Anda di halaman 1dari 23

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

HUKUM PERSAINGAN USAHA MUHAMMAD SYARIF HIDAYATULLAH, S.E., M.H

PENGAWASAN DAN PENEGAKAN KEMITRAAN UMKM


DAN PELAKU USAHA BESAR

Disusun Oleh:

Kelompok 10

Khairullah (210102040192)

Jofan Ihsandy (210102040275)

Noor Emelda Safitri (210102040210)

Muhammad Haris Abrari (210102040157)

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM ANTASARI

FAKULTAS SYARIAH

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

BANJARMASIN

2023
A. PENDAHULUAN

Hukum persaingan usaha lahir karena adanya dalil ekonomi. Pada saat era
reformasi, persaingan usaha menjadi salah satu instrumen penting bagi
perkembangan sistem ekonomi Indonesia. Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat , persaingan usaha mendapatkan pengakuan sebagai pilar ekonomi dalam
sistem ekonomi Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945.

Terciptanya Undang-Undang anti monopoli tersebut, dibentuklah lembaga


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut KPPU) yang diberikan
tugas serta wewenang oleh negara untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang.
Sebagai lembaga yang dikhususkan untuk menjaga perekonomian Indonesia,
terdapat tanggung jawab yang diamanatkan oleh bangsa kepada KPPU yaitu
menjaga iklim usaha agar terlepas dari pengaruh buruk perbuatan yang dapat
merugikan negara ini.

Pada masa reformasi digulirkan, terdapat fakta-fakta yang muncul dalam


ruang lingkup persaingan usaha di Indonesia. Hal tersebut berupa bentuk
penguasaan pangsa pasar yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan besar
sehingga menimbulkan rasa prihatin dan khawatir rakyat terhadap persaingan usaha
dan perekonomian nasional yang pada masa itu dikuasai oleh para penikmat pangsa
pasar terbesar. Digulirkannya UndangUndang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut membawa titik cerah bagi
rakyat dalam menjalankan persaingan usaha yang kondusif dan fair. Sebagaimana
disebutkan dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 , bahwa asas dan
tujuan persaingan usaha :

1
“Pelaku Usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan umum”1

Pasal tersebut diharapkan dapat membantu mewujudkan serta dapat memberikan


kesempatan terhadap pelaku usaha dalam menjalankan usaha secarademokrasi
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 33 UUD 1945. KPPU adalah suatu
lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta
pihak lain. Sebagai lembaga negara yang bersifat independen tersebut KPPU juga
sebagai lembaga yang berperan untuk menciptakan dan memelihara iklim
persaingan usaha yang kondusif.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Umkm dan Pelaku Usaha Besar

Definisi yang berkaitan dengan UKM (Usaha Kecil Menengah) tersebut


adalah: Ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan
kemudian dilaksanakan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun
1997 tentang Kemitraan, di mana pengertian UKM adalah sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 sebagai berikut: 1) Usaha
Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini, 2) Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan
ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
lebih besar dari kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil. Sesuai
dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) pengertian UMKM adalah:

1
Pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek monopoli da persaingan
usaha tidak sehat.

2
I. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
II. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdirisendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
III. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.

Berdasarkan UU No 20 tahun 2008 di atas jelas menunjukan perbedaan yang


cukup besar baik dari segi asset ataupun omzet antara usaha mikro dengan kecil dan
usaha kecil dengan menengah. Namun yang jelas secara keseluruhan UMKM
berperan dalam pembangunan perekonomian nasional, hal ini sesuai juga dengan
UU No 20 Tahun 2008 Bab II pasal yang berbunyi :

"usaha mikro kecil dan menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan


usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan
demokrasi ekonomi yang berkeadilan “.2

2. Kemitraan Umkm dan Pelaku Usaha Besar

2
Khabib Alia Akhmad, “Pemanfaatan Media Sosial Bagi Pengembangan Pemasaran UMKM (Studi
Deskriptif Kualitatif Pada Distro di Kota Surskarta)”, Duta.com ISSN : 2086-9436, no. 1 (September
12, 2015): hlm 46-47, http://ojs.udb.ac.id/index.php/dutacom/article/view/537.v9il.

3
Menurut Supriadi kemitraan usaha adalah kerja sama antara dua pihak dengan
hak dan kewajiban yang setara dan saling menguntungkan. Dalam Peraturan
Pemerintah No 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan juga telah dijelaskan bahwa arti
dari kemitraan adalah kerja sama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah
atau dengan usaha besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha
menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,
saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Demikian juga oleh Marbun mengemukakan bahwa konsep kemitraan


merupakan terjemahan kebersamaan (partnership) atau bagian dari tanggungjawab
sosial perusahaan terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep manajemen
berdasarkan sasaran atau partisipatif. Karena sesuai dengan konsep manajemen
partisipatif, perusahaan besar harus juga bertanggungjawab mengembangkan usaha
kecil dan masyarakat pelanggannya, karena pada akhirnya hanya konsep kemitraan
(partnership) yang dapat menjamin eksistensi perusahaan besar.

Pleffer dan Salancik mengemukakan bahwa konsep kemitraan didasarkan


pada model teori yang bersifat komplementer masyarakat madani dalam rangka
pengembangan UMKM yang dapat mensejahterakan masyarakat.

yang dapat menjelaskan jaringan usaha: Pertama, menurut perspektif


pertukaran (exchange persfective). Kedua, model ketergantungan sumber daya
(resources dependence) yang banyak mengilhami studi-studi organisasi dan bisnis.

Seperti dikemukakan Tengku Syarif bahwa agar kemitraan antara usaha besar
dengan usaha kecil dan dapat berlangsung secara alamiah dan langgeng, maka
dalam menjalin hubungan bisnis didasarkan pada kaidah-kaidah bisnis sebagai
berikut:

1) Saling menguntungkan, dan saling membutuhkan,


2) Berorientasi pada peningkatan daya saing,
3) Memenuhi aspek :
a. Harga yang bersaing dibandingkan dengan harga yang ditawarkan pihak
lain.

4
b. Kualitas atau mutu yang baik sesuai dengan yang diperjanjikan.
c. Kuantitas, yaitu dapat memenuhi jumlah yang ditentukan,
d. Delivery, yaitu pemenuhan penyerahan barang/jasa tepat waktu sesuai
yang disepakati.
4) Ada kesediaan dari pihak usaha besar untuk melakukan pembinaan
terhadap usaha kecil sebagai mitra usahanya. Kerjasama atau kemitraan
usaha dimaksudkan agar terdapat hubungan yang sinergi, tidak satu pihak
pun yang dikorbankan karena kepentingan pihak lain.3

3. Cakupan dan Pelaksanaan Pengawasan Kemitraan


Pengawasan dan penegakan terhadap kemitraan UMKM dan pelaku Usaha
Besar dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Adapun objek
pengawasan kemitraan oleh Komisi Persaingan Usaha terdiri dari dua hal yaitu:

1) Pengawasan terhadap perjanjian kemitraan yang dilakukan pelaku Usaha


Besar dan/atau pelaku usaha menengah dengan UMKM. Dimana fokus
pengawasan utama dalam hal ini adalah ada atau tidaknya perjanjian
kemitraan dan terpenuhi atau tidaknya persyaratan perjanjian kemitraan.
2) Pengawasan pelaksanaan kemitraan yang menjadi fokus pengawasan adalah
potensi adanya dugaan kepemilikan dan/atau penguasaan atau potensi
penyalahgunaan posisi tawar.

Selain tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Tim
Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan (TPPK) mempunyai kewenangan lain, sebagai
berikut:

a) mengundang dan meminta keterangan dari Pelaku Usaha, Pemerintah atau


pemangku kepentingan yang lain;

3
Ghassani, Nabila, dan B. Wardiyanto. "Kemitraan Pengembangan UMKM." Studi
Deskriptif tentang Kemitraan PT. PJB (Pembangkit Jawa Bali) Unit Gresik
Pengembangan UMKM Kabupaten Gresik. Kebijakan dan Manajemen Publik 3.2 (2015):
142-151.

5
b) melakukan korespondensi dengan pihak terkait dalam rangka mendapatkan
data dan informasi terkait penelitian;
c) mendapatkan data, surat, dokumen dan informasi terkait dari Usaha Mikro,
Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha Besar, pemerintah atau
pemangku kepentingan lain;
d) mendapatkan data, surat, dokumen dan informasi terkait dari unit kerja lain
di lingkungan Komisi;
e) berkoordinasi dengan lembaga atau instansi lain yang terkait;
f) mengumpulkan informasi dari akademisi dan narasumber independen;
g) mengumpulkan data dan informasi dari konsumen;
h) mengolah dan menganalisis data dan informasi; dan/atau
i) melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka pengumpulan dan
pengolahan data.

Setelah TPPK selesai melakukan pengawasan, TPPK melaporkan dalam Rapat


Komisi KPPU. Kemudian KPPU bisa memberikan rekomendasi yang berupa:
pembinaan, pendaftaran perjanjiankemitraan dan pencabutan izin usaha oleh
instansi yang berwenang, saran atau pertimbangan, dan/atau tindak lanjut perkara
inisiatif sesuai dengan Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2019 tentang TataCara
Penanganan Perkara Pelaksanaan Kemitraan.

Perlindungan hukum preventif bagi pelaku UMKM berdasarkan Undang-


Undang Persaingan Usaha yang terdiri dari sebagai berikut:

a) Mencegah Pelaku Usaha Untuk Membuat Perjanjian Penetapan Harga.


b) Mencegah Pelaku Usaha Untuk Melakukan Diskriminasi Harga Kepada
Konsumen.
c) Mencegah Pelaku Usaha Untuk Melakukan Perjanjian Penetapan Harga di
Bawah Harga Pasar.
d) Mencegah Pelaku Usaha Untuk Melakukan Perjanjian Penetapan Harga
Terhadap Barang dan/atau Jasa yang Akan Dijual Kembali di Bawah Harga
yang Telah Diperjanjiakan.

6
Perlindungan hukum upaya pemulihan kembali keadaan yang semula atau
kondisi awal secara administratif, seperti mengembalikan izin usaha yang dicabut
namun kemudian diberikan kembali setelah memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan (Refreshif) bagi pelaku UMKM berdasarkan Undang-Undang
Persaingan Usaha yang terdiri dari sebagai berikut:

a) Sanksi Administrasi.
Sanksi administrasi adalah tindakan yang diberikan oleh pihak administrasi
pemerintahan sebagai akibat dari pelanggaran administrasi yang dilakukan
oleh individu atau perusahaan. Contohnya, pembatalan izin usaha atau surat
ijin mengemudi.
b) Pidana pokok.
Pidana pokok adalah tindakan pidana yang dilakukan bagi pelaku kejahatan
yang melanggar hukum pidana, seperti menjual atau memproduksi narkoba,
melakukan pembunuhan, pencurian, dan lain-lain.
c) Pidana tambahan.4
Pidana tambahan adalah sanksi tambahan yang diberikan sebagai akibat dari
pelanggaran pidana pokok, seperti denda, penghargaan masyarakat,
pembekuan hak untuk memegang jabatan, dan lain-lain.

Pola Kemitraan banyak dan beragam jenisnya. Kemitraan sendiri memiliki arti
kawan atau bekerjasama, namun secara rinci diberikan terminologinya oleh
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung
maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai,
memperkuat dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah dengan Usaha Besar.5

4
Sopyan Hadi, Ari Rahmad Hakim B.F., dan Diman Ade Mulada, “Perlindungan Hukum Usaha
Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Praktik Monopoli Dilihat Dari Perspektif Hukum
Persaingan Usaha,” Commerce Law 2, no. 1 (Juni 27, 2022): 42–43,
https://doi.org/10.29303/commercelaw.v2i1.1345.
5
Belva Varian Tamir, Kurniawan Kurniawan, dan Moh. Saleh, “Kewenangan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Dalam Mengawasi Perjanjian Kemitraan Dalam Kemitraan Waralaba,”
Commerce Law 2, no. 1 (Juni 28, 2022): hlm 156,

7
4. Tatacara Pengawasan Kemitraan

Sebagaimana yang tercantum diperaturan KPPU RI No 4 tahun 2019 tentang


tata cara pengawasan dan penanganan perkara kemitraan pada Bab II (pengawasan
Kemitraan) yaitu :

Pasal 2

(1) Komisi melakukan Pengawasan Kemitraan yang dilakukan oleh usaha mikro,
usaha kecil, dan usaha menengah dengan usaha besar dan/atau yang dilakukan oleh
usaha mikro dan usaha kecil dengan usaha menengah.

(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup proses alih
keterampilan bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber
daya manusia, dan teknologi sesuai dengan pola Kemitraan.

(3) Pola Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. inti-plasma;
b. Subkontak;
c. Waralaba;
d. Perdagangan umum;
e. Distribusi dan keagenan;
f. Bagi hasil;
g. Kerja sama Operasional;
h. Usaha patungan (join venture);
i. Penyemberluaran (outsourcing)
j. Bentuk kemitraan lainnya.

(4) Dalam pelaksanaan Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3):

a. usaha besar dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro, usaha kecil,
dan/atau usaha menengah mitra usahanya; dan

https://doi.org/10.29303/commercelaw.v2i1.1369.

8
b. usaha menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro
dan/atau usaha kecil mitra usahanya.

Pasal 3

(1) Kemitraan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah dengan usaha besar
dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip Kemitraan dan menjunjung etika
bisnis yang sehat.

(2) Prinsip Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi prinsip:

a. Saling membutuhkan;
b. Saling mempercayai;
c. Saling memperkuat; dan
d. Saling menguntungkan

(3) Dalam melaksanakan Kemitraan, para pihak mempunyai kedudukan hukum


yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia.

Pasal 4

(1) Dalam melakukan Pengawasan Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


2 ayat (1), Komisi berkoordinasi dengan Instansi Terkait.

(2) Koordinasi dengan Instansi Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa:

a. Rapat;
b. Surat pemberitahuan;
c. Pertukaran data dan/informasi;
d. Pengawasan lapangan; dan / atau
e. Bentuk koordinasi lain sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 5

9
Hasil Pengawasan Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dapat digunakan sebagai bahan untuk penanganan perkara.6

5. Tatacara Penanganan Perkara Pelaksanaan Kemitraan

Menurut Pasal 2 Perkom No. 2 Tahun 2015, ada 2 (dua) macam penanganan
perkara pelaksanaan kemitraan, yakni penanganan perkara berdasarkan laporan
tertulis dari setiap orang atau pelaku usaha, dan penanganan perkara berdasarkan
inisiatif dari KPPU sendiri. Apabila berdasarkan laporan, maka penanganan perkara
dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1. Klarifikasi
2. Penyelidikan
3. Pemberkasan, dan
4. Sidang majelis Komisi.

Penanganan perkara berdasarkan inisiatif KPPU dilakukan melalui beberapa


tahap sebagai berikut :

1. Kegiatan inisiatif,
2. Penyelidikan,
3. Pemberkasan, dan
4. Siding majelis komisi.

Diawali dengan Rapat Komisi untuk menentukan tahapan penanganan


perkara. Dalam hal ini Rapat Komisi berwenang untuk menghentikan atau
memperpanjang jangka waktu penyelidikan, menetapkan pemeriksaan
pendahuluan, menetapkan status terlapor, perjanjian dan/atau kegiatan serta
ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 yang diduga dilanggar terlapor, menetapkan
monitoring pelaksanaan peringatan tertulis, menetapkan pemeriksaan lanjutan,
menetapkan musyawarah majelis komisi, dan menetapkan pemeriksaan tambahan.

6
Pasal 1-5 Peraturan Komisi Pengawas Usaha Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Tata Cara
Pengawasan dan Penanganan Perkara Kemitraan.

10
Setelah itu, ketua KPPU akan melaksanakan keputusan Rapat Komisi
tersebut. Untuk itu ketua mempunyai beberapa wewenang, antara lain: menerbitkan
keputusan KPPU terkait dengan wewenang-wewenang Rapat Komisi tersebut di
atas, menerbitkan surat peringatan tertulis pertama, kedua dan ketiga, membentuk
tim monitoring pelaksanaan peringatan tertulis, meminta bantuan Kepolisian
Negara untuk melakukan pengawalan dan pengamanan dalam proses penyelidikan
dan/ atau pemeriksaaan apabila terlapor dan saksi yang dipanggil dan diperiksa
menolak dipanggil atau menolak diperiksa, menghambat proses penyelidikan
dan/atau pemeriksaan, dan lain sebagainya. Ketua KPPU juga berwenang untuk
berkoordinasi dengan Kepolisian apabila ditemukan tindak pidana dalam proses
penyelidikan dan/atau pemeriksaan, terlapor tidak melaksanakan putusan KPPU
yang telah berkekuatan hukum tetap, dan lain sebagainya.

Ketua KPPU kemudian menugaskan majelis komisi untuk menangani


perkara. Majelis komisi mempunyai tugas melakukan pemeriksaan pendahuluan,
membuat dan melaporkan hasil pemeriksaan pendahuluan kepada Rapat Komisi,
melaksanakan pemeriksaan lanjutan, melakukan musyawarah majelis komisi untuk
menilai, menyimpulkan dan memutuskan ada tidaknya pelanggaran UU No. 5
Tahun 1999, dan menyusun, menandatangi dan membacakan putusan KPPU.524
Untuk melaksanakan tugas tersebut, maka majelis komisi mempunyai beberapa
wewenang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Perkom No. 3 Tahun
2015.

Perkom No. 3 Tahun 2015 mengatur juga hak dan kewajiban para pihak
yang terlibat. Misalnya, Terlapor mempunyai hak untuk mendapatkan due process
of law. Terlapor selain mempunyai kewajiban-kewajiban, juga berhak untuk
memperoleh pemberitahuan yang layak dalam semua tahapan penanganan perkara,
mendapatkan peringatan tertulis, memberikan tanggapan dan/ atau pembelaan,
mendapatkan salinan Putusan KPPU dan mengajukan keberatan terhadap Putusan
KPPU ke Pengadilan Negeri.525 Perkom No. 3 Tahun 2015 juga mengatur hak dan
kewajiban saksi dan ahli dan penerjemah tersumpah.

11
Perkom No. 3 Tahun 2015 juga mengatur tugas dan wewenang investigator
penyidik, investigator penuntut dan panitera, alat bukti yang bisa dipakai dalam
penanganan perkara, syarat-syarat saksi dan ahli.

Berdasarkan Pasal 32 sampai dengan Pasal 34 PP No. 17 Tahun 2013, tata


cara penanganan perkara pelaksanaan kemitraan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dilakukan oleh KPPU;


2. Pemeriksaan berdasarkan laporan atau inisiatif:
3. Pemeriksaan Pendahuluan;
4. Peringatan tertulis (maksimal 3 kali);
5. Pemeriksaan lanjutan:
6. Putusan mengenai sanksi administratif (pencabutan izin usaha dan/atau
denda).

Kemudian Pasal 35 PP No. 17 Tahun 2013 menugaskan KPPU untuk


mengatur lebih lanjut tata cara tersebut, maka diterbitkanlah Perkom No. 3 Tahun
2015. Adapun proses penanganan perkara pelaksanaan kemitraan menurut Perkom
No. 3 Tahun 2015 adalah sebagai berikut:

1. Ada laporan atau inisiatif KPPU;


2. Penyelidikan;
3. Pemberkasan;
4. Gelar laporan;
5. Sidang Majelis Komisi Pemeriksaaan Pendahuluan;
6. Monitoring Pelaksanaan Peringatan Tertulis;
7. Sidang Majelis Komisi Pemeriksaan Lanjutan;
8. Musyawarah Majelis Komisi;
9. Putusan.

Putusan KPPU diambil dalam musyawarah majelis komisi dengan cara


musyawarah atau voting. Dalam pengambilan putusan KPPU, diperbolehkan
dissenting opinion, yang dibuat secara tertulis dan merupakan bagian yang tidak

12
terpisahkan dari putusan KPPU. Majelis komisi wajib membacakan putusan KPPU
dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Petikan putusan KPPU harus disampaikan kepada terlapor paling lambat 14


hari setelah putusan tersebut diambil. Terlapor selanjutnya diberi kesempatan untuk
mengajukan keberatan ke PN dalam waktu maksimal 14 hari setelah diterimanya
petikan putusan KPPU atau setelah Putusan KPPU diunggah di situsnya.
Kemudian, pihak yang keberatan terhadap putusan PN boleh mengajukan kasasi ke
MA dalam waktu 14 hari setelah putusan PN tersebut dikeluarkan. Tata cara
pengajuan upaya keberatan dan kasasi mengacu kepada Peraturan MA yang
berlaku.

Apabila terlapor tidak mengajukan keberatan dalam waktu yang ditentukan


tersebut di atas, maka putusan KPPU menjadi berkekuatan hukum tetap dan terlapor
wajib melaksanakannya. Dalam hal ini, ketua KPPU harus mengajukan
Permohonan Penetapan Eksekusi Putusan KPPU kepada PN tempat kedudukan
hukum Terlapor. Apabila terlapor tidak melaksanakan putusan.

KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap, maka ketua KPPU akan
berkoordinasi dengan Kepolisian RI untuk dapat dilakukan tindakan tertentu.
Akibat dari tidak dilaksanakannya putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum
tetap adalah terlapor dapat dituntut secara pidana.

Menurut Pasal 32 ayat (1) dan 34 ayat (1) PP No. 17 Tahun 2013, dan sesuai
dengan Pasal 36 dan 47 UU No. 5 Tahun 1999, KPPU dapat menjatuhkan sanksi
administrasi kepada pelaku usaha yang terbukti telah melanggar UU No. 5 Tahun
1999. Sanksi administrasi tersebut bisa berupa pencabutan izin usaha, pembatalan
perjanjian kemitraan, dan/atau denda administratif minimal 1 (satu) milyar dan
maksimal 25 (dua puluh lima) milyar rupiah.7

7
Andi Fahmi Lubis et al., Hukum Persaingan Usaha, Edisi Kedua (Jakarta: Komisi Pengawas
Pesaingan Usaha (KPPU), 2017), hlm. 417-420

13
C. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengawasan dan penegakan


kemitraan antara UMKM dan pelaku usaha besar sangat penting untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan UMKM di Indonesia.
Pemerintah sebagai regulator harus memastikan kebijakan dan program yang
dilakukan dapat berjalan dengan baik serta menjunjung tinggi keadilan bagi semua
pihak yang terlibat dalam perjanjian kemitraan. Selain itu, perlu juga adanya
edukasi bagi pelaku UMKM untuk dapat memahami kontrak kemitraan dengan
baik dan memenuhi kriteria yang ditentukan agar dapat bersaing dengan pelaku
usaha besar. Pelaku usaha besar juga harus menghargai kemitraan dengan UMKM
dan memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan dalam membantu pengembangan
UMKM, terutama dalam hal penyediaan modal usaha dan pelatihan. Dengan
adanya pengawasan dan penegakan kemitraan yang baik, diharapkan dapat
membuka peluang UMKM untuk bertumbuh dan berkembang sehingga dapat
berkontribusi besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

14
Daftar Pustaka

Fahmi Lubis, Andi, Anna Maria Tri Anggraini, Kurnia Toha, dan Budi
Kagramanto. Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), 2017.

Republik Indonesia. Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 Tentang


Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor. 33. Sekretaris Negara.
Jakarta.

Hadi, Sopyan, Ari Rahmad Hakim B.F., dan Diman Ade Mulada. “Perlindungan
Hukum Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Praktik
Monopoli Dilihat Dari Perspektif Hukum Persaingan Usaha.” Commerce
Law 2, no. 1 (Juni 27, 2022).
https://doi.org/10.29303/commercelaw.v2i1.1345.
Tamir, Belva Varian, Kurniawan Kurniawan, dan Moh. Saleh. “Kewenangan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Mengawasi Perjanjian
Kemitraan Dalam Kemitraan Waralaba.” Commerce Law 2, no. 1 (Juni 28,
2022). https://doi.org/10.29303/commercelaw.v2i1.1369.
Republik Indonesia. Peraturan Komisi Pengawas Usaha Nomor 4 tahun 2019
Tentang Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Perkara Kemitraan. Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1212.

Khabib Ali Akhmad, “Pemanfaatan Media Sosial Bagi Pengembangan Pemasaran


UMKM (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Distro di Kota Surakarta”,
Duta.com ISSN : 2086-9436, no. 1 (September 12,2015)
http://ojs.udb.ac.id/index.php/dutacom/article/view/537.v9il.

Nabila Ghassani, “Kemitraan Pengembangan UMKM”, Kebijakan dan Manejemen


Publik”, no. 2 (Mei-Agustus 12, 2015), http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-kmp16cb8512a4full.pdf.v3il.

15
Referensi

16
17
18
19
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai