PENDAHULUAN
Suatu organisasi baik yang bersifat sosial, politik, maupun ekonomi tentunya
tidak bisa berjalan dengan cara sendiri-sendiri atau dengan kata lain perlu bantuan
orang/organisasi lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, ada kaitan
kegiatan usaha maupun tidak kaitannya dengan bidang usahanya. Demikian sama
halnya dengan organisasi koperasi yang merupakan kegiatan usaha yang bergerak di
bidang ekonomi, maka perlu kerja sama dengan organisasi lain, baik itu sesama
koperasi atau bukan koperasi.
Kerja sama koperasi tersebut ada yang bersifat horizontal dan vertikal, bahkan
sebagai konsekuensi dalam melakukan kerja sama tersebut menghendaki untuk
dibentuknya wadah organisasi baru untuk mengembangkan kegiatan usahanya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kerja sama koperasi adalah hubungan antar orang-orang atau badan hukum
baik antar koperasi atau bukan koperasi dan di bidang usaha atau bukan bidang usaha,
yang bertujuan untuk saling membantu atau saling membutuhkan dalam
meningkatkan suatu usaha atau penghasilan.
Selama ini koperasi telah bekerja sama dengan baik dengan sesama koperasi
maupun bukan koperasi, koperasi juga dapat bekerja sama dengan sesama koperasi
dengan cara membentuk suatu organisasi baru yang berbentuk hukum.
1
Sudarsono dan Edilius, Koperasi Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : PT. Rhineka Cipta, 1996).
Hal. 183
2
1. Peningkatan kemampuan daya tawar (bargaining power) mereka terhadap pihak
ketiga.
2. Menjamin kontinuitas pemasukan bahan baku.
3. Biaya dapat ditekan jauh lebih rendah karena dapat beroperasi secara besar-
besaran (economic of scale).
4. Bila kerjasama dilakukan oleh koperasi tingkat di atasnya dan bidang usahanya
dapat mengadakan integrasi vertikal, maka akan dapat menurunkan biaya
transaksi (transaction cost).
5. Bila kerjasama dilakukan dengan horizontal (antar koperasi yang setingkat), maka
akan meningkatan kemampuan bersaing mereka terhadap pihak ketiga. 2
2
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 113-
114
3
Dalam hal ini biasanya salah satu pihak bertindak sebagai pelaksana dan pihak
yang lainnya bertindak sebagai pengawas. Kerjasama tersebut biasanya dilakukan
dengan membuat surat perjanjian kerjasama yang mengikat kedua belah piahk dan
pastinya untuk saling menguntungkan.
Koperasi dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain yang bukan koperasi.
Kerjasama yang dimaksud jelas adalah saling menguntungkan.
Kerjasama antara koperasi dan bukan koperasi dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu sebagai berikut :
1. Membentuk wadah baru berbentuk badan hukum. Kerjasama ini banyak
dilakukan oleh koperasi-koperasi sekunder, khususnya tingkat induk, sepertik
IKPN dan induk koperasi yang lain dengan mitra usahanya masing-masing
membentuk bank dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota-
anggotanya, khususnya dalam pemberian kredit maupun dalam menunjang
kebutuhan hidup anggotanya.
2. Tanpa membentuk wadah baru yang berbadan hukum. Biasanya kerjasama itu
berbentuk dalam kemitraan usaha. Kemitraan antara koperasi dengan perusahaan-
perusahaan besar lebih merupakan tanggung jawab sosial dalam rangka
“membantu dan membina” koperasi.3
3
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 115
4
Dalam kerjasama ini mitra usaha IKPN adalah Badan Usaha Milik Negara dan
Yayasan Dana Pensiunnya, yaitu PT. Taspen, PT. ASEI (Asuransi Ekspor Indonesia),
Yayasan Dana Pensiun Jasa Raharja, Yayasan Dana Pensiun Jasindo, dan Yayasan
Dana Pensiun Pertamina, mendirikan sebuah Bank pada tahun 1992, yang diberi
nama “Bank Kesejahteraan Ekonomi” yang berbadan hukum Perseroan Terbatas
(PT). Semula IKPN ingin memakai wadah berbadan hukum koperasi, tetapi tidak
memungkinkan karena ada kebiajakan Menteri Koperasi nomor 12/M/I/1989 yang
tidak mengijinkan gerakan koperasi mendirikan Bank Umum Koperasi selain bank
BUKOPIN. Dalam usaha perbankan ini, IKPN merupakan pemegang saham
mayoritas dengan menguasai 70% dari seluruh jumlah sahamnya. 4
Pada Kongres kedua gerakan koperasi yang diadakan pada tahun 1953 di
Bandung telah mendapat 5 (lima) keputusan penting antara lain adalah mendirikan
pemusatan gerakan koperasi yang ada di Indonesia yang dinamakan dengan Dewan
Koperasi Indonesia (DKI) sebagai pengganti dari SOKRI dan mengangkat Bapak
Mohammad Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
4
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 115
5
2. Memperhatikan dan membantun pelaksanaan kepentingan perkumpulan koerasi
dengan nyata.
3. Membela hak hidup dan berkembang secara bebas bagi perkumpulan koperasi
terhadap segala usaha yang merintanginya, bila perlu dengan kerjasama, terutama
dengan seluruh gerkan koperasi, serta memandanginya dari sudut perkembangan
ekonomi nasional.
Pada permulaan tahun enam puluhan, tampak ada perubahan sikap pemerintah
terhadap gerakan koperasi sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah yang
memberlakukan demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin. Pemerintah mulai ikut
campur dalam gerakan koperasi dan ingin menjadikan koperasi sebagai alat
pelaksanaan dari kebijaksanaan ekonomi terpimpin. Tanggal 3 Juni 1961 dengan
Keputusan Presiden No. 236 didirikan Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh
Indonesia (KOKSI) sebagai perwujudan dari musyawarah nasional koperasi
(Munaskop 1) yang di selenggarakan pada tanggal 25 s/d 27 April 1961 di Surabaya.
Pimpinan organisasi berbetuk dewan pimpinan dengan pimpinan tertinggi
presiden/pimpinan besar revolusi Indonesia, sedangkan menteri yang diserahi tugas
urusan koperasi menjadi ketua pimpinan dewan nasional koksi.
Sejak itu gerakan koperasi memasuki era baru. Jika, semula koperasi bekerja
berasaskan demokrasi, maka sejak saat itu koperasi telah dijadikan alat Indonesia
5
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 116-
117
6
untuk melaksanakan kebijaksanaan ekonomi terpimpin. Bahkan dalam
perkembangannya, pemerintah berusaha membawa gerakan koperasi pada aliran
politik melalui Munaskop dengan mengeluarkan Undang-undang Koperasi No.
14/1965 yang ternyata hanya berumur pendek.
6
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 117
7
a. Singkatan nama yang semula Dewan Koperasi Indonesia (DKI) diganti
menjadi Dekopin.
b. Jika, semula struktur organisasinya berdasarkan penjenjangan federatif, di
mana masing-masing jenjang mempunyai kedudukan otonomi, maka dalam
AD yang baru Dekopin merupakan satu kesatuan dari pusat hingga daerah.
Ini berarti bahwa Dekopin yang berada di tingkat Provinsi menjadi
perwakilan Dekopin Wilayah (Dekopwil), sedangkan yang berada di wilayah
Kabupaten/Kota menjadi perwakilan Dekopin Daerah (Dekopinda).
c. Jika semula kepengurusan DKI tidak diikutkan unsure masyarakat, maka
berdasarkan AD yang baru, unsure masyarakat diikutsertakan sejumlah 1/3
nya. Tentang keanggotaan Dekopin, yang dapat menjadi anggota Dekopin
adalah koperasi yang berbadan hukum naik koperasi primer maupun
sekunder. Sedangkan tugas dan fungsi Dekopin sesuai dengan AD dan ART
sebagai berikut :
1) Dekopin adalah lembaga yang bersifat idiil dan karenanya tidak boleh
melakukan kegiatan di bidang komersial (business).
2) Dekopin adalah lembaga tertinggi yang mewakili Dewan Koperasi
Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri.
3) Dekopin adalah lembaga yang menampung dan mengelola segala aspirasi
dan permasalah dari Gerakan Koperasi Indonesia.
4) Dekopin menyediakan bantuan bagi Gerakan Koperasi Indonesia untuk
kepentingan idiil organisasi, pendidikan, penyuluhan, penelitian,
pengembangan, manajemen, usaha komersial, ekonomi dan keuangan. 7
Jika, perubahan AD dan ART Dekopin pada tahun 1977 dimaksudkan untuk
menyesuaikan dengan UU Nomor 12/1967, maka dengan dikeluarkannya UU Nomor
25/1992 tentang Perkoperasian, maka Dekopin juga wajib mengadakan penyesuaian.
Keberadaan Dekopin diatur dalam pasal 57, 58 dan 59 UU No. 25/1992.
7
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 119
8
Pada Pasal 57 UU No. 25/1992 disebutkan bahwa :
1. Koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal yang
berfungsi sebagai pembawas aspirasi koperasi.
2. Organisasi ini berasaskan Pancasila.
3. Nama, tujuan, susunan dan tata kerja organisasi diatur dalam anggaran
dasar organisasi yang bersangkutan.
8
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 119-
120
9
c. Melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan masyarakat,
d. Mengembangkan kerjasama antar koperasi dan antar koperasi dengan
badan usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
2. Melaksanakan kegiatan tersebut, koperasi secara bersama-sama
menghimpun dana koperasi.
9
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 120
10
Dekopin inilah yang mewakili gerakan koperasi Indonesia dalam
hubungannya dengan organisasi koperasi internasional yaitu International
Cooperative Alliance (ICA), dimana Dekopin menjadi anggotanya.
11
a. Bersama-sama menumbuhkan dan mengembangkan saling pengertian
dan kerjasama yang efektif antara gerakan koperasi negara-negara
ASEAN;
b. Membentuk landasan yang kuat bagi kegiatan-kegiatan bersama dan
daya upaya regional untuk mengembangkan perkoperasian.
2. Membentuk organsiasi koperasi ASEAN (ASEAN Cooperative
Organization) disingkat ACO sebagai wadah untuk mengembangkan
kerjasama antara gerakan koperasi di negara-negara ASEAN. Ini brtujuan
untuk :
a. Melalui kegiatan-kegiatan bersama perusahaan-perusahaan patungan
meletakkan dasar-dasar hubungan kerjasama regional dan
internasional,
b. Membantu tercapainya tujuan ASEAN seperti tercantum dalam
Bangkok declaration 8 Agustus 1967.10
10
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 122
11
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 122
12
Keanggotaan ACO terdiri dari koperasi-koperasi tingkat nasional dan
dewan koperasi di masing-masing negara Asean.
12
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV. Alfabeta. 2013). Hal 123
13
2.5 Cara Menyusun Kerjasama Koperasi
13
Sudarsono dan Edilius, Koperasi Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : PT. Rhineka Cipta, 1996).
Hal. 184
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Dr. Subandi, M.M, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), (Bandung : CV.
ALFABETA. 2013)
16