Disusun Oleh:
Kelompok 10
Khairullah (210102040192)
FAKULTAS SYARIAH
BANJARMASIN
2023
A. PENDAHULUAN
Hukum persaingan usaha lahir karena adanya dalil ekonomi. Pada saat era
reformasi, persaingan usaha menjadi salah satu instrumen penting bagi
perkembangan sistem ekonomi Indonesia. Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat , persaingan usaha mendapatkan pengakuan sebagai pilar ekonomi dalam
sistem ekonomi Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945.
1
“Pelaku Usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan umum”1
B. PEMBAHASAN
1
Pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek monopoli da persaingan
usaha tidak sehat.
2
I. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
II. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdirisendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
III. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.
2
Khabib Alia Akhmad, “Pemanfaatan Media Sosial Bagi Pengembangan Pemasaran UMKM (Studi
Deskriptif Kualitatif Pada Distro di Kota Surskarta)”, Duta.com ISSN : 2086-9436, no. 1 (September
12, 2015): hlm 46-47, http://ojs.udb.ac.id/index.php/dutacom/article/view/537.v9il.
3
Menurut Supriadi kemitraan usaha adalah kerja sama antara dua pihak dengan
hak dan kewajiban yang setara dan saling menguntungkan. Dalam Peraturan
Pemerintah No 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan juga telah dijelaskan bahwa arti
dari kemitraan adalah kerja sama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah
atau dengan usaha besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha
menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,
saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Seperti dikemukakan Tengku Syarif bahwa agar kemitraan antara usaha besar
dengan usaha kecil dan dapat berlangsung secara alamiah dan langgeng, maka
dalam menjalin hubungan bisnis didasarkan pada kaidah-kaidah bisnis sebagai
berikut:
4
b. Kualitas atau mutu yang baik sesuai dengan yang diperjanjikan.
c. Kuantitas, yaitu dapat memenuhi jumlah yang ditentukan,
d. Delivery, yaitu pemenuhan penyerahan barang/jasa tepat waktu sesuai
yang disepakati.
4) Ada kesediaan dari pihak usaha besar untuk melakukan pembinaan
terhadap usaha kecil sebagai mitra usahanya. Kerjasama atau kemitraan
usaha dimaksudkan agar terdapat hubungan yang sinergi, tidak satu pihak
pun yang dikorbankan karena kepentingan pihak lain.3
Selain tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Tim
Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan (TPPK) mempunyai kewenangan lain, sebagai
berikut:
3
Ghassani, Nabila, dan B. Wardiyanto. "Kemitraan Pengembangan UMKM." Studi
Deskriptif tentang Kemitraan PT. PJB (Pembangkit Jawa Bali) Unit Gresik
Pengembangan UMKM Kabupaten Gresik. Kebijakan dan Manajemen Publik 3.2 (2015):
142-151.
5
b) melakukan korespondensi dengan pihak terkait dalam rangka mendapatkan
data dan informasi terkait penelitian;
c) mendapatkan data, surat, dokumen dan informasi terkait dari Usaha Mikro,
Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha Besar, pemerintah atau
pemangku kepentingan lain;
d) mendapatkan data, surat, dokumen dan informasi terkait dari unit kerja lain
di lingkungan Komisi;
e) berkoordinasi dengan lembaga atau instansi lain yang terkait;
f) mengumpulkan informasi dari akademisi dan narasumber independen;
g) mengumpulkan data dan informasi dari konsumen;
h) mengolah dan menganalisis data dan informasi; dan/atau
i) melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka pengumpulan dan
pengolahan data.
6
Perlindungan hukum upaya pemulihan kembali keadaan yang semula atau
kondisi awal secara administratif, seperti mengembalikan izin usaha yang dicabut
namun kemudian diberikan kembali setelah memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan (Refreshif) bagi pelaku UMKM berdasarkan Undang-Undang
Persaingan Usaha yang terdiri dari sebagai berikut:
a) Sanksi Administrasi.
Sanksi administrasi adalah tindakan yang diberikan oleh pihak administrasi
pemerintahan sebagai akibat dari pelanggaran administrasi yang dilakukan
oleh individu atau perusahaan. Contohnya, pembatalan izin usaha atau surat
ijin mengemudi.
b) Pidana pokok.
Pidana pokok adalah tindakan pidana yang dilakukan bagi pelaku kejahatan
yang melanggar hukum pidana, seperti menjual atau memproduksi narkoba,
melakukan pembunuhan, pencurian, dan lain-lain.
c) Pidana tambahan.4
Pidana tambahan adalah sanksi tambahan yang diberikan sebagai akibat dari
pelanggaran pidana pokok, seperti denda, penghargaan masyarakat,
pembekuan hak untuk memegang jabatan, dan lain-lain.
Pola Kemitraan banyak dan beragam jenisnya. Kemitraan sendiri memiliki arti
kawan atau bekerjasama, namun secara rinci diberikan terminologinya oleh
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung
maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai,
memperkuat dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah dengan Usaha Besar.5
4
Sopyan Hadi, Ari Rahmad Hakim B.F., dan Diman Ade Mulada, “Perlindungan Hukum Usaha
Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Praktik Monopoli Dilihat Dari Perspektif Hukum
Persaingan Usaha,” Commerce Law 2, no. 1 (Juni 27, 2022): 42–43,
https://doi.org/10.29303/commercelaw.v2i1.1345.
5
Belva Varian Tamir, Kurniawan Kurniawan, dan Moh. Saleh, “Kewenangan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Dalam Mengawasi Perjanjian Kemitraan Dalam Kemitraan Waralaba,”
Commerce Law 2, no. 1 (Juni 28, 2022): hlm 156,
7
4. Tatacara Pengawasan Kemitraan
Pasal 2
(1) Komisi melakukan Pengawasan Kemitraan yang dilakukan oleh usaha mikro,
usaha kecil, dan usaha menengah dengan usaha besar dan/atau yang dilakukan oleh
usaha mikro dan usaha kecil dengan usaha menengah.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup proses alih
keterampilan bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber
daya manusia, dan teknologi sesuai dengan pola Kemitraan.
a. inti-plasma;
b. Subkontak;
c. Waralaba;
d. Perdagangan umum;
e. Distribusi dan keagenan;
f. Bagi hasil;
g. Kerja sama Operasional;
h. Usaha patungan (join venture);
i. Penyemberluaran (outsourcing)
j. Bentuk kemitraan lainnya.
a. usaha besar dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro, usaha kecil,
dan/atau usaha menengah mitra usahanya; dan
https://doi.org/10.29303/commercelaw.v2i1.1369.
8
b. usaha menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro
dan/atau usaha kecil mitra usahanya.
Pasal 3
(1) Kemitraan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah dengan usaha besar
dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip Kemitraan dan menjunjung etika
bisnis yang sehat.
(2) Prinsip Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi prinsip:
a. Saling membutuhkan;
b. Saling mempercayai;
c. Saling memperkuat; dan
d. Saling menguntungkan
Pasal 4
(2) Koordinasi dengan Instansi Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa:
a. Rapat;
b. Surat pemberitahuan;
c. Pertukaran data dan/informasi;
d. Pengawasan lapangan; dan / atau
e. Bentuk koordinasi lain sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
9
Hasil Pengawasan Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dapat digunakan sebagai bahan untuk penanganan perkara.6
Menurut Pasal 2 Perkom No. 2 Tahun 2015, ada 2 (dua) macam penanganan
perkara pelaksanaan kemitraan, yakni penanganan perkara berdasarkan laporan
tertulis dari setiap orang atau pelaku usaha, dan penanganan perkara berdasarkan
inisiatif dari KPPU sendiri. Apabila berdasarkan laporan, maka penanganan perkara
dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1. Klarifikasi
2. Penyelidikan
3. Pemberkasan, dan
4. Sidang majelis Komisi.
1. Kegiatan inisiatif,
2. Penyelidikan,
3. Pemberkasan, dan
4. Siding majelis komisi.
6
Pasal 1-5 Peraturan Komisi Pengawas Usaha Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Tata Cara
Pengawasan dan Penanganan Perkara Kemitraan.
10
Setelah itu, ketua KPPU akan melaksanakan keputusan Rapat Komisi
tersebut. Untuk itu ketua mempunyai beberapa wewenang, antara lain: menerbitkan
keputusan KPPU terkait dengan wewenang-wewenang Rapat Komisi tersebut di
atas, menerbitkan surat peringatan tertulis pertama, kedua dan ketiga, membentuk
tim monitoring pelaksanaan peringatan tertulis, meminta bantuan Kepolisian
Negara untuk melakukan pengawalan dan pengamanan dalam proses penyelidikan
dan/ atau pemeriksaaan apabila terlapor dan saksi yang dipanggil dan diperiksa
menolak dipanggil atau menolak diperiksa, menghambat proses penyelidikan
dan/atau pemeriksaan, dan lain sebagainya. Ketua KPPU juga berwenang untuk
berkoordinasi dengan Kepolisian apabila ditemukan tindak pidana dalam proses
penyelidikan dan/atau pemeriksaan, terlapor tidak melaksanakan putusan KPPU
yang telah berkekuatan hukum tetap, dan lain sebagainya.
Perkom No. 3 Tahun 2015 mengatur juga hak dan kewajiban para pihak
yang terlibat. Misalnya, Terlapor mempunyai hak untuk mendapatkan due process
of law. Terlapor selain mempunyai kewajiban-kewajiban, juga berhak untuk
memperoleh pemberitahuan yang layak dalam semua tahapan penanganan perkara,
mendapatkan peringatan tertulis, memberikan tanggapan dan/ atau pembelaan,
mendapatkan salinan Putusan KPPU dan mengajukan keberatan terhadap Putusan
KPPU ke Pengadilan Negeri.525 Perkom No. 3 Tahun 2015 juga mengatur hak dan
kewajiban saksi dan ahli dan penerjemah tersumpah.
11
Perkom No. 3 Tahun 2015 juga mengatur tugas dan wewenang investigator
penyidik, investigator penuntut dan panitera, alat bukti yang bisa dipakai dalam
penanganan perkara, syarat-syarat saksi dan ahli.
12
terpisahkan dari putusan KPPU. Majelis komisi wajib membacakan putusan KPPU
dalam sidang yang terbuka untuk umum.
KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap, maka ketua KPPU akan
berkoordinasi dengan Kepolisian RI untuk dapat dilakukan tindakan tertentu.
Akibat dari tidak dilaksanakannya putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum
tetap adalah terlapor dapat dituntut secara pidana.
Menurut Pasal 32 ayat (1) dan 34 ayat (1) PP No. 17 Tahun 2013, dan sesuai
dengan Pasal 36 dan 47 UU No. 5 Tahun 1999, KPPU dapat menjatuhkan sanksi
administrasi kepada pelaku usaha yang terbukti telah melanggar UU No. 5 Tahun
1999. Sanksi administrasi tersebut bisa berupa pencabutan izin usaha, pembatalan
perjanjian kemitraan, dan/atau denda administratif minimal 1 (satu) milyar dan
maksimal 25 (dua puluh lima) milyar rupiah.7
7
Andi Fahmi Lubis et al., Hukum Persaingan Usaha, Edisi Kedua (Jakarta: Komisi Pengawas
Pesaingan Usaha (KPPU), 2017), hlm. 417-420
13
C. Kesimpulan
14
Daftar Pustaka
Fahmi Lubis, Andi, Anna Maria Tri Anggraini, Kurnia Toha, dan Budi
Kagramanto. Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), 2017.
Hadi, Sopyan, Ari Rahmad Hakim B.F., dan Diman Ade Mulada. “Perlindungan
Hukum Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Praktik
Monopoli Dilihat Dari Perspektif Hukum Persaingan Usaha.” Commerce
Law 2, no. 1 (Juni 27, 2022).
https://doi.org/10.29303/commercelaw.v2i1.1345.
Tamir, Belva Varian, Kurniawan Kurniawan, dan Moh. Saleh. “Kewenangan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Mengawasi Perjanjian
Kemitraan Dalam Kemitraan Waralaba.” Commerce Law 2, no. 1 (Juni 28,
2022). https://doi.org/10.29303/commercelaw.v2i1.1369.
Republik Indonesia. Peraturan Komisi Pengawas Usaha Nomor 4 tahun 2019
Tentang Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Perkara Kemitraan. Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1212.
15
Referensi
16
17
18
19
20
21
22