemilik.

e) Kelangsungan perusahaan kurang terjamin.

f) Tanggung jawab pemilik tidak terbatas.

2) Perusahaan Persekutuan

Perusahaan Persekutuan adalah perusahaan yang memiliki

dua pemodal atau lebih. Para pemodal ini terdiiri dari sekutu aktif

dan sekutu pasif. Sekutu aktif adalah sekutu yang bertanggung

jawab memberikan modal (uang) dan tenaganya untuk

kelangsungan perusahaan. Sedangkan sekutu pasif hanya

menyetorkan modalnya saja. Pembagian keuntungan dari sekutu

pasif dan aktif sesuai dengan kesepakatan antara sekutu aktif dan

sekutu pasif. Perusahaan persekutuan terbagi menjadi dua macam,

yaitu CV dan Firma. CV terdiri dari sekutu aktif dan sekutu pasif,

sedangkan firma hanya terdiri dari sekutu aktif.

Pada perusahaan berbentuk firma, para sekutu harus

menyerahkan kekayaannya sesuai yang tertera di akta pendirian.

Maka konsekuensi yang dialami tidak berbeda dari perusahaan

perseorangan. Apabila firma didirikan secara resmi, maka harus

ddaftarkan ke Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).

Sedangkan dalam perusahaan berbentuk CV/Persekutuan

Komanditer, pendiriian perusahaan harus menggunakan akta dan


37

harus didaftarkan. Ciri-ciri dari firma dan CV secara garis besar

hampir sama.

Kelebihan dari perusahaan persekutuan adalah :

a) Modal lebih besar dari perusahaan perorangan.

b) Kelangsungan perusahaan lebih terjamin.

c) Pengelolaan perusahaan lebih mudah dan profesional karena

terdiri dari beberapa pengelola.

d) Ide-ide inovasi lebih banyak dan lancer

Adapun kekurangannya, adalah :

a) Rahasia perusahaan kurang terjamin.

b) Mudah terjadi konflik antara pemilik modal.

c) Adanya pemilk modal yang tidak bertanggung jawab

3) Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang berlandaskan azas-azas

kekeluargaan. Ciri-ciri umum koperasi adalah sebagai berikut :

a) Diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang

perkoperasian.

b) Dibentuk oleh orang-orang (koperasi primer) atau koperasi-

koperasi (koperasi sekunder).

c) Dibentuk dengan membuat akta pendirian yang memuat

anggran dasar.

d) Berbadan hukum setelah disahkan oleh pemerintah.

e) Tanggung jawab dipikul oleh para anggota.


38

f) Rapat anggota memberikan kuasa kepengurusan kepada para

pengurus.

4) Yayasan

Yayasan adalah suatu badan usaha tetapi bukan

merupakan perusahaan karena tidak mencari keuntungan. Badan

usaha ini didirikan untuk sosial dan berbadan hukum. Ciri-ciri

umum Yayasan sebagai berikut :

a) Diatur dalam Undang-Undang tentang yayasan No. 16 Tahun

2001 dan No. 28 Tahun 2004.

b) Tidak bertujuan untuk mengambil keuntungan.38

3. Saham

Saham adalah bukti kepemilikan nilai sebuah perusahaan,

dengan menerbitkan saham, memungkinkan perusahaan-perusahaan

yang membutuhkan pendanaan jangka panjang untuk menjual

kepentingan dalam bisnis – saham (efek ekulitas) dengan imbalan

uang tunai. Metode utama untuk meningkatkan modal bisnis selain

menerbitkan obligasi. Saham dijual melalui pasar primer (primary

market) atau pasar sekunder (secondary market). Saham merupakan

salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular,

menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika

memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham

merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor

38
https://www.academia.edu/8987802/BAB_II_TINJAUAN_UMUM_PERUSAHAAN
diakses pada tanggal 13 September 2020 pukul 09..43 WIB
39

karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.

Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang

atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan

terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut

memiliki klaim atas pendatapan perusahaan, klaim atas aset

perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS).39

Berikut beberapa pengertian jenis saham :

a) Saham Biasa

Pengertian saham biasa adalah saham yang dapat diklaim

berdasarkan laba rugi yang terjadi di suatu perusahaan. Jika

likuidasi dilakukan, pemegang saham biasa akan menjadi prioritas

terakhir dalam distribusi dividen dari penjualan aset perusahaan.

Dalam saham biasa, pemegang saham memiiki kewajiban

terbatas, dengan kata lain ketika perusahaan dinyatakan bangkrut,

kerugian maksimum yang ditanggung oleh pemegang saham

sama dengan investasi dalam saham yang dibeli.

Karakteristik saham biasa adalah sebagai berikut :

1) Pemilik/pemegang saham memiliki hak suara dalam memilih

dewan komisaris.

2) Hak pemegang saham diutamakan ketika perusahaan

menerbitkan saham baru.

39
Tjiptono Darmadji, Pasar Modal Di Indonesia : Pendekatan Tanya Jawab Edisi 3,
Salemba Empat, Jakarta, 2001, hlm 8
40

3) Pemegang saham memiliki tanggung jawab yang terbatas,

yaitu sebesar saham yang dimilki.

b) Saham Preferen

Saham preferen merupakan saham yang di mana hasil

ditetapkan dan ketika perusahaan mengalami kerugian pemegang

saham preferen akan diberikan prioritas tertinggi dalam penjualan

aset. Saham preferen memiliki kesamaan dengan obligasi, yaitu

adanya klaim untuk keuntungan dan aset sebelumnya.

Karakteristik saham preferen adalah sebagai berikut :

1) Memiliki beberapa tingkat, dapat diterbitkan dengan ciri-ciri

yang berbeda.

2) Memiliki tagihan terhadap pendapatan dan aset, dan mendapat

prioritas tinggi dalam distribusi dividen.

3) Saham preferen dapat ditukar menjadi saham biasa melalui

perjanjian antara perusahaan dan pemegang saham.

Bila ditinjau dari kinerja perdagangan, saham dapat

dikelompokan menjadi :

1) Blue Chip Stocks

Saham biasa yang memiliki reputasi tinggi sebagai pemimpin

dalam industrinya, memiliki pendapatan yang stabil dan

konsisten dalam membayar dividen.


41

2) Income Stocks

Saham suatu emiten dengan kermampuan membayarkan

dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada

tahun sebelumnya.

3) Growth Stocks

Saham yang terdiri dari well-known dan lesser-known.

4) Speculative Stocks

Saham yang secara konsisten memperoleh penghasilan dari

tahun ke tahun, mempunyai kemungkinan penghasilan yang

tinggi pada masa mendatang namun belum pasti.

5) Cyclical Stocks

Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro

maupun situasi bisnis secara umum.

6) Emerging Growth Stocks

Saham yang dikeluarkan oleh emiten yang relatif kecil dan

stabil meskipun dalam kondisi ekonomi yang kurang

mendukung.

7) Defensive Stocks

Saham yang tetap stabil dari suatu periode atau kondisi yang

tidak menentu dan resesi.40

B. Tinjauan Umum Tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


40
Ibid
42

1. Pengertian Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Menurut Arie Siswanto, yang dimaksud dengan hukum persaingan

usaha (competition law) adalah instrument hukum yang menentukan

tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan.41 Hukum persaingan

usaha berisi ketentuan-ketentuan substansial tentang tindakan-tindakan

yang dilarang (beserta konsekuensi hukum yang bisa timbul) dan

ketentuan-ketentuan prosedural mengenai penegakan hukum persaingan

usaha.

Pada hakikatnya hukum persaingan usaha dimaksudkan untuk

mengatur persaingan dan monopoli demi tujuan yang menguntungkan.

Apabila hukum persaingan usaha diberi arti luas, bukan hanya meliputi

pengaturan persaingan, melainkan juga soal boleh tidaknya monopoli

digunakan sebagai saran kebijakan politik untuk mengatur daya mana yang

boleh dikelola oleh swasta.42

Pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menegaskan pengertian

monopoli dan praktek monopoli yaitu pada ayat ( 1 ) monopoli diartikan

sebagai penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas

penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok

pelaku usaha. Sedangkan pada ayat ( 2 ) menjelaskan praktek monopoli

adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha

yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran barang

41
Hermansyah, Op.Cit, Hlm 1
42
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 23
43

dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat

dan dapat merugikan kepentingan umum.

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang

larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, persaingan

usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan

kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan

dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan

usaha. 43

Persaingan usaha tidak sehat merupakan dampak dari praktek

persaingan usaha. kondisi persaingan usaha dalam beberapa hal memiliki

juga aspek-aspek negatif, salah satunya apabila suatu persaingan dilakukan

oleh pelaku ekonomi yang tidak jujur, bertentangan dengan kepentingan

publik. Resiko ekstrim dari persaingan ini tentunya adalah kemungkinan

ditempuhnya praktek-praktek curang (unfair competition) karena

persaingan dianggap sebagai kesempatan untuk menyingkirkan pesaing

dengan cara apapun.44

Akuisisi suatu perusahaan dapat mengarah kepada posisi dominan,

posisi dominan mempengaruhi keadaan pasar. Posisi dominan sendiri

mempunyai arti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Pasal 1

ayat (4). Posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak

mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan

43
Mustafa Kamal Rokan, Op.Cit, hlm 18
44
Galuh Puspaningrum, Hukum Persaingan Usaha ; Perjanjian dan Kegiatan Yang
Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013,
hlm 71
44

dengan pangsa pasar yang dikuasi, atau pelaku usaha mempunya posisi

tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan

kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan,

serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan jasa

tertentu.

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menegaskan pada Pasal 25 ayat

( 2 ) bahwa pelaku usaha dianggap memiliki posisi dominan apabila satu

pelaku usaha menguasi 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar

atau lebih pangsa pasar atau apabila suatu kelompok pelaku usaha

menguasi 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar. Dengan

demikian posisi dominan memang didefinisikan untuk mencerminkan

siapa sebenarnya “penguasa pasar” daru suatu produk tertentu.45

2. Jenis Persaingan Usaha Tidak Sehat

a. Perjanjian Yang Dilarang Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

Perjanjian yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 digolongkan dengan 9 inti bahasan, antara

lain meliputi :

1) Perjanjian Oligopoli, Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

Oligopoli adalah kondisi ekonomi dimana hanya ada beberapa

perusahaan menjual barang yang sama atau produk yang standar

45
Ahmad Yani (et. Al), Seri Hukum Bisnis : Anti Monopoli Cetakan 3, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2002, hlm 38
45

yang mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat.

2) Perjanjian Penetapan Harga, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

melarang pelaku usaha untuk melakukan perjanjian dengan

pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan/atau jasa

yang harus dibayar konsumen atau pelanggannya.

3) Pemboikotan, Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk

melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri

maupun pasar luar negeri.

4) Kartel, Pasal 11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 bahwa pelaku

usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan

cara mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau

jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.

5) Trust, Pasal 12 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 menyatakan

bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan

membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar,

dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup

masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya yang

bertujuan untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas


46

barang dan/atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

6) Oligopsoni, Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

yang dimaksud oligopsoni bahwa pelaku usaha dilarang membuat

perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara

bersama-sama menguasi pembelian atau penerimaan pasokan agar

dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar

bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

7) Integrasi Vertikal, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang

dimaksud integrasi vertikal bahwa pelaku usaha dilarang membuat

perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasi

produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian

produksi barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian

produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik

dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau

merugikan masyarakat.

8) Perjanjian Tertutup adalah persyaratan bahwa pihak yang

menerima barang dan/atau jasa hanya memasok atau tidak

memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak

tertentu dan/atau pada tempat tertentu.


47

9) Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri, Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 bahwa perjanjian dengan pihak luar negeri adalah

perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang

dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau

persaingan usaha tidak sehat.

b. Kegiatan Yang Dilarang Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun

1999

Kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat, yang terjadi atau mengakibatkan praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, antara lain meliputi :

1) Monopoli, menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 17

menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan

atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan

usaha tidak sehat.

2) Monopoli, menurut Pasal 18 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan

pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa

dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

3) Penguasaan Pasar, ialah kegiatan penguasaan pasar adalah penolakan

atau penghalangan pengusaha tertentu untuk melakukan kegiatan


48

usaha yang sama pada pasar bersangkutan, penghalang konsumen

atau pelanggaran pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan

hubungan usaha dengan pengusaha pesaing, pembatasan peredaran

atau penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkutan, praktik

monopoli terhadap pengusaha tertentu, jual rugi atau penetapan

harga yang sangat rendah untuk menyingkirkan atau mematikan

usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan dan kecurangan dalam

menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian

dari komponen harga barang dan/atau jasa.

4) Persekongkolan, ialah kegiatan persekongkolan dengan pihak lain

untuk mengatur dan menentukan pemenang tender dan/atau untuk

mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang

diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan dan/atau menghambat

produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku usaha

pesaingnya dengan maksud agar barang dan/atau jasa yang

ditawarkan atau dipasok di pasar yang bersangkutan menjadi

berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang

dipersyaratkan.

c. Posisi Dominan

Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa

posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai

pesaing di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang

dikuasai atau pelaku usaha mempunyai psosisi tertinggi diantara


49

pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan

keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta

kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau

jasa tertentu.

UU No. 5 Tahun 1999 dalam Pasal 25 menyatakan bahwa

pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara

langsung untuk :46

1) Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk

mencegah dan/atau menghalangi konsumen memperoleh barang

dan/atau jasa yang bersaing baik dari segi harga maupun dari segi

kualitas ; atau

2) Membatasi pasar dan pengembangan teknologi ; atau

3) Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing

untuk memasuki pasar bersangkutan.

Selanjutnya dalam Pasal 25 ayat ( 2 ) Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat dikatakan bahwa memiliki posisi dominan jika :

1) Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai

50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang

atau jasa tertentu ; atau

46
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 392
50

2) Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai

75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis

barang atau jasa tertentu.

3. Aturan Mengenai Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Dalam Persaingan

Usaha Tidak Sehat.

Merger, konsolidasi dan akuisisi diatur dalam hukum persaingan

usaha pada Pasal 28 dan 29 UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan Peraturan

Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang penggabungan, peleburan dan

pengambilalihan serta peraturan pelaksana lainnya, dalam Pasal 28 dan 29

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat, dikatakan bahwa :

“Pasal 28 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan


penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. (2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan
saham perusahaan lain apabila tindak tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai
pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat
(2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah. “dan” Pasal 29 (1)
Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai
aset atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib
diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan
tersebu. (2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan/atau nilai
penjualan seta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.”
51

Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang penggabungan

atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham perusahaan yang

dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat pada Pasal 6 menjelaskan kembali mengenai sanksi

administrasi dimana dikatan bahwa :

“Dalam hal pelaku usaha tidak menyampaikan


pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (
1 ) dan ayat ( 3 ), pelaku usaha dikenakan sanksi berupa denda
administratif sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda
administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp.
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).”

C. Prinsip Per Se Ilegal dan Rule Of Reason dalam Undang-Undang

Persaingan Usaha

1. Per Se Ilegal

Menurut Kissane dan Bencrofe suatu perbuatan dalam pengaturan

persaingan usaha dikatakan per se illegal, apabila pengadilan telah

memutuskan secara jelas adanya anti persaingan, dimana tidak diperlukan

lagi analisa terhadap fakta-fakta tertentu dari masalah yang ada guna

memutuskan bahwa tindakan tersebut melanggar hukum.47 Pendekatan per

se illegal tidak diperlukan lagi pembuktian dampak larangan tersebut,

sehingga jika ada pelaku usaha yang melakukan sesuatu dinyatakan secara

eksplisit dilarang Undang-Undang, pelaku usaha itu denyatakan melanggar

tanpa perlu pembuktian hasil atau akibat tindakan yang dilakukan.48

47
Suharsil (et.al), Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm 108
48
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 696
52

2. Rule Of Reason

Rule Of Reason dalam lingkup doktrin rule of reason jika suatu

kegiatan yang dilarang dilakukan oleh seorang pelaku usaha akan dilihat

seberapa jauh efek negatifnya. Jika terbukti secara signifikan adanya unsur

yang menghambat persaingan, baru diambil tindakan hukum. Ciri pertama

untuk menentukan larangan yang bersifat rule of reason adalah adanya

persyaratan tertentu yang harus dipenuhi sehingga memenuhi kualifikasi

adanya potensi bagi terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha

tidak sehat. Ciri kedua adalah apabila dalam aturan tersebut memuat anak

kalimat “patut diduga atau dianggap”.49

Pendekatan menentukan meskipun suatu perbuatan telah

memenuhi rumusan Undang-Undang namun jika ada alasan objektif yang

dapat membenarkan perbuatan tersebut, artinya penerapan hukumnya

tergantung pada akibat yang ditimbulkannya, apakah perbuatan tersebut

telah menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,

karena titik beratnya adalah unsur material dari perbuatannya. Untuk

penerapannya tidak hanya diperlukan pengetahuan ilmu hukum saja

namun juga ilmu ekonomi. Dengan kata lain apabila suatu perbuatan yang

dituduhkan melanggar hukum persaingan maka pencari fakta harus

mempertimbangkan dan menentukan apakah perbuatan tersebut

menghambat persaingan dan apakah perbuatan itu tidak adil atau

mempunyai pertimbangan lainnya.50

49
Johnny Ibrahim, Op.Cit, hlm 227
50
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 711
53

Keunggulan rule of reason adalah menggunakan anlisis ekonomi

untuk mencapai efisiensi guna mengetahui dengan pasti, yaitu apakah

suatu tindakan pelaku usaha memiliki implikasi kepada persaingan namun

pendekatan ini juga mengandung satu kelemahan dan mungkin merupakan

kelemahan paling utama yaitu bahwa rule of reason yang digunakan oleh

para hakim dan juri mensyaratkan pengetahuan tentang teori ekonomi dan

sejumlah data ekonomi yang kompleks.51

51
Andi Fahmi Lubis, Edisi Kedua Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, 2017 hlm 76
BAB III

KETERLAMBATAN PEMBERITAHUAN AKUISISI SAHAM

PERUSAHAAN PT. ASURANSI TAKAFUL UMUM OLEH

KOPERASI SIMPAN PINJAM JASA

A. Akuisisi Perusahaan

1. Akuisisi

Pengambilalihan saham atau yang sering disebut dengan akuisisi

adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang

perorangan untuk mengambilalih saham perseroan yang mengakibatkan

beralihnya pengendalian atas persero tersebut, jadi akuisisi adalah bentuk

pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi

(acquirer), sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas

saham yang diambil alih (acqiree) tersebut.52 Akuisisi berasal dari kata

acquisition (latin) dan acquisition (inggris) makna harfiah akuisisi adalah

membeli atau mendapatkan sesuatu atau objek untuk ditambahkan atau

pada sesuatu atau objek yang telah dimilikinya.53

Perusahaan pengakuisisi biasanya perusahaan besar yang memiliki

dana yang kuat, manajemen yang baik, dan jaringan usaha yang luas, serta

terkelompok dalam konglomerasi. Sedangkan perusahaan terakuisisi

biasanya perusahaan kecil yang sulit berkembang atau perusahaan yang

memang ingin bergabung dengan perusahaan konglomerasi tersebut,

52
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 480-481
53
Mustafa Kamal Rokan, Op.Cit, hlm 232
55

sehingga akuisisi tersebut dapat secara sukarela/ramah (friendly takeover)

atau terpaksa (unfriendly takeover/hostile takeover). 54

Akuisisi di dalam Undang-Undang disebut sebagai

pengambilalihan, tertera pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang

perseroan terbatas pada pasal 1 dijelaskan bahwa, pengambilalihan adalah

perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang

perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan

beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Sementara dalam

Keputusan Bapepam No. Kep-05/PM/2002 tanggal 3 April 2002 mengenai

peraturan NO. IV.H.I tentang pengambilalihan perusahaan terbuka,

definisi pengambilalihan lebih di tekankan pada akibat yang timbul berupa

perubahan pengendali perusahaan terbuka yaitu: pengambilalihan

perusahaan terbuka adalah tindakan, baik langsung maupun tidak

langsung, yang mengakibatkan perubahan pengendali perusahaan

terbuka.55

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,

Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 3

menjelaskan bahwa “Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang

dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil

alih baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat

mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut56.

54
Abdul Rasyid Saliman, Op.Cit, hlm 116
55
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 480-481
56
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998
56

Pada Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang

Penggabungan atau Peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham

perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat, pada Pasal 1 sub 3 dijelaskan

pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku

usaha untuk mengambil alih saham badan usaha yang mengakibatkan

beralihnya pengendalian terhadap badan usaha tersebut.57

Dunia hukum bisnis mengartikan akuisisi adalah sederhana saja,

yaitu setiap perbuatan hukum untuk mengambil alih seluruh atau sebagian

besar saham dan/aset dari perusahaan lain. Apabila yang diambil alih

tersebut adalah saham, maka dengan akuisisi tersebut beralih pula

pengendalian terhadap perusahaan target tersebut.

Akuisisi dalam arti lain merupakan salah satu jenis merger dimana

salah satu perusahaan mengambil alih kepemilikan perusahaan lain

sehingga meskipun nama target perusahaan tetap ada tetapi

kepemilikannya telah beralih kepada perusahaan yang mengakuisisi.

Proses ini sering dikenal juga dengan nama subsidiary merger.58 Dasar

hukum akuisisi adalah jual beli, direksi perusahaan yang akan

mengakuisisi mengadakan jual beli dengan direksi perusahaan terakuisisi

mengenai hak milik atas saham perusahaan terakuisisi/diambil alih.

Perusahaan pengakuisisi akan menerima hak milik atas saham

perusahaan terakuisisi, sedangkan perusahaan terakuisisi menerima


57
PP No. 57 Tahun 2010
58
Josua Taringan. Dkk, Merger dan Akuisisi Dari Perspektif Strategis dan Kondisi
Indonesia (Pendekatan Konsep dan Studi Kasus), Ekuilibria, Yogyakarta, 2016, hlm 8
57

penyerahan hak atas sejumlah uang harga harga saham tersebut. Apabila

saham tersebut atas nama, maka penyerahannya dilakukan dengan cara

cessie (hak tagih yang terdapat dalam Pasal 613 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata).59

Secara umum akuisisi dianggap penting bagi perusahaan karena

akuisisi bagi perusahaan bertujuan antara lain :60

a. Memperbesar pangsa pasar (market share)

b. Memperoleh manfaat keuangan atau pendapatan bahwa pihaknya

sanggup memperbesar keuntungan suatu perseroan yang diambilalih.

c. Memperbesar pasokan atau bahan-bahan baku.

d. Menyuntik sejumlah dana kepada perusahaan target yang sedang

mengalami kesulitan likuiditas melalui penerapan akuisisi dengan

dalih diversitifikasi, sebagai wujud dari taktik “transfer profit” diantara

perusahaan dalam satu atap atau kepemilikan yang sama.

e. Untuk ekspansi usaha atau memperluas usahanya, dalam bidang

kegiatan yang telah ada atau akan ditutup.

f. Mengusahakan agar biaya atau pengeluaran atas penelitian dan

pengemban dapat lebih efisien, efektif, dan produktif.

g. Sebagai cara untuk menjalankan hubungan bisnis atau menjalin kerja

sama.

h. Menyehatkan kembali perusahaan yang sedang dalam kesulitan karena

kelebihan kapasitas produksi yang tidak dimanfaatkan.

59
Abdul Rasyid Saliman, Op.Cit, hlm 116
60
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 452
58

i. Meningkatkan daya saing perusahaan.

j. Memperbaiki sistem manajemen.

Akuisisi dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan

Pemerintah No. 57 Tahun 2010, penggabungan, pengambilalihan, dan

peleburan dapat diduga sebagai anti persaingan atau melanggar Pasal 28

ayat (2) dan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 penggabungan,

pengambilalihan, dan peleburan tersebut apabila pertama, pasca akuisisi

pelaku usaha mempunyai kemampuan menentukan harga barang dan/ jasa.

Kedua, mempunyai posisi dominan dari pasar bersangkutan. Sebab,

memiliki posisi dominan tersebut dapat juga mengakibatkan bahwa pihak

yang mempunyai dominan dapat dengan mudah mendikte pasar dan

menetapkan syarat-syarat yang tidak sesuai dengan kehendak pasar.61

Akuisisi sendiri mempunyai beberapa jenis, berikut jenis-jenis akuisisi :

a. Klasifikasi akuisisi dilihat dari jenis usaha :62

1) Akuisisi Horizontal

Akuisisi horizontal, dalam hal ini perusahaan yang di

akuisisi adalah para pesaingnya, baik pesaing yang memproduksi

produk yang sama, yang memiliki teritorial pemasaran yang sama.

Jelas bahwa tujuan dari akuisisi ini adalah untuk memperbesar

pangsa pasar atau membunuh pesaing.

2) Akuisisi Vertikal

61
Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm 95
62
Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2002, hlm 205
59

Akuisisi vertikal dimaksudkan sebagai akuisisi oleh suatu

perusahaan terhadap perusahaan lain yang masih dalam 1 (satu)

mata rantai produksi, yakni suatu perusahaan dalam arus

pergerakan produksi dari hulu ke hilir.

3) Akuisisi Konglomerat

Akuisisi konglomerat dimaksudkan adalah akuisisi

terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak terkait, baik secara

horizontal maupun secara vertikal.

b. Akuisisi dilihat dari lokalisasi. Dilihat segi lokalisasi, dapat

diklasifikasikan sebagai berikut ini :63

1) Akuisisi Eksternal

Akuisisi eksternal adalah akuisisi yang terjadi antara dua

atau lebih perusahaan dalam group yang berbeda atau tidak dalam

grup yang sama

2) Akuisisi Internal

Akuisisi ini merupakan kebalikan dari akuisisi eksternal,

pada akuisisi internal, perusahaan-perusahaan yang melakukan

akuisisi masih terdapat dalam satu group atau kelompok usaha.

Jenis akuisisi tersebut sangat berpotensi melanggar prinsip-prinsip

keadilan.

c. Apabila dilihat dari objek, akuisisi dilihat dari objek dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Akuisisi Saham
63
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 486
60

Akuisisi saham adalah akuisisi yang terjadi antara dua (2)

atau lebih perusahaan dimana yang diakuisisi adalah sebagian

besar atau seluruh saham dari perusahaan target, baik saham baru

dikeluarkan maupun pembelian saham langsung dari pemegang

saham.64

Untuk dapat disebut transaksi akuisisi, saham yang dibeli

paling sedikit harus 51% (simple majority). Jika kurang dari

presentase itu, perusahaan target tidak bisa dikontrol. Dengan

demikian, terjadi hanya jual beli saham biasa saja.65

2) Akuisisi Aset

Akuisisi aset adalah akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) atau

lebih perusahaan dimana yang diakuisisi adalah sebagian besar

atau seluruh aset dari perusahaan aset.66

3) Akuisisi Kombinasi

Akuisisi kombinasi adalah jenis akuisisi gabungan atau

kombinasi dari akuisisi saham dan akuisisi aset.67

4) Akuisisi Bertahap

Pada jenis ini, akuisisi tidak dilaksanakan secara sekaligus.

Misalnya, perusahaan target menerbitkan terlebih dahulu

convertible bonds, sementara perusahaan pengakuisisi menjadi

pembelinya. Dalam tahap ini, perusahaan pengakuisisi mentransfer

64
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm 100
65
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 486
66
Munir Fuady, Op.Cit, 2012, hlm 100
67
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 487
61

sejumlah dana tertentu ke perusahaan target lewat pembelian surat

utang.

Tahap selanjutnya, ditukarkan dengan equity jika kinerja

perusahaan target semakin baik. Dengan demikian, hak opsi ada

pada pembeli surat utang, dalam hal ini adalah perusahaan

pengakuisisi.68

5) Akuisisi Kegiatan Usaha

Akuisisi jenis ini merupakan akuisisi yang terjadi antara

dua atau lebih perusahaan dimana yang di akuisisi dari perusahaan

target adalah hanya kegiatan usahanya, termasuk jaringan bisnis,

alat produksi, hak milik intelektual.69

d. Klasifikasi Akuisisi Dilihat Dari Motivasi Akuisisi

Dilihat dari segi motivasinya atau yang melatar belakangi alas an

akuisisi dilakukan, dibedakan menjadi dua bentuk yaitu akuisisi

strategis dan finansial yang diartikan sebagai berikut :

1) Akuisisi Strategis

Akuisisi strategis merupakan akuisisi di antara 2 (dua) atau

lebih perusahaan dengan motif untuk meningkatkan produktivitas

perusahaan target. Dengan akuisis ini diharapkan agar dapat

meningkatkan sinergi usaha, mengurangi resiko, memperluas

pangsa pasar, dan sebagainya.70

68
Ibid
69
Ibid
70
Munir Fuady, Op.Cit, 2012, hlm 101
62

2) Akuisisi Finansial

Akuisisi finansial adalah akuisisi yang dilakukan untuk

mendapatkan keuntungan finansial semata dalam waktu yang

singkat.71

e. Klasifikasi Akuisisi Dilihat Dari Model Pembayaran

Akuisisi ini dilihat dari model pembayarannya yang dilakukan oleh

perusahaan pengakuisisi, terbagi atas tiga kategori yaitu adalah sebagai

berikut :

1) Akuisisi Di Bayar Tunai

Tentunya, model pembayarannya harga saham ini dalam

akuisisi dilakukan adalah dengan jalan membayarnya secara tunai

(cash). 72

2) Akuisisi Di Bayar Dengan Saham

Pada jenis ini, pihak pengakuisisi menyerahkan sejumlah

sahamnya atau saham perusahaannya kepada pihak perusahaan

yang diakuisisi atau kepada pemegang saham yang dibeli sebesar

nilai harga saham.73

Dibayar dengan saham ini ada beberapa klasifikasi lagi

yaitu :

a) Inbreng Saham

Sebenarnya hanya salah satu metode penyetoran saham

kepada perusahaan oleh pemegang saham, di mana dalam hal


71
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 488
72
Ibid
73
Ibid
63

ini saham tersebut disetor dengan pemberian saham perusahaan

lain. Dengan demikian, setelah inbreng saham terjadi, maka

perusahaan yang menerima penyetoran saham tersebut menjadi

pemegang saham pada perusahaan lain.74

b) Share Swap

Jenis akuisisi ini sering disebut sebagai “saling tukar

saham” yang merupakan pertukaran saham antara satu

perusahaan dan perusahaan lain saham yang dipertukarkan

dapat berupa saham yang telah ada atau berasal dari portofolio

atau mentertibkan saham baru yang khusus dikeluarkan untuk

tujuan share swap. Setelah transaksi akuisisi share swap

terjadi, setiap perusahaan saling memegang saham.75

3) Akuisisi Di Bayar Dengan Aset

Adakalanya pembayaran harga akuisisi dibayar oleh

perusahaan pengakuisisi dengan aset yang dimiliki kepada

perusahaan target.76 Ketentuan mengenai akuisisi saham sudah

diatur baik dalam Undang-Undang, maupun dalam berbagai

peraturan pelaksanaannya. Akuisisi aset dapat menyebabkan

berpindahnya hak kepemilikan aset kepada pelaku usaha yang

mengakuisisi (acquiring company). Terlebih lagi, aktivitas akuisisi

aset dewasa ini banyak diwarnai dengan perjanjian “assets for

74
Ibid
75
Ibid, hlm 488-489
76
Ibid
64

shares exchange” yang secara langsung menyebabkan

berpindahnya kepemilikan saham.77

f. Klasifikasi Akuisisi Dilihat Dari Divestitor

1) Take Over atau pencaplokan perusahaan akuisisi berbentuk take

over atau pencaplokan perusahaan ini sering kali di beda-bedakan

ke dalam 2 bentuk yaitu take over dan hostile take over yang

diartikan sebagai berikut :78

a) Take Over bersahabat. Hal ini take over dilakukan dengan baik-

baik secara negosiasi

b) Hostile Take Over. Hal ini sebagai suatu usaha untuk

mengontrol manajemen dan perusahaan, yang dilakukan

dengan menggunakan trik-trik bisnis, bahkan secara paksa.

Dalam bahasa sehari-hari sering dijuluki dengan “pencalokan

perusahaan”.

2) Freezeouts dan Squeezeouts Perusahaan

a) Freezeouts perusahaan adalah akuisisi yang terjadi antara 2

(dua) atau lebih perusahaan, dimana setelah pihak pengakuisisi

menguasai dan mengendalikan perusahaan target, pihak

pemegang saham minoritas di paksa keluar dari perusahaan

target tersebut, dengan menggunakan berbagai teknik yang

digunakan oleh hukum. Misalnya, dengan menjual seluruh aset

perusahaan target kepada perusahaan lain dalam 1 (satu) group,

77
Andi Fahmi Lubis, Op.Cit, hlm 273
78
Munir Fuady, Op.Cit, 2012, hlm 97
65

kemudian perusahaan target dilikuidasi sehingga pemegang

saham minoritas keluar dari perusahaan target tersebut.79

b) Squeezeouts perusahaan. Squeezeouts perusahaan mirip dengan

freezeouts, akan tetapi dengan squeezeouts pihak pemegang

saham minoritas tidak dikeluarkan secara paksa, tetapi dibuat

sedemikian rupa sehingga pemegang saham minoritas tersebut

tidak betah lagi di perusahaan target dan akhirnya keluar

sendiri.80

3) Management Buyouts (MBO). Management Buyouts (MBO)

merupakan terminologi yang ditujukan keada sekelompok manajer

dari suatu perusahaan tertentu yang membeli saham (seluruhnya

atau bagian substansial) dari suatu perusahaan. Misalnya,

sekelompok manajer dari suatu anak perusahaan membeli saham

suatu anak perusahaan dalam kelompok tersebut, yang dijual oleh

pemilik kelompok konglomerat yang bersangkutan. MBO dapat

mengambil pola LBO maka pendanaan diambil dari pihak ketiga

dan dibayar oleh perusahaan target.81

4) Leveraged Buyouts (LBO). Leveraged buyouts adalah suatu variasi

dari akuisisi atau take over, yang dilakukan dengan teknik-teknik

dan tujuan tertentu. Tujuan dilakukannya LBO adalah dengan

membeli suatu perusahaan target, perusahaan target tersebut

divermak dan dibenahi, untuk kemudia setelah perusahaan target


79
Munir Fuady, Op.Cit, hlm 100
80
Ibid, hlm 101
81
Ibid, hlm 99
66

menjadi bagus, perusahaan target tersebut dijual kembali kepada

pihak lain.82

Hubungan akuisisi dan saham yaitu dalam hal pengambilalihan

saham (akuisisi) suatu PT. dilakukan dengan cara mengambilalih saham

mayoritas suatu PT, sehingga mengakibatkan beralihnya pengendalian

terhadap PT. tersebut. Sebagaimana diketahui kepemilikan PT diwujudkan

dalam bentuk saham, sehingga siapapun yang memiliki saham mayoritas

otomatis menjadi pengendali PT tersebut.83

Perbedaan merger, konsolidasi, dan akuisisi adalah istilah akuisisi

sering dipadankan dengan penggabungan perusahaan (merger) atau

peleburan (consolidation), karena merupakan 1 (satu) komponen dari 3

(tiga) serangkai perbuatan hukum, dikenal dengan istilah “merger and

acquisition”.84

Akuisisi berbeda dengan merger karena akuisisi tidak

menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas hukum. Perusahaan-

perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri

dan beroperasi secara independent, tetapi telah terjadi pengalihan

pengendalian oleh pihak pengakuisisi.85

2. Prosedur Pelaksanaan Akuisisi

a) Proses Pengambilalihan melalui Direksi Perseroan

82
Munir Fuady, Op.Cit, 2012, hlm 101
83
Iswi Hariyanti, dkk, Merger, Konsolidasi, Akuisisi, dan Pemisahan Perusahaan,
Visimedia, Jakarta, 2011, hlm 60
84
Munir Fuady, Op.Cit, 2005, hlm 5
85
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 482
67

Menurut Pasal 125 ayat (1) UUPT, Pengambilalihan dilakukan

dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau

akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui direksi perseroan atau

langsung dari pemegang saham. Dimana yang dapat melakukan

pengambilalihan dapat berupa badan hukum atau orang perseorangan.

Pengambilalihan saham yang dimaksud Pasal 125 ayat (1) adalah

pengambilalihan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian

terhadap perseroan nantinya seperti yang dimaksud dalam Pasal 7

angka 11 UUPT. Berikut ini adalah proses pengambilalihan melalui

direksi perseroan:

1) Keputusan RUPS

Pasal 125 ayat (4) UUPT diatur mengenai

pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk

Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum

pengambilalihan harus berdasarkan RUPS yang memenuhi

kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan

pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 89 UUPT yaitu paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari

jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam

RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾

(tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan,

kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau

ketentuan RUPS yang lebih besar.


68

2) Pemberitahuan kepada Direksi Perseroan

Menurut Pasal 125 ayat (5) UUPT, dalam hal

pengambilalihan dilakukan oleh direksi, pihak yang akan

mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan

pengambilalihan kepada direksi perseroan yang akan diambil alih.

3) Penyusunan Rancangan Pengambilalihan

Menurut Pasal 125 ayat (6) UUPT direksi perseroan yang

akan diambilalih dengan persetujuan komisaris masing-masing

perseroan menyusun rancangan pengambilalihan yang memuat

sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut :

a) Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan

diambilalih dan perseroan yang akan mengambilalih.

b) Alasan serta penjelasan direksi perseroan yang akan

mengambilalih dan direksi perseroan yang akan diambilalih.

c) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66

ayat (2) UUPT untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang

akan mengambilalih dan Perseroan yang akan diambilalih.

d) Tata cara penilaian dan konversi saham dari perseroan yang

akan diambilalih terhadap saham penukarnya apabila

pembayaran pengambilalihan dengan saham.

e) Jumlah saham yang akan diambilalih.

f) Kesiapan pendanaan.
69

g) Neraca konsolidasi performa Perseroan yang akan

mengambilalih setelah pengambilalihan yang disusun sesuai

dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum di Indonesia.

h) Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju

terhadap pengambilalihan

i) Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi,

komisaris dan karyawan perseoran yang diambilalih.

j) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan,

termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham

dari pemegang saham kepada direksi perseroan.

k) Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil

pengambilalihan jika ada.

4) Pengumuman Ringkasan Rancangan

Selanjutnya, direksi perseroan wajib mengumumkan

ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan

mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perseroan

yang akan melakukan pengambilalihan dalam jangka waktu

paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS

(Pasal 127 ayat (2) UUPT). Pengumuman sebagaimana dimaksud

tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang

berkepentingan dapat memperoleh rancangan pengambilalihan di

kantor perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai

tanggal RUPS diselenggarakan.


70

5) Pengajuan Keberatan Kreditor

Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan

dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah

pengumuman mengenai pengambilalihan sesuai dengan

rancangan tersebut. Apabila dalam jangka waktu tersebut kreditor

tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui

pengambilalihan tersebut. Dalam hal keberatan kreditor sampai

dengan tanggal diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan

oleh direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS

guna mendapat penyelesaian. Selama masa penyelesaian belum

tercapai, pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.

6) Pembuatan Akta Pengambilalihan dihadapan Notaris

Menurut Pasal 128 ayat (1) menyatakan, rancangan

pengambilalihan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke

dalam akta pengambilalihan yang dibuat dihadapan notaris

dalam bahasa Indonesia.

7) Pemberitahuan kepada Menteri

Kemudian, salinan akta pengambilalihan perseroan wajib

dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada menteri

tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 21 ayat (3) UUPT. Ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 29 dan Pasal 30 UUPT mengenai daftar

perseroan dan pengumuman berlaku juga bagi


71

pengambilalihan. Ketentuan lebih lanjut mengenai

pengambilalihan perseroan diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

8) Pengumuman Hasil Pengambilalihan

Menurut Pasal 133 ayat (2) UUPT, direksi perseroan yang

sahamnya diambilalih wajib mengumumkan hasil

pengambilalihan tersebut dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih

dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal berlakunya penggambilalihan tersebut.

b) Proses Pengambilalihan Secara Langsung dari Pemegang Saham

a) Perundingan dan Kesepakatan

Cara pengambilalihan saham yang dikeluarkan dan/atau

akan dikeluarkan oleh perseroan melalui pemengang saham

langsung dilakukan melalui perundingan dan kesepakatan oleh

para pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham

dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang

diambilalih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian

yang telah dibuat oleh Perseroan dengan Pihak lain (Pasal 125

ayat (6) dan (7) UUPT). Jika pengambilalihan tersebut

dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan, sebelumnya

direksi harus mendapat persetujuan RUPS dahulu sebelum

melakukan perundingan dan kesepakatan pembelian saham

yang langsung dari pemegang saham.


72

b) Pengumuman Rencana Kesepakatan

Tahap selanjutnya, walaupun pengambilalihan saham

tersebut langsung melalui pemegang saham dan tidak

menyusun rancangan pengambilalihan dahulu namun tetap

harus mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan

dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis

kepada karyawan dari perseroan yang akan melakukan

pengambialihan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga

puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Hal ini dilakukan

berdasarkan Pasal 127 ayat (8) UUPT dimana ketentuan

tersebut berlaku mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman

dalam rangka pengambilalihan saham yang dilakukan langsung

dari pemegang saham dalam perseroan.

c) Pengajuan Keberatan Kreditor

Dengan demikian Pasal 127 ayat (2), (3), (5), (6) dan

(7) UUPT juga berlaku. Dalam hal kreditor yang ingin

mengajukan keberatan kepada perseroan dapat mengajukan

dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah

pengumuman, namun jika dalam jangka waktu tersebut kreditor

tidak mengajukan keberatan maka kreditor dianggap

menyetujui pengambilalihan. Dalam hal keberatan kreditor

sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS tidak dapat


73

diselesaikan oleh direksi, keberatan tersebut harus disampaikan

dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. Selama

penyelesaian tersebut belum tercapai pengambilalihan tidak

dapat dilaksanakan.

d) Pembuatan Akta Pengambilalihan dihadapan Notaris

Kemudian, menurut Pasal 128 ayat (2) UUPT, akta

pengambilan saham yang dilakukan langsung dari pemegang

saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa

Indonesia. Oleh karena pengambilalihan dilakukan secara

langsung dari pemegang saham, Pasal 131 ayat (2) UUPT

menyebutnya akta pemindahan hak atas saham.

e) Pemberitahuan kepada Menteri

Menurut Pasal 131 ayat (2) UUPT, salinan akta

pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada

penyampaian pemberitahuan kepada menteri tentang perubahan

susunan pemegang saham.

f) Pengumuman Hasil Pengambilalihan

Pada tahap terakhir berdasarkan Pasal 133 ayat (2)

UUPT, direksi perseroan yang sahamnya diambil alih wajib

mengumumkan hasil pengambilalihan dalam 1 (satu) surat

kabar atau lebih, kewajiban untuk mengumumkan dilakukan


74

dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.86

B. Tentang Duduk Perkara

1. Kronologi Singkat Perkara

Menimbang bahwa majelis komisi menerima laporan

keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham PT. Asuransi

Takaful Umum yang dilakukan oleh Kospin JASA, bahwa koperasi

simpan pinjam jasa ( selanjutnya disebut Kospin JASA ) diduga

melakukan keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham PT.

Asuransi Takaful Umum ( selanjutnya disebut PT. ATU ) yang pada

pokoknya sebagai berikut :

1) Bahwa pengambilalihan saham PT. ATU oleh Kospin Jasa memenuhi

kriteria pemberitahuan yang wajib dilaporkan.

2) Bahwa kewajiban tersebut harus telah dilaksanakan selambat-

lambatnya terhitung 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak tanggal efektif

yuridis pengambilalihan saham.

3) Bahwa pengambilalihan saham PT. ATU oleh Kospin JASA telah

berlaku efektif secara yuridis sejak tanggal 8 Januari 2018

berdasarkan akta jual beli yang ditandatangani notaris per tanggal 8

Januari 2018. Oleh karena itu, Kospin JASA wajib untuk melakukan

pemberitahuan selambat-lambatnya pada tanggal 19 februari.

https://www.hukumperseroanterbatas.com/akusisi-perusahaan/prosedur-hukum-
86

pengambilalihan-perseroan-terbatas/ diakses pada tanggal 23 Januari 2020 Jam 15.36


75

4) Bahwa Kospin JASA baru melakukan pemberitahuan kepada KPPU

pada tanggal 16 Maret 2018.

5) Bahwa dengan demikian, Kospin JASA telah melakukan

keterlambatan selama 19 ( Sembilan belas ) hari.

Tentang latar belakang pengambilalihan saham PT. ATU oleh

Kospin JASA adalah sebagai berikut :

1) Bahwa Kospin JASA memiliki perusahaan asuransi jiwa yaitu PT.

Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi, Tbk.

2) Kospin JASA menginginkan untuk mengembangkan usaha asuransi

kerugian syariah.

3) Bahwa PT. ATU pada awalnya akan ditutup kegiatan usahanya oleh

para pemegang saham, karena mengalami akumulasi kerugian pada

tahun 2015-2016 sekitar Rp. 30.000.000.000 ( tiga puluh miliar rupiah

).

4) Bahwa pada sekitar bulan November 2016, seluruh pegawai PT. ATU

diberhentikan. Untuk melayani nasabah yang masih aktif, PT. ATU

mengontrak sebagian kecil pegawai yang telah diberhentikan tersebut.

5) Bahwa terkait rencana penutupan tersebut, PT. ATU melakukan

konsultasi kepada Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ). Selanjutnya oleh

OJK, PT. ATU disarankan untuk tidak tutup dan diberi waktu untuk

mencari investor

6) Bahwa PT. ATU melakukan pencarian investor dan salah satunya

menghubungi Kospin JASA sekitar bulan Maret-Juni 2017.


76

2. Tentang Transaksi Pengambilalihan Saham PT. Asuransi Takaful Umum

Bahwa susunan pemegang saham awal dari PT. Asuransi Takaful

Umum adalah sebagai berikut :

1) PT. Syarikat Takaful Indonesia 26.335 lembar saham atau 52,67%

kepemilikan saham.

2) PT. Asuransi Takaful Keluarga 23.540 lembar saham atau 47,08%

kepemilikan saham.

3) Koperasi Karyawan Takaful 125 lembar saham atau 0,25%

kepemilikan saham.

Bahwa pada tanggal 8 Januari 2018 telah terjadi pengambilalihan

saham sebagai berikut :

1) Bahwa saham PT. ATU milik PT. Syarikat Takaful Indonesia sebesar

26.335 ( dua puluh enam ribu tiga ratus tiga puluh lima ) lembar saham

yang dialihkan kepada Kospin JASA.

2) Bahwa saham PT. ATU milik PT. Asuransi Takaful Keluarga sebesar

21.165 ( dua puluh satu ribu seratus enam puluh lima ) lembar saham

yang dialihkan kepada Kospin JASA.

3) Bahwa saham PT. ATU yang dimiliki oleh PT. Asuransi Takaful

Keluarga sebesar 1.250 ( seribu dua ratus lima puluh ) lembar saham

kepada M. Andy Arslan Djunaid, SE.

4) Bahwa saham PT. ATU milik PT. Asuransi Takaful Keluarga sebesar

1.125 ( seribu seratus dua puluh lima ) lembar saham kepada Bahroji.
77

5) Bahwa saham PT. ATU milik Koperasi Karyawan Takaful sebesar 125

( seratus dua puluh lima ) lembar saham kepada Bahroji.

Bahwa dengan demikian setelah tanggal 8 Januari 2018, seluruh

saham PT. ATU sejumlah 50.000 ( lima puluh ribu ) lembar saham

dimiliki oleh :

1) Bahwa Kospin JASA memiliki sebanyak 47.500 ( empat puluh tujuh

ribu lima ratus ) lembar saham dengan nilai nominal Rp.

47.500.000.000 ( empat puluh tujuh miliar lima ratus juta rupiah ).

2) Bahwa M. Andy Arslan Djunaid memiliki sebanyak 1.250 ( seribu dua

ratus lima puluh ) lembar saham dengan nilai nominal Rp.

1.250.000.000 ( satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah ).

3) Bahwa Bahroji memiliki sebanyak 1.250 ( seribu dua ratus lima

puluh ) lembar saham dengan nilai nominal Rp. 1.250.000.000 ( satu

miliar dua ratus lima puluh juta rupiah ).

Bahwa dengan demikian komposisi pemegang saham dari PT.

ATU setelah pengambilalihan saham adalah sebagai berikut :

1) Kospin JASA memiliki 95% saham dari PT. ATU

2) M. Andy Arslan Djunaid memiliki 2,5% saham dari PT. ATU

3) Bahroji memiliki 2,5% saham dari PT. ATU

Bahwa berdasarkan komposisi pemegang saham tersebut, Kospin

JASA merupakan pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan saham

95% ( sembilan puluh lima persen ).


78

C. Putusan KPPU Perkara Nomor: 02/KPPU-M/2018

1. Identifikasi Para Pihak

a. Pihak pengakuisisi dan sebagai yang wajib lapor yaitu Koperasi Simpan

Pinjam Jasa yang beralamat di Jalan Dr. Cipto Nomor 84 lantai 3, 4,

dan 5 Pekalongan, Jawa Tengah. Bahwa Kospin JASA didirikan

tanggal 13 Desember 1973 oleh pengusaha kecil dan menengah dengan

maksud untuk menanggulangi kesulitan mendapatkan bantuan

permodalan. Bahwa kegiatan usaha Kospin JASA meliputi :

1) Simpanan dan Tabungan :

a) Simpanan Harian

b) Simpanan Berjangka

c) Simpanan Hari Koperasi ( HARKOP )

d) Tabungan Koperasi

e) Tabungan Safari ( Sadar Manfaat Koperasi )

f) Tabungan Labbaika

2) Pinjaman :

a) Pinjaman Harian

b) Pinjaman Berjangka

c) Pinjaman Insedentil

d) Pinjaman Dana Umroh

e) Talangan Dana Umroh


79

Bahwa Kospin JASA mendirikan beberapa perusahaan yaitu,

bahwa Tahun 2008 mendirikan PT. Perintis Jasa Grafika yang bergerak

dalam bidang usaha percetakan. Bahwa Tahun 2014 mendirikan PT.

Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi. Bahwa pada Tahun 2015

Kospin Jasa mendirikan perusahaan PT, Jasa Capital Asset

Management. Bahwa pada bulan Desember 2017 Kospin JASA

mendirikan Gadai Syariah, namun sampai saat ini belum beroperasi.

Kospin JASA memiliki anggota lebih dari 200.000 ( dua ratus ribu )

anggota yang tersebar di seluruh propinsi Jawa, Lampung dan Bali.

b. Pihak yang diakuisisi yaitu PT. Asuransi Takaful Umum yang didirikan

berdasarkan akta pendirian tertanggal lima Mei Tahun seribu sembilan

ratus sembilan puluh empat ( 05-05-1994 ) Nomor 46 yang dibuat oleh

dan di hadapan Nyonya Lely Roostiati Yudo Paripurno, Sarjana

Hukum, Notaris di Jakarta. Kegiatan usaha PT. ATU adalah asuransi

kerugian syariah meliputi asuransi kendaraan bermotor dan asuransi

kebakaran. Pada saat ini wilayah pemasaran PT. ATU meliputi Jakarta,

Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

2. Kasus Posisi Putusan KPPU Perkara Nomor : 02/KPPU-M/2018

a. Bahwa majelis komisi telah menerima laporan keterlambatan

pemberitahuan pengambilalihan saham PT. Asuransi Takaful Umum

yang dilakukan oleh terlapor yaitu Koperasi Simpan Jasa.


80

b. Objek perkara adalah terlapor diduga melakukan keterlambatan

pemberitahuan pengambilalihan saham PT. Asuransi Takaful Umum

yang pada pokoknya sebagai berikut :

1) Bahwa pengambilalihan saham PT. Asuransi Takaful Umum oleh

terlapor memenuhi kriteria pemberitahuan yang wajib dilaporkan

kepada KPPU.

2) Dugaan pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010.

3) Pasal 29 ayat ( 1 ) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang

larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang

berbunyi “Penggabungan atau peleburan badan usaha atau

pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang

berakibat nilai aset dan atau penjualannya melebihi jumlah tertentu

wajib diberitahukan kepada Komisi selambat-lambatnya 30 ( tiga

puluh ) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau

pengambilalihan”.

4) Bahwa kewajiban tersebut harus telah dilaksanakan selambat-

lambatnya terhitung 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak tanggal efektif

yuridis pengambilalihan saham.

5) Bahwa terlapor telah melakukan pengambilalihan saham PT.

Asuransi Takaful Umum yang berlaku efektif secara yuridis sejak

tanggal 8 Januari 2018 berdasarkan surat direktorat Kementerian


81

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-

AH.01.03.0008166, maka wajib melaporkan selambat-lambatnya

terhitung 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak tanggal efektif yuridis

pengambilalihan saham kepada komisi pengawas persaingan usaha

yaitu pada tanggal 19 februari 2018.

6) Bahwa terlapor baru melakukan pemberitahuan kepada KPPU pada

tanggal 16 Maret 2018 berdasarkan pada formulir pelaporan akuisisi

saham dengan nomor register A11118.

7) Bahwa dengan demikian terlapor telah melakukan keterlambatan

selama 19 ( sembilan belas ) hari.

c. Besaran nilai aset dan nilai penjualan usaha terlapor bahwa besaran

nilai aset dan penjualan hasil terlapor Koperasi Simpan Pinjam Jasa 3

( tiga ) Tahun terakhir yang dinyatakan dalam rupiah adalah :

Koperasi Simpan Pinjam Jasa


Nama Perusahaan
Aset Penjualan

2015 4.544.168.660.922 357.741.478.777

2016 5.767.849.478.497 462.819.502..657

2017 6.428.281.480.786 498.306.150.280

d. Bahwa total besarnya nilai aset dan penjualan 3 ( tiga ) Tahun terakhir

dari PT. Asuransi Takaful Umum yang dinyatakan dalam rupiah adalah

sebagai berikut :
82

PT. Asuransi Takaful Umum


Nama Perusahaan
Aset Penjualan

2015 212.872.148.121 107.871.594.904

2016 133.494.497.646 73.419.284.584

2017 92.548.304.614 -

e. Bahwa nilai gabungan penjualan dan/atau aset hasil pengambilalihan

yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai penjualan dan/atau nilai

aset dari badan usaha pengambilalih tahun terakhir dengan nilai

penjualan dan/atau nilai aset rata-rata 3 ( tiga ) tahun terakhir dari

badan usaha yang diambilalih adalah :

Batasan Hasil
Kospin Jasa PT. ATU
Nilai Penjumlahan

Aset 6.428.281.480.78 146,304,983,46 6,574,586,464,24

6 0 6

Penjuala 498.306.150.280 60,430,293,163 558,736,443,443

f. Batasan nilai untuk melakukan pemberitahuan penggabungan,

peleburan, pengambilalihan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat

( 2 ) Peraturan Pemerintah nomor 57 Tahun 2010 adalah :

1) Nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau peleburan atau

pengambilalihan melebihi Rp. 2.500.000.000.000 ( Dua Triliun

Lima Ratus Miliar Rupiah ); dan/atau


83

2) Nilai penjualan adalah badan usaha hasil penggabungan, peleburan

atau pengambilalihan saham melebihi Rp. 5.000.000.000.000

( Lima Triliun Rupiah ).

g. Bahwa dengan demikian pengambilalihan saham oleh terlapor telah

melebihi jumlah tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 57

Tahun 2010. Bahwa dengan demikian unsur “ nilai aset melebihi

jumlah tertentu ” telah terpenuhi.

h. Bahwa nilai nominal pengambilalihan saham yang dilakukan terlapor

terhadap PT. Asuransi Takaful Umum adalah Rp. 47.500.000.000

( empat puluh tujuh miliar lima ratus juta rupiah ) dari total saham PT.

Asuransi Takaful Umum.

i. Bahwa komposisi pemegang saham PT. Asuransi Takaful Umum

dimana komposisi ini merupakan gambaran awal kepemilikan saham

sebelum terjadinya pengambilalihan saham oleh terlapor adalah :

1) PT. Syarikat Takaful Indonesia 26.335 ( dua puluh enam ribu tiga

ratus tiga puluh lima ) lembar saham atau 52,67% ( lima puluh dua

koma enam puluh tujuh persen ) kepemilikan saham ;

2) PT Asuransi Takaful Keluarga 23.540 ( dua puluh tiga ribu lima

ratus empat puluh ) lembar saham atau 47,08% ( empat puluh

tujuh koma delapan persen ) ;


84

3) Koperasi Karyawan Takaful 125 ( seratus dua puluh lima ) lembar

saham atau 0,25% ( nol koma dua puluh lima persen ) kepemilikan

saham.

j. Bahwa pemegang saham dari Koperasi Simpan Pinjam Jasa pada saat

transaksi pengambilalihan adalah dimiliki oleh seluruh anggota

Kospin JASA

k. Bahwa berdasarkan komposisi kepemilikan saham sebelum

pengambilalihan saham tersebut tidak ditemukan hubungan afiliasi

antara Kospin JASA dengan PT. ATU. Pasal 7 Peraturan Pemerintah

yang dimaksud terafiliasi adalah :

1) Hubungan antara perusahaan, baik langsung maupun tidak

langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan

tersebut

2) Hubungan antara 2 ( dua ) perusahaan yang dikendalikan, baik

langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama atau

hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

l. Bahwa dengan demikian menyampaikan pemberitahuan secara tertulis

kepada KPPU berlaku bagi terlapor pengambilalih.

m. Bahwa dengan demikian komposisi pemegang saham dari PT.

Asuransi Takaful Umum setelah pengambilalihan saham adalah

sebagai berikut :

1) Kospin JASA memiliki 95% saham dari PT. ATU

2) M. Andy Arslan Djunaid memiliki 2,5% saham dari PT. ATU


85

3) Bahroji memiliki 2,5% saham dari PT. ATU

n. Bahwa pada tanggal 16 maret 2018 komisi pengawas persaingan

usaha telah menerima pemberitahuan dari terlapor terkait dengan

pengambilalihan ( akuisisi ) saham perusahaan PT. Asuransi Takaful

Umum dan telah dicatat dengan nomor register A11118

o. Bahwa berdasarkan surat kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor : AHU-AH.01.03.0008166 perihal

penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan bahwa

pengambilalihan ( akuisisi ) saham PT. Asuransi Takaful Umum

berlaku secara efektif secara hukum pada tanggal 8 januari 2018

dinyatakan secara legal.

p. Bahwa terlapor memberikan pernyataan bahwa benar telah terlambat

dalam memasukan notifikasi ke KPPU dikarenakan menurut terlapor

kurang disosialisasikan. Bahwa berdasarkan penghitungan hari

kalender, pemberitahuan pengambilalihan perusahan PT. Asuransi

Takaful Umum seharusnya diberitahukan kepada komisi paling

lambat pada tanggal 19 februari 2018. Bahwa terlapor terlambat

melakukan pemberitahuan kepada komisi selama 19 ( sembilan belas )

hari kerja.

3. Putusan

Setelah mempertimbangkan laporan keterlambatan pemberitahuan,

tanggapan terlapor terhadap laporan keterlambatan pemberitahuan,

keterangan para saksi, keterangan para ahli, keterangan terlapor, surat-


86

surat dan/atau dokumen, kesimpulan hasil persidangan yang disampaikan

oleh investigator dan terlapor ( fakta terlapor ), majelis komisi menilai,

menganalisis, menyimpulkan dan memutuskan perkara berdasarkan alat

bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran

terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang diduga dilakukan

oleh terlapor dalam perkara Nomor 02/KPPU-M/2018. Dalam melakukan

penilaian dan analisis, majelis komisi menguraikan dalam beberapa

bagian, yaitu :

1) Tentang identitas terlapor ;

2) Tentang objek perkara dan dugaan pelanggaran ;

3) Tentang pengambilalihan ( akuisisi ) saham PT. Asuransi Takaful

Umum oleh terlapor ;

4) Tentang nilai aset dan nilai penjualan pengambilalihan saham ;

5) Tentang keterlambatan pemberitahuan kepada komisi ;

6) Tentang pemenuhan unsur Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 ;

Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta, penilaian, analisis, dan

kesimpulan, serta dengan mengingat Pasal 43 ayat ( 3 ) Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999, majelis komisi memutuskan :

1) Menyatakan bahwa terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juncto

Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 ;


87

2) Menghukum terlapor membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000

( satu miliar rupiah ) yang harus disetor secara langsung ke kas negara

sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan

usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank

Pemerintah dengan kode penerimaan 425812 ( Pendapatan denda

pelanggaran di bidang persaingan usaha ) ;

3) Memerintahkan terlapor melakukan pembayaran denda, melaporkan

dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU.

Demikian putusan ini ditetapkan melalui musyawarah dalam sidang

majelis komisi pada hari Jumat, 7 Desember 2018 dan dibacakan di muka

persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari yang sama

oleh majelis komisi yang terdiri dari Kodrat Wibowo, S,E.,Ph.D sebagai

ketua majelis komisi, Harry Agustanti, S.H.,M.H dan Dr. M. Afif

Hasbullah masing-masing sebagai anggota majelis komisi, dengan dibantu

oleh Dewi Meryati, S.Kom., M.H., Luqman Nurdhiansyah, S.H., dan

Testarosa Vanya D’visa, S.H masing-masing sebagai panitera.


88

BAB IV

ANALISIS YURIDIS SANKSI DENDA TERHADAP PUTUSAN KPPU NO.

02/KPPU-M/2018 TENTANG KETERLAMBATAN PEMBERITAHUAN

PENGAMBILALIHAN SAHAM YANG DILAKUKAN OLEH KOPERASI

SIMPAN JASA

A. Pertimbangan Majelis Komisi KPPU Dalam Menentukan Nominal Denda

Atas Keterlambatan Pemberitahuan Akuisisi Saham PT. Asuransi

Takaful Umum Oleh Koperasi Simpan Pinjam Jasa.

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya bahwa dikatakan

pertimbangan yang digunakan oleh majelis komisi pada putusan KPPU No.

02/KPPU-M/2018 yang pada putusannya didenda sebesar Rp. 1.000.000.000

dengan keterlambatan 19 hari, bahwa dalam mengenakan sanksi denda bagi

terlapor majelis komisi memperhitungkan hal-hal sebagai berikut :

Majelis komisi memberikan pertimbangan bahwa berdasarkan Pasal 36

huruf I dan Pasal 47 ayat ( 1 ) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, komisi

berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku

usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

bahwa ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010

mengatur sebagai berikut : “Dalam hal pelaku usaha tidak menyampaikan

pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat ( 1 )

dan ayat ( 3 ) pelaku usaha dikenakan sanksi berupa denda administratif

sebesar Rp. 1.000.000.000 ( satu miliar rupiah ) untuk setiap hari


89

keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling

tinggi sebesar Rp. 25.000.000.000 ( dua puluh lima miliar )”.

Majelis komisi berdasarkan pada peraturan komisi pengawas persaingan

usaha Nomor 4 Tahun 2009 tentang pedoman tindakan administratif sesuai

ketentuan Pasal 47 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 denda merupakan usaha

untuk mengambil keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha yang

dihasilkan dari tindakan anti persaingan. Selain itu denda juga ditujukan untuk

menjerakan pelaku usaha agar tidak melakukan tindakan serupa atau ditiru oleh

calon pelanggar lainnya. Dimana dijelaskan bahwa majelis komisi menetapkan

lamanya hari keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham PT.

Asuransi Takaful Umum oleh terlapor adalah selama 19 hari kerja.

Pencantuman pemberian peringanan majelis komisi dengan

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terlapor

dalam memutus. Disebutkan dalam pertimbangannya bahwa majelis komisi

mempertimbangkan tidak ada hal-hal yang memberatkan terlapor. Sedangkan

didalam pertimbangannya bahwa majelis komisi KPPU mempertimbangkan

hal-hal yang meringankan bagi terlapor sebagai berikut : Terlapor telah

beritikad baik melaporkan adanya pemberitahuan pengambilalihan saham

( akuisisi ) PT. Asuransi Takaful Umum oleh terlapor, terlapor belum pernah

berperkara di KPPU, terlapor bersikap baik dan koorporatif selama proses

persidangan, serta terlapor telah mengakui adanya keterlambatan

pemberitahuan dan telah menyerahkan sepenuhnya kepada komisi untuk


90

mengadili perkara a quo seadil-adilnya. Pengakuan tersebut dikuatkan dengan

fakta-fakta dalam persidangan sebagai berikut :

1. Tanggapan terlapor terhadap laporan keterlambatan pemberitahuan yang

pada pokoknya menyatakan bahwa laporan yang disajikan oleh

investigator adalah benar dan sesuai dengan fakta, Kospin JASA dalam

persidangan yang menyatakan bahwa pada pokoknya terlapor tidak tahu

harus wajib lapor kepada KPPU dalam hal melakukan pengambilalihan

saham dan terlapor tidak ada sedikit pun niat untuk mengabaikan peraturan

KPPU, mengingat keterlambatan melakukan notifikasi yang merupakan

pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah suatu

fakta yang tidak dapat diingkari.

2. Keterangan terlapor pada sidang majelis komisi tanggal 16 Agustus 2018

yang pada pokoknya menyatakan terlapor terlambat melaporkan adanya

pemberitahuan pengambilalihan saham ( akuisisi ) PT. Asuransi Takaful

Umum karena beranggapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo

Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tidak berlaku untuk badan

hukum koperasi sebagaimana ciri koperasi pada umumnya bahwa produk

dan pelayanan dari, oleh dan untuk anggota, hal ini didukung ketika proses

akuisisi tersebut melalui notaris maupun OJK sama sekali tidak

menginformasikan atau memberikan saran atas adanya regulasi yang

menyangkut larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

dan penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan


91

saham perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat.

3. Kesimpulan terlapor yang pada pokoknya menyatakan bahwa terlapor

mengakui kekeliruannya terlambat melakukan pemberitahuan kepada

KPPU berkaitan dengan pengambilalihan saham akuisisi PT. Asuransi

Takaful Umum. Sesuai dengan perhitungan yang dilakukan oleh

investigator KPPU, memang benar terlapor terlambat melakukan notifikasi

selama 19 ( Sembilan belas ) hari.

Dengan mempertimbangkan bahwa berdasarkan Pasal 36 huruf l jo

Pasal 47 ayat ( 1 ) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Komisi berwenang

menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang

melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 serta bahwa

sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat ( 2 ) huruf g, Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999. Komisi berwenang menjatuhkan sanksi tindakan administratif

dimana berupa pengenaan denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000

( Satu miliar rupiah ) dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000 ( Dua puluh

lima miliar rupiah ).

Pertimbangan yang dinilai peneliti berpengaruh terhadap penjatuhan

sanksi denda nomor perkara : 02/KPPU-M/2018 ada beberapa hal yaitu :

1. Menimbang bahwa Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 ( UUD 1945 ) menyatakan bahwa perekonomian

disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Sehingga koperasi merupakan salah satu bentuk perwujudan asas dan


92

tujuan UUD 1945. Dengan demikian koperasi merupakan bentuk usaha

yang paling sesuai untuk Indonesia.

2. Terlapor merupakan koperasi di Indonesia dengan aset terbesar yaitu

senilai Rp. 4.544.168.660.922 ( empat triliun lima ratus empat puluh

empat miliar seratus enam puluh delapan juta enam ratus enam puluh ribu

sembilan ratus sembilan puluh dua rupiah ) pada tahun 2015 yang berasal

dari produk jasa keuangan konvensional dan Rp. 84.690.817.409 ( delapan

puluh empat miliar enam ratus sembilan puluh juta delapan ratus tujuh

belas ribu empat ratus sembilan rupiah ) jasa keuangan lainnya, dengan

jumlah 131 ( seratus tiga puluh satu ) kantor cabang di berbagai provinsi di

Indonesia.

3. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

UMKM, KPPU diamanatkan pula untuk melakukan tugas pengawasan

kemitraan UMKM. Secara historis terlapor adalah koperasi yang dibentuk

45 tahun yang lalu, oleh sekelompok pengusaha kecil dan menengah

sebagai anggota-anggotanya. Dengan tujuan adalah menyediakan solusi

dalam mengatasi kesulitan pengusaha kecil dan menengah ( UKM ) dalam

mendapatkan pinjaman sebagai modal usaha.

4. Terlapor merupakan koperasi pertama penyalur Kredit Usaha Rakyat

( KUR ) dengan seizin Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ). Dengan demikian

Kospin JASA telah menjalankan kegiatan dalam rangka mewujudkan

pemerataan kesejahteraan sesuai Sila ke-5 Pancasila “keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia”.


93

5. Terlapor dalam persidangan menyatakan bahwa secara rutin melaksanakan

kegiatan Corporate Social Responsibility ( CSR ) dalam wujud

pembangunan masjid, pembangunan pesantren, bantuan korban bencana

alam, bantuan mendirikan rumah sakit.

6. Terlapor dapat dijadikan contoh ( referensi ) keberhasilan bagi badan

usaha berbentuk koperasi lainnya.

7. Terlapor telah mampu memberikan pelayanan jasa keuangan ( simpan,

tabung, pinjam ) sebagai alternatif bagi masyarakat selain jasa keuangan

konvensional.

8. Terlapor telah bersikap kooperatif selama proses sidang majelis komisi

berlangsung dan telah mengakui terjadi keterlambatan pemberitahuan

kepada komisi.

9. Terlapor mengakui tidak mengetahui dalam pengambilalihan saham PT.

Asuransi Takaful Umum wajib melapor ke KPPU, sekalipun demikian hal

tersebut tidak mengurangi kewenangan KPPU untuk memproses hal

tersebut.

10. Bahwa perkara a quo merupakan perkara pertama KPPU yang melibatkan

koperasi sebagai badan usaha yang melakukan pengambilalihan saham

( akuisisi ).

Pertimbangan yang dinilai peniliti berpengaruh terhadap penjatuhan

sanksi denda nomor perkara 02/KPPU-M/2018 yaitu pada pertimbangan

dimana bahwa terlapor setelah menerima pemberitahuan pengambilalihan

saham segera merespon dengan baik dan melengkapi syarat-syarat


94

administratif kepada KPPU dan bahwa majelis komisi mempertimbangkan

hal-hal yang meringankan bagi terlapor yaitu telah bersikap baik dan

kooperatif selama proses sidang majelis komisi berlangsung.

Mengenai penjatuhan sanksi denda keterlambatan pemberitahuan

akuisisi saham kepada KPPU, bahwa dilihat dari Undang-Undang penjatuhan

sanksi denda terhadap keterlambatan pemberitahuan akuisisi saham yaitu

perhari Rp. 1.000.000.000 – Rp. 25.000.000,000, namun tetap melihat kondisi

saat sidang, kondisi keuangan dari masing-masing perusahaan itu. Hal ini

tentu merupakan penjabaran yang lebih lanjut mengenai penjatuhan sanksi

denda dimana dalam memutuskan KPPU menggunakan berbagai

pertimbangan.87

Pihak KPPU menjelaskan bahwa keterlambatan pemberitahuan

akuisisi saham ini sebenarnya pelanggaran, hanya saja pemerintah mendesain

peraturan ini agar mereka sadar mengenai pelaporan merger itu penting maka

dijatuhkan denda perhari Rp. 1.000.000.000. Tetapi majelis komisi

mempunyai pandangan lain hukum tetap ditegakan namun tetap melihat fakta

di persidangan seperti koorperatif, mau berkerja sama, maupun sikap di

pengadilan. 88

Menurut KPPU dalam konteks kewenangan majelis yang bersifat

bebas dalam memutuskan perkara dan bersifat independent majelis sudah

memperhatikan hal-hal yang terkait dengan proses dalam penjatuhan sanksi,

oleh karena itu majelis dapat menggunakan pendekatan rule of reason untuk
87
Wawancara dengan Bapak Wisnu Nugroho selaku perwakilan Merger dan Akuisisi
Pada Tanggal 28 Juli 2020
88
Ibid
95

menentukan seberapa besar sanksi administratif yang diberikan majelis dalam

hal ini kepada pelaku usaha/terlapor.89

Peneliti meninjau terhadap putusan ini dimana pertimbangan majelis

komisi tersebut tidak ada penyebutan dalam pertimbangan majelis komisi

dalam hal merger, konsolidasi, maupun akuisisi mengarah kepada persaingan

usaha tidak sehat. Perhitungan bahwa terlapor bersalah atau tidak terhadap

pelanggaran Pasal 29 semata-mata hanya pernyataan bahwa terlapor

melanggar Pasal 29 karena pemenuhan aspek terlambat melapor, yang

didasarkan pada waktu efektif yuridis penerbitan surat dari Kemenkumham

yaitu pemberitahuan bahwa suatu perusahaan atau badan hukum telah

melakukan merger, konsolidasi dan pengambilalihan.

Hal pelaporan berdasar waktu efektif yuridis oleh Kemenkumham

diperkuat pihak KPPU yang menjelaskan mengenai waktu pelaporan dan

pelanggaran yang berdasarkan semata-mata hanya karena terlambat, dimana

pelanggaran karena keterlambatan bukan karena menguasi pasar. Melihat dari

judul pelanggaran yaitu keterlambatan merger atau keterlambatan pelaporan

penggabungan perusahaan maka yang dilihat hanya keterlambatannya,

pembuktiannya hanya dari surat Kemenkumham mengenai efektif yuridisnya

yang kemudian dihitung 30 hari kerja seperti contohnya seperti tanggal 1

januari berarti tanggal 10 februari pelaporannya atau 30 hari kerja, apabila

sudah 30 hari kerja harus ada peringatan. Merger, konsolidasi dan akuisisi

adalah hal penting yang wajib dilakukan pemberitahuan karena dampak yang

dapat terjadi ialah adanya posisi dominan dalam pasar.


89
Ibid
96

Akibat hukum yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

dimana pada Pasal 29 ayat ( 2 ) dinyatakan bahwa peraturan lebih lanjut diatur

dalam Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 pada Pasal 5 yaitu

Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan

Saham Perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya

melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada komisi

paling lama 30 hari ( tiga puluh ) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif

secara yuridis penggabungan badan usaha, peleburan badan usaha, atau

pengambilalihan saham perusahaan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud

pada ayat ( 1 ) terdiri atas :

a. Nilai aset sebesar Rp. 2.500.000.000,00 ( dua triliun lima ratus miliar

rupiah ) ; dan/atau

b. Nilai penjualan sebesar Rp. 5.000.000.000.000,00 ( lima triliun rupiah ).

Pasal ini mempertegas posisi putusan No. 02/KPPU-M/2018 dimana

setelah melakukan pengambilalihan saham PT. Asuransi Takaful Umum

membuat aset gabungan melebihi batas dari ketentuan Pasal 5 Peraturan

Pemerintah No. 57 Tahun 2010 yang berakibat harus lapornya kepada KPPU,

KPPU sebagai lembaga negara yang menentukan sebuah persaingan sehat atau

tidak terletak pada penjumlahan nilai aset yang seharusnya diteliti lebih lanjut

tidak hanya berdasarkan nilai namun bagaimana keadaan pasar.


97

Pada Pasal 6 menjelaskan mengenai sanksi administrasi bahwa pelaku

usaha tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 ayat ( 1 ) dan ( 3 ), pelaku usaha dikenakan sanksi berupa denda

administratif sebesar Rp. 1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah ) untuk setiap

hari keterlambatan dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan

paling tinggi sebesar Rp. 25.000.000.000,00 ( dua puluh lima miliar rupiah ).

Berdasarkan unsur-unsur pelanggaran yang dilakukan Koperasi

Simpan Pinjam Jasa yaitu terlambat melakukan pemberitahuan

pengambilalihan saham ke KPPU akibat dari penggabungan nilai aset yang

melebihi batas Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 serta diperkuat

dengan bukti-bukti dan fakta-fakta yang dimiliki KPPU dan hasil pemeriksaan

dalam persidangan majelis komisi yang telah dilakukan KPPU.

Teori yang dipakai sebagai bahan acuan penelitian ini menggunakan

kepastian hukum sendiri yang dinilai layak hadir setiap pengambilan

keputusan dimana kepastian hukum menurut Hans Kelsen yaitu hukum adalah

sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek

“seharusnya” atau das sollen dengan menyertakan beberapa peraturan tentang

apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia

yang deliberative. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat

umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam masyarakat,

baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungan

dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam


98

membenani atau melakukan tindakan individu. Adanya aturan itu dan

pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.90

Kepastian hukum disini yaitu pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam penerapannya akibat hukum dalam Undang-Undang ini dibagi dalam 3

hal yaitu administratif, pidana pokok, dan pidana tambahan. Amanat Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 pada Pasal 29 ayat ( 2 ) bahwa ketentuan tentang

penetapan nilai aset atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan.

Prakteknya Majelis Komisi dinilai peneliti kurang menggambarkan

kepastian hukum berkaitan mengenai aturan Pasal 29 Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 mengenai penjatuhan sanksi denda yang menjadi batasan nilai

penjatuhan denda berdasarkan pertimbangan hakim. Adanya aturan itu dan

pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum seharusnya,

namun hal ini yang tidak tergambarkan jelas oleh Majelis Komisi dalam

penjatuhan sanksi denda.

Penerapan sanksi denda harus ada pertimbangan dari majelis hakim

mengenai dampak dari merger, konsolidasi dan akuisisi maupun akuisisi yang

dilakukan dengan berdasarkan metode rule of reason sesuai dengan Pasal 28

karena adanya hubungan antara Pasal 29 dan Pasal 28 sebagaimana telah

digambarkan diatas, dengan menggambarkan keadaan pasar melalui

pendekatan ilmu ekonomi atau rule of reason ini dapat membuat sanksi denda

yang dijatuhkan lebih sesuai dengan dampak merger tersebut. Peringanan atau

pemberatan sanksi dengan memperhitungkan keadaan pasar dimana keadaan


90
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm 28
99

penguasaan pasar yang tidak terkendali sebagai akibat adanya merger,

konsolidasi dan akuisisi sehingga menimbulkan posisi dominan di pasar

dampak ini akan sangat berbahaya dan menimbulkan persaingan usaha tidak

sehat.

Akibat hukum ialah akibat dari suatu tindakan yang dilakukan untuk

memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh

hukum.91 Tindakan ini dinamakan tindakan hukum, maka dengan kata lain

akibat hukum adalah akibat dari suatu tindakan hukum, terdapat wujud akibat

hukum yaitu :

1. Lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu keadaan hukum.

2. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum antara dua

atau lebih subyek hukum, dimana hak dan kewajiban pihak yang satu

berhadapan dengan pihak lain.

3. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan melawan hukum.

Akibat hukum dari keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan

saham menimbulkan akibat hukum yang sesuai dengan nomor 3, yaitu

lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan melawan hukum. Tindakan

melawan hukum dalam Pasal 136 KUHPerdata disebutkan bahwa tindakan

melawan hukum ialah setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian

itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Salah satu

unsur dari PMH adalah adanya perbuatan yang melanggar hukum, dalam

91
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2013, hlm 295
100

perkara keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham pada Pasal 29

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 diatur mengenai keterlambatan

pengambilalihan saham. Dalam perkara ini mereka melanggar 30 hari kerja

batas pemberitahuan pengambilalihan saham yang tertera pada Pasal 29

Undang-Undang No. 5 Rahun 1999.

Sanksi keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham saat ini

dinilai peniliti tidak berdasarkan kepada penguasaan pasar yang dapat

menyebabkan posisi dominan dipasar yang dapat mengarah kepada persaingan

usaha tidak sehat. Peneliti berpendapat bahwa akibat hukum dari penjatuhan

sanksi akibat tindakan melawan hukum yaitu tindakan keterlambatan

pemberitahuan pengambilalihan saham harus berdasarkan penguasaan pasar

dengan menggunakan metode rule of reason sehingga adanya kepastian

hukum itu tercipta dari penjelasan pertimbangan hukum perkara keterlambatan

pemberitahuan pengambilalihan saham.

Kepastian hukum hadir dengan adanya aturan mengenai pertimbangan

Majelis Komisi dalam penjatuhan sanksi denda dengan melihat keadaan pasar,

sehingga akibat hukum yang ditimbulkan akan dinilai lebih sesuai kepada

penguasaan pasar. Keadaan pasar yang hanya dikuasi oleh segelintir orang

atau badan hukum akan mempermudah mengenai permainan harga dipasar,

pengendalian pasar yang tidak terkendali karena dikuasi dan adanya

permainan harga membuat konsumen mau tidak mau harus membeli produk

dari orang atau badan hukum tersebut sehingga mengarah kepada persaingan

usaha yang tidak sehat.


101

Bahwa menurut terlapor, terlapor merupakan pengecualian dari Pasal

50 huruf ( i ) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sehingga terlapor tidak

mengetahui untuk harus melapor akuisisinya ke KPPU. Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat , dalam Pasal 50 huruf ( i ) yang berbunyi :

“yang dikecualikan dari ketentuan Undang-Undang ini adalah , ( i ) kegiatan

usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya”.

Penjelasan Pasal tersebut adalah yang dimaksud dengan melayani anggotanya

adalah memberi pelayanan hanya kepada anggotanya dan bukan kepada

masyarakat umum untuk pengadaan kebutuhan pokok, kebutuhan sarana

produksi ternasuk kredit dan bahan baku, serta pelayanan untuk memasarkan

dan mendistribusikan hasil produksi anggota yang tidak mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bahwa dalam fakta persidangan diperoleh dari ahi hukum Sdr. Dr. Drs

Paripurna Poerwoko Sugarda, S. H yang pada pokoknya menyatakan bahwa

kegiatan yang dimaksud dalam Pasal 50 huruf ( i ) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 sudah dijelaskan secara sempit mengenai kegiatan-kegiatan yang

dikecualikan dan tidak dapat ditafsirkan secara meluas. Adapun kegiatan

tersebut adalah kegiatan usaha koperasi secara khusus bertujuan untuk

melayani anggotanya, melayani hal sebagai berikut :

1) Pengadaan kebutuhan pokok

2) Kebutuhan sarana produksi termasuk kredit dan bahan baku


102

3) Pelayanan untuk memasarkan dan mendistribusikan hasil produksi

anggota.

Bahwa yang dikecualikan dalam Pasal 50 huruf ( i ) adalah bukan

badan koperasi secara mentah-mentah akan tetapi pada kegiatan dari badan

itu. Sepanjang kegiatan masuk dalam perbuatan yang dilarang, perjanjian yang

dilarang atau posisi dominan, maka kegiatan yang dilakukan oleh koperasi

tersebut tidak termasuk dalam pengecualian Pasal. Akan tetapi sepanjang

kegiatan disebutkan dalam Undang-Undang maka masuk dalam pengecualian.

Bahwa subjek hukum dari hukum persaingan usaha adalah pelaku

usaha termasuk koperasi sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999, bahwa semua koperasi masuk dalam pengecualian, hanya saja yang

dikecualikan bukan bentuk badannya akan tetapi tindakannya. Ada tindakan

yang dikecualikan dan ada badan yang dikecualikan. Tindakan yang selain

dikecualikan tidak masuk dalam pengecualian meskipun berbentuk koperasi.

Bahwa berdasarkan keterangan ahli ekonomi Dr. Martin Daniel

Siyaranamual pada pokoknya menyatakan apabila koperasi hanya memberikan

pelayanan yang dikhususkan untuk anggotanya maka masuk dalam

pengecualian Pasal 50 huruf ( i ), akan tetapi jika koperasi melakukan

pengambilalihan saham perusahaan dan mengubah struktur pasar, maka

koperasi tetap harus melapor atau notifikasi pada KPPU sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Bahwa kegiatan usaha Kospin JASA sebagaimana diuraikan sebagai

berikut :
103

1) Kegiatan usaha terkait simpanan dan tabungan

2) Kegiatan usaha terkait pinjaman

3) Kegiatan usaha jasa keuangan dengan prinsip Syariah

Bahwa berdasarkan AD-ART Kospin JASA mengatur usaha-usaha

antara lain :

1) Memberi pinjaman kepada anggota/calon anggota dan/atau koperasi lain

serta anggotanya

2) Menerima simpanan dan tabungan dari anggota/calon anggotanya dan/

atau koperasi lain serta anggotanya

3) Membantu anggota/calon anggota dan/atau koperasi lain serta anggotanya

dalam hal menyelenggarakan transaksi keuangan usahanya termasuk

pengiriman dan penerimaan uang

4) Membantu anggota/calon anggota dan/atau koperasi lain serta anggotanya

dalam hal menyelenggarakan usahanya melalui kerja sama dengan pihak

ketiga.

Bahwa kegiatan usaha Kospin JASA sebagaimana diuraikan diatas

adalah usaha simpanan dan pinjaman. Kegiatan tersebut seharusnya

merupakan kegiatan khusus yang ditujukan untuk melayani anggota

sebagaimana diatur dalam pengecualian Pasal 50 huruf ( i ).

Bahwa majelis komisi berpendapat kegiatan pengambilalihan saham

PT. ATU oleh Kospin JASA bukan merupakan kegiatan usaha yang secara

khusus diatur dalam pengecualian Pasal 50 huruf ( i ) Undang-Undang


104

Nomor 5 Tahun 1999. Bahwa majelis komisi berpendapat

pengambilalihan saham PT. ATU oleh Kospin JASA dalam perkara a quo

tidak termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50

huruf ( i ). Bahwa dengan demikian, Kospin JASA tetap meiliki kewajiban

untuk memberitahukan pengambilalihan saham ( akuisisi ) saham PT.

ATU yang dilakukan kepada KPPU.

B. Akuisisi Saham PT. Asuransi Takaful Umum Oleh Koperasi Simpan

Pinjam Jasa Dihubungkan Dengan Rule Of Reason

Metode yang digunakan KPPU dalam menentukan pemberitahuan

akuisisi yang dilakukan oleh Kospin JASA kepada PT. Asuransi Takaful

Umum dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur yang ada didalam Rule Of

Reason pembuktian yang ada berdasarkan waktu keterlambatan

pemberitahuan yang dilakukan Kospin JASA yang tidak segera melaporkan

kepada KPPU berdasarkan Pasal 28/29 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat

yang seharusnya dengan batas pelaporan 30 hari.

Kata “per se” berasal dari bahasa Latin, dalam bahasa Inggris disebut

by it self, in itself, taken alone, atau by mean of itself. Dalam konteks

penerapan hukum, istilah tersebut dikenal dengan per se doctrine, per se

illegal, per se rule, dan per se violation. Larangan yang bersifat per se illegal

adalah bentuk larangan yang tegas dalam rangka memberikan kepastian bagi

para pelaku usaha dalam memaknai norma-norma larangan dalam persaingan


105

usaha.92 Larangan-larangan yang diatur secara tegas dan jelas dalam arti

bahwa perbuatan-perbuatan yang dilarang tersebut dapat dipastikan akan

berakibat buruk kepada persaingan. Pelaku usaha sejak awal telah mengetahui

batasan-batasan norma yang dilarang sehingga dalam menjalankan usahanya

dapat menghindari perbuatan tersebut.

Pendekatan per se illegal harus memenuhi dua syarat dalam

implementasinya yaitu :

1) Harus lebih ditujukan kepada perilaku pelaku usaha, karena keputusan

melawan hukum yang dijatuhkan tanpa perlu pemeriksaan terhadap

akibat yang ditimbulkan dan hal-hal lain yang melingkupinya.

2) Identifikasi dapat dilakukan secara cepat dan mudah terhadap praktek

atau batasan perilaku yang dilarang. Penilaian atas tindakan dari

perilaku baik di pasar maupun dalam proses pengadilan harus dapat

ditentukan dengan mudah.93

Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan

oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai

akibat perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau

mendukung persaingan. Dalam pendekatan rule of reason ini, suatu

perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha, maka akan dilihat

sejauh mana dampak dari perbuatan tersebut, oleh karena itu diperlukan

pembuktian lebih lanjut apakah perbuatan tersebut berakibat menghambat

persaingan atau tidak. Suatu perbuatan dalam pendekatan rule of reason,

92
Johny Ibrahim, Op. Cit, hlm 223
93
Mustafa Kamal Rokan, Op. Cit, hlm 61
106

tidak secara langsung dilarang meskipun perbuatan yang dituduhkan

tersebut kenyataannya terbukti telah dilakukan. Dengan demikian dalam

pendekatan ini memungkinkan lembaga otoritas persaingan usaha atau

pengadilan untuk melakukan interpretasi terhadap undang-undang maupun

terhadap pasar.94

Pendekatan per se illegal maupun rule of reason telah lama

diterapkan untuk menilai apakah suatu tindakan tertentu dari pelaku usaha

melanggar undang-undang persaingan usaha atau tidak. Keberadaan kedua

prinsip tersebut merupakan salah satu bentuk adopsi hukum sebagai

terminologi-terminologi hukum persaingan usaha Amerika Serikat

(Sherman Act) pada undang-undang persaingan usaha di Indonesia. Dalam

undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pendekatan rule of reason dapat dilihat

dari ketentuan pasal-pasalnya, yaitu pencantuman kata-kata “yang dapat

mengakibatkan” dan atau “patut diduga”. Sedangkan penerapan

pendekatan per se illegal biasanya dipergunakan dalam pasal-pasal yang

menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak kalimat “… yang dapat

mengakibatkan…”. Oleh karena itu, penyelidikan terhadap beberapa

perjanjian atau kegiatan usaha, misalnya kartel ( Pasal 11 ) dan praktek

monopoli ( Pasal 17 ) dianggap menggunakan pendekatan rule of reason.

Sedangkan pemeriksaan terhadap perjanjian penetapan harga ( Pasal 5 )

dianggap menggunakan pendekatan per se illegal.

94
Ibid
107

Pendekatan rule of reason memerlukan pembuktian dan

mengevaluasi mengenai akibat dari suatu perjanjian, kegiatan atau posisi

dominan tertentu guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan

tersebut menghambat atau mendukung persaingan. Hal ini memungkinkan

pengadilan atau lembaga otoritas persaingan usaha untuk melakukan

interpretasi terhadap undang-undang. Peran hakim sangat penting dalam

menentukan apakah suatu kasus menggunakan pendekatan per se illegal

atau menggunakan pendekatan rule of reason.

Menurut peneliti keunggulan rule of reason adalah menggunakan

analisis ekonomi untuk mencapai efisiensi untuk mengetahui dengan pasti,

apakah suatu tindakan pelaku usaha memiliki keterlibatan kepada

persaingan. Disisi lain pendekatan rule of reason membutuhkan waktu

lama dalam membuktikan adanya suatu perjanjian, kegiatan atau posisi

dominan yang menghambat persaingan usaha. Pendekatan rule of reason

dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ditandai dengan adanya

kalimat “dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat” atau kalimat “… patut diduga…”. Kata

“dapat” dalam kalimat “dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli…” dapat diartikan sebagai potensi dari akibat yang akan

ditimbulkannya. Artinya akibat dari perbuatan tersebut belum terjadi atau

belum tentu akan terjadi. Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang

suatu perjanjian atau kegiatan yang dapat mengakibatkan praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.


108

Pernyataan bersalah dari KPPU memang berada di denda yang

paling minimum dari sanksi denda yang diterapkan dalam Peraturan

Pemerintah No. 57 Tahun 2010 namun peneliti berpendapat harus

diadakannya tinjauan ulang dari penjatuhan sanksi denda tersebut,

menurut peneliti apakah itu merger, konsolidasi, maupun akuisisi harus

adanya peraturan yang jelas mengenai peringanan dan pemberatan oleh

majelis hakim dalam menjatuhkan sanksi denda terhadap keterlambatan

pemberitahuan pengambilalihan saham. Karena sesungguhnya mempunyai

hal yang lebih penting yaitu akibat merger, konsolidasi, maupun akuisisi

yang dapat mengarah kepada persaingan usaha tidak sehat.

Rule of reason sendiri dinilai layak untuk digunakan sebagai

metode yang digunakan KPPU dalam menentukan keterlambatan

pemberitahuan akuisisi, pembuktian yang dilakukan dengan cara

melakukan pendekatan yang digunakan KPPU untuk membuat evaluasi

mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu untuk menentukan

apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau

mendukung persaingan.

Berdasarkan unsur-unsur pelanggaran yang dilakukan Kospin

JASA yaitu terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham

ke KPPU akibat penggabungan dari nilai aset yang melebihi batas

Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 serta diperkuat dengan bukti-

bukti dan fakta-fakta yang dimiliki KPPU dan hasil pemeriksaan dalam

persidangan majelis komisi yang telah dilakukan KPPU.


109

KPPU dengan ini melakukan pendekatan dengan menggunakan

cara Rule Of Reason adalah standar yang membolehkan komisi untuk

menilai ketidak-jelasan atau tingkatan-tingkatan dari pengaruh persaingan.

Dalam menerapkan suatu Standar Rule Of Reason untuk menilai suatu

kesepakatan yang dinyatakan sebagai hambatan dalam perdagangan, dapat

dikaji antara lain melalui dari tujuan kesepakatan tersebut, karakter

(misalnya kekuatan) dari para pihak dan akibat penting yang ditimbulkan

dari perbuatan tersebut.

Penerapan Rule Of Reason merupakan pilihan yang tepat dalam

melakukan penyelidikan. Analisis diperlukan untuk menentukan praktek

tertentu yang menghambat atau mendorong persaingan, atau apabila

terdapat tendensi keduanya, maka komisi akan mengambil langkah-

langkah yang pengaruhnya paling menguntungkan (efisien) bagi

masyarakat secara luas.

Menurut peneliti koperasi tidak termasuk ke dalam subjek hukum

ke dalam Pasal 50 Huruf I namun kegiatan yang dilakukan oleh Koperasi

Simpan Pinjam Jasa termasuk ke dalam kegiatan yang di sebutkan dalam

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 bahwa peneliti menyimpulkan

berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam Jasa

telah memenuhi unsur-unsur rule of reason sesuai dengan yang ditentukan

oleh KPPU meskipun demikian Kospin JASA tidak dengan sengaja

melakukan keterlambatan pemberitahuan hal tersebut dikarenakan

ketidaktahuan terhadap prosedur yang dilakukan akan tetapi pertimbangan


110

majelis hal ini ditakutkan berdampak pada persaingan usaha tidak sehat

atau monopoli atas keterlambatan pemberitahuan akuisisi hal ini sesuai

dengan Pasal 28/29 Undang-Undang No.5 Tahun 1999.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang di dapat dalam pembahasan pada bab

sebelumnya :

1. Pertimbangan majelis KPPU terhadap putusan No.02/KPPU-M/2018

tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Jo Peraturan

Pemerintah No. 57 Tahun 2010 besaran sanksi yang diberikan kepada

Koperasi Simpan Pinjam Jasa hanya sebesar satu miliar hal tersebut

berdasarkan dari penilaian majelis komisi terhadap Koperasi Simpan

Pinjam Jasa yaitu mau bekerjasama dan kooperatif dalam jalannya proses

persidangan, sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010

menyebutkan denda minimal satu hari satu miliar dan denda maksimal

dua puluh lima miliar.

2. Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh

lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai

akibat perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau

mendukung persaingan. Akuisisi PT. Asuransi Takaful Umum oleh

Koperasi Simpan Pinjam Jasa tidak menghambat persaingan usaha tidak

sehat karena hanya masalah teknis ( notifikasi ), tidak menyangkut urusan

prinsip.

111
112

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan diatas, penulis

mempunyai beberapa saran, sebagai berikut :

1. KPPU bersama pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah nomor 57

Tahun 2010 mengenai sanksi denda akibat keterlambatan pemberitahuan

pengambilalihan saham dengan menambahkan aturan mengenai

pertimbangan, peringanan dan pemberatan oleh majelis komisi serta

meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat.

2. Perusahaan maupun badan hukum lainnya yang ingin melakukan merger,

konsolidasi, dan pengambilalihan saham (akuisisi) disarankan untuk

senantiasa memperhatikan aturan yang ada dengan menggali semua

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 agar terhindar dari akibat hukum yang

dapat diterima dan senantiasa melakukan persaingan usaha secara sehat.


DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

Abdul R. Saliman, et.all, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori & Contoh
Kasus, Kencana, Jakarta, 2008.

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Anti Monopoli Cetakan
3, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000.

Andi Fahmi Lubis, Edisi Kedua Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, 2017.

Andjar Pachta W (et all), Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi,


Pendidikan, dan Modal Usaha, Kencana, Jakarta, 2008.

Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.

Bernard Arief, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju,


Bandung, 2009.

CST Kansil, Chritine S.T Kansil dkk , Kamus Istilah Aneka Hukum, Jala
Permata Aksara, Jakarta, 2009.

Donald Albert Rumokoy & Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum ed 1,


RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014.

Galuh Puspaningrum, Hukum Persaingan Usaha ; Perjanjian dan Kegiatan


Yang Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,
Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis : Anti Monopoli,
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006.

Hermansyah, Pokok -Pokok Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat di


Indonesia, kencana, Jakarta, 2009.

I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Undang – Undang dan Peraturan


Pelaksanaan Undang – Undang di Bidang Usaha, Megapoin, Jakarta,
2007.

Ismail Solihin, Pengantar Bisnis Pengenalan Praktis Dan Studi Kasus,


Kencana Prenada, Media Group, Jakarta, 2006.
Iswi Hariyanti, dkk, Merger, Konsolidasi, Akuisisi, dan Pemisahan
Perusahaan, Visimedia, Jakarta, 2011.

Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi


Penerapannya di Indonesia, Bayumedia, Malang, 2009.

Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,


Malang, 2007.

Josua Taringan, Merger dan Akuisisi Dari Perspektif Strategis dan Kondisi
Indonesia (Pendekatan Konsep dan Studi Kasus), Ekuilibria,
Yogyakarta, 2016.

Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta, 1993.

L Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum


Persaingan Usaha, Srikandi, Surabaya, 2008.

Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat,


Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra


Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern Di Era


Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012.

Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha : Teori dan Praktiknya di


Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2012.

Neni Sri Imaniyati & Panji Adam Agus Putra, Hukum Bisnis dilengkapi
dengan Kajian Hukum Bisnis Syariah, Refika Aditama, Bandung,
2017.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Prenamedia Grup,


Surabaya, 2005.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta,


2008.
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, 2008
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2013
Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni,
Bandung, 2006.

Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 1999.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu


Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2001.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, .Penerbit UI-Press, Jakarta,


1984.

Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori


dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2012.

Syamsul Maarif, Merger dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha, Degraf


Publishing, Jakarta, 2010.

Tjiptono Darmadji, Pasar Modal Di Indonesia : Pendekatan Tanya Jawab


Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta, 2001.

B. Undang – Undang

Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak sehat.

Undang-Undang no 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

C. Wawancara

Wawancara dengan bapak Wisnu Nugroho selaku perwakilan KPPU bidang


Merger dan Akuisisi melalui via zoom meeting pada hari Selasa 28
Juli 2020

D. Internet

https://salamadian.com/pengertian-perusahaan-bentuk-manfaat-dan-jenis-jenis-
perusahaan/ diakses pada tanggal 01 oktober 2019 pukul 19.51 WIB.

https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/CMS/DetailMateri/201, diakses
pada tanggal 22 Oktober 2019 Pukul 00.45 WIB.
https://www.academia.edu/8987802/
BAB_II_TINJAUAN_UMUM_PERUSAHAAN diakses pada tanggal
13 September 2020 pukul 09..43 WIB

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-prinsip-rule-of-reason-
didalam-ilmu-hukum/14802/3 diakses pada tanggal 15 Juli 2019
Pukul 19.33 WIB.
https://www.hukumperseroanterbatas.com/akusisi-perusahaan/prosedur-
hukum-pengambilalihan-perseroan-terbatas/ diakses pada tanggal 23
Januari 2020 Pukul 15.36 WIB.

https://www.maxmanroe.com/vid/finansial/investasi/pengertian-saham.html
diakses pada tanggal 16 Juli 2019 Pukul 23.16 WIB.

https://www.ojk.go.id/id/Pages/FAQ-Otoritas-Jasa-Keuangan.aspx,diakses
pada tanggal 08 Agustus 2019, Pukul 21.33 WIB.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
A. Daftar Pertanyaan
1. Apakah menurut KPPU putusan no. 02/KPPU-M/2018 sudah sesuai
dengan Undang-Undang?
2. Apakah efek akuisisi ke dalam praktek monopoli itu besar?

B. Jawaban Pertanyaan
1. Bahwa dilihat dari Undang-Undang penjatuhan sanksi denda terhadap
keterlambatan pemberitahuan akuisisi saham yaitu perhari Rp.
1.000.000.000 – Rp. 25.000.000,000, namun tetap melihat kondisi saat
sidang, kondisi keuangan dari masing-masing perusahaan itu. Hal ini
tentu merupakan penjabaran yang lebih lanjut mengenai penjatuhan
sanksi denda dimana dalam memutuskan KPPU menggunakan berbagai
pertimbangan. Bahwa keterlambatan pemberitahuan akuisisi saham ini
sebenarnya pelanggaran, hanya saja pemerintah mendesain peraturan ini
agar mereka sadar mengenai pelaporan merger itu penting maka
dijatuhkan denda perhari Rp. 1.000.000.000. Tetapi majelis komisi
mempunyai pandangan lain hukum tetap ditegakan namun tetap melihat
fakta di persidangan seperti koorperatif, mau berkerja sama, maupun
sikap di pengadilan.
2. Garis besar dari Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 menyangkut
4 ( empat ) hal yaitu cara penilaian merger dan akuisisi yang
menyebabkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, batas
nilai notifikasi atau pemberitahuan, tata cara penyampaian
pemberitahuan serta konsultasi. Penilaian merger dan akuisisi yang
dilakukan oleh KPPU didasarkan beberapa aspek yaitu konsentrasi
pasar, hambatan masuk pasar, potensi perilaku anti persaingan, efisiensi
dan kepailitan. Jadi dari beberapa aspek di atas tersebut efek akuisisi ke
dalam praktek monopoli cukup besar karena dapat menyebabkan
persaingan usaha tidak sehat dan meningkatkan potensi perilaku anti
persaingan yang dimana dapat merugikan pesaing yang ada maupun
pesaing potensial.95

95
Wawancara dengan Bapak Wisnu Nugroho selaku perwakilan Merger dan Akuisisi
Pada Tanggal 28 Juli 2020
CURRICULUM VITAE

A. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Satrya Laksana Putra.

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 15 Februari 1997.

Jenis Kelamin : Laki-laki.

Kewarganegaraan : Indonesia.

Agama : Islam.

Alamat : Gg Sadar 2 No. 106 Rt. 04 Rw. 02

Kelurahan Cipondoh Kecamatan Cipondoh,

Tangerang, Banten.

E-mail : Satryaputra99@gmail.com.

B. PENDIDIKAN FORMAL

1. TK Harapan Bunda (2002-2003)

2. SDN 01 Cipondoh (2003-2009)

3. SMPN 16 Tangerang (2009-2012)

4. SMAN 02 Tangerang (2012-2015)

Anda mungkin juga menyukai